11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Partai Politik Partai politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negaranegara baru pun partai politik sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai. Di negara-negara yang menganut faham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis, bahwa rakyat berhak turut menentukan siapa-siapa yang akan menjadi pemimpin bangsa yang akan menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara totaliter gagasan mengenai partisipasi politik rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu di bimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai tujuan itu, partai politik merupakan alat yang baik. Pada permulaan perkembangannya di negara-negara Barat seperti, Inggris, Perancis, kegiatan politik pada mulanya dipusatkan pada kelompokkelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini mula-mula bersifat elitis dan aristokratis,
mempertahankan kepentingan kaum
bangsawan terhadap
12
tuntutan-tuntutan raja. Dengan meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena itu di rasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat, kelompok politik dalam parlemen lambat laun berusaha memperkembangkan organisasi massa, dengan demikian terjalinlah suatu hubungan tetap antara kelompok-kelompok politik dalam parlemen dengan panitia pemilihan yang memiliki faham dan kepentingan yang sama, dan lahirlah partai politik. Partai politik semacam ini menekankan kemenangan dalam pemilihan umum dan dalam masa antara kedua pemilihan umum biasanya kurang aktif. Ia bersifat partai lindungan (patronage party) yang biasanya tidak memiliki disiplin partai yang ketat. Menurut Miriam Budiardjo (2005 : 161), Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka. Rahman (2007 : 102-103) menyimpulkan Partai Politik sebagai kumpulan orang yang memiliki nilai dan cita-cita yang sama, terorganisir, dan memiliki tujuan yang sama untuk meraih kekuasaan politik dalam pemerintahan negara. Partai politik berbeda dengan Movement (gerakan). Movement merupakan kelompok yang memiliki aktivitas melakukan perubahan dengan cara-cara politik, terbatas, fundamental dan bersifat ideologis terhadap lembaga politik. Sedangkan partai politik merupakan lembaga yang aktivitasnya bertujuan untuk meraih kekuasaan politik. Sedangkan menurut penulis, Partai Politik adalah sekelompok orang yang memiliki cita-cita, tujuan dan kepentingan yang sama. Yakni memperoleh, merebut dan mempertahankan kekuasaan politik dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan negara secara konstitusional.
13
Partai politik juga berbeda dengan pressure group (kelompok penekan). Pressure group bertujuan untuk memperjuangkan sesuatu “kepentingan” dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan atau menghindarkan keputusan yang merugikan, tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Pressure group mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, karena
mewakili
pelbagai
golongan
lebih
banyak
memperjuangkan
kepentingan umum. Pressure group lebih kendor dibanding dengan partai politik.
B. Fungsi Partai Politik Dalam menjalankan fungsinya, partai politik akan ikut ditentukan oleh kelompok-kelompok dan tujuan yang ingin dicapai. Suatu partai revolusioner akan berjuang untuk merubah seluruh tatanan organisasi pemerintahan, kebudayaan masyarakat, dan sistem ekonomi dari suatu kondisi; dan apabila berhasil ia mungkin mengendalikan setiap kegiatan penting dalam masyarakat itu. Suatu partai konservatif dan tradisional, yang terjadi adalah sebaliknya yaitu hanya berusaha mempertahankan keadaan seperti apa adanya (Mochtar and C. M. Andrews dalam Rahman, 2007: 103). Menurut Rahman (2007: 103 – 104), Fungsi Partai Politik yang melekat dalam suatu partai politik adalah meliputi:
14
1. Sosialisasi Politik Adalah fungsi sebagai proses melalui mana seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana dia berada. Biasanya proses sosialisasi berjalan secara berangsur-angsur dari kanak-kanak sampai dewasa. 2. Partisipasi Politik Adalah fungsi yang dimiliki oleh partai politik untuk mendorong masyarakat agar ikut aktif dalam kegiatan politik. Biasanya dilakukan melalui indoktrinasi ideologi, platform, asas partai kepada anggota, masyarakat yang ada dalam jangkauan partainya. 3. Komunikasi Politik Fungsi ini adalah menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa sehingga kesimpangsiuran pendapat dalam masyarakat berkurang. 4. Artikulasi Kepentingan Adalah
fungsi
menyatakan
atau
menyampaikan
(mengartikulasi)
kepentingan konstituen (masyarakat) kepada badan-badan politik dan pemerintah melalui kelompok-kelompok yang mereka bentuk bersama orang lain yang memiliki kepentingan yang sama.
15
5. Agregasi Kepentingan Adalah menjadi fungsi partai politik untuk memadukan semua aspirasi yang ada dalam masyarakat yang kemudian dirumuskan sebagai program politik dan diusulkan kepada badan legislatif dan calon-calon yang diajukan untuk jabatan-jabatan pemerintahan mengadakan tawar-menawar dengan
kelompok-kelompok
kepentingan,
dengan
menawarkan
pemenuhan kepentingan mereka kalau kelompok kepentingan itu mau mendukung calon tersebut. 6. Pembuat Kebijaksanaan Fungsi ini adalah fungsi yang dimiliki oleh partai politik setelah partai politik meraih dan mempertahankan kembali kekuasaan di dalam pemerintahan
secara
konstitusional.
Kekuasaan
dimaksud
adalah
kekuasaan di lembaga eksekutif maupun legislatif. Setelah memperoleh kekuasaan ini, maka partai politik memberikan pengaruhnya dalam membuat kebijaksanaan yang akan digunakan dalam suatu pemerintahan. Partai Kebangkitan Bangsa memiliki fungsi sebagai wadah artikulasi dan agregasi kepentingan warga NU pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Apa yang menjadi kepentingan warga NU menjadi prioritas PKB. PKB pun melakukan sosialisasi program politiknya meskipun hanya dalam lingkungan keluarga atau kerabat pengurus partai saja.
16
C. Partai Kebangkitan Bangsa Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) merupakan salah satu partai besar di Indonesia. PKB memiliki sejarah yang sangat unik dan menarik. PKB didirikan pada awal era reformasi berdasarkan aspirasi yang masuk dari warga NU ke PBNU. Banyak pihak dan kalangan NU dengan tidak sabar bahkan langsung menyatakan berdirinya parpol untuk mewadahi aspirasi politik warga NU setempat. Diantara yang sudah mendeklarasikan sebuah parpol adalah Partai Bintang Sembilan di Purwokerto dan Partai Kebangkitan NU (Perkanu) di Cirebon. PBNU (Pokja LPP DPP PKB, 2002 : 58-59) mengadakan Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidzyah PBNU pada tanggal 3 Juni 1998 yang menghasilkan keputusan untuk membentuk Tim Lima yang diberi tugas untuk memenuhi aspirasi warga NU. Tim Lima diketuai oleh KH Ma’ruf Amin (Rais Syuriyah/Koordinator Harian PBNU), dengan anggota, KH M Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), Dr. KH Said Aqil Siradj, M.A. (Wakil Katib Aam PBNU), HM Rozy Munir,S.E., M.Sc. (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU). Untuk mengatasi hambatan organisatoris, Tim Lima itu dibekali Surat Keputusan PBNU. Untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima seiring semakin derasnya usulan warga NU untuk menginginkan partai politik, pada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidzyah PBNU tanggal 20 Juni 1998 memberi Surat Tugas kepada Tim Lima, selain itu juga dibentuk Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Djunaedi (Wakil Sekjen PBNU) dengan anggota H
17
Muhyiddin Arubusman, H.M Fachri Thaha Ma’ruf, Lc., Drs. H Abdul Aziz, M.A., Drs. H Andi Muarli Sunrawa, H.M. Nasihin
Hasan, H Lukman
Saifuddin, Drs. Amin Said Husni dan Muhaimin Iskandar. Tim Asistensi bertugas membantu Tim Lima dalam menginfertarisasi dan merangkum parpol baru, dan membantu warga NU dalam melahirkan parpol baru yang dapat mewadahi aspirasi politik warga NU. Pada tanggal 22 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan rapat untuk mendefinisikan dan mengelaborasikan tugas-tugasnya. Pada tanggal 26 – 28 Juni 1998 Tim Lima dan Tim Asistensi mengadakan konsinyering di Villa La Citra Cipanas untuk menyusun rancangan awal pembentukan parpol. Pertemuan ini menghasilkan lima rancangan, yaitu Pokok-pokok Pikiran NU Mengenai Reformasi Politik; Mabda’ Siyasiy; Hubungan Partai Politik dengan NU; AD/ART dan Naskah Deklarasi. Pada tanggal 4 – 5 Juli 1998 diadakan Silaturahmi Nasional Ulama dan Tokoh NU di Bandung guna memperoleh masukan lebih luas dari warga NU. Pada kesempatan ini muncul tiga alternatif mengenai nama parpol, yakni Nahdlatul Ummah, Kebangkitan Umat dan Kebangkitan Bangsa. Setelah melalui diskusi verifikasi pada tanggal 30 Juni 1998, pertemuan finalisasi pada tanggal 17 Juli 1998, dan konsultasi dengan berbagai pihak, Tim Lima dan Tim Asistensi menyerahkan hasil akhir kepada Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah PBNU pada tanggal 22 Juli 1998. Rapat tersebut telah menerima rancangan yang disiapkan Tim Lima dan Tim
18
Asistensi untuk diserahkan kepada pengurus parpol sebagai dokumen historis dan aturan main parpol. Pada akhirnya, parpol yang diharapkan dapat menampung aspirasi warga NU pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya yang diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa, pada tanggal 23 Juli 1998 dideklarasikan di kediaman K.H Abdurrahman Wahid (Ketua Umum PBNU), Ciganjur, Jakarta Selatan.
D. Konflik Internal PKB Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan pendapat antara orang-orang, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi (Winardi, 2007 : 1). Perlu diingat bahwa apabila orang-orang bekerja sama erat satu sama lain dan khususnya dalam rangka upaya mengejar sasaran-sasaran umum, maka cukup beralasan untuk mengasumsi bahwa dengan berlangsungnya waktu yang cukup lama, pasti akan timbul perbedaan-perbedaan pendapat mereka. Konflik tidak dapat dihindari, maka approach yang baik untuk diterapkan para manajer adalah pendekatan mencoba memanfaatkan konflik sedemikian rupa, hingga konflik tersebut tepat serta efektif untuk mencapai sasaran-sasaran yang diinginkan. Pendekatan konflik sebagai bagian normal dari perilaku dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk mempromosi dan mencapai perubahan-perubahan yang dikehendaki. Konflik adalah suatu keniscayaan sejarah. Jangankan antar manusia; antara gigi dan lidah saja, yang posisi dan fungsinya sudah sangat jelas, tetapi
19
toh masih kerap dijumpai kasus lidah tergigit gigi. Maka sesungguhnya konflik tidak terkait dengan persoalan baik dan buruk. Yang penting adalah bagaimana kita mengelola konflik. Tanpa pertentangan opini, tidak aka nada dorongan menuju perubahan dan tidak ada kemajuan. Opini-opini bisa diutarakan dengan cara negatif dan positif. Konflik (Winardi, 2007: 5) muncul apabila terdapat adanya ketidaksesuaian paham pada sebuah situasi sosial tentang pokok-pokok pikiran tertentu dan/atau terdapat adanya antagonisme-antagonisme emosional. Konflik-konflik substantif (substantive conflicts) meliputi ketidaksesuaian paham tentang hal-hal seperti misalnya: tujuan-tujuan, alokasi sumber-sumber daya, distribusi imbalan-imbalan, kebijaksanaankebijaksanaan dan prosedur-prosedur, serta penugasan pekerjaan. Konflikkonflik emosional (emotional conflicts) timbul karena perasaan-perasaan marah, ketidakpercayaan, ketidaksenangan, takut dan sikap menentang, maupun bentrokan-bentrokan kepribadian (Richard E Walton dalam Winardi, 2007: 5). Kedua macam bentuk konflik yang dikemukakan merupakan hal yang tidak dapat dihindari pada organisasi-organisasi. Namun, apabila konflikkonflik dapat dimanaje dengan baik, konflik tersebut akan bermanfaat dalam hal memajukan kreatifitas dan inovasi. Dan konflik memiliki sisi konstruktif serta sisi destruktif. Mengatasi konflik tidak sama dengan menghindari atau menekan konflik.
Menangani
konflik
berarti
menggunakan
konflik
itu
dan
mengelolanya sehingga kita memperoleh keuntungan dari konflik itu, dan meraih kesempatan untuk terus maju (Lacey dalam Jamil, 2007 : 3). Menurut Junaedi (2008: 98) resolusi adalah putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat
20
(musyawarah, sidang). Menurut penulis, resolusi konflik adalah hal-hal yang dilakukan dalam upaya penyelesaian konflik. Konflik dapat diselesaikan dengan beberapa cara, diantaranya: 1. Negosiasi Negosiasi (Jamil, 2007: 89) adalah proses perundingan dua pihak yang bertikai, baik sifatnya individual maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian bersama yang saling menguntungkan. Pertikaian ini dipicu adanya kepentingan, dan negosiasi merupakan proses perundingan untuk penyelesaian perselisihan atau pertikaian berkepentingan. Negosiasi bukan berarti harus mengalah namun juga bukan berarti harus menang dengan mengalahkan pihak lain. Negosiasi adalah kesediaan dan kemauan untuk mencari pilihan secara kreatif untuk menemukan solusi. 2. Mediasi Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian konflik persengketaan yang diselenggarakan di luar pengadilan, dimana pihak-pihak yang bersengketa meminta atau menggunakan bantuan dari pihak ketiga yang netral untuk membantu menyelesaikan pertikaian diantara mereka. Mediasi ini berbeda dengan bentuk penyelesaian pertikaian alternatif yang lain seperti negosiasi atau arbitrasi, karena di dalam mediasi ini selain menghadirkan seorang penengah (mediator) yang netral, secara teori hal tersebut dibangun diatas
beberapa
landasan
filosofis
seperti
kerahasiaan
21
(confidentiality), kesukarelaan (voluntariness), pemberdayaan (empowerment), kenetralan (neutrality), dan solusi yang unik (unique solution) (David Spencer, Michael Brogan dalam Jamil, 2007: 105). Menurut David Spencer dan Michael Brogan (Jamil, 2007: 106) mediasi merupakan sebuah proses dimana pihak-pihak yang bertikai, dengan bantuan dari seorang praktisi resolusi pertikaian (mediator)
mengidentifikasi
isu-isu
yang
dipersengkatan,
mengembangkan opsi-opsi, mempertimbangkan alternatif-alternatif dan upaya untuk mencapai sebuah kesepakatan. Dalam hal ini sang mediator tidak memiliki peran menentukan dalam kaitannya dengan
isi/materi
persengketaan
atau
hasil
dari
resolusi
persengketaan tersebut, tetapi ia (mediator) dapat member saran atau menentukan sebuah proses mediasi untuk mengupayakan sebuah resolusi/penyelesaian.
Pada penelitian ini, penulis fokus pada konflik antar kelompok. Situasi konflik lain yang muncul di dalam organisasi, sebagai suatu jaringan kerja kelompok-kelompok yang saling kait-mengkait. Konflik antar kelompok merupakan hal yang lazim terjadi pada organisasi-organisasi. Ia dapat menyebabkan upaya koordinasi dan integrasi menjadi sulit. Pada saat-saat tertentu, sang manajer merupakan seorang penghubung (Liason) yang secara langsung menghubungkan unit kerjanya dengan unit kerja lainnya. Pada saat lain, manajer yang bersangkutan merupakan otoritas
22
tingkat lebih tinggi, dengan sejumlah sub-unit yang menjadi bawahannya. Dalam setiap kasus, hubungan-hubungan antar kelompok perlu di-manaje dengan tepat, guna memelihara kerja sama dan untuk mencapai hasil-hasil konstruktif, dan mencegah timbulnya hasil-hasil destruktif, yang dapat timbul karena adanya konflik-konflik (Winardi, 2007 : 10-11). Di dalam tubuh PKB saat ini ada dualisme kepemimpinan yang mempengaruhi anggota partai. Sehingga menciptakan dua kubu. Yakni kubu Gus Dur dan kubu Muhaimin Iskandar. Sebagai seorang mantan Presiden, K.H Abdurrahman Wahid memiliki kepribadian yang khas. Dalam setiap permasalahan yang ia hadapi, beliau selalu berfikir jernih dan bersikap tenang. Tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, namun agak sedikit “nyeleneh”. Berbeda dengan Muhaimin Iskandar atau yang akrab disebut “Cak Imin”. Muhaimin Iskandar merupakan bagian dari golongan muda di PKB. Karena jiwanya masih muda, kepemimpinannya cenderung revolusioner. Hal ini terbukti dengan hadirnya wajah-wajah baru di tubuh PKB yang mayoritas merupakan golongan muda. Apa yang telah dilakukan Muhaimin memberikan nuansa dan warna baru di tubuh PKB. Gaya kepemimpinan Muhaimin pun tak kalah kontroversialnya dengan Gus Dur. Tak sedikit keputusan yang dibuat olehnya mengundang pro dan kontra para nahdliyin. Salah satunya adalah sikap yang dilakukan PKB saat ini sebagai salah satu parpol yang mendukung pemerintah.
23
E. Platform Partai Kebangkitan Bangsa Platform menurut Junaedi (2008 : 87) adalah program politik. Sedangkan dalam Pokja LPP DPP PKB sebagai wadah penyaluran aspirasi politik kaum Nahdliyin, Partai Kebangkitan Bangsa memiliki cita-cita politik yang bersumber dari landasan politik NU. Cita-cita politik yang dimaksud ialah terwujudnya masyarakat dan bangsa Indonesia yang adil dan makmur, merdeka dan berdaulat, yang terjamin hak-hak asasinya, yaitu hakhak yang berkaitan dengan keselamatan dari segala bentuk penganiayaan, kebebasan dari pemaksaan agama, perusakan keturunan serta kebebasan harta benda secara sah (Pojka LPP DPP PKB, 2002 : 60). Pada saat PBNU mendirikan PKB, platform politik yang dibangun bukanlah partai Islam. Namun partai inklusif berasaskan kebangsaan dengan bersendikan nilai dan ajaran NU. Dilihat dari pilihan nama, Partai Kebangkitan Bangsa, sudah mencerminkan karakter nasionalistik. Platform politik itu ditegaskan dalam Mabda’ Siyasiy PKB antara lain berbunyi; bagi PKB, wujud dari bangsa yang dicitakan itu adalah masyarakat yang terjamin hak asasi kemanusiaannya, mengejawantahkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, kesungguhan dan keterbukaan bersumber pada hati nurani (as-shidqu), dapat dipercaya, setia dan tepat janji serta mampu memecahkan masalah-masalah sosial yang dihadapi (al-amanah wa al-wafa-u bi al-ahdli), bersikap dan bertindak adil dalam segala situasi (al-'adalah), tolong menolong dalam kebajikan (al-ta'awun) dan konsisten menjalankan ketentuan yang telah disepakati bersama (al-istiqomah) musyawarah dalam menyelesaikan persoalan sosial (al-syuro) yang menempatkan demokrasi sebagai pilar utamanya dan persamaan kedudukan setiap warga negara di depan hukum (al-musawa) adalah prinsip dasar yang harus selalu ditegakkan.
24
Mabda’ Siyasiy (Pokja LPP DPP PKB, 2002 : 59-61) merupakan ruh atau jiwa dari Partai Kebangkitan Bangsa. Mabda’ Siyasiy PKB merupakan sumber nilai dari segala kegiatan Partai Kebangkitan Bangsa. Mabda’ Siyasiy memuat Sembilan nilai pokok yaitu: 1. Cita-cita proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia adalah terwujudnya suatu bangsa yang merdeka, bersatu, adil dan makmur sejahtera lahir dan batin. 2. Bagi Partai Kebangkitan Bangsa, wujud dari bangsa yang dicitakan itu adalah masyarakat yang terjamin hak asasi kemanusiaannya. 3. Dalam mewujudkan apa yang selalu dicita-citakan tersebut, misi utama yang dijalankan Partai Kebangkitan Bangsa adalah tatanan masyarakat beradab yang sejahtera lahir dan batin. 4. Penjabaran dari misi yang diemban guna mencapai terwujudnya masyarakat yang dicitakan tersebut tidak bisa tidak harus dicapai melalui keterlibatan penetapan kebijakan publik. 5. Partai Kebangkitan Bangsa sadar dan yakin bahwa kekuasaan itu sejatinya milik Tuhan Yang Maha Esa. 6. Dalam kaitan dengan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, kekuasaan yang bersifat demikian itu harus dapat dikelola dengan sebaik-baiknya dalam rangka menegakkan nilainilai agama yang mampu menebarkan rahmat, kedamaian dan kemaslahatan bagi semesta. 7. Partai Kebangkitan Bangsa menyadari bahwa sebagai suatu bangsa pluralistik yang terdiri dari berbagai suku, agama dan ras, tatanan kehidupan bangsa Indonesia harus senantiasa berpijak pada nilainilai Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. 8. Partai Kebangkitan Bangsa bercirikan humanism religious (insaniyah diniyah), amat peduli dengan nilai-nilai kemanusiaan yang agamis, yang berwawasan kebangsaan. 9. Partai Kebangkitan Bangsa adalah partai terbuka dalam pengertian lintas agama, suku, ras, dan lintas golongan yang dimanifestasikan dalam bentuk visi, misi, program perjuangan, keanggotaan dan kepemimpinan. Partai Kebangkitan Bangsa berasaskan Pancasila. Prinsip perjuangan Partai Kebangkitan Bangsa adalah pengabdian kepada Allah SWT, menjunjung tinggi kebenaran dan kejujuran, menegakkan keadilan, menjaga
25
persatuan, menumbuhkan persaudaraan dan kebersamaan sesuai dengan nilainilai Ahlussunah Waljama’ah. Platform merupakan cita-cita luhur suatu partai politik. Platform PKB yang tertuang dalam Mabda’ Siyasiy merupakan salah satu bentuk keseriusan PKB dalam membangun suatu sistem kenegaraan yang baik. Hal ini dijadikan dasar pemikiran PKB dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang dapat menampung aspirasi warga NU dan masyarakat pada umumnya. Namun, cita-cita luhur itu takkan berarti apa-apa jika PKB harus dihadapkan pada konflik internal. Yang dikhawatirkan PKB melupakan citacita luhur yang telah dirumuskan. Sehingga aspirasi warga NU dan masyarakat pada umumnya tidak diperjuangkan oleh PKB dengan baik. Konflik internal PKB di tingkat pusat meluas ke tingkat daerah. Hal ini pula yang menjadi kekhawatiran apabila DPC PKB Kota Tasikmalaya lebih disibukkan dengan konflik internal bila dibandingkan memperjuangkan kepentingan
masyarakat
Kota
Tasikmalaya.
Hal
ini
akan
semakin
memperbesar ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik. Karena partai politik lebih mementingkan pengaruh dan kekuasaan, sedangkan kesejahteraan masyarakat diabaikan.
26
F. Kerangka Pemikiran NU PKB KONFLIK (PUSAT) KUBU GUS DUR
KUBU MUHAIMIN
MLB BOGOR
MLB ANCOL KONFLIK (DAERAH)
DIDIN C NURDIN (KUBU GUS DUR)
DARUL KUTNI (KUBU MUHAIMIN) DAMPAK
CITRA BURUK
PEREBUTAN STRUKTUR/ KEKUASAAN
PENURUNAN KETERWAKILAN ANGGOTA LEGISLATIF
PENURUNAN SUARA PEMILU 2009
Salah satu tujuan partai politik adalah menjadi wadah agregasi kepentingan masyarakat. PKB sebagai salah satu parpol di Indonesia mempunyai tujuan untuk menampung segala aspirasi dari warga NU (Nahdliyin). PKB pun menjadi wadah berhimpun para nahdliyin yang memiliki ideologi dan kepentingan yang sama. Namun dalam perjalanan karir politiknya, PKB tak hentinya dirundung konflik. Kubu demi kubu selalu bermunculan yang memicu konflik di tubuh
27
PKB. Perebutan kekuasaan dan kepentingan di PKB mewarnai potret buruk partai politik berlambang bola dunia ini. Dengan seringnya konflik internal di PKB, menimbulkan kekhawatiran tidak tersampaikannya aspirasi para nahdliyin. Hal ini disebabkan perebutan kekuasaan, pengaruh dan kepentingan di PKB begitu besar. Konflik di PKB dapat berdampak buruk pada pencitraan parpol di mata masyarakat. Selain itu, konflik internal yang terjadi di tingkat pusat selalu meluas ketingkat daerah atau bahkan akar rumput (grass root). Tak terkecuali DPC PKB Kota Tasikmalaya yang terpecah menjadi beberapa kubu. Hal ini tentu dapat mempengaruhi segala kebijakan yang di ambil oleh parpol. Dengan demikian penulis tergugah untuk mendalami konflik internal yang terjadi di DPC PKB Kota Tasikmalaya. Hal ini dilakukan selain untuk mengetahui sejauh mana deskripsi konflik yang terjadi, namun juga sebagai bahan perbandingan serta pedoman mengelola konflik agar dampak negatif konflik dapat dihindari. PKB sudah selayaknya mulai berbenah, baik di tingkat daerah maupun tingkat pusat. Hal ini berpedoman pada pentingnya memperjuangkan aspirasi nahdliyin dan rakyat pada umumnya. Konflik selalu terjadi kepada siapa pun, dimana pun dan kapan pun. Namun satu hal yang perlu diingat bahwa kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi maupun kelompok.