BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tinjauan umum tentang ISPA Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut Broncho pneumonia (Justin, 2007 dalam syiar 2009). ISPA adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Catzel & Roberts; 1990) ISPA merupakan penyakit yang cukup kompleks sehingga sampai saat ini belum di temukan 1 paketpun yang dapat digunakan untuk menanggulangi seperti halnya
oralit untuk menanggulangi diare. Penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas merupakan penyebab morbiditas dan morbilitas yang menduduki urutan teratas pada anak-anak balita (dibawah usia 5 tahun) di Indonesia. (sitorus ;2008 hal 28). 2.1.2. Etiologi Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari
genus streptcocus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Anonim, 2002). 2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA Sebagian besar balita dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas memberikan gejala yang amat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Semua ibu dapat mengenali batuk tetapi mungkin tidak mengenal tanda-tanda lainnya dengan mudah. Selain batuk gejala ISPA pada balita juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5oC dan disertai sesak nafas.
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu: 1. ISPA ringan bukan Pneumonia 2. ISPA sedang, Pneumonia 3. ISPA berat, Pneumonia berat Khusus untuk bayi di bawah dua bulan, hanya di kenal ISPA berat dan ringan (tidak ada ISPA sedang). Batasan ISPA berat untuk bayi kurang dari dua bulan adalah bila frekuensi nafasnya cepat (60 kali per menit atau lebih) atau adanya tarikan dinding yang kuat. Pada dasarnya ISPA ringan tidak berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA berat tapi jika keadaan memungkinkan misalnya pasien kurang mendapatkan perawatan atau daya tahan tubuh pasien yang kurang dapat kemungkinan akan terjadi. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam sedangkan ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan sederhana.
1. Gejala ISPA ringan Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut : a. Batuk. b. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menagis). c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37oC atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas. 2. Gejala ISPA sedang Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut : a. Pernafasan lebih dari 50 kali/menit pada umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih. b. Suhu lebih dari 39oC. c. Tenggorokan berwarna merah. d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak. e. Telinga sakit akan mengeluarkan nanah dari lubang telinga. f. Pernafasan berbunyi seperti berdengkur g. Pernafasan berbunyi seperti menciut-ciut. 3. Gejala ISPA berat Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut : a. Bibir atau kulit membiru. b. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas. c. Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun. d. Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah.
e. Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah. f. Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas. g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba. h. Tenggorokan berwarna merah. 2.1.4. Patofisiologi Terjadiya infeksi antara bakteri dan flora normal di saluran nafas. Infeksi oleh bakteri, virus dan jamur dapat merubah pola kolonisasi bakteri. Timbul mekanisme pertahanan pada jalan nafas seperti filtrasi udara , inspirasi dirongga hidung, refleksi batuk, refleksi epiglottis, pembersihan mukosilier dan fagositosis. Karena menurunnya daya tahan tubuh penderita maka bakteri pathogen dapat melewati mekanisme system pertahanan tersebut, akibatnya terjadi invasi didaerah-daerah saluran
pernafasan
atas
maupun
bawah
(http://keperawatankita.wordpress.com/2009/09/03/infeksi-saluranpernafasan-akutispa/, diakses tanggal 4 agustus 2012). 2.1.5. Klasifikasi ISPA Penyakit ISPA dapat di bagi menjadi dua berdasarkan letak anatominya, yaitu a. ISPA bagian atas Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas disebelah atas laring. Kebanyakan penyakit saluran napas mengenai bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran napas secara nyata.
Yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah Nasofaringitis Akut (selesma), Faringitis Akut (termasuk tonsillitis dan faringotonsilitis) dan Rinitis. b. ISPA bagian bawah Adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur saluran napas bagian bawah mulai dari laring sampai dengan alveoli. Penyakit-penyakit yang tergolong Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) bagian bawah adalah Laryngitis, Asma Bronchial, Bronchitis Akut maupun Kronis. Broncho Pneumonia atau Pneumonia (suatu peradangan pada paruparu dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru tetapi juga pada bronkioli Klasifikasi ISPA juga dibedakan berdasarkan golongan umur yaitu untuk golongan umur kurang dari 2 bulan dan untuk golongan umur 2 bulan – < 5 tahun. 2.1.6
Kelompok umur kurang dari 2 bulan, dibagi atas :
a. Pneumonia berat Ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah kedalam (severe chest indrawing) (DepKes.RI, 2002).
b. Bukan pneumonia Bila tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kedalam. Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2 bulan adalah kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah volume dari yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing, dan demam/dingin (Dep.Kes.RI, 2002). 2.1.7
Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun a. Pneumonia berat Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai napas
sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest
indrawing) b. Pneumonia Didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun adalah 50 kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 - < 5tahun. c. Bukan pneumonia Bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
yaitu, tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk (Dep.Kes.RI, 2002). Berdasarkan hasil penelitian dari berbagai negara termasuk Indonesia dan berbagai publikasi ilmiah, dilaporkan berbagai faktor resiko baik yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat pneumonia (Dep.Kes.RI, 2002). Faktor resiko yang meningkatkan insidens pneumonia : a. Umur < 2 bulan b. Laki-laki c. Gizi kurang d. Berat badan lahir rendah e. Tidak mendapat ASI memadai f. Polusi udara g. Kepadatan tempat tinggal h. Imunisasi yang tidak memadai i. Membedung anak (menyelimuti berlebihan) j. Defisiensi vitamin A k. Pemberian makanan tambahan terlalu dini (Dep.Kes.RI, 2002) Faktor resiko yang meningkatkan angka kematian pneumonia : a. Umur < 2 bulan b. Tingkat sosio ekonomi rendah
c. Kurang gizi d. Berat badan lahir rendah e. Tingkat pendidikan ibu yang rendah f. Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah g. Kepadatan tempat tinggal h. Imunisasi yang tidak memadai i. Menderita penyakit kronis j. Aspek kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan yang salah (DepKes.RI, 2002). 2.1.8 Pencegahan penularan ISPA a. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik. Memberikan ASI eksklusif pada bayi anda. b. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup dan olah raga teratur. c. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau hand sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA. Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA dan penyakit infeksi lainnya. d. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat mencegah ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPT-Hib /DaPT-Hib, dan imunisasi PCV.
e. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA. f. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer setelah kontak dengan penderita ISPA. g. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA.Tindakan semi isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA. h. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah. 2.1.9
Penatalaksanaan penderita ISPA Kriteria yang digunakan untuk pola tatalaksana penderita ISPA pada balita
adalah balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernapas. Pola tata laksana penderita pneumonia terdiri dari 4 bagian yaitu : a) Pemeriksaan Pemeriksaan dilakukan untuk mengidentifikasi gejala yang ada pada penderita. b) Penentuan ada tidaknya tanda bahaya Tanda bahaya, pada bayi umur kurang dari 2 bulan adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor, Wheezing, demam A taudingin. Tanda bahaya pada umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun
adalah tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, Stridor dan gizi buruk.
c) Tindakan dan Pengobatan Pada penderita umur kurang dari 2 bulan yang terdiagnosa pneumonia berat, harus segera dibawa ke sarana rujukan dan diberi antibiotik 1 dosis. Pada penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia dapat dilakukan perawatan di rumah, pemberian antibiotik selama 5 hari, pengontrolan dalam 2 hari atau lebih cepat bila penderita memburuk, serta pengobatan demam dan yang ada. Penderita di rumah untuk penderita pneumonia umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun, meliputi : a) Pemberian makanan yang cukup selama sakit dan menambah jumlahnya setelah sembuh. b) Pemberian cairan dengan minum lebih banyak dan meningkatkan pemberian ASI. c) Pemberian obat pereda batuk dengan ramuan yang aman dan sederhana Penderita umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun yang terdiagnosa pneumonia berat harus segera dikirim ke sarana rujukan, diberi antibiotik 1 dosis serta analgetik sebagai penurun demam dan wheezing yang ada.
Penderita yang diberi antibiotik, pemeriksaan harus kembali dilakukan dalam 2 hari. Jika keadaan penderita membaik, pemberian antibiotik dapat diteruskan. Jika keadaan penderita tidak berubah, antibiotik harus diganti atau penderita dikirim ke sarana rujukan. Jika keadaan penderita memburuk, harus segera dikirim ke sarana rujukan . Obat yang digunakan untuk penderita pneumonia adalah tablet kotrimoksasol 480 mg, tablet kotrimoksasol 120 mg, tablet parasetamol 500 mg dan tablet parasetamol 100 mg (Anonim, 2002). 2.2 2.2.1
Tinjauan Umum Tentang Faktor Risiko Terjadinya ISPA Pada Bayi Ibu Tidak Memberi Air Susu Ibu (ASI) Ekslusif Air susu ibu merupakan cairan tanpa tanding yang berguna untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi dan melindunginya dalam melawan kemungkinan serangan penyakit. Keseimbangan zat-zat gizi dalam ASI berada pada tingkat terbaik dan air susunya memiliki bentuk paling baik bagi tubuh bayi yang masih muda. Pada saat yang sama, ASI juga sangat kaya akan sari-sari makanan yang mempercepat pertumbuhan sel-sel otak dan perkembangan sistem syaraf (Ernawati ; 2010) Salah satu program MDG’s yaitu menurunkan angka kematian bayi dan anak, pada tahun 2008 angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) di Indonesia yaitu 31,04/1000 kelahiran hidup. Diharapkan tahun 2015 Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian bayi hingga 17/1000
kelahiran hidup, target yang masih sangat jauh untuk kurun waktu yang cukup singkat. Salah satu indikator untuk mencapai Indonesia sehat 2025 adalah menurunkan angka kematian bayi (AKB) dari 32,3/1000 kelahiran hidup pada tahun 2005 menjadi 15,5/1000 kelahiran hidup pada tahun 2025. Sedangkan di Kota Bengkulu angka kematian bayi yaitu 10,2/1000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi yang cukup tinggi di dunia dapat dihindari salah satunya dengan pemberian ASI. Pemberian ASI semaksimal mungkin merupakan kegiatan yang berperan penting dalam pemeliharaan anak dan persiapan generasi penerus dimasa depan
(http://www.saptabakti.ac.id).
diakses 19 maret 2012. 2.2.2
Status gizi Fungsi umum zat gizi didalam tubuh antara lain : a. Untuk sumber energi b. Untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan-jaringan tubuh c. Untuk mengatur proses-proses didalam tubuh d. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap berbagai penyakit sebagai zat anti oksidan. Zat gizi digolongkan kedalam 6 kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. a) Karbohidrat
Fungsi karbohidrat adalah sebagai sumber energi, bahan pembentuk berbagai senyawa tubuh, bahan pembentuk asam amino esensial, metabolisme
normal
lemak,
menghemat
protein,
meningkatkan
pertumbuhan bakteri usus, mempetahankan gerak usus, meningkatkan konsumsi protein, mineral dan vitamin B.
b) Lemak Berdasarkan bentuknya lemak digolongkan kedalam lemak padat (misal mentega dan lemak hewan) dan lemak cair atau minyak (misal minyak sawit dan minyak kelapa). Sedangkan berdasarkan penampakan, lemak digolongkan kedalam lemak kentara (misal mentega dan lemak pada daging sapi) dan lemak tak kentara (misal lemak pada telur, lemak pada alvokat, dan lemak susu). Fungsi lemak dalam menu adalah sumber energi padat, menghemat protein dan thiamin, membuat rasa kenyang lebih lama, membuat rasa makanan tambah enak, memberikan zat gizi lain yang dibutuhkan tubuh. Sedangkan fungsi lemak tubuh adalah sebagai simpanan lemak, sumber asam lemak esensial, precursor dari prostaglandin, dan senyawa-senyawa tubuh lainnya. c) Protein
Nilai gizi protein di tentukan oleh kadar asam amino esensial. Akan tetapi dalam praktek sehari-hari umumnya dapat di tentukan dari asalnya. Protein hewani biasanya memiliki protein yang lebih tinggi di bandingkan dengan protein nabati. Protein telur dan protein susu biasanya di pakai sebagai standar untuk nilai gizi protein. Nilai gizi protein nabati di tentukan oleh asam amino yang kurang misalnya protein kacang-kacangan kekurangan asam amino sulfur mentionin dan sistin sedangkan protein bahan makanan tepung kekurangn lisin. Nilai protein dalam makanan orang indonesia sehari-hari umumnya di perkirakan 60% daripada nilai gizi protein telur. d) Vitamin Ada dua golongan vitamin, yaitu vitamin yang larut dalam lemak dan vitamin yang larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah A, D, E, K. sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah thiamin, riboflavin, niacin, piridoksin, asam pantothenat, asam folat, biotin, vitamin B12, cholin, inositol dan vitamin C. Kedua golongan vitamin tersebut mempunyai sifat umum sendiri-sendiri. Fungsi umum vitamin adalah sebagai bagian dari enzim atau koenzim, mempertahankan fungsi berbagai jaringan, membantu proses pertumbuhan dan pembentukan sel-sel baru, serta membantu pembuatan senyawa dalam tubuh.
e) Mineral Mineral diklasifikasikan kedalam mineral makro dan mineral mikro. Termasuk kedalam mineral makro adalah kalsium, fosfor, kalium, sulfur, natrium, khlor, dan magnesium. Sedangkan yang termasuk mineral mikro adalah besi, seng, selenium, mangan, tembaga, iodium, molybdenum, cobalt, chromium, silicon, vanadium, nikel, arsen, dan fluor. Fungsi umum mineral adalah mempertahankan keseimbangan asam basa, sebagai katalis bagi reaksi-reaksi biologis, sebagai komponen esensial senyawa tubuh, mempertahankan keseimbangan air tubuh, mentransmisi impuls syaraf, mengatur kontraksi otot, serta untuk pertumbuhan jaringan tubuh. f) Air Pada masa baya, terutama bayi muda jumlah air yang di anjurkan untuk di berikan sangat penting, di bandingkan bayi yang lebih tua dan golongan umur selanjutnya, karena air merupakan nutrien yang menjadi medium untuk nutrien lainnya. Fungsi air bagi tubuh adalah sebagai berikut : a) Pelarut zat gizi b) Fasilitator pertumbuhan c) Sebagai katalis reaksi biologis d) Sebagai pelumas
e) Sebagai pengatur suhu tubuh f) Sebagai sumber mineral bagi tubuh Kebutuhan zat gizi setiap orang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan berbagai faktor antara lain umur, jenis kelamin, kondisi kesehatannya, fisiologis pencernaannya dan macam pekerjaannya. Masukan zat gizi yang berasal dari makanan yang dimakan setiap hari harus dapat memenuhi kebutuhan tubuh, karena konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh asupan zat gizi yang cukup sehingga dapat digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kecerdasan, produktifitas kerja serta daya tahan tubuh terhadap infeksi secara optimal. Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang ISPA dibandingkan dengan balita yang mempunyai gizi normal, karena faktor daya tubuhnya yang kurang. Tabel 1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS No 1
Indeks yang dipakai BB/U
Batas Pengelompokan
Status Gizi
<60 %-69,9 median BB/U
Gizi kurang
70% -79,9 % % median BB/U
Gizi sedang
80%-120% median BB/U
Gizi baik
> 120% median BB/U
Gizi lebih
Sumber : WHO-NCHS 1983.
2.2.3 Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya (Dachroni, 2003). Perokok di Indonesia tertinggi di dunia. Berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup Amerika (EPA = Enviromental Protection Agency) mencatat tidak kurang dari 300 ribu anak anak berusia 1 sampai 5 Tahun menderita bronchitis dan pneumonia, karena turut menghisap asap rokok yang dihembuskan orang disekitarnya terutama ayah dan ibunya. Merokok merupakan suatu kebiasaan yang dapat menyebabkan ketergantungan dan juga termasuk faktor resiko utama terjadinya gangguan pernafasan. Selain berpengaruh buruk pada perokok sendiri, seseorang yang menghirup asap rokok di lingkungan justru mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita
sakit
seperti
ISPA.
Karlinda,
Susilawati,2010,
http://www.saptabakti.ac.id, diakses 22 maret 2012 Asap rokok yang diisap oleh perokok adalah asap mainstream sedangkan asap dari ujung rokok yang terbakar dinamakan asap sidestream.
Polusi udara yang diakibatkan oleh asap sidestream dan asap mainstream yang sudah terekstrasi dinamakan asap tangan kedua atau asap tembakau lingkungan. Mereka yang menghisap asap inilah yang dinamakan perokok pasif atau perokok terpaksa (Adningsih, 2003). Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru-paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2003). 2.3
Kerangka Konseptual Penelitian Yang dimaksud dengan kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Angka kesakitan dan angka kematian bayi masih sangat tinggi, salah satu penyabab tingginya angka kematian dan angka kesakitan pada balita
tersebut adalah ISPA, dimana ISPA menduduki urutan pertama dari 10 penyakit yang menonjol di wilayah Puskesmas Tombulilato Kabupaten Bone Bolanga. ISPA merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, lebih sering terjadi pada bayi, bayi yang menderita ISPA apabila tidak mendapat pengobatan dapat mengalami kematian. ISPA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain adalah : 1. Asi banyak mengandung protein, kalori dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membentuk sistem kekebalan tubuh sehingga terhindar dari penyakit dan infeksi. Pemberian makanan pendamping menyebabkan bayi kenyang sehingga tidak mau menete. 2. Bayi dengan status gizi kurang mudah menderita penyakit penyakit terutama
pneumonik
dan
saluran
pernapasan
lainnya
karena
perkembangan zat kekebalan tubuh kurang sempurna. 3. Kebiasaan merokok didalam rumah dapat mencemari ruangan sehingga asap rokok dapat terisap. Mengingat kemampuan dan keterbatasan peneliti, maka tidak semua variabel faktor risiko penelitian ini diteliti. Penelitian ini dibatasi pada faktor risiko seperti yang digambarkan pada kerangka konsep dibawah ini.
Adapun kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Variabel Independen
Variabel Dependent
Pemberian ASI Ekslusif
Status Gizi Kejadian ISPA BBLR
Kebiasaan merokok dalam rumah Gambar 1. Kerangka Konsep Keterangan :
2.4.
Variabel Independen
Variabel diteliti
Variabel dependen
Variabel yang tidak di teliti
hipotesa a.
ada hubungan pemberian asi ekslusif dengan kejadian ISPA pada Bayi Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato kab. Bone Bolango.
b. ada hubungan status gizi dengan kejadian ISPA pada Bayi Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato kab. Bone Bolango. c. ada hubungan kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak Bayi Di wilayah kerja Puskesmas Tombulilato kab. Bone Bolango.