BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Return Saham 2.1.1.1 Pengertian Return Saham Return saham merupakan laba atas suatu investasi yang biasanya dinyatakan sebagai tarif persentase tahunan (Fakhruddin, 2008:169). Fahmi dan Yovi (2009:151) mengatakan return saham adalah keuntungan yang diperoleh oleh perusahaan, individu dan institusi dari hasil kebijakan investasi yang dilakukannya. Semakin tinggi return saham maka semakin baik investasi yang dilakukan karena dapat menghasilkan keuntungan, sebaliknya semakin return saham atau bahkan negatif maka semakin buruk hasil investasi yang dilakukan. Return saham adalah pendapatan yang dinyatakan dalam persentase dari modal awal investasi. Pendapatan investasi dalam saham meliputi keuntungan jual beli saham, di mana jika untung disebut capital gain dan jika rugi disebut capital loss (Samsul, 2006:291). Return saham yang diperoleh dari kegiatan investasi yang berupa deviden bukan lah hal yang mudah untuk diprediksi, karena kebijakan deviden merupakan kebijakan yang sulit bagi manajemen perusahaan. Keputusan mengenai deviden terkadang dikaitkan dengan keputusan pendanaan dan keputusan investasinya, deviden setiap periodenya sesuai dengan fluktuasi dalam jumlah kesempatan investasi yang dapat diterima yang tersedia bagi perusahaan tersebut.
Return saham dapat terdiri dari return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa depan. Menurut Jogiyanto (2009:199) ada 2 (dua) cara untuk memperoleh tingkat keuntungan, yaitu return realisasi dan return historis. 1. Return Realisasi Tingkat keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual dan harga beli. Return ini merupakan return yang sesungguhnya terjadi (return realisasi). Return realisasi penting digunakan sebagai salah satu pengukuran kinerja dari sebuah perusahaan yang dihitung berdasarkan data historisnya. 2. Return Historis Return historis atau yang sering disebut juga sebagai tingkat keuntungan saham yang diperoleh dari investasi saham ekspektasi.
2.1.1.2 Jenis-Jenis Return Menurut Jogiyanto (2009:199-214), jenis return ada dua yaitu return realisasi dan return ekspektasi. 1. Return Realisasi Return realisasi merupakan return saham yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Pentingnya return saham ini karena digunakan indikator kinerja atau keberhasilan perusahaan. Return realisasi (realized return) merupakan return saham yang telah terjadi. Return realisasi dihitung berdasarkan data historis. Return historis juga berguna sebagai dasar penentuan return ekspektasi (expected return) dan
risiko di masa mendatang. Ekspektasi biasanya digunakan sebagai dasar analisa teknikal yaitu menggunakan pola pergerakan harga saham masa lalu untuk memprediksi harga saham di masa mendatang. 2. Return Ekspektasi Return ekspektasi adalah return saham yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang dan return ekspektasi siftnya belum terjadi. Return saham ini dapat dihitung dengan mengalikan masingmasing hasil masa depan (outcome) dengan probabilitas kejadiannya dan menjumlah semua produk oerkalian tersebut. Jogiyanto (2009:200) mengemukakan beberapa pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah return total, relative return, kumulatif return, dan return disesuaikan. Rata-rata dari return dapat dihitung berdasarkan aritmatika (arithmetic mean) atau rata-rata geometric (geometric mean). Perhitungan ini menggunakan data harga saham historis yaitu pergerakan harga saham dari awal pengamatan samapai akhir pengamatan.
2.1.1.3.
Pengukuran Return Saham Berdasarkan pengertian return saham, bahwa return suatu saham adalah
hasil yang diperoleh dari investasi dengan cara menghitung selisih harga saham periode berjalan dengan periode sebelumnya dengan mengabaikan deviden, maka dapat ditulis rumus: (Samsul, 2006:291)
Dimana:
Ri = Return saham Pt = Harga saham pada periode t P t-1 = Harga saham pada periode t-1
2.1.1.4.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Return Saham Kinerja keuangan merupakan faktor penentu naik turunnya return saham. Semakin baik kinerja emiten maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan return saham, begitu pula sebaliknya. Kinerja keuangan dpat diukur dari nilai tambahan ekonomis (EVA) dan likuiditas perusahaan (CR). Untuk itu perusahaan harus dapat meningkatkan kinerja keuangan agar dapat meningkatkan return saham. Menurut Asnawi dan Wijaya, (2005:95) kinerja keuangan yang secara langsung mempengaruhi return saham dikelompokkan yaitu rasio likuiditas, rasio solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas, rasio pasar, dan economic value added (EVA).
1. Rasio likuiditas, yang menyatakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dalam jangka waktu pendek. Rasio ini terbagi menjadi current ratio, quick ratio, dan net wirking capital. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor. 2. Rasio solvabilitas, menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang, dimana rsio ini terbagi menjadi
debt ratio, debt to equity ratio, long term debt to equty ratio, long term debt to capitalization ratio, times interst earned, cash flow interst coverage, cash flow to net income, dan cash return sales. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah return saham yang akan diterima investor. 3. Rasio
aktivitas,
menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memanfaatkan harta yang dimilikinya, terbagi menjadi total asset turnover, fixed assets turnover, account receivable turnover, inventory turnover, average collection period, dan day’s sales in inventory. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham akan diterima investor. 4. Rasio profitabilitas, menunjukkan kemampuan dari perusahaan dalam menghasilkan keuntungan, terbagi menjadi gross profit margin, net profit margin, operating return on assets, return on equity, dan operating ratio. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterimam investor. 5. Rasio pasar, menunjukkan informasi yang penting perusahaan dan diungkapkan dalam basis per saham, terbagi menjadi dividend yield, dividend per share, earning per share, dividend payout ratio, price earning ratio, book value per share, dan price to book value. Semakin tinggi rasio ini semakin baik return saham yang akan diterima investor.
6. EVA merupakan suatu cara untuk mengukur profitabilitas operasi yang sesungguhnya, apakah sudah mampu memberikan nilai tambah atau belum terhadap perusahaan. Jika kinerja manajemen baik atau efektif dilihat dari nilai tambah, maka akan tercermin dalam peningkatan harga saham perusahaan. EVA yang positif akan dapat meningkatkan harga saham, begitu juga profitabilitas meningkat akan dapat meningkatkan harga saham.
2.1.2 Likuiditas 2.1.2.1 Pengertian Likuiditas Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Likuiditas juga dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi kurang dari satu tahun. Rasio likuiditas yaitu rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dihitung dari sumber informasi tentang modal kerja yaitu pada pos aktiva lancar dan hutang lancar (munawir, 2004:27). Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang akan jatuh tempo dengan tepat waktu. Perusahaan dalam keadaan likuid berarti mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat waktu apabila perusahaan memiliki alat pembayara ataupun aktiva lancar
yang lebih besar dari hutang lancar (jangka pendek). Sedangkan perusahaan dalam keadaan illikuid berarti perusahaan tersebut tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih (Husnan, 2005:41). Rasio lancar digunakan untuk menilaii likuiditas suatu perusahaan. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik kemampuan likuiditas perusahaan yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu perusahaan dalam kondisi baik akan semakin besar. Apabila hal tersebut terjadi maka hal tersebut akan berdampak pada meningkatnya keuntungan perusahaan. Dengan keuntungan yang tinggi maka tingkat penggembalian (return) saham juga tinggi (Sawir, 2005:32).
2.1.2.2 Jenis-Jenis Likuitas a. Current Ratio Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditangih secara keseluruhan. Rasio ini dapat pula mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan atau kemampuan perusahaan dalam membayar hutangnya. Selain itu, current ratio juga dapat menunjukkan sejauh mana tagihan jangka pendek para kreditor dapat dipenuhi dengan aktiva yang diharapkan akan dikonversikan menjadi kas dalam waktu dekat (Munawir, 2004:27). Rumus current ratio yang mengacu pada Gibson (2011, h224), dinyatakan sebagai berikut:
Semakin tinggi nilai current ratio, maka akan semakin baik posisi pemberi pinjaman, sebaliknya current ratio yang rendah menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan yang bermasalah. Current ratio berbentuk kali (x). mengacu pada pendapat Munawir (2004:27), nilai current ratio yang memuaskan bagi suatu perusahaan adalah 200% atau 2 kali, akan tetapi nilai rasio sebesar 200% dapat menjadi titik tolak untuk mengadakan analisa lebih lanjut. Hal ini dikarenakan current ratio yang tinggi belum menjamin hutang perusahaan dapat dibayar, misalnya: 1. Jumalah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat penjualan
sehingga
tingkat
perputaran
persediaan
rendah
dan
menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut. 2. Saldo piutang yang besar memungkinkan sulit untuk ditagih. 3. Rasio lancar yang terlalu tinggi kemungkinan menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan denga kebutuhan saat ini.
Gibson (2011:224) menyatakan “the guideline for the minimum current ratio has been 2,00”. Gibson juga menambahkan perusahaan yang tidak berhasil mempertahankan current ratio di atas 2,00 mengindikasikan penurunan likuiditas dan dapat pula mengindikasikan pengendalian yang kurang baik atas kas, piutang dan persediaan untuk menutupi kewajiban lancarnya. Apablia hal ini terjadi maka akan dapat menyulitkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya. b. Acid-Test Ratio
Acid-Test Ratio sering juga disebut sebagai quick ratio, dimana rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibankewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena persediaan memerlukan waktu yang relatif lama untuk dikonversi menjadi uang kas, walaupun pada kenyataanya persediaan mungkin lebih likuid daripada piutang. Nilai current ratio yang tinggi tetapi quick ratio nya rendah menunjukan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan. Rasio ini berbentuk kali (x), semakin cepat rasio ini berputar semakin baik bagi perusahaan. Rumus acid-test ratio yang mengacu pada Gibson (2011:225), adalah sebagai berikut:
Semakin tinggi Acid-test ratio menunjukkan semakin tinggi tingkat likuiditas perusahaan. Akan tetapi, jika rasio ini terlalu tinggi maka hal ini tidak terlalu baik karena mengindikasikan adanya praktek manajemen yang kurang baik. Acid-test yang bernilai 2 kali menunjukkan bahwa perusahaan cukup melunasi kewajiban lancar dengan membayar setengah dari aset lancar tanpa persediaan yang dimiliki, sedangkan rasio yang berniai kurang dari 1 kali mengindikasikan terdapat kewajiban lancar yang tidak terbayarkan meskipun seluruh aset lancar tanpa persediaan telah dikonversi menjadi kas. Menurut Gibson (2011:225) angka 1,00 atau 1 kali dianggap cukup aman. Sependapat dengan Prihadi, Gibson (2011:226) menyatakan “the guideline for the
minimum acid-test ratio was 1,00”. Angka ini merupakan angka minimum yang perlu dipertahankan oleh perusahaan agar perusahaan tidak mengalami ketidakmampuan dalam membayar hutang-hutang jangka pendeknya. Perusahaan yang memiliki rasio cepat yang tinggi akan terhindar dari ancaman likuidasi. 2.1.3.3 Pengukuran Rasio Likuiditas Pengukuran rasio likuiditas adalah menggunakan current ratio yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Aktiva lancar terdiri dari kas, persediaan, piutang, dan investasi jangka pendek, sedangkan hutang lancar terdiri dari hutang dagang yang jatuh tempo kutang dari satu tahun. Indikator likuiditas (munawir, 2004:27) adalah:
Rasio lancar yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aktiva lancar lainnya dibandingkan dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah daripada aktiva lancar dan sebaliknya. Perusahaan haruslah jeli dalam menilai kondisi likuiditas keuangannya. Likuiditas yang terlalu tinggi juga tidak akan menguntungkan bagi perusahaan karena adanya aset lancar yang tidak produktif, sebalinya perusahaan juga jangan sampai memiliki likuiditas yang rendah karena akan menyulitkan perusahaan dalam menjalankan aktivitas operasionalnya.
2.1.3 Rasio Leverage 2.1.3.1 Pengertian Rasio Leverage Sawir (2005, hal 37) mengatakan rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian leverage atau solvabilitas berarti kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sutrisno (2003:56) menyatakan “leverage dapat diartikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar biaya tetap. Kalau pada “operating Leverage” penggunaan aktiva dengan biaya tetap adalah dengan harapan bahwa revenue yang dihasilkan oleh penggunaan aktiva itu akan cukup untuk menutup biaya tetap dan biaya variabel, maka pada “financial leverage” penggunaan dana dengan beban tetap itu adalah dengan harapan untuk memperbesar pendapatan per lembar saham biasa. (EPS= Earnig Per Share). Konsep operating dan financial leverage sangat bermanfaat untuk analisis, perencanaan dan pengendalian keuangan. Dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of founds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Jika semua biaya bersifat variabel, maka akan memberikan kepastian bagi perusahaan dalam menghasilkan laba. Tapi
karena sebagai biaya perusahaan bersifat biaya tetap, maka untuk menghasilkan laba diperlukan tingkat penjualan minimum tertentu.
2.1.3.2 Jenis-Jenis Rasio Leverage Hanafi (2004:59) mengatakan biaya tetap perusahaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Leverage Operasi Adalah dengan adanya biaya tetap dari aktivitas operasional perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko operasional. Biaya ini seperti biaya sewa gudang, biaya tenaga kerja bagian administrasi, dan lain-lain. 2. Fianancial Leverage Adalah leverage dengan adanya biaya tetap karena perusahaan menggunakan hutang sebagai sumber pendanaan perusahaan. Risiko yang ditimbulkan dari biaya ini disebut risiko keuangan. Biaya in berupa biaya bunga. Ukuran yang sering digunakan adalah debt to assets ratio dan debt to equity ratio.
Perusahaan menggunakan operating dan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya assets dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan keuntungan pemegang saham. Sebaliknya leverage juga meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena
jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan Leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham.
2.1.3.3.
Pengukuran Rasio Leverage Pengukuran rasio leverage menggunakan Debt to Assets Ratio (DAR)
yaitu proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil presentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Sawir 2005:37) mengatakan debt to assets ratio (DAR) merupakan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan (total aset) yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya, cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham. Sedangkan Kasmir (2012:151) mengatakan “debt to assets ratio merupakan perbandingan utang dengan total aset perusahaan”. Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa debt to assets ratio merupakan rasio yang mengukur sejauh mana perushaan dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan aset yang dimiliki. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
Keterangan: -
DAR adalah rasio hutang terhadap aset (Debt to Assets Ratio)
-
Total Debt adalah jumlah hutang jangka panjang ditambah hutang jangka pendek yang dimiliki perusahaan selama setahun.
-
Total Assets adalah jumlah kekayaan yang dimiliki perusahaan selama setahun.
2.1.4
Rasio Aktivitas
2.1.4.1 Pengertian Rasio Aktivitas Anoraga dan Pakarti, (2006:111) mengatakan “ Rasio Aktivitas, menunjukkan
kemampuan
perusahaan
dalam
memanfaatkan
harta
yang
dimilikinya, terbagi menjadi total assets turnover, fixed assets turnover, accounts receivable turnover, inventory turnover, average collection period, dan day’s sales ini inventory”.
2.1.4.2 Jenis-Jenis Rasio Aktivitas Rasio aktivitas dapat digolongkan kedalam beberapa jenis diantaranya adalah: a. Net Working Capital Total Assets (NWCTA) Rasio ini disebut juga rasio modal kerja bersih. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan akan modal kerja yang dibandingkan dengan jumlah kekayaan atau assets perusahaan.
Semakin tinggi rasio modal kerja bersih maka semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk memperbesar aset yang berasal dari modal kerja bersih perusahaan. Besarnya modal kerja bersih yang terus meningkat akan berdampak pada tingkat keuntungan perusahaan yang meningkat juga dan harga saham juga akan meningkat. b. Total Assets Turnover (TATO) Total Assets Turnover (TATO) adalah rasio perputaran total aktiva yang menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran modalnya. c. Inventories Turnover (ITO) Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai perputaran persediaan, beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya tentang perputaran persediaan diantaranya: Menurut Munawir (2002, hal.77) “Turn Over persediaan merupakan rasio antara jumlah harga pokok barang yang dijual dengan nilai rata-rata persediaan yang dimiliki perusahaan”. Menurut Sundjaja (2002:112) “Perputaran Persediaan mengukur aktivitas atau likuiditas dari persediaan perusahaan”. Berbeda dengan Assauri (2004, hal.203) yang mendefinisikan bahwa “Perputaran Persediaan (inventory turnover) merupakan angka yang menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya satu tahun.
Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa tingkat perputaran persediaan mengukur kemampuan perusahaan dalam melakukan perputaran barang dagang dan menunjukkan hubungan antara barang yang diperlukan untuk menunjang atau mengimbangi tingkat penjualan yang telah ditentukan, serta efisiensi persediaan dapat dilihat dari tingkat perputaran persediaan. Perputaran persediaan merupakan salah satu ukuran efisiensi perusahaan dalam penggunaan aktiva terutama aktiva lancar. Semakin cepat perputaran persediaan maka akan semakin efisien penggunaan persediaan dalam suatu perusahaan.
2.1.4.3.
Pengukuran Rasio Aktivitas Pengukuran rasio aktivitas menggunakan rasio Total Assets Turn Over
(TATO) adalah rasio perputaran total aktiva yang dihitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi biasanya menunjukkan manajemen yang baik, sebaliknya rasio yang rendah harus membuat manajemen mengevaluasi strategi, pemasarannya, dan pengeluaran modalnya.
2.1.5. Rasio Profitabilitas
2.1.5.1 Pengertian Rasio Profitabilitas Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rasio profitabilitas merupakan perbandingan antara
laba bersih perusahaan terhadap investasi atau ekuitas yang digunakan untuk memperoleh laba perusahaan tersebut. Profitabilitas memberikan informasi yang penting bagi pihak diluar perusahaan untuk melihat efisiensi perusahaan yang dilakukan oleh manajemen. Menurur Munawir (2007:33) “profitabilitas atau rentabilitas adalah kemampuan perusahaan menghasilkan laba selama periode tertentu”.
Agus
Sartono (2001:22) mengatakan “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh dalam hubungtannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. Sedangkan Brigham dan Houston (2006:107), Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan yang dilakukan perusahaan. Rasio profitabilitas akan menunjukkan kombinasi efek-efek dari likuiditas, manajemen aktiva, dan utang pada hasil-hasil operasi. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa profitabilitas adalah mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari volume penjualan, total aktiva dan modal sendiri. Dan juga rasio rasio profitabilitas merupakan rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba selama periode tertentu.
2.1.5.2 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas Profitabilitas dapat diukur dari berbagai rasio keuntungan. Adapun alat ukur raso profitabilitas menurut Agnes Sawir (2005:18) adalah sebagai berikut:
1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin) 2. Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) 3. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) 4. Hasil Atas Total Asset (Return on Assets) 5. Hasil Atas Ekuitas (Return on Equity) Berikut akan dijelaskan satu per satu alat ukur rasio profitabilitas diatas. 1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin) Gross Profit Margin adalah persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah perusahaan membayar harga pokok penjualan. Semakin tinggi margin laba kotor, maka semakin baik dan secara relative semakin rendah harga pokok barang yang dijual. Rasio ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
2. Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin) Operating Profit Margin adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah semua biaya dan pengeluaran lain dikurangi kecuali bunga dan pajak, atau laba bersih yang dihasilkan dari setiap rupiah penjualan. Margin laba operasi mengukur laba yang dihasilkan murni dari operasi perusahaan tanpa meliha beban keuangan (bunga) dan beban dari pemerintah (pajak).
3. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin) Net Profit Margin adalah ukuran persentase dari setiap hasil sisa penjualan sesudah dikurangi semua biaya dan pengeluaran, termasuk bunga dan pajak.
4. Hasil Atas Total Asset (Return on Assets) Return on Total Assets adalah ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia disebut juga hasil atas investasi.
Rasio ini merupakan rasio terpenting diantara rasio profitabilitas yang lainnya. Semakin besar ROA menunjukkan kinerja yang semakin baik, karena tingkat pn=engembalian (return) semakin besar. 5. Hasil Atas Ekuitas (Return on Equity) Return on Equity adalah ukuran pengembalian yang diperoleh pemilik (baik pemegang saham biasa dan saham istimewa) atas investasi di perusahaan. Semakin tinggi pengembalian semakin baik. (Robert ANg, 1997).
Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan ekuitas untuk menghasilkan laba. Rasio ini juga dapat menunjukkan ;return’ yang diterima oleh pemilik modal dimana untuk mengukur ‘return’ ini adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan total ekuitas.
2.1.5.3.
Pengukuran Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas dalam penelitian ini menggunakan Return on Total Assets yaitu ukuran keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia disebut juga hasil atas investasi.
2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Peneliti dan No
Judul Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
Pengaruh price earning ratio, return on equity, dan net profit margin terhadap return saham pada industri rokok yang terdaftar di BEI
price earning ratio, return on equity, dan net profit margin dan return saham
Hasil penelitiannya membuktikan secara simultan ketiga rasio tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap return saham namun secara parsial hanya rasio net profit margin dan price earning ratio yang memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham
Tahun 1.
Leonardo Guntur (2009)
2.
Satria (2007)
Pengaruh rasio profitabilitas dan leverage terhadap return saham perbankan di BEJ
rasio profitabilitas, leverage dan return saham
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dan secara parsial return on equity dan debt to asset ratio berpengaruh terhadap return saham
3.
Ulupui (2005)
Pengaruh rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas dan profitabilitas terhadap return saham pada 13 perusahaan yang tergolong dalam barang konsumsi di BEJ
rasio likuiditas, aktivitas, solvabilitas, profitabilitas dan return saham
Hasil penelitiannya membuktikan bahwa rasio likuiditas, solvabilitas dan profitabilitas berpengaruh terhadap return saham.
4.
Farida Wahyudi Lusiana (2009)
Pengaruh rasio likuiditas, solvabilitas, rasio provitabilitas terhadap return saham yang terdaftar di BEI
Rasio likuiditas, solvabilitas, rasio provitabilitas dan return saham
Hasil penelitiannya membuktikan rasio liquiditas, dan profitabilitas, berpengaruh secara signifikan terhadap return saham sedangkan rasio solvabilitas mempunyai pengaruh tidak signifikan terhadap return saham
5.
Arista dan Astohar
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Return Saham
DER, EPS, ROA, PBV
Hasil risetnya menunjukkan bahwa DER dan PBV berpengaruh signifikan terhadap return saham, dan selebihnya tidak berpengaruh.
Analisis Pengaruh BETA, Size Perusahaan, DER, dan PBV Ratio terhadap Return Saham
BETA, Size perusahaan, DER, PBV Ratio, Return Saham
Hasil risetnya membuktikan Size dan PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan BETA berpengaruh tetapi tidak signifikan dan DER berpengaruh negatif tetapi signifikan
Analisis Pengaruh Fundamental Perusahaan Terhadap Return saham Perusahaan Sektor Property.
EPS, PER, BVPS, PBV, ROA, ROE dan Return saham
Hasil penelitiannya membuktikan secara simultan semua variabel independen berpengaruh terhadap return saham. Tetapi secara parsial hanya PBV yang berpengaruh terhadap return saham.
(2012)
6.
Sugiarto (2011)
7.
Sulistyandito dan Hakim (2013)
8.
Sari & Venusita (2013)
Pengaruh Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan Property dan Real Estate
EVA, EPS, ROE, NPM, dan return saham
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan semua variabel berpengaruh terhadap return saham. Secara parsial hanya ROE yang berpengaruh signifikan terhadap return saham
9.
Michell Suharli (2005)
Studi empiris terhadap dua faktor yang mempengaruhi return saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta
Debt to equity ratio, tingkat risiko dan return saham
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa rasio hutang dan tingkat risiko tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap return saham.
10.
Susilowati dan Turyanto (2011)
Reaksi signal rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap return saham perusahaan.
Rasio profitabilitas, rasio solvabilitas dan return saham
Hasil penelitian menunjukkan Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhada return saham . Dan Earning per Share (EPS), Net Profit Margin (NPM), Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2.3.
Kerangka Konseptual Berdasarkan Rumusan masalah dan teori yang ada maka penelitian ini
dapat digambarkan dalam skema kerangka konseptual yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Rasio Likuiditas (X1)
Rasio Leverage((X2) Return Saham (Y) Rasio Aktivitas (X3)
Rasio Profitabilitas (X3)
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Return saham memiliki peran yang signifikan dalam menentukan nilai dari suatu investasi. Suharli (2005) menyebutkan bahwa return saham dapat menjadi indikator untuk meningkatkan wealth para investor termasuk didalamnya para pemegang saham. Banyak faktor yang mempengaruhi return saham diantaranya adalah rasio likuiditas, leverage, aktivitas, dan profitabilitas. Perusahaan yang memiliki likuiditas yang baik maka memungkinkan pembayaran deviden dengan lebih baik pula. Dari sudut pandang pemberi pinjaman terdapat anggapan bahwa semakin tinggi nilai rasio lancar, maka semakin baik posisi pemberi pinjaman. Hal ini juga dapat dilihat dari sudut pandang investor, dimana semakin tinggi nilai rasio lancar akan memberikan perlindungan terhadap kemungkinan kerugian drastic bila terjadi kegagalan perusahaan. Kelebihan aktiva lancar yang besar atas kewajiban lancar tampaknya membantu melindungi klaim, karena persediaan dapat dicairkan dengan pelelangan atau karena tidak terdapat banyak masalah dalam penagihan oiutang usaha. Rasio leverage menggambarkan perbandingan hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Keuntungan perusahaan yang
rendah akan berdampak pada penurunan tingkat pengembalian (return) saham. Kreditur jangka panjang lebih menyukai leverage yang kecil karena menunjukkan bahwa semakin besar jumlah aktiva yang didanai oleh pemilik modal sehingga semakin kecil risiko kreditur yang secara tidak langsung akan mempengaruhi peningkatan return saham bagi pemilik modal. Rasio aktivitas mengukur sejauh mana efektivitas operasional perusahaan yang dijalankan. Rasio aktivitas dari inventory turnover yang artinya semakin tinggi
persentasenya
semakin
baik
yang
artinya
semakin
cepat
inventoridikonversikan menjadi kas. Semakin tinggi total assets turnover (TATO), maka semakin efisien perusahaan dalam menggunakan aktivanya untuk menghasilkan penjulan dan laba perusahaan juga dapat meningkat sehingga return saham yang diharapkan juga akan meningkat. Semakin tinggi profitabilitas akan semakin baik. Profitabilitas merupakan salah satu indikator penting untuk melihat sejauh mana investasi yang akan dilakukannya disuatu perusahaan mampu memberikan return saham yang sesuai dengan tingkat yang disyaratkan. Jadi semakin tinggi ROA suatu perusahaan akan semakin menarik minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, karena apabila ROA perusahaan tinggi berarti return saham yang akan diterimnya juga semakin besar.
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian kerangka pemikiran yang telah dikemukakan sebelumhya, hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “rasio
likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas berpengaruh terhadap return saham baik secara simultan maupun parsial pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI”.