BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keuangan Daerah Pada prinsipnya pengertian keuangan daerah tidak dapat dipisahkan dengan pengertian keuangan negara. Hubungan erat antara keuangan daerah dengan keuangan negara ditunjukkan pada unsur pendapatan daerah yaitu selain Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan daerah tersebut sebagian besar bersumber dari pembiayaan negara yaitu berupa (1) Dana Bagi Hasil, (2) Dana Alokasi Umum (DAU) dan (3) Dana Alikasi Khusus (DAK). Menurut pasal 1 ayat (1) undang-undang No. 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa ”Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat diniliai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut” Berdasarkan kutipan tersebut diatas, maka pengertian keuangan daerah pada dasarnya sama dengan pengertian keuangan negara dimana negara dianalogikan dengan daerah. Hal ini sesuai dengan pasal 1 Permendagri 13 tahun 2006, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah,
disebutkan bahwa ” keuangan daerah diartikan
sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”
8 Universitas Sumatera Utara
Dalam
kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
dimaksudkan dengan keuangan daerah adalah semua hak-hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang. Segala sesuatu baik uang mapun barang yang dapat menjadi kekayaan daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak-hak kewajiban tersebut dan tentunya dalam batas-batas kewenangan daerah (Ichksan et al, 1997:19). Pengelolaan keuangan daerah dapat dilaksanakan melalui sebuah mekanime pemegang kekuasaan keuangan daerah yang dapat digambarkan dengan sebuah skema sebagai berikut : PEMEGANG KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada
•
SEKDA selaku koordinator pengelola keuangan daerah;
• •
Kepala SKPKD selaku PPKD; Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang.
mempunyai kewenangan menetapkan :
• • • • • • • •
kebijakan pelaksanaan APBD; kebijakan pengelolaan barang daerah; kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran; pejabat yang melakukan penerimaan daerah; pejabat yang mengelola utang dan piutang daerah; pejabat yang mengelolan barang milik daerah; pejabat yang menguji tagihan & memerintahkan pembayaran.
Kepala Daerah
• •
pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah. mewakili pemda dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
berdasarkan prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan yang menerima atau mengeluarkan uang.
Gambar 1.1 Skema Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Universitas Sumatera Utara
Dari skema tersebut dapat dijelaskan bahwa kepala daerah merupakan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah termasuk kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan dengan melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya kepada : 1. SEKDA selaku koordinator pengelola keuangan daerah; 2. Kepala SKPKD selaku PPKD; 3. Kepala SKPD selaku pejabat pengguna anggaran/pengguna barang. Kepala daerah mempunyai wewenang menetapkan: 1. kebijakan pelaksanaan APBD; 2. kebijakan pengelolaan barang daerah; 3. kuasa pengguna anggaran/pengguna barang; 4. bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran; 5. pejabat yang melakukan penerimaan daerah; 6. pejabat yang mengelola utang dan piutang daerah; 7. pejabat yang mengelolan barang milik daerah; 9. pejabat yang menguji tagihan & memerintahkan pembayaran; Dari ketentuan di atas dapat dipahami bahwa keuangan daerah dilaksnakan melalui serangkaian proses pengelolaan keuangan daerah yang meliputi (1) penganggaran, (2) pelaksanaan dan (3) pertanggungjawaban. Penganggaran dilaksanakan melalui proses penyusunan anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pelaksanaan anggaran dilaksanakan melalui proses penatausahaan dan
Universitas Sumatera Utara
pencatatan (Akuntansi Keuangan Daerah) sedangkan pertanggungjawaban APBD dilaksanakan pada pertengahan tahun anggaran berupa laporan smester pertama tahun anggaran yang bersangkutan dan pada akhir tahun anggaran berupa Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) melalui sidang paripurna DPRD. Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) berisikan laporan keuangan sebagai lampiran dan harus disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) yang terdiri dari : 1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca 3. Laporan Arus Kas dan 4. Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) adalah suatu daftar yang menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh pemerintah daerah yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam suatu periode tertentu. Neraca adalah suatu daftar yang menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu Laporan Arus Kas merupakan suatu laporan yang menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan transaksi non anggaran yang menggambarkan saldo awal. penerimaan, pengeluaran dan saldo akhir kas pemerintah daerah selama satu periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Catatan atas Laporan keuangan merupakan penjelasan naratif atau rincian dari angka-angka yang tertera dalam laporan realisasi anggaran, neraca dan daftar arus kas. Catatan atas laporan keuangan juga mencakup informasi tentang kebijaksanaan akuntansi yang dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan dan dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-unkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar.
2.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut pasal 1 ayat (9) Permendagri No. 13 tahun 2005 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dimaksudkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut dengan APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang harus di setujui bersama oleh pemerintah daerah dengan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. . Penyusunan APBD itu sendiri merupakan suatu proses yang panjang melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan penjaringan aspirasi masyarakat (jaring asmara) yang kemudian dibahas melaui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) pada tingkat kecamatan. Untuk penyusunan APBD tahun 20007 sebagaimana diamanatkan dalam lampiran Permendagri No. 26 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007 disebutkan ; Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penyusunan APBD tahun anggaran 2007 yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1.
Penyusunan Kebijakan Umum (KUA)
2.
Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai KUA antara Pemerintah Daerah dan DPRD
3.
Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
4.
Pembahasan dan penetapan kesepakatan bersama mengenai Prioritas Plafon Anggaran (PPA) anatara Pemerintah Daerah dan DPRD
5.
Penyusunan dan penyampaian surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran – Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) kepada seluruh SKPD.
6.
Pembahasan RKA-SKPD oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dengan SKPD.
7. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD. 8. Penyusunan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Terkait dengan penganggaran APBD, maka dalam penelitian ini pembahasan dibatasi pada penyusunan dan pembahasan RKA-SKPD. Sesuai dengan surat edaran yang diterima dari kepala daerah, maka masing-masing SKPD menyusun RKA dengan menggunakan format sebagaimana diatur dalam lampiran Permendagri No. 13 tahun 2005 Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai berikut : RKA-SKPD
(Ringkasan Anggaran Pendapatan, Belanja
dan
Pembiayaan SKPD) RKA-SKPD 1
(Rincian Anggaran Pendapatan SKPD)
Universitas Sumatera Utara
RKA-SKPD 2.1
(Rincian Anggaran Belanja Tidak Langsung)
RKA-SKPD 2.2
(Rekapitulasi
Rincian
Anggaran
Belanja
Tidak
Langsung menurut Program dan Kegiatan SKPD RKA-SKPD 2.2.1
(Rinsian
Anggaran
Belanja
Langsung
menurut
Program dan kegiatan.) RKA-SKPD 3.1
(Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah)
RKA-SKPD 3.2
(Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah)
RKA-SKPD yang didukung dengan rinciannya yaitu RKA-SKPD 1 sampai dengan RKA-SKPD 3.2 dihimpun oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah untuk dibahas dan dinilai kesesuaian anatara RKA-SKPD dengan KUA dan PPA. Adapun Format RKA-SKPD sebagai mana dimuat dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah antara lain berisi nama program, nama kegiatan, indikator kinerja, tolok ukur kinerja, target dan indikator kinerja (input, output dan outcome), objek belanja dan rincian objek belanja serta dilengkapi dengan nomor rekening. Setelah RKA dari seluruh SKPD dikompilasi oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan RAPBD, maka struktur RAPBD tersebut dapat disusun sebagai berikut: 1. Anggaran Pendapatan. 2. Anggaran Belanja dan 3. Anggaran Pembiayaan
Universitas Sumatera Utara
Proses selanjutnya adalah TAPD mempersiapkan rancangan peraturan daerah tentang RAPBD, kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas terlebih dahulu oleh panitia anggaran. Hasil pembahasan RAPD oleh panitia anggaran yang memuat koreksi-koreksi atas RAPD yang diajukan oleh TAPD, selanjutnya dibahas di dalam sidang paripurna DPRD dan ditetapkan menjadi APBD dengan Peraturan daerah tentang APBD.
2.3 Pengetahuan dan Kinerja Panitia Anggaran Tugas pokok dari DPRD adalah melakukan perencanaan dan pengawasan dalam hal penyelenggaraan pemerintahan didaerah, yang meliputi perencanaan dan pengawasan keuangan daerah, sehingga kinerja panitia anggaran sebagai unsur anggota DPRD tersebut dapat dilihat dari kinerja perencanaan dan pengawasannnya terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Untuk dapat melaksanakan funsinya dengan baik, maka panitia anggaran dituntut untuk memiliki pengetahuan yang cukup tentang pengelolaan keuangan daerah baik menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun prosedur dan teknis penyusunan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Adapun peraturan perundang-undangan yang terkait anggaran daerah yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain sebagai berikut : 1. Undang-undang No. 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. 2. Undang-undang No. 1 tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.
Universitas Sumatera Utara
3. Undang-undang No. 15 tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan dan Tanggung jawab Keuangan Negara. 4. Undang-undang No 32 tahun 2004 Tentang Pemrintahan Daerah. 5. Undang-undangNo. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan daerah. 6. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2004 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2007 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. 7. Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 8. Peraturan Pemerintah No. 58 tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyeleggaraan Pemerintah Daerah. 9. Peraturan Pemerintah No. 79 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. 10. Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimum. 11. Permendagri No. 13 tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan daerah. 12. Permendagri No. 26 tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007. Peraturan perundang-undangan tersebut di atas perlu dikaji dan dipahami dengan baik sehingga panitia anggaran mampu melaksanakan fungsinya dibidang penganggaran dan pengawasan APBD.
Universitas Sumatera Utara
Dari
sisi
perencanaan
keuangan
daerah,
panitia
anggaran dapat
melakukannya mulai dari penjaringan aspirasi masyarakat sampai dengan persetujuan dan penetapan Peraturan daerah (Perda) tentang APBD sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perencanaan anggaran daerah tersebut dapat dilakukan secara sinerji dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melalui tahapan-tahapan pembahasan dalam rangka penyusunan APBD untuk tahun anggaran tertentu. Keterlibatan panitia anggaran di dalam proses perencanaan anggaran daerah, pada prinsipmya mengandung unsur pengawasan yang bersifat prefentif, sehingga anggaran yang diajukan oleh pihak eksekutif dapat memenuhi kinerja yang baik serta pemborosan-pemborosan keuangan daerah dapat dicegah secara dini. Dari sisi pengawasan keuangan daerah, baik melalui laporan pelaksanaan APBD yaitu Laporan Realisasi Anggaran (LRA) semester pertama tahun berkenaan maupun melalui Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) pada akhir tahun anggaran, maka panitia anggaran memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang cukup memedai untuk mengevaluasi apakah perencanaan berupa APBD dan penjabarannya yang telah disusun dapat berjalan secara efisien, efektif dan ekonomis. Selain itu, evaluasi secara administratif juga perlu dilakukan oleh panitia anggaran terhadap ketepatan sasaran pelaksanaan kegiatan yang membebani APBD guna mengukur kinerja kepala daerah. Menurut keputusan presiden no 74 tahun 2001 (tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah) pasal 1 (6) menyebutkan bahwa pengawasan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001). Pengawasan yang dilakukan oleh DPRD dimulai pada saat proses penyusunan APBD, pengesyahan APBD, pelaksanaan APBD dan pertanggungjawaban APBD. Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk: (1) menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan anggaran yang telah digariskan, dan (3) menjaga agar hasil pelaksanaa APBD benar-benar dapat dipertanggungjawabkan Agar fungsi perencanaan dan pengawasan yang dilakukan oleh panitia anggaran berjalan secara efektif, maka panitia anggaran harus memahami pengertian dan fungsi anggaran bagi suatu pemerintah daerah. Disamping itu, panitia anggaran harus memahami adanya perubahan paradigma dari anggaran tradisional menjadi Anggaran Berbasis Kinerja. Menurut pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor
105 tahun 2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah disebutkan bahwa ”APBD disusun dengan pendekatan kinerja” Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah suatu sistem anggaran dimana setiap input yang digunakan harus mengutamakan upaya pencapaian output dan outcome yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kaitannya dengan anggaran berbasis kinerja, dimaksudkan dengan input adalah segala sesuatu yang digunakan di dalam pelaksanaan sebuah kegiatan dari sebuah program baik berupa uang, sumberdaya, peraturan perundang-undangan dan lain-lain harus dapat menghasilkan suatu output (keluaran) yang dapat diukur baik secara kuntitatif maupun secara kualitatif. Dimaksudkan outcome (keluaran) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran, tujuan, program dan kebijakan yang telah digariskan. Sedangkan outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output atau keluaran dari kegiatan-kegiatan di dalam sebuah program. Dengan perkataan lain Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah suatu sistim anggaran yang dapat diukur dari setiap uang yang dikeluarkan harus setara dengan penyediaan pelayanan yang dapat diberikan baik kepada aparatur pemerintah maupun kepada masyarakat. Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Identifikasi output dan outcome yang akan dihasilkan oleh suatu program dan kegiatan. 2. Menghubungkan pengeluaran dengan hasil yang akan dicapai 3. Nilai efektivitas, efisiensi dan ekonomis (Value for money) Disamping memahami tentang anggaran, Panitia anggaran juga harus memahami tentang laporan keungan daerah yang merupakan suatu bentuk
Universitas Sumatera Utara
pertanggung jawaban dari pemerintah daerah atas penggunaan anggaran. Laporan keuangan pemerintah daerah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pemerintah daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan pemerintah daerah digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan dengan anggaran yang ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektifitas dan efisiensi suatu entitas pemerintah daerah. Beberapa peneliti yang menguji hubungan antara kualitas anggota DPRD dengan kinerjanya diantaranya dilakukan oleh Indradi, 2001; Syamsiar, 2001; Sutamoto, 2003. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa kualitas DPRD yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja dewan yang salah satunya adalah kinerja pada saat melakukan pengawasan. Yudono (2002) menyatakan bahwa DPRD akan mampu menggunakan hakhaknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajiban secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional jika setiap anggota mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran. Dengan mengetahui tentang anggaran diharapkan anggota DPRD dapat mendeteksi adanya pemborosan dan kebocoran anggaran daerah.
Universitas Sumatera Utara
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa pengetahuan yang cukup bagi seorang panitia anggaran diperlukan untuk mengawasi aggaaran daerah sekurangkurangnya pada 2 (dua) tahapan yaitu: a. Tahap penyusunan anggaran b. Tahap pertanggung jawaban anggaran Untuk tujuan pengawasan, panitia anggaran memegang peranan penting baik pada tahap perencanaan maupun pada tahap pertanggung jawaban APBD. Pada tahap perencanaan panitia anggaran dapat mendeteksi rancangan anggaran daerah sejak dini, sehingga dapat dipastikan bahwa anggaran daerah tersebut telah disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu sesuai dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) serta memenuhi kriteria prinsip-prinsip anggaran. Pada tahap pembahasan RAPBD, maka bentuk pengawasan yang harus dilakukan adalah menilai singkronisasi antara RAPD yang merupakan rangkuman RKA dari seluruh SKPD dengan KUA dan PPA yang telah disepakati sebelumnya. Pembahasan dan evaluasi sangat ditekankan pada capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, analisis standar belanja, standar harga satuan, Standar Pelayanan Minimal (SPM) serta singkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip anggaran. Selain itu, evaluasi juga perlu diperketat mengenai keterkaitan antara rincian obyek belanja dengan obyek belanja dan antara obyek belanja dengan kegiatan dan program untuk setiap SKPD. Kondisi tersebut merupakan pengawasan awal yang dilakukan oleh seluruh anggota DPRD termasuk panitia anggaran terhadap rencana capaian kinerja kepala daerah.
Universitas Sumatera Utara
Pada tahap pertanggung jawaban anggaran, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran setidak nya dapat dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun yaitu terhadap : a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Semester Pertama Menurut ayat (1) pasal 293 Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan daerah disebutkan bahwa : “Laporan realisasi semester pertama APBD dan prognisis untuk 6 (enam) bulan berikutnya disampaikan kepada DPRD paling lambat akhir bulan Juli tahun yang berkenaan”. Fungsi pengawasan panitia anggaran melalui laporan semester pertama tersebut adalah melakukan evaluasi apakah pelaksanaan APBD pada semester pertama tahun yang bersangkutan telah sesuai dengan anggaran atau APBD yang telah ditetapkan. Apabila terjadi penyimpangan antara realisasi anggaran dengan anggaran yang telah ditetapkan, panitia anggaran membuat rekomendasi kepada kepala daerah untuk ditindaklanjuti. b. Laporan Tahunan. Pada akhir tahun anggaran, seluruh SKPD sebagai pengguna anggaran menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) dan Neraca SKPD kepada PPKD sebagai dasar penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dari hasil penelitian diketahui bahwa sampai saat ini SKPD belum menyusun laporan keuangan daerah sebagi wujud desentralisasi keuangan daerah. Akan tetapi Laporan keuangan daerah yang melipti Laporan Realisasi Anggaran (LRA) neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan serta laporan kinerja disusun langsung oleh PPKD atau kepala
Universitas Sumatera Utara
bagian keuangan bagi daerah yang belum memiliki Badan Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD). Laporan keuangan daerah tersebut kemudian disampaikan
kepada Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit. Laporan keuangan pemerintah daerah hasil audit oleh BPK merupakan lampiran dari LKPJ kepala daerah yang akan disampaikan kepada DPRD. Apabila sampai batas waktu 2 (dua) bulan BPK belum menyerahkan laporan keuangan yang telah diaudit, maka kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) atas pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dievaluasi dan dibahas di dalam sidang paripurna DPRD. Pada pasal 302 ayat (2) permendagri No.13 tahun 2006 disebutkan bahwa “Persetujuan bersama tentang Rancangan Peraturan Daerah tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD oleh DPRD paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak rancangan peraturan daerah diterima”. Waktu 1 (satu) bulan adalah waktu yang cukup bagi panitia anggaran di DPRD untuk melakukan pengawasan melalui kegiatan evaluasi dan analisa atas laporan keuangan pemerintah daerah yang diterimanya untuk dibahas di dalam sidang paripurna DPRD. Dari uraian di atas jelaslah bahwa panitia anggaran dan anggota DPRD secara keseluruhan juga dituntut untuk memahami Sistim Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) yang diterapkan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) agar mampu mengevaluasi dan menganalisa Laporan Keuangan yang disampaikan oleh kepala daerah sebagai lampiran LKPJ. Hal ini menjadi lebih penting apabila BPK
Universitas Sumatera Utara
belum menyampaikan hasil audit atas laporan keuangan yang disampaikan oleh pemerintah daerah. Laporan Realisasi Anggaran (LRA) perlu dievaluasi untuk mengetahui apakah terdapat pergeseran objek atau rincian objek belanja dengan kegiatan dan program yang telah ditetapkan, sehingga tidak terkait dengan capaian kinerja yang diharapkan Disamping itu, evaluasi dan analisa juga diperlukan untuk mengetahui apakah realisasi anggaran telah terjadi mark up terhadap satuan-satuan harga pada rincian objek belanja untuk setiap kegiatan. Apabila hal tersebut di atas terjadi maka di dalam pembahasan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD perlu diminta penjelasan atau klarifikasi dari kepala daerah mengenai penyimpangan tersebut. Terhadap neraca daerah, panitia anggaran perlu mengadakan evaluasi dan analisa apakah neraca daerah telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2005. Laporan arus kas perlu dievaluasi secara cermat sehingga memberikan informasi mengenai arus kas masuk dan arus kas keluar untuk semua kelompok kegiatan, baik kegiatan operasi, kegiatan investasi, kegiatan pembiayaan maunpun kegiatan non anggaran. Selain itu, catatan atas laporan keuangan yang antara lain berisikan kebijakan akuntansi yang terapkan oleh pemerintah daerah, perlu dievaluasi dan dianalisa, sehingga dapat diambil sebuah kesimpulan apakah laporan keuangan daerah telah memberikan informasi keuangan yang relevan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Evaluasi dan analisa terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh Panitia anggaran adalah merupakan bentuk pengawasan yang bersifat represif yaitu pengawasan anggaran setelah anggaran tersebut dilaksanakan. Setelah panitia anggaran menyelesaikan tugas evaluasi terhadap semua unsur laporan keuangan yang diajukan oleh kepala daerah melalui LKPJ, kemudian hasilnya dibahas di dalam sidang paripurna DPRD setelah mendengar pidato kepala daearah tentang pelaksanaan APBD yang terangkum di dalam LKPJ. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dan ditemukan sebagai hasil pengawasan pelaksanaan APBD, maka pimpinan DPRD dapat menggunakan hak bertanya (hak interpelasi) kepada kepala daerah untuk meminta keterangan baik secara lisan maupun tulisan dan kepala daerah wajib memberikan jawaban. Setelah seluruh permasalahan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD dapat diklarifikasi dan disetujui bersama antara DPRD dan kepala daerah, selanjutnya pimpinan DPRD mengesyahkan LKPJ kepala daerah melalui Peraturan daerah (perda) tentang LKPJ. Namun demikian pembahasan di dalam tulisan ini, penulis membatasi penelitian pada pengetahuan anggaran dari panitia anggaran yaitu pengetahuan anggaran sejak proses penyusunan anggaran sampai dengan evaluasi Laporan Realisasi Anggaran (LRA), baik laporan semester pertama maupun LKPJ pada akhir tahun anggaran. Pengetahuan panitia anggaran tentang Sistim Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD) dan pemahaman tentang Standar Akuntasi Pemerintahan (SAP) tidak diikutkan di dalam penelitian ini dan dapat dilanjutkan dengan penelitian berikutnya.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Partisipasi Masyarakat Dengan adanya perubahan paradigma anggaran di era reformasi, menuntut adanya pasrtisipasi masyarakat dalam keseluruhan siklus anggaran. Untuk menciptakan akuntabilitas kepada publik diperlukan partisipasi kepada instansi dan warga masyarakat dalam penyusunan dan pengawasan anggaran (Rubin 1996). Pada Lampiran Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun 2007 poin II.1.b disebutkan bahwa “APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan” Peranan panitia anggaran dalam melakukan pengawasan keuangan daerah, selain dibutuhkan pengetahuan tentang anggaran, pengawasan juga akan dipengaruhi oleh keterlibatan masyarakat, sehingga diharapkan dapat meningkatkan fungsi pengawasan.
Terkait dengan penyusunan APBD, maka ada beberapa prinsip yang
harus diperhatikan yaitu : 1. Partisipasi Masyarakat 2. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran 3. Disiplin Anggaran 4. Keadilan Anggaran 5. Efesiensi dan Efektifitas Anggaran 6. Taat Azas Anggaran
Universitas Sumatera Utara
Uraian lebih lanjut terhadap ke enam perinsip di atas dapat diuraikan sebagai berikut : Partisipasi masyarakat dipandang pemting aga dalam proses penyusunan dan penetapan APBD agar masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD. Transparansi
dan
akuntabilitas
anggaran
merupakan
cara
untuk
mengkomunikasikan APBD yang telah disusun kepada masyarakat luas, sehingga APBD tersebut harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Disiplin anggaran memegang peranan penting dan memerlukan pengawasan yang efektif, sehingga pelaksanaan anggaran daerah dapat memberikan arah yang sesuai dengan APBD yang telah ditetapkan. Anggaran pendapatan harus merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan anggaran belanja yang dianggarankan adalah merupakan batas pengeluaran tertingi yang dibenarkan. Setiap anggaran pengeluaran harus didukung dengan kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang dananya tidak mencukupi kredit anggaran dalam APBD/perubahan APBD. Oleh karena itu, semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui kas umum daerah.
Universitas Sumatera Utara
Keadilan anggaran merupakan sisi lain yang perlu mendapatkan pengawasan yaitu menyangkut pajak daerah, retribusi daerah dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan membayar. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang memiliki pendapatan rendah dan masyarakat yang mempunyai pendapatan lebih tinggi diberikan beban secara porposional. Prinsip efesiensi dan efektifitas anggaran sangat terkait dengan pemanfaatan dana dengan sebaik mungkin, sehingga menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran secara efesien dan efektif dapat dilakukan melalui penetapan anggran secara jelas mulai dari penetapan tujuan, sasaran, hasil dan manfaat, indikator kinerja yang ingin dicapai, penetapan prioritas kegiatan, perhitungan beban kerja sampai kepada penetapan harga-harga satuan yang rasional. Taat azas merupakan suatu keterikatan bagi pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan penetapan APBD. Selain itu, pengawasan perlu dilakuan terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dimana APBD harus lebih diarahkan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat (publik) dan bukan membebani masyarakat. Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang mengakibatkan ketidakadilan, menghambat kelancaran pembangunan, pemborosan keuangan daerah serta memicu ketidakpercayaan masyarakat tehadap pemerintah daerah.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Review Penelitian Terdahulu Penilitian ini adalah merupakan replikasi dari penelitian-penelitian terdahulu dengan menambah variabel pertisipasi masyarakat sebagai variabel moderating. Adapun ringkasan dari penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 2.5.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Peneliti dan Tahun 1 Indradi dkk (2001)
Adriani (2002)
Judul
Variabel yang digunakan 2
Pengaruh pendidikan, pengetahuan dan pengalaman anggota DPRD terhadap proses pembuatan peraturan daerah.
3
Hasil Penelitian 4
Kualitas DPRD yang diukur dengan pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keahlian berpengaruh terhadap kinerja DPRD 2. Variabel Independen : Pendidikan, Pengetahua yang salah satunya adalah pengalaman dan ketrampila kinerja pada saat Dewan melakukan pengawasan 1 .Variabel Dependen : Fungsi pengawasan Dewan.
oleh
1 .Variabel Dependen : Pengaruh pengetahuan dan Pengawasan Keuangan RPPs terhadap Daerah. peranan DPRD dalam Pengawasan 2.Variabel Independen Anggaran Pengetahuan Dewan Tentang anggaran
Pengetahuan Anggaran berpengaruh secara signifikan terhadap pengawasan keuangan daerah yang dilakukan oleh DPRD
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 2.1 Pramono (2002)
Pengawasan 1 .Variabel Dependen : Legislatif Terhadap Pengawasan Anggaran Eksekutif dalam Daerah (APBD) Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. 2. Variabel Independen : • Pengetahuan anggaran. • Partisipasai masyarakat dan transparansi kebijakan publik
Faktor-faktor yang menunjang fungsi pengawasan adalah reformasi dan legitimasi wakil rakyat sedangkan faktor-faktor yang menghambat fungsi pengawasan adalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kurangnya sarana dan prasarana.
Yudono (2002)
Optimalisasi Peran 1 .Variabel Dependen : DPRD dalam Pengawasan Anggaran Penyelenggaraan Daerah. Pemerintah Daerah. 2. Variabel Independen : Pengetahuan tentang anggaran.
DPRD akan mampu melaksanakan hak-haknya secara tepat, melaksanakan tugas dan kewajibannya secara efektif serta menempatkan kedudukannya secara proporsional, jika setiap anggota DPRD mempunyai pengetahuan yang cukup dalam hal konsepsi teknis dalam melakukan pengawasan keuangan daerah salah satunya adalah pengetahuan tentang anggaran.
Pengaruh 1 .Variabel Dependen : partisipasi Pengawasan Keuangan Masyarakat dan Daerah (APBD) Transparansi Kebijakan Publik 2. Variabel Independen : Terhadap Pengetahuan Dewan Tentang Hubungan Antara anggaran. Pengetahuan Dewan Tentang 3. Variabel Moderating : Anggaran Dengan Partisipasi Masyarakat dan Pengawasan Transparansi Kebijakan Keuangan Daerah Publik.
Pengetahuan anggaran dan interaksi antara pengetahuan anggaran dengan partisipasi masyarakat berpengaruh siqnifikan terhadap pengawaasan APBD yang dilakukan oleh Dewan. sedangkan interaksi pengetahuan anggaran dengan transparansi kebijakan publik tidak berpengaruh siqnifikan terhadap pengawasan yang dilakukan oleh dewan.
Sopanah (2003)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Penelitian Berdasarkan landasan teori dan masalah penelitian, maka penulis akan mengembangkan kerangka penelitian sebagai berikut : Partisipasi Masyarakat
Pengetahuan tentang anggaran
H1
Jenjang pendidikan
H2
Kinerja panitia anggaran
Latar belakang pendidikan HH Gambar 2.1 Kerangka Penelitian Dari kerangka penelitian di atas memperlihatkan bahwa kinerja panitia anggaran sebagai variabel dependen (variabel terikat) diduga akan dipengaruhi oleh variabel independen lainnya berupa pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan. Pengaruh pengetahuan anggaran terhadap kinerja panitia anggaran adalah semakin tinggi pengetahuan seorang panitia anggaran tentang anggaran, diduga akan semakin tinggi pula kinerja anggota panitia anggaran tersebut (secara individu) dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Jenjang pendidikan dimana semakin tinggi jenjang pendidikan seorang panitia anggaran tentang anggaran, diduga akan semakin tinggi pula kinerja anggota panitia anggaran tersebut (secara indifidu) dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya yang memiliki jenjang pendidikan lebih rendah. Belakang pendidikan yang diduga mempengaruhi kinerja penitia anggaran adalah panitia anggaran yang mempunyai latar belakang pendidikan akuntansi atau manajemen, maka secara individu kinerja anggota panitia anggaran yang bersangkutan lebih tinggi dibandingkan dengan kinerja anggota panitia anggaran lainnya yang memiliki latar belakang pendidikan non akuntansi atau manajemen. Selain variabel independen, dalam penelitian ini juga digunakan “partisipasi masyarakat” sebagai variabel moderating yang diduga akan memperkuat atau memperlemah hubungan antara pengetahuan anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan terhadap kinerja panitia anggaran.
2.7. Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah, masalah penelitian yang telah di paparkan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah: H1: Pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan panitia anggaran mempunyai pengaruh terhadap kinerja panitia anggaran. H2:
Partisipasi masyarakat akan mempengaruhi hubungan antara pengetahuan tentang anggaran, jenjang pendidikan dan latar belakang pendidikan dengan kinerja panitia anggaran.
Universitas Sumatera Utara