xiv BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi Kosmetika Sejak tahun 1983, di Amerika Serikat dimuat fakta tentang defenisi kosmetika yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 220/Menkes/Pers/X/76 tanggal 6 september 1976 yang menyatakan bahwa : Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, diletakkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan kedalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan obat. Defenisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan satu obat yang dipakai untuk diagnosis, pengobatan maupun pencegahan penyakit. Obat bekerja lebih kuat dan dalam, sehingga dapat mempengaruhi struktur dan faal tubuh. Ilmu yang mempelajari kosmetika disebut “kosmetologi”, yaitu ilmu yang berhubungan dengan pembuatan, penyimpanan, aplikasi penggunaan, efek samping kosmetika. Dalam kosmetologi berperan berbagai disiplin ilmu terkait yaitu: teknik kimia, farmakologi, farmasi, biokimia,mikrobiologi,ahli kecantikan, dan dermatologi. Dalam disiplin ilmu dermatologi yang menangani khusus peranan kosmetika disebut “dermatologi kosmetik” (cosmetic dermatology). Namun ternyata tidak mudah memebedakan antara kosmetik dan obat yang pemakaiannya topical pada kulit semacam salep, krim, bedak, pasta, atau lotion.
xv Meskipun tidak begitu jelas diutarakan oleh pembuat dan pengguna jasa kosmetika, kosmetika juga diharapkan untuk menghasilkan suatu perubahan baik dalam struktrur maupun faal sel kulit, sekecil apapun. Misalnya, perubahan susunan sel kulit yang tua kearah yang lebih muda, atau perubahan produksi kelenjar keringat yang membentuk minyak permukaan kulit. Kadang-kadang kosmetika dicampur dengan bahan-bahan yang berasal dari obat topical yang dapat mempengaruhi struktur dan faal sel kulit. Bahan-bahan tersebut, misal: anti jerawat (sulfur,resorsin), anti jasad renik (heksaklorofen), anti pengeluaran keringat (alumunium klorida), plasenta, atau hormon (estrogen). Bahan-bahan inilah yang kemudian dikenal sebagai kosmedik atau kosmetik-medik. Dari cara dan bahan pembuatannya yang tradisional, yang memakai cara-cara produksi yang tradisional, digerus ulekan yaitu mortar tradisional, diaduk dengan tangan, dibungkus dan dipasarkan secara tradisional pula, dari bahan-bahan yang alami seperti bahan dari tanaman dan hewan, akan tercipta kosmetika yang tradisional yang telah diciptakan sejak dahulu dan secara turun-menurun disampaikan keberadaannya ke generasi penerus (wasitaatmadja,1997).
2.2. Kandungan Kosmetik Pada dasarnya kosmetika terdiri dari berbagai macam bahan, yang mempunyai tugas tertentu didalam campuran tersebut. Karena tidak memperoleh penggolongan yang jelas dari kepustakaan yang ada, maka penyusun mencoba menyusun pembagian isi
xvi kosmetika dari kepustakaan yang ada, maka penulis mencoba menyusun pembagian isi kosmetika berdasarkan tugas bahan kosmetika tersebut: Bahan Dasar yaitu bahan dasar sebagai pelarut atau merupakan tempat dasar bahan lain sehingga umumnya menempati volume yang jauh lebih besar dari bahan lainnya. Bahan dasar kosmetika terdiri dari air, alkohol, vaselin, minyak atau garam minyak, dan talkum. Bahan Aktif (Active Ingredients), merupakan bahan kosmetika terpenting dan mempunyai daya kerja diunggulkan dalam kosmetika tersebut sehingga memberikan nama daya kerjanya pada seluruh campuran bahan tersebut. Bahan yang menstabilkan campuran (stabilizer) yakni bahan-bahan yang menstabilkan campuran sehingga kosmetika tersebut dapat lebih lama lestari baik dalam warna, bau dan bentuk fisik. Bahan- bahan tersebut adalah : Emulgator, yaitu bahan yang memungkinkan tercampurnya semua bahan-bahan secara merata. Pengawet, yaitu bahan-bahan yang dapat mengawetkan kosmetik dalam jangka waktu selama mungkin agar dapat digunakan lebih lama. Pelekat, yaitu yang dapat melekatkan kosmetika ke kulit, terutama pada kosmetik yang tidak lengket ke kulit semacam bedak. Kosmetika dapat berisi hanya satu bahan yang menjadi bahan dasar sekaligus bahan aktif sebagai komponen rangkap tanpa stabilizer atau tambahan bau atau warna sehingga menjadi kosmetika yang paling simpel.
xvii Dari komposisi yang sederhana tersebut dapat ditambahkana bahan-bahan lain sebagai pelengkap : Face powder kaolin 10% ……………………… absorben Zinc stearat 5% ………………………………... perekat Brilliant lake red 0,02% ………………………. pewarna Parfum 0,5% ………………………………….. pewangi Magnesium karbonat 2% …………………….. pembawa parfum Pada pembuatan kosmetika, pencampuran bahan-bahan tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetika ditinjau dari berbagai segi teknologi pembuatan kosmetika termasuk farmakologi, biokimia, farmasi, kimia teknik dan lain-lain. Berlawanan dengan hal diatas kosmetika juga dapat dibuat dari seluruh unsur isi kosmetika tersebut diatas, bahan dasar, bahan aktif, stabilisator, pewangi dan pewarna, bahkan dari setiap unsur tersebut tidak hanya terdiri atas 1 bahan melainkan lebih dari satu macam bahan, sehingga secara keseluruhan kosmetika tersebut diramu sampai lebih dari 20 macam bahan. Aerosol foam tabir surya, sebagai bahan dasar: Air 70% ……………………………………….. sebagai bahan dasar Lanolin 10% …………………………………… sebagai bahan dasar Asam stearat 10% ……………………………… sebagai bahan dasar Propilen glikol 5% ……………………………... sebagai bahan dasar Lauril sulfat TEA 2% ……………………………sebagai emulgator PABA atau lainnya 1-5% ………………………. Sebagai bahan aktif Benzofenon 1% ………………………………… sebagai bahan aktifa Metal paraben 0,2% ……………………………..sebagai pengawet
xviii Parfum 0,1% ……………………………………. Sebagai pewangi Klorofluorokarbon 100% ………………………. Sebagai propelan (Wasitaatmadja,1997)
2.3. Efek Samping Kosmetika Beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetika yang dikenakan pada kulit berupa : a. Dermatitis kontak alergi atau iritan, akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat alergik atau iritan, misal: PPDA (paraphenyl diamine) pada cat rambut, natrium laurilsulfat atau heksaklorofen pada sabun, hidrokuinon pada pemutih kulit. b. Akne kosmetika, akibat kontak kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat aknegenik, misalnya lanolin pada bedak padat atau masker penipis (peeling mask), petrolatum pada minyak rambut atau maskara, asam oleat pada pelembut janggut (beard softener), alkohol laurat pada pelembab. Secara klinis tampak komedo tertutup atau papul di daerah muka. c. Fotosensitivitas, akibat adanya zat yang bersifat fototosik atau fotoalergik dalam kosmetika, misal : PPDA dalam pewarna rambut, klormerkaptodikarboksimid dalam sampo anti ketombe, PABA (para amino benzoic acid), beta-karoten, sinamat atau sinoksat pada tabir surya. Minyak bergamot, cedar, sitrun, lavender, lime atau sandalwood pada parfum, ter batubara pada sampo, biru metilen eosin, merah netral, fluoresein, akrifin pada zat warna (dyes).
xix d. Pigmen dermatitis kosmetik, merupakan kelainan mirip melanosis Riehl yang kadang-kadang terasa gatal, timbul akibat pewarna jenis ter batubara terutama brilliant lake red dan turunan fenilazonaftol. e. Bentuk reaksi kulit lain dapat terjadi meskipun sangat jarang atau bahkan baru diperkirakan akan terjadi, misal : purpura akibat PPDA atau isopropyl PPDA, dermatitis folikular akibat unsur nikel, kobal, dan lainnya. Erythema multiforme like eruption akibat tropical woods, urtikaria kontak akibat amil alkohol atau balsam peru, erupsi likenoid akibat PPDA, granuloma akibat garam zirconium dalam deodorant, merkuri dalam pemutih dan metal dalam tato. f. Kelainan saluran pernapasan, keluhan pada saluran pernapasan dapat terjadi pada pemakain kosmetika terutama dalam bentuk aerosol (hair spray atau deodorant spray) yang digunakan dalam ruangan ventilasi yang buruk. g. Efek toksik jangka panjang, meskipun sukar dinilai, penggunaan kosmetika mungkin menimbulkan efek jangka panjang pada berbagai organ tubuh misal, darah, hati, ginjal, limpa, paru-paru, embrio (teratogen), alat endoktrin dan kelenjar limfa. Kelainan ini dapat terjadi akibat efek kumulatif pemakaian kosmetika yang umunya dipakai dalam jangka waktu lama (puluhan tahun) dan daerah pemakain yang luas. Kemungkinan mutagenitas kosmetika dikhawatirkan dapat terjadi, dan penilaian prospektif dikemudian hari yang dapat membuktikan kemungkinan tersebut. Semakin banyak wanita menggunakan berbagai kosmetik untuk mempercantik diri, walau senang menggunakannya banyak yang tidak sadar bahwa kosmetik itu pada dasarnya merupakan racikan yang dibuat dari campuran berbagai zat kimia yang
xx diantaranya bisa berpengaruh terhadap kesehatan. Bila rajin menggunakan kosmetik setiap hari, tentulah tubuh wanita gencar terpapar zat-zat kimia yang tak jarang merupakan racun bagi tubuh. Efek zat-zat kimia tadi boleh jadi bisa muncul seketika dan bisa juga berdampak secara perlahan lewat perubahan perangai sel-sel tubuh , perubahan reaksi imun tubuh, maupun timbulnya penyakit-penyakit baru. Jika melihat data banyaknya zat kimia yang secara harian dikonsumsi wanita, terutama yang berlebihan menggunakan kosmetik
(http://apotekputer.com/ma/index.php?option=com_content&task=view&id=176 &Itemid=52)
Dan beberapa dampak yang terjadi akibat pemakaian kosmetik yang dikenakan pada kulit yang berupa dermatitis kontak alergik atau iritan, akibat kulit dengan bahan kosmetika yang bersifat alergik atau iritan, misalnya PPDA (paraphenyl diamine) pada cat rambut, natrium laurilsulfat atau heksaklorofen pada sabun, hidrokuinon pada pemutih kulit. (Wasitaatmadja,1997)
Banyak sekali diskusi mengenai aman tidaknya penggunakan hidrokuinon dalam kosmetik yang tiap hari dioleskan ke kulit manusia, karena secara teoritis, hidrokuinon dapat menyebabkan kanker (sebuah penelitian menunjukkan hidrokuinon dapat menyebabkan kanker pada tikus). Kemudian, pada kasus-kasus tertentu, hidrokuinon juga diketahui dapat mengakibatkan bintik-bintik hitam di wajah. Karenanya, hidrokuinon telah dilarang di Jepang, Australia, Inggris , dan EU FDA Amerika juga sudah mengusulkan pelarangan penggunaan hidrokuinon dalam kosmetik sejak tahun lalu,
xxi namun karena masih banyak pendukungnya, terutama dari kalangan ahli kulit, FDA masih menunda keputusannya, apalagi hidrokuinon telah digunakan dalam dunia kosmetik sekitar 30 tahun-an. Di Amerika batas penggunaan hidrokuinon untuk kosmetik yang dijual bebas adalah 2% (sama dengan Indonesia) dan bisa mencapai 8% untuk penjualan kosmetik dengan resep dokter. Kali ini ditemukan kosmetik-kosmetik buatan Cina di Indonesia yang mengandung hidrokuinon lebih dari 2%.
2.4. Hidrokuinon Hidrokuinon, yang juga sering digunakan dalam produk pemutih sebagai zat aktif ini bekerja dengan menghambat enzim tirosinase dalam produksi melanin, pigmen pembentuk warna cokelat pada kulit oleh sel-sel pembentuknya, melanosit yang terletak pada lapisan epidermis kulit, sekaligus menembus lapisan kulit dan menyebabkan penebalan pada lapisan kolagen. Produksi melanin oleh enzim pada melanosit ini biasanya diaktifasi oleh sinar matahari, hormonal, penyakit, obat, alergi dan iritasi yang akhirnya membuat kulit menjadi berflek, berwarna tak merata dan lebih gelap dari sebelumnya. Penelitian-penelitian awalnya memang membuktikan kalau zat yang mudah larut dalam air, bersifat reduktor dan bermolekul kimia mirip karbol ini melalui mekanismenya dapat mengatasi flek gelap atau warna tak merata tadi pada kulit, namun efek jangka panjangnya menghancurkan produksi melanin ini sebenarnya malah membuat kulit kehilangan fungsi pelindungnya oleh melanin yang berperan dalam hal itu terhadap sinar matahari dan efek eksternal lainnya. Belakangan, setelah riset-riset
xxii lanjutan dilakukan berdasarkan kontradiksi pemutihan kulit dan kehilangan faktor perlindungannya tadi, efek merugikan penggunaan hidrokuinon persentase tinggi diatas 4% dan dalam jangka panjang ditemukan berhubungan dengan banyak gangguan pada kulit termasuk semakin mudahnya terbentuk flek dari pelebaran dan pecahnya pembuluh darah saat terpapar panas berlebihan, gangguan pembentukan kulit, iritasi terus-menerus, mempercepat faktor penuaan dini, ookronosis (kulit kasar berbintil berwarna biru kecoklatan-kuning tua akibat timbunan hidrokuinon) bahkan keganasan pada kulit, yang pada dasarnya dipicu oleh hilangnya faktor proteksi oleh melanin tadi. Namun hidrokuinon yang dulu sempat direkomendasikan selama 25 tahun oleh FDA itu sekarang dibatasi hanya untuk peresepan yang dibuat oleh ahlinya, dengan tujuan pembatasan jangka waktu dan pengawasan selama penggunaannya secara lebih terbatas. (http://danieldokter.multiply.com/journal/item/63).
Hidrokuinon 2-5% dalam krim, salep atau lotion yang dapat menghambat kerja enzim terosinase, mengurangi pembentukan melanin didalam melanosom dan degradasi melanosom. Efek samping hidrokuinon berupa iritasi kulit ringan, panas, merah, gatal. Monobenzil hidrokuinon 2-4% merupakan pemutih yang sangat kuat sehingga dapat meyebabkan terjadinya vitiligo akibat kerusakan sel melanosit.
Kombinasi hidrokuinon dengan asam retinoat 0,05% dan kortikosteroid topical terfuorinasi. Asam retinoat bekerja sebagai pengelupas kulit agar hidrokuinon mudah masuk ke kulit sedang kortikosteroid dapat memutihkan kulit dan menghambat terjadinya
iritasi
baik
(Wasitaatmadja,1997)
oleh
hidrokuinon
maupun
oleh
asam
retinoat.
xxiii 2.5. Metode Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum digunakan dalam bidang kimia analisis dan dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisa kuantitatif, kualitatif atau preparatif dalam bidang farmasi, lingkungan, industri, dan sebaginya. Kromatografi merupakan teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stasionary phase) dan fase gerak (mobile phase).
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantitatifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen anorganik.
Kromatografi
dapat
dibedakan
atas
barbagai
macam
berdasarkan
pengelompokannya, berdasarkan alat yang digunakan kromatografi dibagi atas : •
Kromatografi Kertas
•
Kromatografi Lapis Tipis
•
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
•
Kromatografi Gas
xxiv 2.5.1. Kromatografi Kertas
Hadiah nobel diberikan kepada Martin dan Syage atasa jasa keduanya yang kali pertama yang berhasil mengembangkan kromatografi kertas. Mulai saat mengembangkan kromatografi kertas oleh kedua ilmuan tersebut maka teknik pemisahan partisi cair – cair dengan kromatografi mulai popular
Pemisahan dengan kromatografi kertas atas dasar perbedaan sifat fisik yang kecil yaitu partisi pelarut dalam sampel diantara dua cairan. Fase diam kromatografi kertas adalah air yang didukung oleh plat serat selulosa yang seragam, sedangkan fase gerak dipakai campuran air dengan pelarut organik.
Disamping proses pemisahan dengan kromatografi kertas adalah partisi yang perlu diingat efek adsorpsi permukaan kertas juga ada walaupun sedikit sekali. Oleh sebab itu untuk kromatografi kertas harus memakai kertas yang tertentu atau memadai untuk maksud ini. Kertas yang paling banyak adalah kertas “whatman”.
Kelebihan dari kromatografi kertas adalah harga Rf nya lebih dapat dipercaya. Disamping itu kromatografi kertas dapat dielusi dengan cara menaik (ascending) maupun (descending) atau dengan cara elusi horizontal.
Karena kemudahan membentuk atau menggunting kertas maka metode kromatografi kertas ini bentuknya dapat divariasi sekehendak kita, baik dengan bentuk persegi, bulat silinder atau bentuk bidang lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan analisis. ( Mulja, 1995)
xxv
2.5.2. Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis menandai puncak perkembangan kromatografi adsorpsi yang dicetuskan kali pertama oleh Izamailov dan Shraiber pada tahun 1938. Sebagai fase diam adalah bahan padat yang diletakkan pada plat gelas secara seragam, dengan ketebalan lebih kurang 0,250 mm. Disamping plat gelas juga sudah umum digunakan plat dari logam atau plastik
Teknik kromatografi lapis tipis sangat penting artinya dalam bidang analisis dan kedudukan kromatografi lapis tipis setelah menggeser kedudukan kromatografi kertas. Hanya saja elusi pada KLT pada umumnya dilakukan dengan cara menaik (ascending) satu atau dua dimensi.
Sebagai fase diam dipakai cairan atau campuran yang dikenal sebagai pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. KLT merupakan metode pemisahan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi partisi oleh fase diam dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur. Pemilihan pelarut sangat dipengaruhi oleh macam dan polaritas zat-zat kimia yang dipisahkan. (Mulja, 1995)
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai selayaknya sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif, atau preparativ. Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi.(Gritter, 1991)
xxvi Nilai Rf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana dalam persamaan :
Rf = jarak yang ditempuh solute Jarak yang ditempuh fase gerak
Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solute mempunyai perbandingan distribusi (D) dan factor retensi (k’) sama dengan 0 yang berisi solute bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah 0 dan ini teramati jika solute tertahan pada posisi titik awal permukaan fase diam.
2.5.3. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi cair kinerja tinggi merupakan teknik
kromatografi yang
komplementer karena dapat digunakan untuk memisahkan komponen-komponen yang tidak mudah menguap. KCKT secara mendasar merupakan perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom dibawah grafitasi, didukung melalui tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Ini membuatnya lebih cepat. KCKT memperbolehkan penggunaan partikel yang berukuran sangat kecil untuk material terpadatkan dalam kolom yang mana akan memberi luas permukaan yang lebih besar berinteraksi antara fase diam dan molekul-molekul yang melintasinya. Hal ini memungkinkan pemisahan yang lebih baik dari komponen-komponen dalam campuran.
xxvii Perkembangan yang lebih luas melalui kromatografi kolom mempertimbangkan metode pendeteksian yang dapat digunakan. Metode-metode ini sangat otomatis dan sangat peka. Ada dua perbedaan dalam KCKT, yang mana tergantung pada polaritas relatif dari pelarut dan fase diam. Senyawa-senyawa polar dalam campuran melalui kolom akan melekat lebih lama pada silika yang polar dibanding degan senyawa-senyawa non polar. Oleh karena itu, senyawa yang non polar kemudian akan lebih cepat melewati kolom. Maksud dan tujuan analisis dengan KCKT hanya ada dua hal yaitu didapatnya pemisahan yang baik dalam waktu proses yang relatif singkat. (Mulja, 1995)
2.5.4. Kromatografi Gas Kromatogarfi Gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. Kromatografi gas merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat utama yang digunakan laboratorium untuk melakukan analisis. Kromatografi gas merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidangbidang industri, lingkungan, farmasi, minyak, kimia, klinik, forensic, makanan, dan lainlain. Kegunaan umum KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat dekstruktif dan dapat bersifat non-dekstruktif tergantung pada detektor yang digunakan. KG dapat digunakan untuk analisis sampel-sampel padat, cair dan gas. (Ibnu, 2007)