BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Perpustakaan Secara harfiah perpustakaan dapat diartikan sebagai tempat menyimpan bukubuku.
Sedangkan dalam arti luas dapat berarti unit kerja yang mengumpulkan,
menyimpan dan memelihara serta mengelola bahan pustaka (koleksi), dengan mengunakan suatu sistem tertentu agar dapat dipergunakan sebagai sumber informasi. Koleksi perpustakaan secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yakni bahan pustaka tercetak dan bahan pustaka terekam. Menurut Sulistyo-Basuki (1993), perpustakaan ialah sebuah ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasanya disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca, bukan untuk dijual. Dalam pengertian buku dan terbitan lainnya termasuk di dalamnya semua bahan cetak (buku, majalah, laporan, pamflet, prosiding, manuskrip atau naskah, lembaran musik, berbagai karya media audio-visual seperti film, slide, kaset, CD/VCD/DVD, e-book, e-jounal, piringan hitam, bentuk mikro seperti mikrofilm dan mikrofis). Definisi di atas menunjukkan bahwa koleksi perpustakaan digunakan untuk pembaca.
Definisi ini juga menunjukkan ada perbedaan utama antara sebuah
perpustakaan dengan toko buku. Pada toko buku, buku disusun dengan tujuan untuk dijual dan tujuan utamanya adalah mencari untung, sedangkan perpustakaan bertujuan untuk memberdayakan koleksinya untuk kepentingan pembaca.
Dari definisi perpustakaan tersebut pun dapat dilihat bahwa terdapat beberapa unsur di dalam suatu perpustakaan. Unsur-unsur tersebut meliputi gedung dan semua fasilitas dan peralatan yang ada di dalamnya yang merupakan sarana dan prasarana perpustakaan; koleksi perpustakaan yang merupakan obyek dari dokumen dan informasi yang dikelola dan diberdayakan oleh perpustakaan untuk kepentingan pengguna; orang sebagai pengelola dan pelayan yang bertugas mengelola dan melayani kebutuhan informasi para penggunanya. Berdasarkan cakupan subyek (topik bahasan) koleksinya serta sasaran pengguna potensialnya, terdapat berbagai jenis perpustakaan, yaitu: perpustakaan internasional, perpustakaan nasional, perpustakaan umum dan perpustakaan keliling, perpustakaan swasta (pribadi), perpustakaan khusus, perpustakaan sekolah, perpustakaan perguruan tinggi. Disamping itu, terdapat pula sejenis badan yang bergerak di bidang informasi, yaitu dokumentasi dan arsip. 2.2 Perpustakaan Perpuguruan Tinggi Menurut Saleh (2004), perpustakaan perguruan tinggi adalah unit penunjang bagi terselenggaranya tujuan perguruan tinggi, yaitu tri dharma perguruan tinggi yang terdiri dari pendidikan, penelitian dan pemberdayaan masyarakat.
Dengan
berkembangnya perguruan tinggi menjadi universitas riset, maka fungsi perpustakaan di perguruan tinggi menjadi semakin penting, karena teaching process atau penyampaian materi di kelas menjadi semakin berkurang intensitasnya, disebabkan oleh jumlah mahasiswa di kelas semakin besar, sehingga yang terjadi adalah learning process di luar kelas. Perubahan konsep ini tentu memerlukan tempat belajar yang
9
semakin besar dan perpustakaan akan menjadi alternatif tempat untuk learning process tersebut. Sedangkan Sulistiyo-Basuki (1993), memberi batasan perpustakaan perguruan tinggi, yaitu perpustakaan yang terdapat di perguruan tinggi, badan bawahannya, dan lembaga yang berafiliasi dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya.
Tujuan perguruan tinggi di Indonesia dikenal dengan tri dharma
perguruan tinggi. Oleh karena itu, perpustakaan bertujuan membantu melaksanakan ketiga dharma tersebut. Secara umum tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah : a) Memenuhi kebutuhan informasi civitas akademika perguruan tinggi, khususnya mahasiswa dan dosen. b) Menyediakan bahan pustaka rujukan (referens) pada semua tingkat akademis, mulai dari mahasiswa tingkat pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana. c) Menyediakan ruangan belajar untuk pengguna perpustakaan. d) Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pengguna. e) Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak hanya terbatas pada lingkungan perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal (Sulistyo-Basuki, 1993). Sedangkan menurut Daryanto (1985), tujuan perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk mendukung, memperlancar, dan mempertinggi kualitas pelaksanaan program kegiatan perguruan tinggi. Perpustakaan di perguruan tinggi biasanya tidak hanya berpusat pada satu tempat, tetapi juga terdapat di fakultas, dan lembaga lainnya di lingkungan perguruan tinggi, seperti perpustakaan pusat, perpustakaan fakultas, perpustakaan jurusan/departemen, perpustakaan lembaga, dan lain-lain. Peran perpustakaan di perguruan tinggi adalah sebagai unit sarana kelengkapan pusat yang
10
bersifat akademis. Adapun cara yang ditempuhnya adalah melalui : (1) pengumpulan informasi; (2) pelestarian informasi; (3) pengolahan informasi; (4) pemanfaatan informasi; dan (5) penyebarluasan informasi. Kelima pelayanan informasi tersebut dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (1) kesesuaian dengan kurikulum yang memperkaya pengetahuan dosen dan mahasiswa, mempertinggi kualitas hasil belajar mahasiswa; (2) relevansinya sebagai sumber literatur yang dapat mendukung suatu penelitian; dan (3) hasil penelitian ilmiah merupakan bahan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas. Dari batasan-batasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan tinggi adalah suatu unit organisasi yang berada di bawah perguruan tinggi yang bertugas mengelola informasi yang terdapat dalam koleksinya untuk dilayankan kepada para penggunanya, khususnya dosen dan mahasiswa.
Keberadaan perpustakaan diharapkan dapat membantu kelancaran
perguruan tinggi didalam mencapai tujuannya, dengan cara menyediakan berbagai fasilitas beserta koleksinya yang disesuaikan dengan kurikulum perguruan tinggi, program penelitian yang diterapkan, dan bentuk pengabdian yang telah digariskan perguruan tinggi sebagai organisasi induknya. Saat ini Keberadaan perpustakaan di lingkungan perguruan tinggi menjadi sangat strategis sejalan dengan upaya perguruan tinggi untuk menjadikannya sebagai universitas riset (research university). Saat ini, menurut Cullen (2001), perpustakaan perguruan tinggi menghadapi dua tantangan besar, yaitu lingkungan digital global (global digital environment) dan kompetisi yang terus meningkat. Dalam upaya mempertahankan keberadaannya,
11
perpustakaan perguruan tinggi harus selalu meningkatkan kualitas layananlayanannya guna memuaskan para penggunya. 2.3
Pelayanan Perpustakaan Di dunia perpustakaan dan kepustakawanan dikenal dua macan layanan
perpustakaan yaitu layanan teknis dan layanan pengguna. Yang dimaksud dengan layanan teknis adalah layanan yang menyangkut pekerjaan dalam mempersiapkan secara umum bahan pustaka agar nantinya bahan pustaka tersebut dapat digunakan oleh pengguna perpustakaan. Sedangkan layanan pengguna perpustakaan
dalam memberikan
adalah
aktifitas
jasa layanan kepada pengguna perpustakaan,
khususnya kepada anggota perpustakaannya Kegiatan pelayanan pengguna perpustakaan meliputi kegiatan peminjaman dan pengembalian buku (lazim disebut pelayanan sirkulasi) serta pelayanan penelusuran informasi (Sumarlinah, 2004). Kegiatan pelayanan perpustakaan yang lain dan umum dilakukan oleh perpustakaan adalah bimbingan pembaca (biasanya menyangkut bimbingan kepada pengguna dalam hal cara-cara menggunakan dan memanfaatkan perpustakaan), pelayanan referensi
(pelayanan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan pengguna dengan menggunakan koleksi-koleksi rujukan, seperti kamus, ensiklopedia, dan sebagainya), pelayanan internet, pelayanan foto kopi, serta pelayanan-pelayanan informasi lainnya. Menurut Saleh (1992), jumlah jenis/macam layanan perpustakaan yang dapat diberikan kepada pengguna perpustakaan sesungguhnya cukup banyak. Namun semua layanan tersebut penyelenggaraannya haruslah disesuaikan dengan kondisi
12
tenaga perpustakaan dan kebutuhan penggunanya. Macam layanan pengguna tersebut antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:
layanan sirkulasi
layanan referens
layanan pendidikan pemakai
layanan penelusuran informasi
layanan penyebarluasan informasi terbaru
layanan penyebaran informasi terseleksi
layanan penerjemahan
layanan fotokopi (jasa reproduksi)
dan lain-lain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa di dalam melayani kebutuhan para penggunanya, perpustakaan memberikan berbagai jenis layanan yang disesuaikan dengan kemampuan
perpustakaan serta mengikuti
perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komuniksi.
Di dalam
memberikan jasa layanannya faktor kebutuhan pengguna harus ditempatkan pada prioritas pertama. Dengan perkembangan dan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, banyak perpustakaan-perpustakaan yang telah mengembangkan layanannya ke jenis layanan-layanan dalam bentuk digital (electronic), seperti katalog digital, pelayanan koleksi elektronik dalam bentuk CD-ROM, serta pelayanan internet.
13
2.4
Sistem Pelayanan Perpustakaan Ada dua macam sistem pelayanan yang umum diberlakukan di perpustakaan,
yaitu sistem pelayanan tertutup (closed access) dan sistem pelayanan terbuka (open access). Sistem pelayanan tertutup adalah apabila pengguna perpustakaan tidak dapat mengambil sendiri koleksi perpustakaan yang dibutuhkannya. Untuk dapat membaca atau mempergunakan dan meminjam koleksi, maka pengguna harus mencari terlebih dahulu melalui sarana bantu penelusuran yang disediakan oleh perpustakaan. Sarana bantu tersebut biasanya dalam bentuk katalog (dalam bentuk tercetak atau dalam bentuk elektronik/katalog komputer) yang memuat informasi bibliografis dari koleksi yang dimiliki perpustakaan. Menurut Sulistiyo-Basuki (1993), katalog merupakan himpunan rujukan atau berkas yang teratur untuk mencatat bahan pustaka atau koleksi. Setelah mendapatkan judul yang diinginkan, pengguna harus mencatat keterangan dari katalog, seperti nama pengarang, judul buku, nomor penempatan buku di rak (call number), dan lainlain. Catatan yang dibuat selanjutnya diserahkan kepada petugas untuk diambilkan koleksinya yang sesuai.
Jadi pada sistem pelayanan tertutup, sarana bantu
penelusuran berupa katalog adalah satu-satunya sarana yang dapat dipakai untuk mencari dan memilih judul buku atau koleksi yang diinginkan. Jika katalog yang disediakan oleh perpustakaan dalam bentuk tercetak, berupa kartu katalog, biasanya terdapat tiga jajaran kartu katalog, yaitu jajaran kartu katalog judul (disusun menurut abjad judul buku, kartu ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang telah mengetahui judul buku yang akan dicarinya); jajaran kartu katalog pengarang (disusun menurut abjad nama pengarang/penulis/penyunting/ penerjemah buku, kartu
14
ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang telah mengetahui pengarang/penulis/penyunting/penerjemah buku yang akan dicarinya); jajaran kartu katalog subyek (kartu ini disediakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna yang mencari buku berdasarkan masalah/subyek tertentu). Ada dua macam kartu katalog subyek, yaitu katalog subyek kelas (kartu ini disusun berdasarkan subyek dalam bentuk angka/notasi klas, dan untuk merujuk ke klas tertentu perpustakaan melengkapinya dengan jajaran kartu yang disebut indeks subyek); dan katalog subyek verbal (kartu ini disusun berdasarkan abjad). Untuk sistem pelayanan terbuka, pengguna diperbolehkan langsung memilih buku pada jajarannya di rak. Meskipun demikian, keberadaan katalog sebagai sarana bantu untuk menemukan kembali informasi koleksi yang dimiliki perpustakaan masih tetap diperlukan. Oleh karena itu, sebuah perpustakaan walaupun menerapkan sistem pelayanan terbuka, katalog masih tetap disediakan. Hal ini karena jika pengguna hanya mencari langsung ke rak, ada kemungkinan buku yang dicarinya tidak ditemukan (karena mungkin sedang dipinjam atau digunakan oleh pengguna yang lain), padahal buku yang dicarinya dimiliki oleh perpustakaan. Dengan memeriksa katalog, pengguna akan mengetahui keberadaan suatu buku tertentu di perpustakaan, walaupun buku itu sendiri sedang tidak berada di tempatnya. Jika yang disediakan oleh perpustakaan adalah katalog komputer yang telah terintegrasi dengan layanan sirkulasi, pengguna malah akan mengetahui status buku yang dicarinya, seperti apakah sedang ada yang meminjam atau tersedia di rak. Menurut Daryanto (1985) sistem pelayanan terbuka mempunyai kebaikan atau kelebihan sebagai berikut:
15
1. Pengguna memperoleh kebebasan dalam memilih sendiri bahan pustaka yang ada di rak, tidak perlu lewat katalog. 2. Dengan melihat dan memeriksa buku-buku secara bebas dapat menimbulkan daya rangsang untuk membaca. 3. Kalau buku yang dikehendaki tidak ada, dapat memilih buku yang lain. 4. Lebih menyenangkan melihat-lihat buku secara langsung daripada melihat di katalog. Sedangkan kekurangannya adalah : 1. Pengguna sering salah mengembalikan buku ke dalam rak, karena tidak tahu cara menyusunnya sehingga susunan buku di rak sulit teratur atau sangat mudah rusak. 2. Kebebasan sering disalahgunakan sehingga banyak buku yang hilang. 3. Pengawas atau petugas perpustakaan harus sering mengawasi para pengguna. Untuk sistem pelayanan tertutup, kelebihannya adalah: 1. Susunan buku di rak dapat terpelihara karena dilakukan oleh petugas. 2. Tingkat kehilangan buku relatif kecil. 3. Pengontrolan buku lebih mudah dilakukan. 4. Tidak diperlukan petugas khusus yang mengawasi pengguna yang masuk dan keluar dari ruang koleksi. Sedangkan kekurangan dari sistem pelayanan tertutup adalah: 1. Kebebasan melihat buku tidak ada, harus dicari melalui katalog 2. Memilih buku melalui katalog kurang memberi kesenangan dan kepuasan dibandingkan melihat langsung bukunya. 3. Melihat dari katalog sering mengecewakan/tidak mengenai sasaran dan keinginan.
16
4. Katalog harus lengkap. 5. Banyak buku yang kurang dikenal oleh pengguna sehingga tidak pernah dipinjam. 2.5
Pengertian Persepsi Menurut Nord (1976), persepsi adalah proses pemberian arti (kognisi)
terhadap lingkungan oleh seseorang, dan karena setiap orang memberi arti pada stimulus, maka individu yang berbeda akan melihat hal yang sama dengan cara berbeda. Dengan demikian maka setiap orang akan memilih berbagai macam isyarat yang dapat mempengaruhi persepsinya terhadap stimulus.
Menurut Sumarwan
(2004), yang dimaksud stimulus adalah sesuatu yang ditangkap oleh panca indera, seperti apa yang didengar oleh telinga, apa yang dilihat oleh mata, apa yang dicium oleh hidung, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Kartini (1984), persepsi merupakan bentuk pengalaman yang belum disadari benar, sehingga orang yang bersangkutan belum membedakan diri sendiri dengan obyek yang sedang dihadapinya itu. Persepsi dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta dan tindakan. Sumarwan (2004), mengemukakan bahwa persepsi merupakan bagian dari tahapan pengolahan informasi, yaitu tahap pemaparan, perhatian dan pemahaman. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (dalam Sumarwan, 2004), yang mengutip pendapat William McGuire yang menyatakan bahwa terdapat lima tahap pengolahan informasi (the information-processing model), yaitu sebagai berikut: 1. Pemaparan (exposure) : pemaparan stimulus, yang menyebabkan orang menyadari stimulus tersebut melalui pancainderanya.
17
2. Perhatian (attention) : kapasitas pengolahan yang dialokasikan orang terhadap stimulus yang masuk. 3. Pemahaman (comprehension) : interaksi terhadap makna stimulus. 4. Penerimaan (acceptance) : dampak persuasip stimulus kepada orang. 5. Retensi (retention) : pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang (long-term memory). Berdasarkan beberapa pernyataan mengenai persepsi yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah pemaparan, perhatian dan pemahaman seseorang yang diterima melalui pancainderanya terhadap suatu kesan atau obyek yang pada gilirannya dapat menentukan tindakan dari orang yang bersangkutan. 2.6
Pengertian Kualitas Menurut Juran (Nasution, 2004), kualitas produk adalah kecocokan
penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan. Kecocokan penggunaan suatu produk adalah apabila produk mempunyai daya tahan penggunaannya lama, produk yang digunakan akan meningkatkan citra atau status konsumen (pengguna) yang memakainya, produk tidak mudah rusak, adanya jaminan kualitas (quality assurance) dan sesuai etika jika digunakan. Khusus untuk jasa diperlukan pelayanan kepada pelanggan yang ramah tamah, sopan santun serta jujur, yang dapat menyenangkan atau memuaskan pelanggan. Garvin dan Davis (dalam
Sumarwan, 2004) menyatakan bahwa kualitas
adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan
18
pelanggan atau konsumen/pengguna.
Selera atau harapan konsumen pada suatu
produk selalu berubah, sehingga kualitas produk juga harus berubah atau disesuaikan. Dengan perubahan kualitas produk tesebut, diperlukan perubahan atau peningkatan keterampilan tenaga kerja, perubahan proses produksi dan tugas, serta perubahan lingkungan perusahaan/organisasi agar produk dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Gasversz (2003) menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada dua pengertian pokok, yaitu : (1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu; (2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan. Berdasarkan pengertian-pengertian kualitas di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas suatu produk atau jasa merupakan kondisi yang selalu berubah dan selalu berfokus pada kepuasan pelanggan. Dengan demikian suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan/organisasi baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan dan harapan pelanggan. Menurut Berry dan Parasuraman (dalam Nasution, 2004), terdapat lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut: 1. Bukti langsung (tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. 2. Kehandalan (reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
19
3. Daya tanggap (responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap. 4. Jaminan (assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dari bahaya, resiko atau keraguraguan. 5. Empati (emphaty), meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, dan memenuhi kebutuhan para pelanggan. 2.7
Pengertian Kepuasan Menurut Sumarwan (2004), teori yang menjelaskan bagaimana kepuasan atau
ketidakpuasan konsumen terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan konsumen sebelum pembelian dan sesungguhnya diperoleh konsumen dari produk yang dibeli tersebut. Ketika konsumen membeli suatu produk, maka ia memiliki harapan tentang bagaimana produk tersebut berfungsi (product performance). Produk akan berfungsi sebagai berikut: 1. Lebih baik dari yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas. 2. Seperti yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut pun tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral. 3. Lebih buruk dari yang diharapkan, kondisi ini disebut sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Kondisi ini menyebabkan konsumen kecewa sehingga konsumen merasa tidak puas. Nasution (2004), mendefinisikan kepuasan pelanggan secara sederhana, yaitu suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi. Kepuasan pelanggan dapat dinyatakan dalam suatu
20
rasio sebagai berikut : Z=X/Y, dimana Z adalah kepuasan pelanggan; X adalah kualitas yang dirasakan oleh pelanggan; dan Y adalah kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan. Jika pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk melebihi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka, maka kepuasan pelanggan akan menjadi tinggi atau paling sedikit bernilai lebih besar dari satu (Z>1). Sebaliknya apabila pelanggan merasakan bahwa kualitas dari produk lebih rendah atau lebih kecil dari kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka, maka kepuasan pelanggan akan menjadi rendah atau bernilai lebih kecil dari satu (Z<1). Dari dua pengertian kepuasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan konsumen/pelanggan/pengguna adalah suatu kondisi dimana kebutuhan, keinginan dan harapan konsumen/pelanggan/pengguna dapat terpenuhi melalui produk atau jasa/pelayanan yang dikonsumsi atau digunakannya. Menurut Begum (2003) dalam organisasi jasa seperti perpustakaan perguruan tinggi,
kepuasan
pengguna
berarti
pemenuhan
harapan-harapan
(fulfilling
expectations) penggunanya. Pengguna perpustakaan perguruan tinggi adalah para mahasiswa yang merupankan bagian dari komunitas perguruan tinggi yang bersangkutan.
Oleh karennya, pustakawan (staf perpustakaan) harus dapat
mengetahui apa yang diinginkan oleh para penggunanya, dan harus selalu berusaha untuk dapat memenuhi keinginan-keinginan tersebut. 2.8
LibQual+TM Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur kualitas layanan
perpustakaan adalah LibQual+TM (Library Quality). Menurut Xi dan Levy (2005),
21
LibQual+TM dikembangkan dari SERVQUAL yang dirancang untuk mengukur kualitas layanan pada industri jasa. LibQual+TM dicetuskan pada tahun 1999 oleh para pakar di bidang ilmu perpustakaan dan informasi yang tergabung dalam ARL (Association Research Library) di Amerika Serikat bekerjasama dengan Texas A&M University, setelah melalui kajian yang lama. Metode ini dianggap paling mutakhir dan kini digunakan oleh hampir seluruh perpustakaan di Amerika Serikat, Eropa, United Kingdom, dan Australia. Menurut Cook dan Heath (2001) asumsi yang mendasari LibQual+TM (juga SERVQUAL) adalah "... only customers judge quality, all other judgments are essentially irrelevant" (hanya pengguna jasa yang (berhak) menilai kualitas (layanan), seluruh penilaian lain pada dasarnya tidaklah relevan). Definisi kualitas menurut LibQual+TM adalah selisih (gaps) antara harapan (desired) dan persepsi (perceived). Kualitas layanan dianggap baik, bila skor persepsi lebih tinggi dari harapan, dan sebaliknya, kualitas layanan dianggap belum baik, bila skor persepsi lebih rendah dari harapan. Terdapat empat dimensi dalam LibQual+TM, yang dapat dijadikan indikator penilaian, yaitu: 1
Access to information, menyangkut
kelengkapan koleksi (buku, majalah, jurnal, surat kabar),
kemutakhiran koleksi (currency),
relevansi koleksi dengan kebutuhan pengguna,
kemudahan akses internet/dokumen elektronik, dan lain-lain
22
2
Affect of service, menyangkut sikap petugas dalam melayani pengguna, meliputi :
3
suka membantu pengguna yang kesulitan,
selalu ramah dan sopan,
dapat diandalkan menangani kesulitan yang dihadapi pengguna,
memberikan perhatian (care) kepada setiap pengguna,
mempunyai wawasan yang cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pengguna,
selalu siap siaga merespons permintaan pengguna,
dapat meyakinkan pengguna,
mengerti kebutuhan pengguna; dan lain-lain.
Personal Control, yaitu suatu kondisi yang diciptakan perpustakaan agar pengguna secara individu (personal) dapat melakukan sendiri apa yang diinginkannya ketika mencari informasi di perpustakaan (tanpa bantuan petugas perpustakaan). Hal ini meliputi:
4
adanya katalog (kartu/online) yang mudah digunakan oleh pengguna,
adanya petunjuk-petunjuk yang jelas di perpustakaan,
adanya peralatan modern yang memudahkan pengguna untuk mengakses informasi,
adanya tatanan/urutan/klasifikasi yang memudahkan pengguna dalam menemukan buku-buku di rak, dan sebagainya.
Library as place (perpustakaan sebagai sebuah tempat), yaitu
tempat yang nyaman untuk belajar,
tempat yang tenang untuk berkonsentrasi,
23
tempat untuk merefleksikan diri dan merangsang tumbuhnya kreatifitas,
tempat yang nyaman dan mengundang (inviting location) kepada siapa saja untuk masuk, dan
tempat yang kondusif untuk berkontemplasi/merenung (contemplative environment).
Penelitian evaluasi dengan LibQual+TM ini dilakukan setiap tahun sekali sebagai salah satu bentuk quality control untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas layanan kepada para pengguna.
Chapman dan Ragsdale (2002)
mengemukakan tip-tip dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas layanan, yaitu selalu melibatkan pustakwan dari setiap level; selalu membuat perencanaan jangka panjang; selalu menggunakan hasil survey dalam proses perencanaan; dan selalu mengkomunikasikan dengan seluruh staf perpustakaan tentang apa yang dikerjakan serta menjelaskan mengapa hal tersebut dikerjakan. 2.9
Pengertian Skala Likert Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), skala Likert merupakan metode
yang biasa digunakan untuk mengukur
sikap dengan menyatakan setuju atau
ketidaksetujuannya terhadap subyek, obyek atau kejadian tertentu.
Metode
pengukuran ini dikembangkan oleh Rensis Likert sehingga dikenal dengan nama Skala Likert. Nama lain dari skala ini adalah summated ratings methods. Menurut Simamora (2004), Skala Likert merupakan teknik pengukuran sikap yang paling banyak digunakan dalam riset pemasaran. Skala ini memungkinkan responden untuk mengekspresikan intensitas perasaan mereka.
Pertanyaan yang
diberikan adalah pertanyaan tertutup. Pilihan dibuat berjenjang mulai dari intensitas
24
paling rendah sampai paling tinggi. Pilihan jawaban bisa tiga, lima, tujuh, sembilan, yang pasti ganjil.
Menurut Sugiyono (2006), instrumen penelitian yang
menggunakan Skala Likert dapat dibuat dalam bentuk checklist ataupun pilihan berganda. Beberapa peneliti menggunakan skala pengukuran yang genap dengan menghilangkan nilai netral. Hal ini bertujuan untuk memaksa responden menentukan pilihan ke arah penilaian positif atau negatif (Dutka, 1993). 2.10 Penarikan Contoh Sistematik Penarikan contoh sistematik merupakan salah satu metode penarikan contoh berbasis peluang (pemilihan secara acak), yaitu random komplek (Jogiyanto, 2004). Metode ini merupakan prosedur penarikan contoh yang memilih satu unit contoh secara acak dari k unit pertama. Untuk unit contoh berikutnya dipilih dari k unit berikutnya sesuai dengan pengacakan pada k unit pertama. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002), contoh yang dipilih berdasarkan metode penarikan contoh sistematik, tergantung pada penentuan nomor contoh yang pertama dan jarak nomor antara contoh yang satu dengan yang lain. Metode ini relatif mudah diterapkan jika telah tersedia kerangka contoh. Kelemahan metode ini adalah memungkinkan terjadinya bias sistematis, yaitu penyimpangan contoh dari tujuannya karena sistematisasi yang digunakan oleh peneliti dalam penarikan contoh. 2.11 Statistik Deskriptif Menurut Hasan (2003),
statistik deskriptif atau statistik deduktif adalah
bagian dari statistik yang mempelajari cara pengumpulan dan penyajian data sehingga
25
mudah dipahami. Penarikan kesimpulan pada statistik deskriptif (jika ada) hanya ditujukan pada kumpulan data yang ada. Berdasarkan ruang lingkup bahasannya, statistik deskriptif mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) distribusi frekuensi beserta bagian-bagiannya, seperti (a) grafik distribusi (histogram, poligon frekuensi, dan ogif), (b) ukuran nilai pusat (rata-rata, median, modus, kuartil, dan sebagainya), (c) ukuran dispersi (jangkauan, simpangan rata-rata, variasi, simpangan baku, dan sebagainya), (d) kemencengan dan keruncingan kurva; (2) angka indeks; (3)Time series data; (4) korelasi dan regresi sederhana. 2.12 Importance Performance Analysis (IPA) Importance Performance Analysis (IPA) yaitu suatu analisis yang mengkaitkan antara tingkat kepentingan (importance) suatu indikator (atribut) yang dimiliki obyek tertentu dengan kenyataan (performance) yang dirasakan oleh pengguna. Menurut Rangkuti (2003), diagram IPA terdiri dari empat kuadran seperti dapat dilihat pada Gambar 1, yaitu: 1. Kuadran I, wilayah yang memuat indikator-indikator dengan tingkat kepentingan yang relatif tinggi tetapi kenyataannya belum sesuai dengan yang pengguna harapkan. Indikator-indikator yang masuk kuadran ini harus segera ditingkatkan kinerjanya. 2. Kuadran II, wilayah yang memuat indikator-indikator dengan tingkat kepentingan yang relatif tinggi dengan tingkat kepuasan yang relatif tinggi pula. Indikator-indikator yang masuk kuadran ini harus tetap dipertahankan kinerjanya karena semua indikator ini menjadikan produk atau jasa tersebut unggul di mata pengguna. 3. Kuadran III, wilayah yang memuat indikator-indikator dengan tingkat kepentingan yang relatif rendah dan kenyataannya kinerjanya tidak terlalu istimewa dengan tingkat kepuasan yang relatif rendah. Indikator-indikator yang masuk kuadran ini memberikan pengaruh sangat kecil terhadap manfaat yang dirasakan pengguna.
26
4. Kuadran IV, wilayah yang memuat indikator-indikator dengan tingkat kepentingan yang relatif rendah dan dirasakan oleh pengguna terlalu berlebihan dengan tingkat kepuasan yang relatif tinggi. Biaya yang digunakan untuk menunjang indikator yang masuk kuadran ini dapat dikurangi agar perusahaan dapat menghemat pengeluaran.
HIGH
IMPORTNCE
I
II
III
IV
LOW
PERFORMACE
HIGH
Gambar 1. Diagram Importance Performance Analysis 2.13 Indeks Kepuasan Pengguna Indeks Kepuasan Pengguna (IKP) merupakan analisis kuantitatif berupa persentase pengguna yang senang dalam suatu survei kepuasan pengguna. IKP diperlukan untuk mengetahui tingkat kepuasan pengguna secara menyeluruh dengan memperhatikan tingkat kepentingan dari indikator-indikator produk atau jasa tersebut. Tabel 1. Indek Kepuasan Pengguna (IKP) Kepentingan
Kepuasan
Skor
(I)
(P)
(S)
Skala: 1-7
Skala: 1-7
(S) = (I) x (P)
Indikator
… … Skor Total
Total (I) = (Y)
Total (S) = (T)
IKP = T/7Y x 100%
27
Perhitungan keseluruahan IKP menurut Bhote (1996) diilustrasikan pada Tabel 1. Nilai rata-rata pada kolom kepentingan (I) dijumlahkan sehingga diperoleh Y, dan juga hasil kali I dengan P pada kolom skor (S) dijumlahkan dan diperoleh T. IKP diperoleh dari perhitungan (T/7Y) x 100%. Nilai 7 (pada 7Y) adalah nilai maksimum yang digunakan pada skala pengukuran. Nilai maksimum IKP adalah 100%.
Nilai IKP 50% atau lebih rendah
menandakan kinerja pelayanan yang kurang baik di mata pengguna. Nilai IKP 80% atau lebih tinggi mengindikasikan pengguna merasa puas terhadap kinerja pelayanan.
28