BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan analisis pengaruh kualitas pelayanan dalam penulisan tesis ini adalah sebagai berikut: Nugroho dan Sumadi (2005), melakukan penelitian dengan judul ”Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Kepuasan Wajib Pajak: Studi Pada Objek Pajak Penghasilan Di KPP Yogyakarta Satu”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan wajib pajak: studi pada objek pajak penghasilan di KPP Yogyakarta Satu. Populasi penelitian ini adalah semua wajib pajak ataupun badan usaha yang terkena kewajiban pembayaran pajak penghasilan di wilayah Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul yang merupakan wilayah kerja KPP Yogyakarta Satu. Oleh karena populasi bersifat relatif homogen, maka digunakan metode random sampling dengan 100 orang responden. Pengumpulan data diperoleh dengan cara membagikan kuesioner yang dibagikan kepada para responden. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan memanfaatkan program SPSS Version 11.0 for Windows 2000.
Hasil penelitiannya adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a.
Variabel ketanggapan (responsibility) dan jaminan (assurance) mendapat penilaian dengan kategori baik, variabel empati (empathy) dan wujud fisik (tangibility) dengan kategori cukup baik. Rata-rata responden merasa cukup puas dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak.
b.
Dari hasil analisis regresi berganda yang disajikan disimpulkan bahwa variabel kehandalan (reliability), ketanggapan (responsibility), dan jaminan (assurance) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan masyarakat wajib pajak tetapi variabel empati (empathy) dan wujud fisik (tangibility) tidak berpengaruh signifikan.
Secara simultan kelima variabel tersebut berpengaruh terhadap
kepuasan masyarakat wajib pajak. c.
Variabel ketanggapan (responsibility) mempunyai pengaruh dominan terhadap kepuasan masyarakat wajib pajak di lingkungan Kantor Pelayanan Pajak. Terdapat persamaan penggunaan variabel bebas yang diteliti, yaitu variabel
kualitas pelayanan terdiri dari:
kehandalan, ketanggapan, jaminan, empati, dan
wujud fisik. Variabel terikat yang diteliti juga sama yaitu kepuasan wajib pajak. Namun terdapat perbedaan yaitu penelitian terdahulu meneliti di bidang Pajak Penghasilan, sedangkan dalam penelitian ini meneliti di bidang pengurusan administrasi sektor Pajak BPHTB.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Pelayanan dan Permasalahannya Kepuasan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
(hasil) yang mdia rasakan dengan harapannya (Supranto, 2001 : 233). Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Pelanggan (dalam hal ini wajib pajak) dapat mengalami salah satu dari tiga tingkat kepuasan yang umum. Kalau kinerja dibawah harapan maka pelanggan kecewa, kalau kinerja sesuai harapan maka pelanggan puas, senang atau gembira, sedangkan kalau kinerja melampaui harapan maka pelanggan akan merasa sangat puas. Pada banyak perusahaan di dunia, tingkat pelayanan yang membuat konsumen merasa puas adalah pelayanan yang berpihak kepada konsumen.
Jika
pelayanan yang diberikan berpihak kepada konsumen maka akan merasa kepentingannya diperhatikan.
Layanan yang baik mampu mengangkat tingkat
penjualan produk, karena konsumen merasa puas dengan tingkat pelayanan yang diberikan.
Dan situasi seperti inilah yang agak terabaikan pada perusahaan-
perusahaan pelayanan umum dan kantor-kantor pemerintahan di negeri kita. Lalu sampai berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan/kantor pelayanan jasa
untuk dapat memberikan layanan dengan kualitas terbaiknya,
sehingga mampu memberikan kepuasan kepada konsumen/masyarakat. Kebijakan memperbaiki bentuk pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat merupakan suatu kebijakan yang menjadi tuntutan yang harus dipenuhi oleh perusahaan pelayanan publik atau kantor-kantor pemerintah. Kebijakan yang
Universitas Sumatera Utara
tidak mengedepankan bentuk pelayanannya menjadi lebih baik daripada pelayanan sebelumnya merupakan perusahaan/kantor yang tidak peduli pada tuntutan kebutuhan masyarakat pada umumnya, dan dikhawatirkan tidak memiliki manajemen yang professional.
Mengingat fungsi dan tugasnya sebagai kepanjangan tangan
pemerintah maka pengelolaan manajemennya tidak lagi menjadi fokus utama.
Pada
kenyataannya pengelolaan pelayanan publik masih saja berjalan apa adanya seperti ada semacam keengganan untuk merubah pola pelayanannya menjadi public oriented. Kebijakan perusahaan pelayanan publik/kantor-kantor pemerintah
untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dengan menempatkan sumber daya manusia berkualitas dan professional pada lini terdepan, merupakan upaya manajemen dalam mengantisipasi tuntutan masyarakat akan pelayanan professional dari produk/jasa yang ditawarkan. Seperti halnya kebijakan pengembangan SDM professional dalam hal ini harus diiringi dengan perilaku SDM pembelajar yang terus menerus menggali dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan tuntutan tugas.
Bila tidak
demikian, maka kebijakan yang telah ditetapkan untuk memberikan pelayanan dan kualitas pelayanan terbaiknya tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, untuk menjadikan SDM professional tidak cukup hanya memiliki ketrampilan dan penguasaan tugas, tetapi juga harus memiliki sikap dan perilaku yang mendukung serta motivasi yang tinggi dalam pelaksanaan pekerjaannya.
Hal ini mengingat tuntutan kebutuhan SDM professional merupakan
tuntutan kebutuhan yang tidak terelakkan dalam era globalisasi.
Tuntutan
profesionalisme dalam bidang pelayanan bagi perusahaan yang bergerak
pada
Universitas Sumatera Utara
bidang
pelayanan
umum (public service) menjadi suatu tuntutan yang mutlak
harus dipenuhi, masyarakat sekarang semakin kritis.
Apabila di bidang pelayanan
umum kebutuhan SDM professional yang mampu melayani dengan baik menjadi yang wajib dimiliki oleh perusahaan/kantor pemerintah yang memberikan pelayanan umum (public service). Kemampuan melayani dari tenaga kerja yang bersangkutan didasarkan pada perilaku dan motivasi dalam pelaksanaan pekerjaan, pembenahan perilaku dan motivasi seseorang dalam kaitannya dengan pelaksanaan pekerjaan berhubungan erat dengan pembelajaran dan penguasaan soft skills bagi tenaga kerja yang bersangkutan, penguasaaan ketrampilan melayani ini menjadi dasar bagi seseorang untuk nantinya memberikan pelayanan sesuai ekspektasi. Dengan demikian diharapkan bahwa peralihan dari Pajak Pusat kepada Daerah dari segi pelayanannya harus tetap terjaga bahkan lebih ditingkatkan lagi. Peralihan Pajak Pusat kepada Daerah
adalah
suatu peristiwa
bersejarah
dan
merupakan langkah berani dan dijiwai semangat reformasi. Desentralisasi akan melahirkan Otonomi Daerah dimana daerah diberi keleluasaan untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri. Prinsip dasar penyelenggaraan otonomi yaitu pengembangan demokratisasi, peningkatan peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta pengembangan dan keanekaragaman daerah.
Inilah kesempatan
daerah untuk menunjukkan prestasi serta tanggung jawabnya dalam pembangunan daerah termasuk mencari dan mengelola sumber-sumber penerimaan daerah. Dengan peralihan pajak ini maka Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan potensi-
Universitas Sumatera Utara
potensi penerimaan di daerahnya. Untuk mencari dan menggali potensi yang ada di dalam masyarakat dibutuhkan kerja keras dari para tenaga kerja serta payung hukum untuk melindungi dan mengatur tata laksana peraturan yang telah ditetapkan.
2.2.2
Pengertian Kualitas Pelayanan dan Prinsip Pelayanan Perusahaan yang ingin berkembang dan mendapatkan keunggulan yang
kompetitif harus dapat memberikan produk berupa barang dan jasa yang berkualitas dengan harga yang bersaing, penyerahan lebih cepat dan pelayanan yang baik kepada para pelanggan. Untuk memenuhi kepuasan pelanggan pada industri jasa, kualitas pelayanan sangat penting dikelola perusahaan dengan baik.
Tidak hanya di
perusahaan-perusahaan swasta, perusahaan-perusahaan milik negara seperti : BUMN dan BUMD juga kantor-kantor Pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan terhadap masyarakat juga perlu meningkatkan kualitas pelayanannya agar dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat yang dilayaninya. Menurut Wyckof dalam Tjiptono (2001 : 59) mendefinisikan kualitas pelayanan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan/konsumen. Definisi Pelayanan menurut Kotler dalam Nasution (2005 : 98) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada
Universitas Sumatera Utara
dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produknya mungkin terikat atau tidak terikat pada produk fisik. Dalam tesis ini pengaruh kualitas pelayanan adalah pelayanan yang menyangkut publik/masyarakat atau dikenal dengan istilah Pelayanan Publik. Definisi Pelayanan Publik menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik pada Bab I, pasal 1 ayat 1 adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Guna mendukung tujuan pemerintah dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak, maka pembentukan Undang-Undang ini bertujuan agar terselenggaranya pemenuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundanganundangan yang berlaku.
Dengan demikian masyarakat sebagai wajib pajak akan
merasakan manfaat dari pelayanan yang diberikan sekaligus merupakan perwujudan kepatuhan masyarakat dalam pembayaran pajak untuk negara.
Peningkatan kualitas
dan kuantitas pelayanan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kepada wajib pajak sebagai pelanggan sehingga meningkatkan kepatuhan dalam bidang perpajakan. Dengan demikian diharapkan wajib pajak dapat memenuhi kewajiban membayar pajaknya agar penerimaan dari sektor pajak semakin meningkat guna membiayai pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Paradigma baru yang
Universitas Sumatera Utara
menempatkan Aparat Pemerintah sebagai abdi negara dan abdi masyarakat harus diutamakan agar dapat meningkatkan kinerja pelayanan publik. Aparat Pajak harus senantiasa melakukan perbaikan kualitas pelayanan dengan tujuan agar dapat meningkatkan kepuasan dan kepatuhan wajib pajak. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan
kepekaan dan hubungan interpersonal agar tercipta
kepuasan dan keberhasilan (Boediono, 2003: 60).
Hakikat pelayanan umum yang
berkualitas adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah di bidang pelayanan umum. b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna (efektif dan efisien). c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa, dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan yang berkualitas adalah pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan tetap dalam batas memenuhi standar pelayanan yang dapat dipertangungjawabkan serta harus dilakukan secara terus-menerus. Secara sederhana definisi kualitas adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pihak yang menginginkannya (Boediono, 2003 : 113).
Dengan demikian, yang
dikatakan kualitas di sini adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan : a. Produk yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; b. Jasa yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; c. Suatu proses yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan; d. Lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Untuk menciptakan kualitas, pelayanan harus diproses secara terus-menerus dan prosesnya mengikuti jarum jam, yaitu dimulai dari apa yang dilakukan, menjelaskan
bagaimana
mengerjakannya,
memperlihatkan
bagaimana
cara
mengerjakan, diakhiri dengan menyediakan pembimbingan, dan mengoreksi, sementara mereka mengerjakan. Menurut Boediono (2003 : 63) bahwa rangkaian kegiatan terpadu yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan adalah sebagai berikut: a. Pelayanan umum yang sederhana Pelayanan umum berkualitas apabila pelaksanaannya tidak menyulitkan, prosedurnya tidak banyak seluk-beluknya, persyaratan mudah dipenuhi pelanggan. Tidak berteletele, tidak mencari kesempatan dalam kesempitan.
Universitas Sumatera Utara
b. Pelayanan umum yang terbuka Aparatur yang bertugas melayani pelanggan harus memberikan penjelasan sejujurjujurnya, apa adanya dalam peraturan atau norma, jangan menakut-nakuti, jangan merasa berjasa dalam memberikan pelayanan agar tidak timbul keinginan mengharapkan imbalan dari pelanggan.
Standar pelayanan harus diumumkan,
ditempel pada pintu utama kantor. c. Pelayanan umum yang lancar Untuk menjadi lancar diperlukan sarana yang menunjang kecepatan dalam menghasilkan output d. Pelayanan umum yang dapat menyajikan secara tepat Yang dimaksud tepat di sini adalah tepat arah, tepat sasaran, tepat waktu, tepat jawaban, dan tepat dalam memenuhi janji.
Misal Kantor Pelayanan Pajak dalam
melakukan penagihan pajak tepat pada waktu wajib pajak mempunyai uang. e. Pelayanan umum yang lengkap Lengkap berarti tersedia apa yang diperlukan oleh pelanggan. Untuk dapat menjamin pelayanan berkualitas harus didukung sumber daya manusia dan sarana yang tersedia. f. Pelayanan umum yang wajar Pelayanan umum yang wajar berarti tidak ditambah-tambah menjadi pelayanan yang bergaya mewah, tidak dibuat-buat, pelayanan biasa seperlunya sehingga tidak memberatkan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
g. Pelayanan umum yang terjangkau Dalam memberikan pelayanan, uang retribusi dari pelayanan yang diberikan harus dapat dijangkau oleh pelanggan. Pelayanan yang berkualitas harus dapat memberikan 4K, yaitu keamanan, kenyamanan, kelancaran, dan kepastian hukum (Boediono, 2003: 67). pelayanan
dapat
diukur dengan
Kualitas
kemampuan memberikan pelayanan yang
memuaskan, dapat memberikan pelayanan dengan tanggapan, kemampuan, kesopanan, dan sikap dapat dipercaya yang dimiliki oleh Aparat Pajak. Di samping itu, juga kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, memahami kebutuhan wajib pajak, tersedianya fasilitas fisik termasuk sarana komunikasi yang memadai, dan pegawai yang cakap dalam tugasnya. Oleh sebab itulah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Bab V, pasal 17 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: 1.
Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan.
2.
Kejelasan a. Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik. b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Universitas Sumatera Utara
c. Rincian pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3.
Kepastian dan tepat waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5.
Tidak diskriminatif Tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
6.
Bertanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan
pelayanan
dan
penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. 7.
Kelengkapan sarana dan prasarana Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8.
Kemudahan akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.
9.
Kejujuran
10. Kecermatan Hati-hati, teliti, telaten.
Universitas Sumatera Utara
11. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan Aparat penyelenggara pelayanan harus disiplin, sopan, ramah, dan memberikan pelayanan dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hakhaknya. 12. Keamanan dan kenyamanan Proses produk dan pelayanan publik dapat memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum.
2.2.3
Kepuasan Pelanggan
2.2.3.1 Pengertian Kepuasan Pelanggan Banyak kajian literature yang membahas tentang definisi kepuasan pelanggan (customer satisfaction).
Walaupun definisi-definisi tersebut bervariasi namun
beberapa pakar seperti Giese dan Cote dari Washingtong State University telah menemukan kesamaan dalam komponen utama tentang kepuasan (Tjiptono, 2007 : 195) yaitu: 1. Kepuasan pelanggan merupakan respon (emosional atau kognitif). 2. Respon tersebut menyangkut fokus tertentu (ekspektasi produk, pengalaman konsumsi dan seterusnya). 3. Respon terjadi pada waktu tertentu (setelah konsumsi, setelah pemilihan produk/jasa, berdasarkan pengalaman akumulatif, dan lain-lain).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Kotler (2002 : 42) bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil dari suatu produk dan harapan-harapannya. Pemahaman terhadap harapan-harapan pelanggan oleh supplier merupakan input untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas produk baik barang maupun jasa.
Kunci keputusan pelanggan berkaitan dengan kepuasan terhadap
penilaian produk barang dan jasa.
Kerangka kepuasan pelanggan terletak pada
kemampuan supplier dalam memahami kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan sehingga penyampaian produk baik barang maupun jasa sesuai dengan harapan pelanggan. Selain faktor-faktor tersebut di atas, dimensi waktu juga mempengaruhi tanggapan/persepsi pelanggan terhadap kualitas produk yang ditawarkan. Jika dikaitkan dengan penelitian ini dapat dijelaskan bahwa pelanggan dalam hal ini adalah wajib pajak; supplier adalah instansi terkait yang menangani pelayanan di bidang pajak yaitu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah; sedangkan produk dikaitkan dengan pelayanan yang diberikan oleh aparat/petugas pelayanan pajak khususnya Pajak BPHTB.
2.2.3.2
Pengukuran kepuasan pelanggan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Ada beberapa metode yang bisa digunakan setiap perusahaan untuk mengukur dan memantau kepuasan pelanggannya dan pelanggan pesaing. Menurut Kotler, et.
Universitas Sumatera Utara
al dalam Tjiptono (2007 : 210) mengindentifikasikan empat metode untuk mengukur kepuasan pelanggan yaitu: 1. Sistem Keluhan dan Saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu menyediakan kesempatan dan akses yang mudah dan nyaman bagi para pelanggannya guna menyampaikan saran, kritik, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang ditempatkan di tempat-tempat strategis, saluran telepon khusus bebas pulsa, website, dan sebagainya. Informasi-informasi yang diperoleh melalui metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi secara tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah yang timbul. 2. Ghost Shopping (Mystery Shopping) Yaitu dengan cara mempekerjakan beberapa orang ghost shoppers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan dan pesaing. Biasanya ghost shoppers ini diminta untuk berinteraksi dengan karyawan penyedia jasa dan menggunakan produk/jasa perusahaan, selain itu diminta untuk mengamati secara seksama dan menilai cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan spesifik pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan.
Universitas Sumatera Utara
3. Lost Customer Analysis Sedapat mungkin perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya dapat mengambil kebijakan perbaikan/penyempurnaan selanjutnya. 4. Survei Kepuasan Pelanggan Melalui survei, perusahaan akan memperoleh akan memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan dan memberikan kesan positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya. Pengukuran kepuasan pelanggan melalui metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: a. Directly Reported Satisfaction, yaitu pengukuran yang dilakukan secara langsung melalui pertanyaan seperti: sangat tidak puas, tidak puas, netral, puas, dan sangat puas. b. Derived Satisfaction, yaitu pertanyaan yang menyangkut tingkat harapan atau ekspektasi pelanggan terhadap kinerja produk atau perusahaan pada atribut-atribut relevan dan persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk atau perusahaan yang bersangkutan. c. Problem Analysis, yaitu pelanggan diminta mengungkapkan masalahmasalah yang mereka hadapi berkaitan dengan produk atau jasa perusahaan dan saran-saran perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
d. Importance-Performance Analysis, yaitu responden diminta untuk merangking berbagai elemen dari penawaran berdasarkan pentingnya elemen. Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu suatu produk. Pengukuran tingkat kepuasan erat hubungannya dengan mutu produk (barang dan jasa).
Disamping itu pengukuran aspek mutu bermanfaat bagi pimpinan suatu
perusahaan/bisnis yaitu: 1. Untuk mengetahui dengan baik bagaimana jalannya proses bisnis. 2. Untuk mengetahui dimana harus melakukan perubahan dalam upaya melakukan perbaikan secara terus menerus untuk memuaskan pelanggan. 3. Untuk menentukan apakah perubahan yang dilakukan mengarah ke perbaikan. Seperti halnya dalam mengukur kualitas
pelayanan yang diberikan oleh
aparat/petugas pelayanan, maka salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan adalah dengan menggunakan kuesioner.
Perusahaan harus mendesain kuesioner
kepuasan pelanggan yang secara akurat dapat memperkirakan persepsi pelanggan tentang mutu barang atau jasa. Penggunaan kuesioner kepuasan pelanggan harus benar-benar dapat mengukur dengan tepat persepsi dan sikap pelanggan. Dalam kaitannya dengan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan, Tjiptono (2007 : 242) mengatakan bahwa ketidakpuasan pelanggan disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal relatif dapat dikendalikan perusahaan, seperti perilaku karyawan/petugas yang tidak sopan, datang tidak tepat waktu, kesalahan pencatatan transaksi, kekeliruan harga dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya.
Sebaliknya, faktor eksternal di luar kendali perusahaan seperti: cuaca
(banjir dan badai), gangguan pada infrastruktur umum (listrik padam, jalan longsor), aktivitas kriminal (pembakaran, vandalism, terorisme) dan masalah pribadi pelanggan (misalnya dompet hilang). Lebih lanjut dikatakan bahwa dalam hal terjadi ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan pelanggan yaitu: 1. Voice Response, artinya tidak melakukan apa-apa. Pelanggan yang tidak puas tidak melakukan komplain (keberatan) apapun tetapi mereka juga praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan. 2. Private Response, artinya dalam kategori ini pelanggan melakukan tindakan meliputi: memperingatkan atau memberitahu kolega, teman atau keluarganya mengenai pengalaman buruknya dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan.
Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya
sangat besar bagi citra perusahaan. 3. Third Party Response, artinya ditujukan kepada objek-objek eksternal yang secara tidak langsung terlibat dalam pengalaman yang tidak memuaskan (contohnya: surat kabar, lembaga konsumen, lembaga bantuan hukum). Bentuk responnya bisa berupa menuntut ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media massa atau mendatangi lembaga konsumen. Adapun keputusan seseorang/pelanggan yang merasa tidak puas untuk melakukan complain atau tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut: 1. Tingkat kepentingan konsumsi yang dilakukan 2. Tingkat ketidakpuasan pelanggan
Universitas Sumatera Utara
3. Manfaat yang diperoleh dari complain 4. Pengetahuan dan pengalaman 5. Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi 6. Peluang keberhasilan dalam melakukan complain Seperti kita ketahui bahwa tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan.
Jika terjadi perbedaan, maka akan
menimbulkan gap (kesenjangan). Menurut Tjiptono (2007 : 147) terdapat lima gap utama yang yang menyangkut kepuasan pelanggan yaitu: 1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap) Gap ini berarti bahwa pihak manajemen mempersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa penyebab kemungkinan antara lain: informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat, interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan, tidak adanya analisis permintaan, dan sebagainya. 2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas jasa (standards gap) Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persepsi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. adanya
standard
kerja
yang
jelas,
Penyebabnya antara lain: tidak kesalahan
perencanaan/prosedur,
manajemen perencanaan yang buruk, dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap) Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dan penyampaian jasa. Penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas tertentu terlalu rumit atau kaku, manajemen operasi jasa yang buruk, teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi, dan sebagainya. 4. Gap
antara
penyampaian
jasa
dan
komunikasi
eksternal
(communications gap) Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Penyebabnya adalah: perencanaan komunikasi pemasaran tidak terintegrasi dengan operasi jasa, kurangnya koordinasi antara pemasaran eksternal dengan operasi jasa, dan sebagainya. 5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap) Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif seperti: masalah kualitas (buruk), dampak negatif terhadap citra korporat atau citra lokal, dan kehilangan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 2.2.4.1
Teori Perpajakan Pengertian Pajak Banyak definisi atau batasan yang telah dikemukakan oleh para pakar, yang
satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu merumuskan pengertian pajak sehingga dapat mudah dipahami.
Perbedaannya hanya terletak
pada sudut pandang yang digunakan oleh masing-masing pihak saat merumuskan pengertian pajak.
Definisi Pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam
Siti Resmi (2005 : 1) adalah sebagai berikut:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum” Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 pada Bab I pasal 1 ayat 10 bahwa Pajak Daerah yang selanjutnya disebut Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi tersebut di atas dapat ditarik adanya beberapa ciri dari pajak sebagai berikut: 1. Pajak dipungut berdasarkan Undang-Undang atau peraturan pelaksanaannya.
Universitas Sumatera Utara
2. Terhadap pembayaran pajak, tidak ada kontra prestasi yang dapat ditunjukkan secara langsung. 3. Pemungutannya dapat dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, karena itu ada istilah Pajak Pusat dan Pajak Daerah. 4. Hasil dari uang pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaranpengeluaran Pemerintah baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan, dan apabila terdapat kelebihan maka sisanya dipergunakan untuk public investment (Pudyatmoko, 2002 : 3). 2.2.4.2
Fungsi Pajak Negara melakukan pemungutan pajak dengan tujuan untuk menjalankan
pemerintahan dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat. Demikian halnya dengan Negara Republik Indonesia, tujuan melakukan pemungutan pajak adalah untuk menjalankan pemerintahan dalam rangka melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan
ikut
berpartisipasi
menertibkan
dunia
berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mardiasmo (2002 : 2), pajak mempunyai 2 (dua) fungsi penting dalam suatu negara, yaitu fungsi pengeluaran (budgetair) dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi Pengeluaran (Budgetair): Yaitu fungsi pajak untuk mengisi kas negara dalam rangka menjalankan pemerintahan, baik untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah;
untuk
pembiayaan
rutin
seperti
pengeluaran
gaji
karyawan/pegawai, pengeluaran administratif perkantoran maupun lainnya yang bersifat tetap. Untuk melihat fungsi budgetair dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBD). Fungsi Mengatur (Regulerend): Yaitu fungsi untuk mengatur menjamin terlaksananya kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah baik di bidang sosial budaya, ekonomi maupun bidang politik.
Kebijakan-kebijakan diarahkan untuk meningkatkan dan merangsang
investor baik asing maupun nasional guna berinvestasi di Indonesia serta untuk mengontrol kondisi sosial budaya maupun kontrol di bidang lainnya seperti: menekan peredaran minuman keras maka dikenakan pajak yang tinggi untuk minuman keras, mencegah anjloknya harga pakaian dalam negeri maka pemerintah mengeluarkan larangan impor pakaian bekas dari luar negeri dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.3
Jenis-Jenis Pajak Dalam penulisan ini, pembahasan tentang penerimaan pajak dibatasi untuk
Pajak Daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retibusi Daerah, jenis pajak terdiri dari: 1. Pajak Provinsi, terdiri dari: a. Pajak Kenderaan Bermotor Adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kenderaan bermotor. b. Bea Balik Nama Kenderaan Bermotor Adalah pajak atas penyerahan hak milik kenderaan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kenderaan Bermotor Adalah semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk kenderaan bermotor. d. Pajak Air Permukaan Adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut, baik yang berada di laut maupun di darat. e. Pajak Rokok Adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
2.
Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari: a. Pajak Hotel Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. b. Pajak Restoran Adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. c. Pajak Hiburan Adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. d. Pajak Reklame Adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. e. Pajak Penerangan Jalan Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Adalah pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir Adalah pajak atas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok sebagai usaha, termasuk
usaha maupun disediakan
penyediaan tempat penitipan kenderaan
bermotor.
Universitas Sumatera Utara
h. Pajak Air Tanah Adalah pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet Adalah pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Pedesaan dan Perkotaan Adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan
untuk
kegiatan
usaha
perkebunan,
perhutanan
dan
pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan hak atas tanah dan/bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan beserta bangunan di atasnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dibidang pertanahan dan bangunan. Di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 ini disebutkan bahwa daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak seperti yang tersebut di atas. Jenis pajak ini tidak dapat dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah (PERDA).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Kaitan Antara Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Wajib Pajak Meningkatkan kualitas pelayanan merupakan salah satu upaya yang sangat penting bagi suatu organisasi/institusi/perusahaan untuk melayani kebutuhan masyarakat luas (public service).
Oleh karena itu maka tuntutan pelayanan yang
diberikan secara baik dan sebagaimana mestinya menjadi suatu keharusan. Permasalahan akan timbul apabila
pada organisasi/institusi/ perusahaan yang
melayani kebutuhan masyarakat luas pelayanan menjadi sesuatu yang langka bagi para pelaksananya, apalagi organisasi/institusi/perusahaan tersebut berstatus milik negara/pemerintah. Peningkatan kualitas pelayanan mungkin dianggap sebagai kegiatan yang berlebihan mengingat produk/jasa yang dihasilkan merupakan suatu produk/jasa yang tidak ada saingannya di pasaran atau dengan kata lain mau tidak mau, suka tidak suka masyarakat tidak memiliki pilihan lain kecuali melakukan pengurusan di organisasi/institusi/perusahaan itu juga. Oleh sebab itu perlunya upaya yang sungguh-sungguh dari pihak pemerintah melalui organisasi/instansi yang ditunjuk untuk melakukan usaha peningkatan kualitas pelayanan. Seperti halnya dengan Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah perlu terus berupaya dalam mewujudkan pelayanan berkualitas, sebab dengan upaya tersebut diharapkan akan mempengaruhi kepuasan wajib pajak sehingga mampu menumbuhkan kesadaran wajib pajak dalam membayar Pajak BPHTB yang akan membawa implikasi lanjutan bagi organisasi khususnya Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan Pemerintah Kota Binjai secara umum.
Universitas Sumatera Utara
2.3
Kerangka Konseptual Setiap wajib pajak menuntut pelayanan yang berkualitas dalam pengurusan
pajaknya sehingga wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang diterima. Pelayanan yang secara umum diinginkan adalah kemudahan dalam pengurusan kepentingan (tidak bertele-tele), tepat dan cepat.
Akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan
sering terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan sesungguhnya sehingga dukungan dan kepercayaan wajib pajak belum dapat dikatakan maksimal. Untuk memenuhi tuntutan kualitas pelayanan yang diharapkan oleh wajib pajak, dalam penelitian ini sebagai kerangka berpikir (kerangka konseptual) mengacu pada pendapat
Parasuraman, et al. yang dikutip oleh Tjiptono (2005), terdapat 5
(lima) dimensi yang digunakan dalam menilai suatu kualitas pelayanan. Dimensi kualitas pelayanan tersebut terdiri dari: 1. Kehandalan (Reliability) Kehandalan merupakan kemampuan untuk memberikan jasa seperti yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya sesuai yang diharapkan pelanggan yang tercermin dari ketepatan waktu, layanan yang sama untuk semua orang dan tanpa kesalahan. 2. Ketanggapan (Responsiveness) Instansi berupaya untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat. Jika mengalami kegagalan dengan cepat menangani kegagalan tersebut secara professional.
Universitas Sumatera Utara
3. Jaminan (Assurance) Yaitu pengetahuan, kemampuan petugas pelayanan dalam melaksanakan tugas yang menjamin kinerja yang baik dan jaminan keamanan sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan masyarakat. 4. Empati (Empathy) Berusaha memahami keinginan pelanggan dengan memberikan perhatian/sentuhan secara ikhlas kepada setiap pelanggan. 5. Wujud fisik (Tangibility) Perusahaan harus bisa memberikan bukti awal kualitas pelayanan yang tercermin dari penampilan fasilitas fisik yang dapat diandalkan. Kelima dimensi kualitas pelayanan tersebut di atas merupakan variabel bebas yaitu variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Kualitas pelayanan memiliki kaitan dengan kepuasan wajib pajak. Masyarakat tidak hanya mengharapkan terpenuhinya kebutuhan tetapi lebih dari itu kualitas pelayanan dapat memberikan kepuasan terhadap wajib pajak.
Layanan
yang diberikan kepada pelanggan (dalam penelitian ini pelanggan adalah wajib pajak) akan memacu puas tidaknya seorang wajib pajak atas pelayanan yang diberikan. Menurut Kotler (2002 : 42) bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja atau hasil dari suatu produk dan harapan-harapannya. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan. Kepuasan wajib pajak dalam penelitian ini merupakan variabel terikat.
Universitas Sumatera Utara
Oleh karena wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung, maka agar wajib pajak dengan sukarela memenuhi kewajiban perpajakannya, diperlukan pelayanan yang baik. Salah satu bagian dari pelayanan kepada wajib pajak adalah tempat pelayanan. Tempat pelayanan yang dimaksud dalam hal ini yaitu Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai Bidang Pendapatan.
Sebagai tempat
pelayanan BPHTB, Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah perlu mengupayakan pelayanan yang optimal dengan memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada wajib pajak.
Peningkatan kualitas/mutu pelayanan diharapkan
dapat memberikan kepuasan kepada wajib pajak seperti yang difokuskan dalam tesis ini. Dengan kondisi pelayanan maksimal yang ditawarkan kepada wajib pajak, diharapkan akan memberikan kepuasan kepada wajib pajak sehingga wajib pajak merasa puas atas pelayanan yang diterimanya. Dampaknya akan mendatangkan kesadaran untuk membayar pajak (kesadaran membayar pajak atau disebut juga dengan kepatuhan wajib pajak diukur dari pemahaman terhadap peraturan/ketentuan tentang pajak, mengisi formulir dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, membayar dan melaporkan pajak tepat waktu), dimana dana yang telah dikumpulkan tersebut akan dapat digunakan untuk meningkatkan penerimaan daerah dari sektor pajak, yang pada gilirannya akan membiayai pembangunan secara umum dan meningkatkan taraf hidup rakyat.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian tersebut di atas, dibuatlah suatu kerangka pemikiran yang dikembangkan dalam tesis ini yang dapat dilihat dari Gambar 2.1 berikut:
Kualitas Pelayanan Kehandalan/reliability
Ketanggapan/responsiveness
Kepuasan Jaminan/assurance Wajib Pajak
Empati/empathy
Wujud fisik/tangibility
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
2.4
Hipotesis Penelitian Kerlinger dalam Nazir (2003 : 151) menyatakan hipotesis adalah pernyataan
yang bersifat terkaan dari hubungan dua atau lebih variabel. Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Secara simultan dan parsial dimensi kualitas pelayanan yang terdiri dari: kehandalan (reliabilty), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati (empathy), dan wujud fisik (tangibility) berpengaruh positip
terhadap kepuasan
wajib pajak pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Binjai.
Universitas Sumatera Utara