BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis Dalam
Bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai Kapasitas Fiskal
(Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Dana Bagi Hasil dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) serta menjabarkan teori - teori yang melandasi penelitian ini dengan referensi atau keterangan tambahan yang dikumpulkan selama penelitian.
2.1.1. Kapasitas Fiskal Defenisi Kapasitas Fiskal menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.07/2008 adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah (tidak termasuk dana alokasi khusus, dana darurat, dana pinjaman lama dan penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu) untuk membiayai tugas pemerintahan setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan tersebut maka komponen Kapasitas fiscal adalah : Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Dana Alokasi Umum ( DAU ) dan Dana Bagi Hasil. Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 28 ayat 4 menyebutkan kapasitas fiskal daerah merupakan pendanaan yang berasal dari PAD dan Dana Bagi Hasil. Menurut 8 Sidik ada empat kriteria untuk menjamin sistem hubungan keuangan pusat-daerah
Universitas Sumatera Utara
yang baik. Pertama, harus memberikan kewenangan yang rasional dariberbagai tingkat pemerintahan mengenai penggalian sumber dana pemerintah dan kewenangan penggunaannya; kedua, menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber
dana
masyarakat
secara
keseluruhan
untuk
membiayai
pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan
pemerintah
daerah;
ketiga,
sejauh
mungkin
membagi
pengeluaran pemerintah secara adil di antara daerah-daerah, atau sekurangkurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu; dan keempat, pajak dan retribusi yang dikenakan pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat. Sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah ; pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pembiayaan, dan lain-lain pendapatan. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Desentralisasi fiskal merupakan konsekuensi logis dari diterapkan kebijakan otonomi daerah. Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah money follow functions, artinya penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintah membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan untuk 4 melaksanakan kewenangan tersebut. Perimbangan keuangan dilakukan melalui mekanisme dana perimbangan, yaitu pembagian penerimaan antar tingkatan pemerintahan guna menjalankan fungsifungsi pemerintahan dalam kerangka desentralisasi. Masalah keseimbangan
Universitas Sumatera Utara
anggaran menjadi masalah serius karena banyak pemerintah pusat tidak mengijinkan pemerintah daerah untuk melakukan utang kepada publik. Dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat menggunakan pendekatan expenditure assignment
dan
revenue
assigment.
Pendekatan
expenditure
assigment
menyatakan bahwa terjadi perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga peran local public goods meningkat. Kebijakan ini dapat dilakukan melalui dua tahap: Pertama; Menentukan secara umum batasan urusan pemerintah pusat dan daerah. Kedua; Membagi secara tegas urusan pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara spesifik untuk urusan yang bersifat “grey area”. Pendekatan ini mensyaratkan penentuan Standar Pelayanan Minimum (SPM) setiap urusan yang dilimpahkan ke pemerintah daerah sudah terindentifikasi, sehingga besarnya standar pengeluaran minimum (Standard Spending Assesement = SSA) untuk setiap penyediaan barang publik yang didaerahkan dapat diketahui. Ciri utama pendekatan revenue assigment yaitu memberikan peningkatan kemampuan keuangan, melalui alih sumber pembiayaan pusat kepada daerah, dalam rangka membiayai fungsi yang didesentralisasikan (Mahi, 2002 (c); Lewis, 2001 dan 2003, LPEM FE-UI, 2001). Penentuan sumber-sumber pembiayaan ke daerah dapat dilakukan dengan berpegangan pada tax assigment. Lima prinsip utama dalam menjalankan tax assigment dapat diuraikan sebagai berikut: Satu; Progressive redistributive taxes should be centralize, pajak untuk kepentingan redistribusi pendapatan menjadi tanggung jawab pemerintah pusat Dua: Taxes suitable for economic stabilization should be centralized, pajak untuk kepentingan stabilisasi perekonomian sebaiknya dipungut oleh pemerintah pusat. Tiga;
Universitas Sumatera Utara
Unequal tax bases among jurisdictions should be centralized. Misalnya pembebanan pajak terhadap deposit sumber daya alam menjadi tanggungjawab pemerintah pusat untuk menghindari geographical inequities dan menjaga allocative distortions. Empat;Taxes on mobile factors of production should be centralized. Objek pajak yang relatif tidak bergerak akan menjadi tanggungjawab pemerintah daerah. Artinya bahwa pemerintah pada level yang lebih rendah akan menghindari objek pajak yang mudah berpindah, karena pajak tersebut dapat mendistrosi aktivitas perekonomian. Lima; Residence-based taxes, such as excise, should be levied by local authorities. Hal ini dimungkinkan karena tidak ada potensi perpindahan antar daerah (Musgrave, Mahi, 2005).
2.1.2. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian regional. Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004 menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri :
Universitas Sumatera Utara
1. Pajak Daerah 2. Retribusi Daerah, 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. Menurut Undang-undang No. 33 tahun 2004 pasal 1, “Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku”.
Pendapatan
Asli
Daerah
merupakan sumber penerimaan daerah yang asli digali di daerah yang digunakan untuk modal dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usahausaha daerah untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat. Menurut Mardiasmo (2002:132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. Menurut Abdul Halim (2007:96) kelompok Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan :
a. Pajak Daerah. Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/ kota terdiri dari : 1) Pajak hotel 2) Pajak restoran 3) Pajak hiburan
Universitas Sumatera Utara
4) Pajak reklame 5) Pajak penerangan jalan 6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C 7) Pajak Parkir b. Retribusi Daerah. Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis Pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek. c. Hasil Pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup : 1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD. 2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD. 3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat. d. Lain-lain PAD yang sah. Pendapatan ini merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik Pemda. Rekening ini disediakan untuk mengakuntansikan penerimaan daerah selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut : 1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro.
Universitas Sumatera Utara
3) Pendapatan bunga. 4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah. 5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. 6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. 7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak. 9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum. 13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan dialokasikan dalam belanja. Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).
2.1.3. Dana Alokasi Umum
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengaturan keuangan menurut UU Nomor 25 tahun 1999 adalah provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke kabupaten dan kota yang disebut dengan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Dana Alokasi Umum adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan kepada semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik antar pemda di Indonesia (Kuncoro, 2004) Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut : 1.
Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal yaitu selisih antara kebutuhan fiskal dengan kapital fiskal.
2.
Instrumen untuk mengatasi horizontal balance yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya ditetapkan sepenuhnya oleh daerah.
3.
Equalization
grant
berfungsi
untuk
menetralisasi
ketimpangan
kemampuan keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan bagi hasil SDA yang diperoleh daerah. (Sigit, 2003; Kuncoro,2004) Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan pengeluarannya didalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting. DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat untuk pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah (dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sesuai dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan dengan Sesuai dengan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap, dimana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang terjadi karena
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang memiliki kemampuan relatif besar akan lebih kecil dan sebaliknya daerah-daerah yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif. Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et. al. (1985) dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat.
2.1.4. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil bersumber dari Pajak dan Penerimaan dari Sumber Daya Alam. Batasan mengenai definisi pajak dikemukakan oleh : (Munawir,2000), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan dengan tidak mendapat jasa timbal balik (tagen presties) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum (publieke uitgiven). Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa dalam mencapai kesejahteraan umum. Pajak adalah kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada Negara disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari
Universitas Sumatera Utara
Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum. Dari beberapa definisi tentang pajak tersebut,dapat disimpulkan pajak adalah merupakan iuran atau kewajiban yang ditarik pemerintah yang dapat dipaksakan dimana tidak ada imbal jasa secara langsung kepada pembayarnya untuk memelihara kesejahteraan umum. Unsur adalah sesuatu yang harus ada supaya sesuatu itu ada. Ciri adalah apa yang tampak dari luar kepada kita melalui panca indera.maka dapat disebutkan unsur-unsur dan ciri-ciri pajak adalah (Rochmat Soemitro, 2000)
Unsur-unsur pajak adalah : 1.Adanya penguasaan pemungut pajak 2.Adanya subjek pajak 3.Adanya objek pajak 4.Adanya masyarakat atau kepentingan umum 5.Adanya surat ketetapan pajak (SKP) 6.Adanya Undang-Undang pajak yang mendasari Ciri-ciri pajak adalah : 1.Pajak merupakan peralihan kekayaan dari perseorangan atau badan ke dalam kas negara. 2.Tanpa imbalan langsung yang dapat ditujukan dalam pembayaran pajak secara individu 3.Dapat dipaksakan 4.Pemungutannya berulang-ulang atau sekaligus
Universitas Sumatera Utara
5.Digunakan untuk membiayai pengeluaran Pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan 6.Pemungutannya dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung 7.Dapat digunakan sebagai alat pendorong atau penghambat 8.Sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan, termasuk kebijakan yang lazimnya disebut kebijakan fiscal. 9.Untuk dimasukan ke dalam kas Negara. Dalam hukum pajak terdapat pembagian jenis-jenis pajak yang dibagi dalam berbagai kelompok pajak. Cara pengelompokan pajak didasarkan atas sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam masingmasing pajak atau didasarkan pada ciri-ciri tertentu pada setiap pajak. Sifat atau ciri-ciri tertentu yang bersamaan dari setiap pajak dimasukan dalam suatu kelompok sehingga terjadilah pengelompokan atau pembagian (Munawir, 2000). 1. Pengelompokan pajak menurut golongannya a. Pajak Langsung. Yaitu pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain, atau menurut pengertian administrasif pajak yang dikenaan secara periodik/ berkala dengan menggunakan kohir. Kohir adalah surat ketetapan pajak dimana wajib pajak tercatat sebagai pembayar pajak dengan jumlah pajaknya yang terhutang, yang merupakan dasar dari penagihan. Misalnya : pajak penghasilan. b.
Pajak Tidak Langsung. Yaitu pajak yang oleh si penanggung dapat dilimpahkan kepada orang lain, atau menurut pengertian administratif pajak yang dapat dipungut tidak dengan kohir dan pengenaanya tidak secara
Universitas Sumatera Utara
langsung periodik tergantung ada tidaknya peristiwa atau hal yang menyebabkan dikenakannya pajak, misalnya : pajak penjualan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa. 2. Pengelompokan pajak menurut sifat-sifatnya a. Pajak Subjektif. Adalah wajib pajak yang memperhatikan pribadi wajib pajak, pemungutannya berpengaruh pada subjeknya, keadaan pribadi wajib pajak dapat mempengaruhi besar kecilnya pajak yang harus dibayar. b. Pajak Objektif. Adalah pajak yang tidak memperhatikan wajib pajak, tidak memandang siapa pemilik atau keadaan wajib pajak, yang dikenaan atas objeknya. 3. Pengelompokan pajak menurut wewenang pemungutannya a. Pajak Pusat. Adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat yang penyelenggaraannya di daerah dilakukan oleh inspeksi pajak setempat dan hasilnya digunakan untuk pembiayaan rumah tangga negara pada umumnya Yang termasuk dalam pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat adalah: 1) Pajak yang dikelola oleh inspektorat jendral pajak, misalnya: Pajak Penghasilan, pajak kekayaan, pajak pertambahan nilai barang dan jasa, pajak penjualan barang mewah, bea materai, IPEDA, bea lelang. 2) Pajak yang dikelola direktorat moneter, misalnya : pajak minyak bumi. 3) Pajak yang dikelola direktorat jendral bea cukai, misalnya : bea masuk, pajak eksport. b. Pajak Daerah. Adalah pajak yang dipungut oleh Daerah beradasarkan peraturanperaturan pajak yang ditetapkan oleh Daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga di daerahnya, misalnya : pajak radio,pajak
Universitas Sumatera Utara
tontonan.Fungsi pajak pada umumnya dibagi menjadi 2 yaitu : (Munawir, 2000) a. Fungsi Budgeter (penerimaan negara) Fungsi Budgeter dari pajak berarti bahwa pungutan pajak oleh Negara dilakukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Sesuai dengan anggaran pengeluaran rutin dan pembangunan setiap tahun, maka biaya tersebut sedapat mungkin bisa ditutup dengan penerimaan pajak yang dikumpulkan dari masyarakat berdasarkan peraturan perundangundang yang berlaku. Fungsi Regulereend (pengatur). Menurut fungsi ini pajak digunakan sebagai alat pengatur kebijakan ekonomidan sosial misalnya tingginya tingkat inflasi akan dapat ditekan Pemerintah dengan menaikan pajak penghasilan. Dalam pengenaan pajak Adam Smith telah mengajukan beberapa prinsip, yang dikenal dengan Smith Canon’s yaitu : (Suparmoko, 2000). a. Prinsip kesamaan /keadilan (Equity). Artinya pajak harus disesuaikan dengan kemampuan relatif dari setiap wajib pajak. Perbedaan dalam tingkat penghasilan harus digunakan sebagai dasar distribusi pembenaan pajak, sehingga bukan pajak dalam arti uang tetapi beban riil dalam arti kepuasan yang hilang. b. Prinsip kepastian (Certanty). Artinya pajak hendaknya tegas, jelas dan pasti bagi setiap wajib pajak sehingga mudah dimengerti dan memudahkan administrasi sendiri. c. Prinsip kecocokan (Convenience).Artinya pajak jangan sampai terlalu menekan wajib pajak, sehingga wajib pajak akan dengan suka rela dan senang hati melakukan pembayaran pajak kepada pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
d. Prinsip ekonomi (Economy). Artinya pajak hendaknya menimbulkan kerugian yang minimal dalam arti jangan sampai biaya pemungutannya lebih besar dari pada jumlah penerimaan pajak. Smith Canon’s ini masih dilengkapi oleh sarjana lain dengan prinsip satu lagi yaitua prinsip ketepatan (adequase) artinya pajak hendaknya dipungut tepat pada waktunya atau jangan sampai mempersulit posisi anggaran belanja pemerinta. Agar pemungutan pajak negara maupun pajak daerah tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan maka pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : (Munawir, 2000) a. Syarat keadilan. Adil yang dimaksud adalah adil yang bersifat horizontal dan adil yang bersifat vertikal. Adil yang bersifat horisontal adalah orang atau wajib pajak yang kondisinya sama haruslah memikul beban pajak yang sama pula. Sedangkan adil yang bersifat vertikal adalah orang atau wajib pajak yang kondisinya berbeda haruslah memikul beban pajak yang berbeda pula. b. Syarat yuridis (berdasarkan Undang-Undang). Pengungutan pajak haruslah mengacu pada hukum pajak yang berlaku sehingga dapat memberikan jaminan atau kepastian hukum yang perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara atau untuk warga negaranya. Seperti yang diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2 yang menyatakan bahwa : “ pengenaan pajak dan pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai ) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan Undang-Undang “. c. Syarat ekonomi. Pemungutan pajak dan kebijakasanaan pajak diusahakan jangan sampai mengganggu keseimbangan perekonomian. Bahkan sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
dengan adanya pajak maka perekoomian harus menjadi lebih baik. Hal ini tidak terlepas dari fungsi pajak sebagai pengatur perekonomian. d. Syarat finansial. Pemungutan pajak sedapat mungkin cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran-pengeluaran negara sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai sumber keuangan negara (fungsi budgetair). Oleh karena itu untuk melaksanakan pemungutan pajak hendaknya tidak memakan biaya pemungutan yang besar. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana. Untuk mencapai efisiensi pemungutan pajak serta untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung dan memperhitungkan pajaknya maka harus diterapkan sistem pemungutan pajak yang sederhana dan mudah dilaksanakan sehingga masyarakat tidak terganggu dengan permasalahan pajak yang sulit. Dana Bagi Hasil Pajak terdiri dari : a. PBB ( Pajak Bumi dan Bangunan ) 1. Sebesar 90% untuk Daerah dengan rincian: 16,2% untuk provinsi; 64,8% untuk kabupaten/kota; 9% untuk biaya pemungutan. 2. Sebesar 10% bagian Pemerintah dari penerimaan PBB dibagikan kepada seluruh daerah kabupaten dan kota didasarkan atas realisasi penerimaan PBB tahun anggaran berjalan, dengan imbangan: 65% dibagikan secara merata kepada seluruh daerah kabupaten dan kota; dan 35% dibagikan sebagai insentif kepada daerah kabupaten dan kota yang realisasi tahun sebelumnya mencapai/melampaui rencana penerimaan sektor tertentu.
Universitas Sumatera Utara
b. BPHTB ( Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ) Sebesar 80% dengan rincian: 16% untuk provinsi; 64% untuk kabupaten dan kota penghasil; 20% bagian Pemerintah dari penerimaan BPHTB dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk seluruh kabupaten dan kota. c. PPh Pasal 25 dan 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21. Sebesar 20% dibagi dengan imbangan 60% untuk kabupaten/kota dan 40% untuk provinsi. Sedangkan Dana Bagi Hasil yang diperoleh dari Penerimaan Sumber Daya Alam (SDA) yang terdiri dari : a. Kehutanan 1.
Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) dan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah yang dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; 32% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% dibagikan dengan porsi yang sama besar untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
2.
Dana Reboisasi dibagi dengan imbangan sebesar 60% untuk Pemerintah dan
40% untuk Daerah. 60% bagian Pemerintah digunakan untuk
rehabilitasi hutan dan lahan secara nasional; dan
40% bagian daerah
digunakan untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di kabupaten/kota penghasil b. Pertambangan umum Sebesar 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah. Penerimaan Pertambangan Umum terdiri atas: Penerimaan Iuran Tetap (Land-rent); dan Penerimaan Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti). Dana Bagi Hasil
Universitas Sumatera Utara
dari Penerimaan Negara Iuran Tetap (Land-rent) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; dan 64% untuk kabupaten/kota penghasil. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara Iuran Eksplorasi dan Iuran Eksploitasi (Royalti) yang menjadi bagian Daerah dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; 32% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. c. Perikanan Sebesar 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk seluruh kabupaten/kota. Penerimaan Perikanan terdiri atas: Penerimaan Pungutan Pengusahaan Perikanan; dan Penerimaan Pungutan Hasil Perikanan d. Pertambangan minyak bumi Penerimaan Pertambangan Minyak Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 84,5% untuk Pemerintah; dan 15,5% untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi untuk Daerah sebesar 15% dibagi dengan rincian: 3% dibagikan untuk provinsi; 6% dibagikan untuk kabupaten/kota penghasil; dan 6% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dengan rincian: 0,1% dibagikan untuk provinsi; 0,2% untuk kabupaten/ kota penghasil; dan 0,2% untuk kabupaten/ kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan e. Pertambangan gas bumi
Universitas Sumatera Utara
Penerimaan Pertambangan Gas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dibagi dengan imbangan: 69,5% untuk Pemerintah; dan 30,5% untuk Daerah. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 30% dibagi dengan rincian: 6% dibagikan untuk provinsi; 12% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 12% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi bersangkutan. Dana Bagi Hasil dari Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi untuk Daerah sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar dengan rincian: 0,1% dibagikan untuk provinsi; 0,2% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 0,2% dibagikan untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. f. Pertambangan panas bumi Pertambangan Panas Bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan yang merupakan Penerimaan Negara
Bukan Pajak, dibagi
dengan imbangan 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah yang terdiri atas: Setoran Bagian Pemerintah; dan Iuran tetap dan iuran produksi. Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Pertambangan Panas Bumi yang dibagikan kepada Daerah dibagi dengan rincian: 16% untuk provinsi; 32% untuk kabupaten/kota penghasil; dan 32% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan. 2.1.5. Indeks Pembangunan Manusia Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel India Amartya Sen dan seorang ekonom Pakistan Mahbub ul Haq, serta dibantu
Universitas Sumatera Utara
oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu indeks ini dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. Amartya Sen menggambarkan indeks ini sebagai "pengukuran vulgar" oleh karena batasannya. Indeks ini lebih berfokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara dalam 3 dimensi dasar pembangunan manusia: a. hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran. b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga). c. standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari produk domestik bruto per kapita dalam paritasi daya beli. Setiap tahun Daftar negara menurut IPM diumumkan berdasarkan penilaian diatas. Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati hidup sehat, umur panjang dan menjalankan kehidupan yang produktif.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mewujudkan tercapainya ketiga unsur tersebut dilakukan upaya konkrit dan berkesinambungan. Misalnya untuk mencapai umur panjang (Angka Harapan Hidup) yang tinggi, harus didukung oleh tingkat kesehatan yang baik, status gizi baik dan semua prasarana kesehatan lingkungan yang baik. Untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan, manusia harus meningkatkan kualitas pendidikannya, pembangunan pendidikan harus diutamakan dimana angka melek huruf ditingkatkan. Untuk itu rata-rata lama bersekolah harus diatas 12 tahun atau setingkat tamat SLTA. Disamping itu penduduk harus mempunyai kesempatan untuk merealisasikan pengetahuan dan keterampilannya dengan tersedianya lapangan pekerjaan, sehingga dapat direfleksikannya dalam kegiatan produktif yang menghasilkan pendapatan bagi manusia. Dengan pendapatan tersebut dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara meningkatnya daya beli. Akhirnya dengan ketiga unsur tersebut diatas diharapkan masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidupnya dan mencapai standar hidup layak. Selain itu secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas mengandung konsep teori pembangunan ekonomi, yang konvensional termasuk modal pertumbuhan ekonomi, pembangunan sumber daya manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan dan pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Modal
pertumbuhan
ekonomi
berkaitan
dengan
pembangunan
SDM
menempatkan manusia terutama sebagai input pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup. Dalam Human Development Report pertama tahun 1990, UNDP mengingatkan, tujuan utama pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human welfare). Indikator
Universitas Sumatera Utara
kemajuan tidak hanya dengan pendapatan perkapita, tetapi harus mencapai pembangunan manusia. Maka kebijakan-kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan kegiatan pembangunan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Berhasilnya pembangunan di suatu daerah maupun suatu negara dapat dilihat di wilayah itu. Oleh sebab itu perlu dibuat suatu ukuran tingkat keberhasilan pembangunan manusia melalui konkrit kenikmatan yang dicapai oleh manusia itu sendiri, upaya untuk membuat ukuran/tingkat pencapaian pembangunan manusia pada suatu daerah harus mampu memberikan gambaran tentang kesejahteraan penduduk dan sekaligus besaran tingkat capaian terhadap sasaran ideal pada waktu tertentu. Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human Development Index/HDI) merupakan indikator komposit tunggal pembangunan manusia, tetapi telah memperhatikan tiga hal yang paling penting yaitu angka harapan hidup waktu lahir, angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah sebagai ukuran pencapaian pendidikan serta pengeluaran konsumsi yang mencerminkan kemampuan dayabeli.
2.1.5.1 Defenisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living). Secara umum metode penghitungan IPM yang disajikan dalam penelitian ini sesuai dengan metode yang digunakan The United Nations Development Programme (UNDP) dalam menghitung HDI ( Human Devolepment Index ).
Universitas Sumatera Utara
Setiap tahun sejak 1990, Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (human development index - HDI) yang mengartikan definisi kesejahteraan secara lebih luas dari sekedar pendapatan domestik bruto (PDB). HDI memberikan suatu ukuran gabungan tiga dimensi tentang pembangunan manusia: panjang umur dan menjalani hidup sehat (diukur dari usia harapan hidup), terdidik (diukur dari tingkat kemampuan baca tulis orang dewasa dan tingkat pendaftaran di sekolah dasar, lanjutan dan tinggi) dan memiliki standar hidup yang layak (diukur dari paritas daya beli/ PPP, penghasilan). Indeks tersebut bukanlah suatu ukuran yang menyeluruh tentang pembangunan manusia. Sebagai contoh, ia tidak menyertakan indikator-indikator penting seperti misalnya ketidaksetaraan dan sulit mengukur indikator-indikator seperti penghargaan terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan politik. Indeks ini memberikan sudut pandang yang lebih luas untuk menilai kemajuan manusia serta meninjau hubungan yang rumit antara penghasilan dan kesejahteraan.
Komponen-komponen Indeks Pembanguan Manusia menurut The United Nations Development Programme (UNDP)
dalam Laporan Pembangunan Manusia (Human
Development Report) setiap tahun sejak tahun 1990 telah menerbitkan indeks pembangunan manusia (human development index - HDI) terdiri dari :
a. Usia Hidup Usia hidup diukur dengan angka hidup waktu lahir (life expectancy at birth) yang biasa dinotasikan dengan e 0 . Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e 0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live-births) dan rata-rata anak yang masih hidup (still living) per wanita usia 15-49 tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Penghitungan e 0 dilakukan dengan menggunakan sofware mortpak life. Angka e 0 yang diperoleh
Universitas Sumatera Utara
dengen metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. b. Pengetahuan Seperti halnya UNDP komponen IPM pengetahuan diukur dengan dua indikator yaitu angka melek huruf (literacy rate) penduduk 10 tahun keatas dan rata-rata lama sekolah (mean-yearsof schooling). Sebagai catatan, UNDP dalam publikasi tahunan HDR sejak 1995 mengganti rata-rata lama sekolah dengan partisipasi sejak 1995 mengganti ratarata lama sekolah dengan partisipasi sekolah dasar, menengah, dan tinggi karena alasan kesulitan memperoleh datanya sekalipun diakui bahwa indikator yang kedua kurang sesuai dengan indikator dampak. Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lama sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah
dijalani,
dan
jenjang
pendidikan
tertinggi
yang
ditamatkan. c. Standar Hidup Layak Berbeda dengan UNDP yang menggunakan indikator GDP per kapita riil yang telah disesuaikan (adjusted real GDP per capita) sebagai indikator standar hidup layak. Penulisan ini menggunakan indikator ”rata-rata pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan” (adjusted real per capita expenditure). Sumber data yang digunakan adalah Susenas dan survei lain yang mendukung.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5.2. Tahapan Penghitungan IPM dan Penentuan Status IPM Tahapan penghitungan IPM yaitu: Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masing-masing komponen IPM (e 0 , Pengetahuan dan Standard Hidup Layak) dengan hubungan matematis sebagai berikut : Indek = (Xi) = (Xi - Xmin)/(Xmaks-Xmin Xi = Indikator Komponen IPM ke – i (i = 1,2,3) Xmin = Nilai minimum Xi Xmaks = Nilai Maksimum Xi Persamaan diatas akan menghasilkan nilai 0 < Xi < 1, untuk mempermudah cara membaca skala dinyatakan dalam 100 persen 0 < Xi < 100
sehingga interval nilai menjadi Tahapan
kedua
penghitungan
IPM
adalah
menghitung
rata-rata
sederharan dari masing-masing indeks Xi dengan hubungan matematis IPM = 1/3 Xi = 1/3 (X (1) + X (2) + X (3)) dimana : X(1) = Indeks Angka Harapan Hidup X(2) = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata lama sekolah) X(3) = Indeks Konsumsi per Kapita yang disesuaikan
Tabel 2.1. Nilai Maksimum dan Minimum Indikator Komponen IPM Indikator Nilai Nilai Keterangan Maksimum Minimum (1) (2) (3) (4) Angka Harapan Hidup
85
25
Sesuai standar global (UNDP)
Angka Melek Huruf
100
0
Sesuai standar global (UNDP)
Universitas Sumatera Utara
Rata-rata lama sekolah
15
Konsumsi per 859,3 kapita yang disesuaikan (Rp.000) Sumber : Biro Pusat Statistik 200 Untuk
melihat
0 421,6
perkembangan
Sesuai standar global (UNDP) UNDP menggunakan GDP per kapita riil yang disesuaikan
tingkatan
status
IPM
dikabupaten/kota, dibedakan 4 kriteria dimana status menengah dipecah menjadi dua seperti dibawah ini: 1. Rendah dengan nilai IPM kurang dari 50 2. Menengah Bawah dengan nilai IPM berada diantara 50 sampai kurang dari 66 3. Menengah Atas dengan nilai IPM berada antara 66 sampai kurang dari 80 4. Tinggi dengan nilai IPM lebih atau sama dengan 80 Jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria rendah hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketinggalannya. Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria menengah hal ini berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan. Jika daerah tersebut mempunyai status pembangunan manusia tinggi hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut sudah baik/optimal maka perlu dipertahankan supaya kualiatas sumber daya manusia tersebut lebih produktif sehingga memiliki produktivitas yang tinggi.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya. Hadi Sofyan (2008) meneliti pengaruh Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum ( DAU) berpengaruh signifikan terhadap terhadap Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ). Andrea (2009) meneliti DAU berpengaruh positif terhadap belanja modal, Belanja Modal berpengaruh terhadap Kualitas Pembangunan Manusia. Brata (2004), dalam penelitiannya tentang “Hubungan Timbal-Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Kabupaten/kota di Indonesia. Dengan menggunakan metode regressi berganda, beliau menemukan variabel pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan memberikan pengaruh positif terhadap pembangunan manusia. Semakin besar alokasi pengeluaran bidang pendidikan dan kesehatan semakin baik pula IPM dicapai. Variabel investasi swasta berpengaruh negatif terhadap IPM. Hal ini dimungkinkan karena karakteristik investasi swasta tidak dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Variabel IG berpengaruh positif terhadap IPM, artinya semakin merata distribusi pendapatan semakin baik pula pembangunan manusia. Variabel lagIG menunjukkan pengaruh negatif yang berarti pada jangka panjang akan semakin sulit meningkatkan kualitas SDM melalui distribusi pendapatan. Hendrik (2009) dalam penelitiannya : Analisis Pengaruh Kapasitas Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Kabupaten Dairi.
Model yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan dalam penelitian ini adalah model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Hasil estimasi menunjukan bahwa Hasil estimasi menunjukan bahwa nilai (R2) sebesar 0,954 menunjukkan bahwa variabel independen yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BH), Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan PDRBt-1 mampu menjelaskan variasi perkembangan PDRB sebesar 95,4%, sedangkan sisanya sebesar 4,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Berdasarkan uji t-statistik (hitung) diketahui bahwa ada 3 variabel yang mempengaruhi secara signifikan terhadap PDRB di Kabupaten Dairi, ketiga variabel tersebut yaitu PDRBt-1 prob sebesar 0,0001 < 0,05, kemudian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak pada prob 0,042 < o,o5, dan PAD sebesar 0,074 < 0,10. Sedangkan variabel Dana Alokasi Umum (DAU) tidak signifikan mempengaruhi PDRB di kabupaten Dairi.Berdasarkan Uji
Asumsi
Klasik
bahwa
model
terlepas
dari
masalah
linieritas,
multikolinearitas dan autokorelasi.Berdasarkan nilai F-statistik (hitung) sebesar 119,20 yang signifikan pada tingkat keyakinan 95% (α = 5%) bila dibandingkan dengan angka F tabel = 3,94, ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama (serempak) yaitu variabel Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BH), Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan PDRBt-1 mampu mempengaruhi secara signifikan variabel PDRB di Kabupaten Dairi.
Maiharyanti ( 2010), dalam penelitiannya tentang “ Pengaruh Pendapatan
Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dan
Belanja Modal sebagai Variabel Intervening Pada Pemerintah Kabupaten dan Kota di Nanggroe Aceh Darussalam “ Secara simultan DAU, DAK,
Universitas Sumatera Utara
PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja modal, hasil koefisien jalur DAU tidak berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Belanja Modal sedangkan PAD berpengaruh secara parsial, Belanja Modal berpengaruh secara parsial terhadap Indeks Pembangunan Manusia. Model alisis data yang digunakan adalah Path analisis model Trimming. Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman untuk melakukan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti /Tahun Hadi Sofyan (2008)
Judul Penelitian
Variabel yang digunakan
Metode Analisis Data
Pengaruh PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, DAU terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM ) Kabupaten / Kota Propinsi Jawa Timur Tahun 2000 – 2004 Hubungan Antara Dana Alokasi Umum, Belanja Modal Dan Kualitas Pembangunan Manusia
PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, DAU, IPM
Metode Analisis Data Panel, Model Estimasi Random Effect Model.
DAU, Belanja Modal, Indeks Pembangunan Manusia
Brata (2004)
Hubungan Timbal-Balik Antara Pembangunan Manusia dan Kinerja Ekonomi Kabupaten/kota di Indonesia
Yon Hendrik ( 2009 )
Analisis Pengaruh Kapasitas Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Dairi
Variabel independen pengeluaran pemerintah bidang pendidikan dan kesehatan. Variabel dependen Indeks Pembangunan Variael independen : Bagi hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, Pendapatan Asli Daerah, PDRBt-1. Variabel dependen PDRB
Teknik Analisis Statistik Inferensia, Dengan Menggunakan Regresi Sederhana (Si R i) Regresil Berganda
Eva Maiharya nti ( 2010 )
Pengaruh Pendapatan Daerah Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Dan Belanja Modal sebagai Variabel Intervening Pada Pemerintah Kabupaten / Kota di Aceh Nanggroe Darussalam
Fhino Andrea (2009)
Variabel Independen : Pendapatan Daerah ( PAD,DAU,DAK) Variabel Intervening Belanja Modal. Variabel Dependen Indeks Pembangunan Manusia.
Hasil Penelitian PAD, Dana Bagi Hasil Pajak, Dana Bagi Hasil Bukan Pajak, DAU berpengaruh signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia. DAU berpengaruh positif terhadap belanja Modal, Belanja Modal berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan M Variabei Pengeluaran Pemerintah bidang Pendidikan dan Kesehatan berpengaruh positif terhadap IPM .
Model ekonometrika dengan metode Ordinary Least Square (OLS)
Metode analisis data Path analisis, model Triming
Secara bersama-sama (serempak) yaitu variabel Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak (BH), Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan PDRBt-1 mampu mempengaruhi secara signifikan variabel PDRB di Kabupaten Dairi Secara simultan Pendapatan Daerah berbengaruh terhadap Belanja Modal, Secara parsial DAU tidak berpengaruh terhadap Belanja Modal sedangkan PAD berpengaruh secara parsial, Belanja Modal berpengaruh terhadap Indeks Pembanguan Manusia.
Universitas Sumatera Utara