5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Buah Cabai Merah Besar Tanaman buah cabai merah besar adalah tanaman perdu dengan rasa buah
pedas yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin. Buahnnya mengandung kapsaisin, karotenoid, alkaloid asiri, resin, vitamin A dan C (Eldesfiari, 2005). Sebagai komoditi yang banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki banyak manfaat dan memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dengan nilai ekonomis yang cukup tinggi, buah cabai merah besar memiliki standar mutu. Tabel 1. Mutu Buah Cabai Merah Besar Segar Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI 01-4480, 1998) No . Jenis Uji Mutu satuan Persyaratan Mutu Mutu I Mutu II Mutu III 1. Keseragaman warna % Merah≥ Merah≥ Merah> 95% 95% 95% 2. Keseragaman % Seragam Seragam Seragam (96%) (95%) (98%) 3. Bentuk % 96 Normal 95 Normal 98 Normal 4. Keragaman ukuran: a. Buah cabai merah besar segar Cm - Panjang buah 9-10 cm <9 cm 12-14 cm - Garis tengah pangkal 1,3-1,5 cm <3 cm 1,5-1,7 cm Cm b. Buah cabai merah besar keriting Cm - Panjang buah >10-12 cm <10 cm >12-17 cm Cm - Garis tengah pangkal >1,0-1,3 cm <1,0 cm >1,3-1,5 cm 5. Kadar kotoran % 2 5 1 6. Tingkat kerusakan dan busuk a. Buah cabai merah besar 1 2 0 % besar b. Buah cabai merah besar 1 2 0 % keriting Sumber: Departemen Pertanian, Standar Mutu Indonesia SNI 01-4480, 1998
Pengertian mutu adalah suatu produk atau jasa yang memenuhi syarat atau keinginan pelanggan, dimana pelanggan dapat menggunakan atau menikmati
6
produk atau jasa tersebut dengan sangat puas. Menurut Philip (1986), yang dimaksud dengan mutu adalah derajat kemampuan suatu produk atau jasa untuk memenuhi kepuasan pemakai dan penghasilnya. Di Indonesia buah cabai merah besar memiliki standar mutu sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Umumnya buah cabai merah besar dipetik apabila telah masak penuh, ciricirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen pertama adalah pada umur 75 – 80 hari setelah tanam dengan interval waktu panen 2 – 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman berumur 90 – 100 hari setelah tanam dengan interval panen 3- 5 hari. Secara umum interval panen buah cabai merah besar berlangsung selama 1,5 – 2 bulan. Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang dapat menghasilkan 1 – 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah besar yang dipanen tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Buah cabai merah besar merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air yang cukup tinggi yaitu 90 % dari kandungan buah cabai merah besar itu sendiri. Kandungan air yang sangat tinggi ini dapat menjadi penyebab kerusakan pada buah cabai merah besar. Selain memiliki kadar air yang tinggi buah cabai merah besar mengalami proses respirasi yang tinggi. Sifat fisiologis ini menyebabkan buah cabai merah besar memiliki tingkat kerusakan yang dapat mencapai 40% dari buah cabai merah besar itu sendiri. Daya tahan buah cabai merah besar segar yang rendah ini menyebabkan harga buah cabai merah besar di pasaran sangat berfluktuasi.
7
Buah cabai merah besar dipanen pada saat buah memiliki bobot maksimal, bentuknya padat, dan warnanya tepat merah menyala (untuk buah cabai merah besar) dengan sedikit garis hitam pada permukaan buah cabai merah besar (90% masak). Menurut Subagyono (2010) buah cabai merah besar dipanen setelah berumur 75 – 85 hari. Umur panen cabai tergantung varietas yang digunakan, lokasi penanaman dan kombinasi pemupukan yang digunakan serta kesehatan tanaman. Tanaman cabai dapat dipanen setiap 2 - 5 hari sekali tergantung dari luas tanaman dan kondisi pasar. Waktu panen sebaiknya dilakukan pada pagi hari karena bobot buah dalam keadaan optimal akibat penimbunan zat pada malam hari dan belum terjadi penguapan antara 12 - 16 kali dengan selang waktu 3 hari. Buah yang dipetik setelah matang berwarna orange sampai merah.
2.2.
Disinfektan Disinfektan adalah bahan kimia yang memiliki sifat yang dapat
membunuh bentuk-bentuk pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit (Sapers, 2001). Tujuan penggunaan disinfektan dapat membunuh jumlah mikroorganisme patogen dan perusak dalam proses pengolahan makanan. Untuk memilih disinfektan yang sesuai, perlu dipahami sifat-sifat dari disinfektan tersebut. Menurut Sapers (2001) disinfektan yang ideal harus mempunyai sifatsifat sebagai berikut: (a) dapat membunuh mikroorganisme, aktifitas anti mikroorganisme berspektrum luas terhadap sel-sel dari bakteri, kapang dan khamir untuk menghasilkan kematian yang cepat, (b) ketahanan terhadap lingkungan (bahan organik, residu deterjen dan sabun, kesadahan air dan pH), (c) tidak beracun dan tidak menyebabkan iritasi, (d) larut dalam air dengan berbagai
8
pengenceran, (e) stabil dalam larutan pekat dan encer, (g) mudah digunakan, (h) banyak tersedia dan murah. Beberapa bahan disinfektan yang dapat digunakan sebagai sanitaiser bahan makanan yaitu diantaranya klorin dan potassium sorbat.
2.2.1. Klorin Klorin (CL) merupakan gas berwarna kuning kehijauan dengan bau yang menyengat (Yatno, 2010). Bau ini bisa dikenali seperti bau air kolam renang yang diberi perlakuan klorinisasi dengan kaporit (CaCl3O3). Klorin banyak digunakan perusahaan deterjen sebagai pemutih pakaian dengan kandungan 15% bahan aktif pada saat pengemasan. Hipoklorit adalah senyawa klorin yang paling aktif dan paling banyak digunakan (Beuchat, 2000). Kalsium hipoklorit dan sodium hipoklorit adalah senyawa-senyawa hipoklorit yang paling utama. Pada umumnya senyawa penghasil klorin merupakan sanitaiser yang paling kuat dengan aktifitas antimikroorganisme berspektrum luas (Suslow, 2008). Sodium hipoklorit (NaOCl) dibuat dari reaksi molekul klorin dengan sodium hidroksida dan air (Beuchat, 2000). Klorin cair (Cl) atau sodium hipoklorit (NaOCl) dalam air akan terhidrolisis membentuk asam hipoklorit (HOCl). Selanjutnya menurut Beuchat (2000) bahwa asam hipoklorit akan terdisiosiasi membentuk ion hydrogen (H+) dan ion hipoklorit (OCl-) sesuai dengan reaksi seperti dibawah ini: Cl2 + H2O → HOCl + H+ + ClNaOCl + H2O → NaOH + HOCl
9
HOCl → H+ + OClSodium hipoklorit digunakan sebagai disinfektan yang akan membunuh bakteri, virus, kapang dan jamur. Efek mematikan senyawa klorin akan meningkat dengan menaikkan klorin bebas yang dapat digunakan, turunnya pH dan naiknya suhu (Rivera, 2005). Dalam bidang pertanian, penanganan pascapanen terutama untuk sayur mayur digunakan sebagai disinfektan dengan dosis 0-300 ppm dengan cara dicelupkan atau disemprotkan (Alfiantinosa, 2004).
2.2.2. Potassium sorbat Kalium sorbat merupakan garam sorbat yang berfungsi sebagai zat pengawet. Menurut Branen (1993) sorbat efektif dalam melawan kapang, khamir dan banyak jenis bakteri. Penggunaan maksimum kalium sorbat dalam makanan berkisar antara 0,05 – 0,3 % untuk yang diaplikasikan langsung dan antara 10 – 20 % untuk yang disemprotkan atau diaplikasikan pada permukaan makanan. Garam sorbat itu lebih sering digunakan karena mempunyai kelarutan yang lebih baik dalam air dan bekerja dalam keadaan tak terdisosiasi, dengan keaktifan 10 – 600 kali bentuk asamnya. Asam sorbat berupa asam dan garamnya (natrium, kalsium, dan kalium), asam ini berbentuk bubuk, dapat larut dalam asam dan garam, memiliki sifat antimikroba yang kuat. Asam ini biasanya digunakan dalam bentuk garam natrium dan kaliumnya. Kalium sorbat memiliki kelarutan yang lebih besar daripada bentuk asamnya, sehingga bentuk garamnya lebih sering digunakan (Branen, 1993).
10
Potassium sorbat yang biasanya disebut garam potasium yang berfungsi sebagai pengawet makanan dan penggunaannya diizinkan oleh pemerintah dengan batas maksimum 1000 ppm potassium sorbat (Singarimbun, 2008). Potassium sorbat mengawetkan makanan dengan cara mencegah pertumbuhan jamur dan bakteri di makanan/minuman (antimycotic dan antibacterial). Pengawetan makanan dapat dicapai dengan cara pencegahan, apabila produk sudah terkontaminasi sebelum pengawet diberikan, maka tidak akan efektif atau tidak ada efek pengawetan.
2.3.
Karakter Fisiologis Buah Cabai Merah Besar
2.3.1. Respirasi Semua makluk hidup memerlukan suplay energi secara terus-menerus selama hidupnya. Energi sangat penting untuk mempertahankan struktur sel, pergerakan metabolik di sekeliling jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran sel (Wills, 1981). Respirasi merupakan proses utama dari sel-sel hidup yang meliputi pelepasan energi melalui pemecahan senyawa karbon dan pembentukan kerangka karbon (carbon skeletons) yang diperlukan untuk reaksi sintesis setelah panen. Reaksi respirasi berlangsung sebagai berikut: C6H12O6 + 6O2 → 6CO2 + 6H2O + Energi (Kays, 1991). Menurut Robertson (1993) laju respirasi merupakan suatu petunjuk yang baik dalam menentukan umur simpan produk hortikultura. Jika produk dipanen pada waktu yang sudah matang dan paling optimal untuk dimakan, maka buah tersebut akan memperlihatkan respirasi yang cepat. Laju respirasi sangat berkaitan dengan masa simpan dan potensi pasar produk tersebut. Laju respirasi akan
11
mempengaruhi kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa (Apandi, 1984). Utama (2006) mengatakan, laju respirasi sangat tergantung pada suhu yang ada disekitarnya. Awal peningkatan respirasi sejalan dengan peningkatan suhu dimana setiap peningkatan suhu 100C, laju respirasi meningkat 2 sampai 3 kali. Jika suhu meningkat diatas 300C, peningkatan laju respirasi menjadi kecil. Jika suhu terlalu tinggi produk akan mulai mati dan respirasi mulai berhenti atau menurun cepat menuju senessence. Menurut Kader (2002) pada proses respirasi akan terjadi pengurangan tekstur, terjadi peningkatan kepekaan terhadap kerusakan dan percepatan pembusukan. Respirasi pada buah dan sayuran dapat diperlambat dengan menghambat laju konsentrasi O2 atau dengan meningkatkan konsentrasi CO2 dengan pengendalian yang tepat. Penurunan kandungan pati dan peningkatan kandungan gula reduksi didalam buah cabai merah besar selama dalam penyimpanan merupakan bentuk dari kerusakan yang sangat besar pengaruhnya terhadap mutu produk olahannya. Selama dalam penyimpanan buah cabai merah besar akan mengalami proses metabolisme, yaitu suatu proses perombakan pati menjadi gula-gula sederhana. Proses tersebut dipengaruhi oleh tingkat laju respirasi, semakin tinggi laju respirasi perubahan pati menjadi gula-gula sederhana akan semakin cepat dan secara stimular gula-gula sederhana akan digunakan sebagai energi dalam proses respirasi (Tranggono, 1990). Buah cabai merah besar memiliki laju respirasi sedang, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
12
Tabel 2 : Laju Respirasi Produk Buah Cabai Merah Besar Kelompok Sangat rendah
Laju Respirasi pada 5O mg/CO2/kg/jam <5
Rendah
5 – 10
Sedang
10 – 20
Tinggi Sangat tinggi Sangat-sangat tinggi
20 – 40 40 – 60 > 60
Komoditi Sayuran, kacang-kacangan, buah kering Apel, jeruk, anggur, bawang, kentang Pisang, kubis, wortel, selada, buah cabai merah besar, tomat Stroberi, kol kembang, apokat Bawang, bunga potong Asparagus, brokoli, bayam, jagung manis
Sumber: Tjahjadi. 2003.
2.3.2. Transpirasi Transpirasi adalah proses kehilangan air dalam bentuk gas dari jaringan hidup. Hilangnya air pada buah atau umbian padat melalui lentisel atau lubang alami lainnya yang terdapat pada jaringan epidermis. Peristiwa ini mengakibatkan produk hortikutura menjadi layu atau berkerut, mengalami susut bobot, dan produk kurang menarik sehingga mutunya menjadi lebih rendah (Makfoeld, 1992). Selama produk tersebut di lahan atau belum dipanen, kandungan air produk selalu seimbang antara air yang dilepaskan dalam bentuk uap air dan air yang masuk. Perputaran air di dalam komoditi pascapanen sebelum dipanen dipasok oleh akar tanaman yang menyerap air dari dalam tanah dan diedarkan keseluruh bagian tanaman. Kehilangan air dari produk pascapanen merupakan hal serius jika tidak ditanggulangi, karena dapat menyebabkan produk berubah bentuk dan ukuran, seperti mengkerut atau layu. Akibatnya, produk tersebut tidak berdaya guna lagi dan rusak (Soesanto, 1994). Laju respirasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi sifat-sifat morfologi dan anatomi, perbandingan luas permukaan
13
dan volume, kerusakan permukaan dan tingkat kedewasaan organ tanaman. Faktor eksternal atau lingkungan meliputi suhu, kelembaban atau RH, kecepatan aliran udara, dan tekanan atmosfer (Tjahjadi, 2003). Transpirasi merupakan proses fisik yang dapat dikendalikan oleh berbagai perlakuan yang diberikan kepada komoditi, meliputi pelapisan permukaan dan pembungkusan dengan film plastik, atau dengan memanipulasi lingkungan, misalnya dengan mempertahankan RH yang tinggi dan pengendalian aliran udara.
2.3.3. Peranan gas O2 dan gas CO2 Sebagaian besar proses metabolik pada sel tumbuhan terjadi secara oksidasi atau reduksi. Tersedianya O2 pada reaksi respirasi akan menentukan laju dari berbagai proses katabolik yang dapat mempengaruhi mutu produk. Memodifikasi udara di sekitar produk, dengan cara mengurangi konsentrasi O2 dan meningkatkan konsentrasi CO2 (Shewfelt and Bruckner, 2000). Konsentasi O2 yang rendah berpengaruh terhadap laju respirasi, dimana pada saat oksidasi substrat menurun, pematangan tertunda sehingga umur simpan lebih lama, perombakan klorofil tertunda, produksi etilen (C2H4) rendah, laju pembentukan asam askorbat berkurang, perbandingan asam-asam lemak tak jenuh berubah, dan laju degradasi senyawa pektin tidak secepat seperti dalam udara normal. Konsentrasi CO2 yang tinggi mempunyai pengaruh terhadap perubahan fisiologi yaitu penurunan reaksi-reaksi sintesis pematangan (misalnya protein dan zat warna), penghambatan beberapa kegiatan enzimatik, penurunan produksi zatzat atsiri, gangguan metabolis asam organik terutama asam suksinat, kelambatan pemecahan zat-zat pektin, penghambat sintesis klorofil, dan perubahan
14
perbandingan berbagai gula. Pada konsentrasi CO2 tinggi (15% atau lebih), biasanya dihasilkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki atau menyimpang pada produk hortikultura. Bau dan rasa yang menyimpang dapat disebabkan oleh penimbunan etanol (Soesanto, 2006). Menurut Pantastico (1997) penurunan kandungan O2 sebesar 5-8% dapat mengurangi timbulnya kasus pembusukan dan dapat menghambat pertumbuhan jamur. Konsentrasi gas O2 sebesar 3% (di bawah konsentrasi 21% dari udara normal) akan dapat menurunkan laju respirasi pada saat penyimpanan. Penurunan ini akan nyata pada suhu antara 00C sampai dengan 200C. Jika konsentrasi O2 di bawah 2%, maka respirasi berlangsung secara anaerobik dan produksi CO2 akan meningkat. Peningkatan konsentrasi CO2 akan menghambat reaksi dekarboksilasi pada respirasi normal. Peningkatan konsentrasi kira-kira 2-5% (diatas 350 ppm dari udara lingkungan). Apabila dilakukan penurunan O2 sampai mendekati 0% akan terjadi respirasi anaerob, dan bakteri anaerob mungkin akan tumbuh (Reed, 2004). Salah satu cara untuk menurunkan laju respirasi adalah dengan cara menurunkan suhu penyimpanan, menurunkan oksigen, menurunkan tekanan lingkungan, menurunkan etilen dan meningkatkan CO2.
2.3.4. Pertimbangan patologis Buah dan umbi-umbian mengandung air dalam jumlah banyak dan juga nutrisi yang banyak dimana sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Produk yang baru dipanen sebenarnya telah dilabuhi berbagai macam mikroorganisme dari yang tidak menyebabkan kebusukan sampai yang menyebabkan kebusukan. Mikroorganisme pembusuk dapat tumbuh bila
15
kondisinya memungkinkan seperti adanya pelukaan-pelukaan, kondisi suhu dan kelembaban yang sesuai. Mikroorganisme pembusuk yang menyebabkan susut pascapanen umumnya disebabkan oleh bakteri dan jamur (Utama, 2006).
2.4.
Perubahan Buah Cabai Merah Besar Selama Penyimpanan
2.4.1. Perubahan tekstur Selama proses pematangan, terjadi proses pelunakan jaringan akibat katabolisme polisakarida dinding sel (Tranggono, 1992). Secara kimiawi, susunan dinding sel terdiri dari selulosa, hemiselulosa, zat pektin, dan lignin. Secara normal, selulosa saling bergandengan satu sama lainnya membentuk garis lurus yang disebut micelle. Zat inilah yang besar peranannya terhadap kerusakan mekanis dari dinding sel (Winarno, 2002). Perubahan komposisi dinding sel menyebabkan perubahan tekanan turgor sel. Perubahan ini mempengaruhi ketegaran tekstur sehingga tekstur menjadi lunak pada saat matang. Pektin yang terdapat pada lamella tengah akan berubah menjadi senyawa yang mudah larut sehingga mempengaruhi tekanan turgor antar sel. Pantastico (1970) mengatakan, selama penyimpanan turunnya ketegaran tekstur disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi asam pektat dan pektin yang lebih mudah larut.
2.4.2. Perubahan warna dan kandungan gula Perubahan warna pada buah merupakan suatu perubahan yang jelas nampak oleh konsumen. Perubahan tersebut digunakan sebagai indikator buah sudah masak atau belum. Perubahan yang umum terjadi adalah hilangnya warna
16
merah menjadi coklat kehitaman. Pada buah klimaterik mudah terjadinya kenaikan laju respirasi yang mengakibatkan meningkatnya proses pemasakan pada buah cabai merah besar. Akibat proses pemasakan yang cepat membuat buah cabai merah besar kehilangan warna merah sangat cepat setelah memasuki titik awal pemasakan. Beberapa buah efek yang sama kadang-kadang terlihat ketika hasil panen terlambat mendapat penanganan saat dipanen. Pemanenan harus dilakukan ketika buah cabai merah besar telah matang sepenuhnya agar perubahan warna saat penyimpanan dapat ditekan (Apandi, 1984).
2.5.
Penanganan Pascapanen
2.5.1. Pengemas Bahan pengemas berfungsi untuk mempertahankan suatu produk agar bersih dan memberikan perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan fisik. Syarat- syarat yang diperlukan sebagai pengemas yaitu melindungi makanan dari kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau benturan dan transparan (Winarno, 1983). Kemasan harus ekonomis, mampu menekan ongkos produksi, mudah dikerjakan secara nasional, tidak mudah bocor dan mudah dalam penyimpanan, mudah dalam pengangkutan dan distribusi. Pengemas film plastik yang umum digunakan adalah polyetylen (PE), polyprophylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), polycarbonate. Umumnya kemasan ditujukan untuk menghindari kerusakan yang disebabkan oleh mikroba, fisik, kimia, biokimia, perpindahan uap air dan gas, sinar ultra violet dan perubahan suhu. Sifat umum film plastik polyprophylene adalah tahan terhadap
17
bahan kimia, panas dan minyak, keras tapi fleksibel, kuat, permukaannya berlilin, tidak jernih tapi tembus cahaya dan melunak pada suhu 140 oC. Film plastik polyprophylene memilki sifat permeabilitas yang rendah terhadap udara, gas dan uap air. Laju penyerapan atmosfer sangat tergantung pada struktur film permeabel, ketebalan, luas permukaan, suhu, berat produk, volume kemasan dan perbedaan kandungan atmosfer antara bagian dalam dan luar kemasan (Park et al., 2005).
2.5.2. Modified atmosphere packaging Modified
atmosphere
packaging
merupakan
perlakuan
untuk
mengoktimalkan perlakuan suhu. Menurut Kader (2002), pengaturan suhu merupakan cara yang paling efektif untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Seperti disampaikan oleh Brown (1992) bahwa, penggunaan film plastik sebagai bahan kemasan buah-buahan dapat memperpanjang masa simpan produk hortikultura segar, dimana kemasan film plastik memberikan perubahan gas-gas atmosfer dalam kemasan yang berbeda dengan atmosfer udara normal yang dapat memperlambat perubahan fisiologis yang berhubungan dengan pemasakan dan pelayuan. Modified Atmosphere Packaging juga merupakan batasan produk hortikultura segar di dalam kemasan dimana atmosfer di dalamnya termodifikasi sehingga komposisinya berbeda dengan udara sekitar (Robertson, 1993). Modified Atmosphere Packaging terjadi akibat proses yang berlangsung secara alamiah dengan pertukaran gas melalui film kemasan yang bersifat permeabilitas, sehingga akan mengurangi konsentrasi O2 dan meningkatkan konsentrasi CO2. Menurut
18
Kitinoja and Kader (1963) Modified Atmosphere Packaging umumnya menghalangi pergerakan udara, masih memungkinkan proses respirasi normal produk, mengurangi O2 dan meningkatkan CO2 didalam kemasan. Jenis film plastik yang digunakan dalam metode pengemas Modified Atmosphere Packaging adalah film plastik jenis Low Desity Polyethylene (LDPE), High Density Ethylene (HDPE), Polyvinylcholride (PVC) dan Polyprophylene (PP). Pembuatan perforasi dengan ukuran beberapa mikron akan memberikan kondisi yang diinginkan pada beberapa produk segar, atau dengan membuat film dari dua lapisan film yang sama, atau dari dua lapisan film dengan ketebalan yang berbeda tapi bahannya sama.
2.6.
Umur Simpan Umur simpan bahan makanan merupakan waktu tenggang atau waktu
selang bahan makanan disimpan dalam keadaan masih dapat dikonsumsi atau belum mengalami perubahan mutu (Rismiati, 2003). Bahan makanan dikatakan tidak layak untuk dikonsumsi apabila telah mengalami perubahan cita rasa, perubahan fisik, penurunan gizi, atau tidak aman lagi untuk dikonsumsi karena dapat mengganggu kesehatan. Faktor yang menentukan umur simpan suatu bahan adalah sifat produk, kemasan, dan kondisi lingkungan. Sifat produk yang banyak menentukan umur simpan antara lain penampakan, tekstur, cita rasa, kandungan zat, dan populasi mikroba. Kondisi lingkungan yang berperan antara lain suhu, gas, dan kelembaban udara.