BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kadar Hemoglobin 1. Pengertian Hemoglobin adalah suatu protein globular majemuk yang tersusun atas empat sub-unit. Masing-masing sub-unit tersusun atas bagian protein yaitu globin dan bagian nir-protein yang disebut heme. Tiap sub-unit hemoglobin memiliki struktur yang menyerupai molekul protein pengikat oksigen lain, yaitu mioglobin (Sofro, 2004). Hemoglobin adalah suatu molekul yang dibentuk oleh 4 sub unit. Setiap sub unit mengandung suatu gugusan heme yang dikonjugasi ke suatu polipeptida. Heme merupakan turunan porfirin yang mengandung besi. Polipeptida dinamai secara bersama-sama sebagai bagian globulin dari molekul hemoglobin (Sodikin dan Ester, 2009). Kadar hemoglobin ialah ukuran pigmenrespiratorik dalam butiranbutiran darah merah. Jumlah hemoglobin dalam darah normal adalah kirakira 15 gram setiap 100 ml darah dan jumlah ini biasanya disebut “100 persen” (Evelyn, 2009). Hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi. Memiliki afinitas (daya gabung) terhadap oksigen dan dengan oksigen itu membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringanjaringan (Evelyn, 2009). Batas normal nilai hemoglobin untuk seseorang sukar ditentukan karena kadar hemoglobin bervariasi diantara setiap suku
9
10
bangsa. Namun WHO telah menetapkan batas kadar hemoglobin normal berdasarkan umur dan jenis kelamin (WHO dalam Arisman, 2002) Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan dari hemoglobin (Handayani dan Haribowo, 2008). Tabel 1.1 Batas Kadar Hemoglobin Kelompok Umur Anak 6 bulan – 6 tahun Anak 6 tahun – 14 tahun Pria dewasa Ibu hamil Wanita dewasa Sumber : WHO dalam zarianis 2006
Batas Nilai Hemoglobin (gr/dl) 11,0 12,0 13,0 11,0 12,0
2. Faktor Yang Mempengaruhi Menurunkan Kadar Hemoglobin Banyak faktor medis yang dapat menyebabkan anemia. Di antaranya meliputi: a. Menstruasi Salah satu faktor pemicu anemia adalah kondisi siklus menstruasi yang tidak normal. Kehilangan banyak darah saat menstruasi diduga dapat menyebabkan anemia (Niken, 2013). Kehilangan darah yang sebenarnya apabila mengalami kadar menstruasi yang berlebihan lebih dari 3-4 hari. Pembalut atau tampon selalu basah setiap jamnya dan sering menggantinya. Jika hal ini terjadi lebih dari 3 hari, maka segera kunjungi dokter, dan kalau pada saat menstruasi terlihat pucat atau merasa mau pingsan jangan tunggu sampai tiga hari (Megabohari, 2011).
11
Hampir semua wanita pernah mengalami perdarahan berlebih saat menstruasi, bahkan sebagian wanita harus mengalami hal ini setiap dating bulan. Tiap wanita mempunyai siklus menstruasi yang berlainan, normalnya dalam satu siklus kurang lebih setiap 28 hari, bisa berfluktuasi 7 hari dan total kehilangan darah antara 60 sampai 250 mm. Haid yang dialami setiap wanita sangat bervariasi dan beranekaragam, salah satunya adalah seorang wanita yang mengalami haid lebih dari 7 hari dan darah yang keluar lebih banyak tidak seperti biasanya (Ana Tardiana, 2012). Menstruasi dikatakan tidak normal saat seorang wanita mengalami menstruasi dengan jangka waktu panjang. Di mana umumnya wanita hanya mengalami menstruasi satu kali dalam sebulan, tetapi pada beberapa kasus, ada yang mengalami hingga dua kali menstruasi setiap bulan. Kondisi inilah yang dikatakan menstruasi tidak normal yang menyebabkan anemia (Niken, 2013). b. Pola Makan Arisman (2004) menyatakan bahwa kebiasaan makan adalah cara seseorang dalam memilih dan memakannya sebagai reaksi terhadap pengaruh-pengaruh psikologis, fisiologi, budaya dan sosial. Kebiasaan makan adalah suatu perilaku yang berhubungan dengan makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan dalam keluarga, preferensi terhadap makanan dan cara memilih makanan.
Banyak vitamin dan mineral diperlukan untuk
membuat sel-sel darah merah. Selain zat besi, vitamin B12 dan folat diperlukan untuk produksi hemoglobin yang tepat. Kekurangan dalam salah satu dapat menyebabkan anemia karena kurangnya produksi sel darah merah. Asupan makanan yang buruk merupakan penyebab penting rendahnya kadar asam folat dan vitamin B12 (Proverawati, 2011).
12
Pola dan gaya hidup modern membuat remaja cenderung lebih menyukai makan di luar rumah bersama kelompoknya. Remaja putri sering mempraktikkan diet dengan cara yang kurang benar seperti melakukan
pantangan-pantangan,
membatasi
atau
mengurangi
frekuensi makan untuk mencegah kegemukan. Pada umumnya remaja mempunyai kebiasaan makan yang kurang baik. Beberapa remaja khususnya remaja putri sering mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang tidak seimbang dibandingkan dengan kebutuhannya karena takut kegemukan dan menyebut makan bukan hanya dalam konteks mengkonsumsi makanan pokok saja tetapi makanan ringan juga dikategorikan sebagai makan (Arisman, 2004). Kekurangan berbagai zat gizi dapat menyebabkan anemia, adalah sangat masuk akal, kekurangan protein ataupun karbohidrat, seperti yang terjadi pada keadaan kekurangan kalori dan protein akan disertai juga oleh anemia. kekurangan
kalori
dan
protein
yang
merupakan
perwujudan
kekurangan makanan dalam jangka waktu yang cukup lama, niscaya akan menyebabkan kekurangan berbagai bahan yang diperlukan untuk pembentukan SDM. Akan tetapi, anemia hanyalah salah satu gejala di samping berbagai gejala lain pada kekurangan kalori dan protein ini (Sadikin, 2001). Menurut Wirakusumah (2010), Berpijak pada kebiasaan makan bangsa Indonesia, bapak gizi Indonesia Prof. Dr. Poorwo Sudarmo mencanangkan pedoman menu “Empat sehat lima sempurna (4 sehat 5 sempurna)”. Maknanya agar dalam menyusun menu sehari individu maupun keluarga berpedoman pada menu “empat sehat lima sempurna”. Artinya jika pedoman tersebut dijalankan, maka akan tercapai kesehatan yang diharapkan dan menjadi sempurna jika dilengkapi dengan susu. Menu “4 sehat 5 sempurna” yang dianjurkan terdiri atas bahan-bahan makanan berikut :
13
a) Makanan pokok Makanan pokok merupakan sumber karbohidrat penghasil energi yang juga membuat rasa kenyang. Contohnya : nasi, mie, roti, jagung, singkong dan sagu. b) Lauk pauk hewani dan nabati Lauk-pauk ini sebagai sumber protein yang juga membuat nikmatnya hidangan jika dicampur dengan makanan pokok yang rasanya netral.Contoh pangan hewani di antaranya daging (sapi, kambing, domba dan kerbau), unggas (ayam, bebek dan burung), ikan (ikan darat dan ikan laut), serta telur. Sementara pangan nabati seperti tempe, tahu dan kacang-kacangan. c) Sayur-sayuran Sayur-sayuran merupakan sumber vitamin, mineral dan serat yang membuat rasa nyaman serta meningkatkan selera. d) Buah-buahan Buah-buahan merupakan sumber vitamin, mineral dan serat. e) Susu Akan menjadi sempurna jika menu makanan ditambah dengan susu. Anjuran terakhir ini terutama ditujukan bagi ibu hamil atau menyusui dan anak balita (Wirakusumah, 2010). Jumlah atau porsi makanan sesuai dengan anjuran makanan bagi remaja menurut Sediaoetama (2004) yang disajikan pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2.1 Jumlah Porsi Makanan Yang Dianjurkan Pada Usia Remaja Makan pagi Makan siang 06.00-07.00 WIB 13.00-14.00 WIB Nasi 1 porsi 100 gr Nasi 2 porsi 200 gr beras beras Ikan 1 porsi 50 gr Telur 1 butir 50 gr Tempe 1 porsi 50 gr Susu sapi 200 gr Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 75 gr
Makan malam 20.00 WIB Nasi 1 porsi 100 gr beras Ikan 1 porsi 50 gr Tahu 1 porsi 100 gr Sayur 1 porsi 100 gr Buah 1 porsi 100 gr Susu skim 1 porsi 20 gr
14
c. Riwayat Penyakit Penyakit kronis, seperti kanker dan penyakit ginjal dapat menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah yang cukup. Orang yang memiliki HIV/AIDS juga dapat mengembangkan anemia akibat infeksi atau obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit (Zen, 2013). Setiap kondisi
medis jangka panjang dapat
menyebabkan anemia. Mekanisme yang tepat dari proses ini tidak diketahui, tetapi setiap berlangsung lama dan kondisi medis yang berkelanjutan seperti infeksi kronis atau kanker dapat menyebabkan anemia (Proverawati, 2011). Penyakit infeksi yang menyerang tubuh, seperti malaria juga mempunyai komponen otoimun dalam merusak dan menghancurkan tubuh manusia. Sel-sel darah merah terinfeksi oleh parasit malaria tentu saja akan pecah pada saat parasit tersebut matang dan keluar dalam jumlah banyak. Akan tetapi, pada infeksi kronis, anemia tetap terjadi dalam jumlah yang tidak sebanding besarnya (Sadikin, 2001). Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena infeksi. Telah diketahui secara luas bahwa infeksi merupakan faktor yang penting dalam menimbulkan kejadian anemia, dan anemia merupakan konsekuensi dari peradangan dan asupan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan zat besi. Kehilangan darah akibat schistosomiasis, infestasi cacing, dan trauma dapat menyebabkan defisiensi zat besi dan anemia. Angka kesakitan akibat penyakit infeksi meningkat pada populasi defisiensi besi akibat efek yang merugikan terhadap sistem imun. Malaria karena hemolisis dan beberapa infeksi parasit seperti cacing, trichuriasis, amoebiasis, dan schistosomiasis menyebabkan kehilangan darah secara langsung dan kehilangan darah tersebut mengakibatkan defisiensi besi (Arumsari, 2008). d. Aktivitas Fisik Anemia dapat mempengaruhi tingkat kesegaran jasmani seseorang. Penelitian Permaesih menemukan 25 persen remaja di
15
Bandung mempunyai kesegaran jasmani kurang dari normal. Aktivitas fisik erat kaitannya dengan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Tubuh yang sehat mampu melakukan aktivitas fisik secara optimal, sebaliknya aktivitas fisik yang dilakukan secara rutin dalam porsi yang cukup mempunyai dampak positif bagi kesehatan badan (Arumsari, 2008). Pola aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari sehingga akan membentuk pola. Aktivitas
remaja
dapat
dilihat
dari
bagaimana
cara
remaja
mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan suatu jenis kegiatan secara rutin dan berulang-ulang (Arumsari, 2008). Aktivitas fisik selama 24 jam dibagi menjadi lima yaitu aktivitas tidur, aktivitas berat (olah raga seperti jogging, sepak bola, atletik, dan sebagainya), aktivitas sedang (belajar, naik tangga, mencuci, mengepel, menyetrika, menyapu, dan sebagainya), aktivitas ringan (kegiatan sambil berdiri), dan aktivitas rileks (duduk, berbaring, dan sebagainya). Aktivitas fisik penting untuk mengetahui apakah aktivitas tersebut dapat mengubah status zat besi. Performa aktivitas akan menurun sehubungan dengan terjadinya penurunan konsentrasi hemoglobin dan jaringan yang mengandung zat besi. Zat besi dalam hemoglobin, ketika jumlahnya berkurang, secara ekstrim dapat mengubah aktivitas kerja dengan menurunkan transpor oksigen (Arumsari, 2008). Manuaba (2008) juga menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin seseorang, yaitu: a. Komponen (bahan) yang berasal dari makanan, yaitu 1) Protein, glukosa dan lemak 2) Vitamin B12, B6, asam folat dan vitamin C. 3) Elemen dasar: Fe, ion Cu dan zink. b. Sumber pembentukan darah yaitu sumsum tulang. c. Kemampuan resorbsi usus halus terhadap bahan yang diperlukan.
16
d. Umur sel darah merah (eritrosit) terbatas sekitar 120 hari. Sel-sel darah merah yang sudah tua dihancurkan kembali menjadi bahan baku untuk membentuk sel darah baru. e. Terjadinya perdarahan kronik: 1) Gangguan menstruasi 2) Penyakit yang menyebabkan perdarahan pada wanita seperti mioma uteri, polip servik, penyakit darah. 3) Parasit dalam usus: askaris, ankilostomiasis, taenia. 3. Metabolisme Zat Besi dalam Tubuh Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran (Zarianis, 2006).
17
B. Konsumsi Makanan yang Mengandung Zat Besi 1. Konsumsi makanan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu secara biologik, psikologik, maupun sosial. Hal ini terkait dengan fungsi makanan yaitu gastronomik, identitas, budaya, religi dan magis, komunikasi, lambang status ekonomi serta kekuatan. Oleh karena itu ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang lain. Ekspresi tersebut akan membentuk pola perilaku makan yang disebut dengan kebiasaan makan (Baliwati, dkk, 2007). Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi pangan di Indonesia masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan. Konsumsi dari kelompok padi-padian (beras, jagung, terigu). Masih dominan baik di kota maupun di desa namun perlu diwaspadai bahwa jenis konsumsi pangan yang bersumber lemak, minyak dan gula sudah berlebihan. Kelebihan dari kedua pangan ini akan membawa dampak negatif bagi kesehatan terutama penyakit degeneratif seperti tekanan darah tinggi, jantung dan diabetes (Ariani, M, 2004). 2. Jenis makanan yang mengandung zat besi Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara, pertama, pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Sebagai gambaran, setiap 1.000 kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe. Kedua meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi (Arisman, 2007).
18
Zat besi selain diperoleh dari bahan makanan juga bisa dari makanan yang mengandung zat besi eksogen yang berasal dari tanah, debu dan air atau panci tempat memasak. Keadaan ini lebih sering terjadi di negara yang sedang berkembang. Jumlah zat besi cemaran di dalam makanan mungkin beberapa kali lebih besar dibandingkan dengan jumlah zat besi dalam makanannya sendiri. Memasak makanan didalam panci besi bisa meningkatkan kandungan zat besi beberapa kali lipat, terutama sup yang mengandung sayuran yang mempunyai PH rendah dan dididihkan terlalu lama. Menggoreng dengan kuali besar biasanya tidak meningkatkan kandungan zat besi dalam makanan. Zat besi yang dilepas selama memasak akan berikatan dengan kelompok zat besi bukan hen dan siap untuk diserap. Bentuk lain zat besi eksogen terdapat dalam makanan seperti gandum, gula dan garam yang telah diperkaya dengan zat besi atau garam besi (Zat besi diperoleh dari bahan makanan hewani (daging, ikan, ayam, hati dan telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua,kacang-kacangan, tempe) Mengkonsumsi pangan hewani dan nabati yang cukup beraneka ragam baik jumlah maupun kualitasnya dapat membantu mencegah anemia gizi besi (Wirakusumah, 2002). Makan sayur-sayuran dan buahbuahan yang banyak mengandung vitamin C (daun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk dan nanas) sangat bermanfaat untuk meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus. Sumber makanan berzat besi tinggi diperoleh dari hati. Itu sebabnya, ibu hamil perlu banyak makan hati. Pilihan lain diperoleh dari daging, telur, kacang-kacangan dan sayuran berwarna hijau (Nadasul H, 2001). Zat besi juga diperoleh dari ikan teri, kerang, kuning telur, susu, tempe dan susu kedelai, bayam juga makanan yang banyak mengandung vitamin C seperti jeruk, tomat, mangga dan sebagainya. Sebab kandungan asam askorbat dalam vitamin C bisa meningkatkan penyerapan zat besi (Huliana M, 2001).
19
Zat makanan yang mengandung zat besi dapat diperoleh dari jenis makanan sebagai berikut (Beck, 2006): 1. Daging merah: Jenis makanan yang kaya zat besi ini dapat membantu meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah. Dalam 100 gram daging sapi segar mengandung 2,8 mg zat besi. Daging merah tinggi akan zat besi heme, yang dapat dengan mudah diserap oleh tubuh, namun demikian mengkonsumsi daging merah secara berlebihan dapat memicu perkembangan penyakit jantung. Sumber protein hewani lainnya adalah ikan yaitu setiap 100 gram terdapat 3,8 mg zat besi. 2. Sayuran : Beetroot, bayam, kacang polong, kubis, lobak, kentang dan kembang kol adalah sayuran sekaligus obat alami untuk meningkatkan jumlah darah. Jenis makanan tersebut memiliki kemampuan untuk regenerasi zat besi dan mengaktifkan sel-sel darah merah, memasok oksigen segar ke darah. Dalam 100 gram bayam hijau mengandung 3,5 mg zat besi. 3. Buah-buahan : Buah-buahan seperti kismis, plum, buah ara kering, aprikot, apel, anggur dan semangka tidak hanya membantu sel-sel darah merah mengalir tetapi juga meningkatkan jumlah darah. Bahkan, aneka produk buah jeruk juga dipercaya mampu untuk memikat zat besi. 4. Kacang: Hampir semua kacang memiliki kandungan zat besi di dalamnya, meski ada beberapa jenis kacang yang tidak memilikinya. Dari semua jenis kacang yang ada, kacang almond merupakan jenis yang memiliki kandungan zat besi paling tinggi. Satu ons almond setiap hari menyediakan sedikitnya 6 persen dari kebutuhan zat besi. Dalam 100 gram kacang terdapat 5 mg zat besi. 5. Roti, Pasta, Sereal: Roti gandum, pasta, dan sereal mengandung 20 persen atau lebih dari nilai harian asupan zat besi. Gandum menawarkan banyak manfaat kesehatan yang setiap orang harus mencoba memasukkannya ke dalam diet sehari-hari, karena kandungan
20
zat besi yang tinggi di dalamnya. Dalam 100 g sereal mengandung 11 mg zat besi. 3. Zat besi yang digunakan dalah Hemoglobin Zat besi merupakan komponen yang penting dalam pernapasan. Zat besi merupakan bagian yang berguna untuk pengikat oksigen dalam eritrosit. Zat ini dibutuhkan oleh tubuh 15-30 mg per hari. Penyerapan zat besi dipermudah oleh asam klorida dalam lambung. Zat besi terdapat pada hati, daging, telur, kacang-kacangan, keju, ikan, sayuran hijau dan buahbuahan (Irianto dan Waluyo, 2007). Ada dua jenis zat besi yang terdapat di dalam komponen yaitu : zat besi yang berasal dari hem dan bukan hem. Zat besi yang berasal dari hem merupakan penyusun hemoglobin dan myglobin, zat besi jenis ini terkandung didalam daging ikan dan unggas, serta hasil olahan darah. Zat besi dari hem ini terhitung sebagai fraksi yang relative kecil dari seluruh masukan zat besi. Dibanyak negara sedang berkembang, masukan zat besi yang berasal dari hem lebih rendah atau sama sekali dapat diabaikan. Zat besi yang bukan berasal dari hem, merupakan sumber yang lebih penting dan ditemukan dalam tingkat yang berbeda-beda pada seluruh makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sayursayuran, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan serta serelia, dalam jumlah yang sedikit terdapat didalam daging, telur, ikan.
C. Anemia 1. Definisi Anemia Anemia adalah suatu kondisi medis di mana jumlah sel darah merah atau hemoglobin kurang dari normal. Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk pria anemia biasanya didefinisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gram/100 ml dan pada wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12 gram/100 ml (Proverawati, 2011).
21
Anemia terjadi karena kurangnya zat besi dan asam folat dalam tubuh. Perempuan yang menderita anemia pada masa kehamilan berpotensi melahirkan bayi dengan berat badan rendah. Di samping itu, anemia dapat mengakibatkan kematian baik ibu maupun bayinya pada waktu proses persalinan (Hasmi, dkk, 2005). Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global sekitar 51%. Bandingkan dengan prevalensi untuk anak balita sekitar 43%, anak usia sekolah 37%, laki-laki dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil 35% (Arisman, 2004). Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung emoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan tubuh. Anemia dapat menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ tubuh (Proverawati, 2011). 2. Pencetus Terjadinya Anemia Remaja Putri Anemia dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi tiga mekanisme utama yang menyebabkan anemia adalah: a. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan Sel-sel darah normal yang dihasilkan oleh sumsum tulang akan beredar melalui darah ke seluruh tubuh. Pada saat sintesis, sel darah yang belum matur (muda) dapat juga disekresi ke dalam darah. Sel darah yang usianya muda biasanya gampang pecah sehingga terjadi anemia (Proverawati, 2011). b. Kehilangan darah Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah darah dalam tubuh, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar dan dalam waktu singkat ini jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi pada kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya (Sadikin, 2001).
22
Pada laki-laki dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit atau trauma, atau akibat pengobatan suatu penyakit. Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi zat besi (Arisman, 2004). c. Penurunan produksi sel darah merah Jumlah sel darah yang diproduksi dapat menurun ketika terjadi kerusakan pada daerah sumsum tulang atau bahan dasar produksi tidak tersedia (Proverawati, 2011). Beberapa faktor kebiasaan dan sosial budaya turut memperburuk kondisi anemia di kalangan perempuan yaitu : 1) Kurang mengkonsumsi bahan makanan hewani 2) Kebiasaan diet untuk mengurangi berat badan 3) Budaya atau kebiasaan di keluarga sering menomorduakan perempuan dalam hal makanan 4) Pantangan tertentu yang tidak jelas kebenarannya seperti perempuan hamil jangan makan ikan karena bayinya akan bau amis 5) Kemiskinan
yang
menyebabkan
mereka
tidak
mampu
mengkonsumsi makanan yang bergizi (Hasmi, dkk, 2005). Penyebab anemia sangat penting, karena atas dasar penyebab inilah pengobatan semestinya diberikan. Pengobatan anemia yang diberikan dengan tidak atas pengetahuan yang teliti akan menjadi sangat
berbahaya.
Pada
mereka
yang
cenderung
melakukan
otomedikasi (mengobati diri sendiri), apalagi di bawah pengaruh yang kuat dari informasi sepihak dan tidak lengkap yang diperoleh dari lingkungan (Sadikin, 2001). 3. Tanda dan Gejala Anemia Tanda dan gejala anemia biasanya tidak khas dan sering tidak jelas seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak nafas.
23
Kepucatan bisa diperiksa pada telapak tangan, kuku, dan konjungtiva palpebra (Arisman, 2004). Gejala anemia kurang darah seperti; tampak letih, lesu dan lemas; selaput merah mata (conjunctiva) terlihat lebih pucat; telapak tangan terlihat putih; bibir terlihat pucat, tidak bersemu kemerahan; wajah terlihat pucat pasi; kuku kaki dan tangan terlihat sangat putih atau pucat; mudah lelah; sering merasa pusing; sering merasa kepala berputar dan mual saat berdiri dari posisi semula jongkok; merasakan sesak nafas saat beraktifitas; telinga sering terasa mendengung; gangguan haid dan libido; elastisitas kulit menurun; dan rambut titpis dan halus. Gejala penyakit yang menjadi dasar penyebab anemia. Timbulnya gejala penyakit anemia ini karena penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misal anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi tambang beratakan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan telapak tangan bewarna kuning seperti jerami.(Juan ,2005) Gejala Anemia merupakan kelainan fisiologis bukan suatu diagnosis. Karena harus ditegakkan diagnosis akhir berupa suatu penyakit. Pada langkah pertama dalam melakukannya adalah mengelompokkan anemia menurut ukuran eritrosit. Pada anemia mikrositik atau hipokromik; ukuran eritrosit lebih kecil dari normal (mikrositik) dengan kadar hemoglobin lebih rendah dari normal (hipokromik). Penyebabnya yang sering adalah anemia Fe dan talasmeia. Untuk anemia normositik dan normokromik ; yang kadang disebut anemiakarena penyakit kronis. Untuk ukuran eritrosit normal. Penyakit anemia ini disebabkan oleh: infeksi kronis, seperti tuberculosis (TB) dan osteomielitis; penyakit radang seperti arthritis rheumatoid dan penyakit akut; keganasan ; dan gagal ginjal. Beberapa tanda yang mungkin menunjukkan anemia berat pada seseorang dapat mencakup: Perubahan warna tinja, Denyut jantung cepat, Tekanan darah rendah, Frekuensi pernafasan cepat, Pucat atau kulit dingin, Kulit kuning disebut jaundice jika anemia karena kerusakan sel darah merah, Murmur
jantung, Pembesaran limpa, Nyeri dada, Pusing atau
24
kepala terasa ringan (terutama ketika berdiri atau dengan tenaga), Kelelahan
atau
kekurangan
energi,
Sakit
kepala,
Tidak
bisa
berkonsentrasi, Sesak nafas (khususnya selama latihan), Nyeri dada, angina, serangan jantung, Pingsan (Proverawati, 2011). 4. Pencegahan Anemia Beberapa bentuk umum dari anemia yang paling mudah dicegah dengan makan makanan yang sehat dan membatasi penggunaan alkohol. Semua jenis anemia sebaiknya dihindari dengan memeriksakan diri ke dokter secara teratur dan ketika masalah itu timbul. Darah para lanjut usia secara rutin diperintahkan oleh dokter untuk selalu dikontrol, bahkan jika tidak ada gejala, sehingga dapat terdeteksi adanya anemia dan meminta dokter untuk mencari penyebab yang mendasar (Proverawati, 2011). Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah: a. Pemberian tablet atau suntikan zat besi b. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan c. Pengawasan penyakit infeksi d. Mortifikasi makanan pokok dengan zat besi (Arisman, 2007). 5. Penatalaksanaan Pada tataran praktis klinis, jika penyebab anemia sudah ditemukan dan
tempat
pendarahan
berlangsung
sudah
berhasil
dieliminasi,
pengobatan diarahkan untuk mengganti defisit zat besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah defisiensi zat besi cukup diterapi dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun, jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang relatif singkat. Karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, di samping tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan zat besi dan yang dapat menambah penyerapan zat besi (Arisman, 2004).
25
Pengobatan harus ditujukan pada penyebab anemia dan mungkin termasuk: b. Transfusi darah c. Kartikosteroid atau obat-obatan lainnya yang menekan sistem kekebalan tubuh d. Erythropoietin, obat yang membantu sumsum tulang membuat sel-sel darah e. Suplemen zat besi, vitamin B12, asam folat, atau vitamin dan mineral lainnya (Proverawati, 2011).
D. Kerangka Teori Menurut Harjana (2013), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kadar hemoglobin menurun pada remaja yaitu : kehilangan darah yang disebabkan oleh perdarahan menstruasi, kurang zat besi dalam makanan yang dikonsumsi, penyakit kronis (misalnya TBC, Hepatitis, dan sebagainya), pola hidup remaja berubah dari yang semula serba teratur menjadi kurang teratur seperti sering terlambat makan atau kurang tidur, ketidakseimbangan antara asupan gizi dan aktivitas yang dilakukan. Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas di atas maka dapat digambarkan bagan kerangka teori sebagai berikut:
Menstruasi Pola Makan Kadar hemoglobin Riwayat Penyakit Aktivitas Fisik
Skema 2.1 Kerangka teori penelitian Sumber : Manuaba (2008)
26
E. Kerangka Konsep Independen Konsumsi makanan yang mengandung zat besi
Dependen
Kadar Hemoglobin
Skema 2.1 Kerangka konsep penelitian
F. Variable Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Independen Variabel independen (variabel bebas) adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (terkait jadi variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi) (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel independennya adalah Konsumsi makanan yang mengandung zat besi. 2. Variabel Dependent Variabel dependen (Variabel terikat) adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Nursalam, 2008). Dalam penelitian ini yang merupakan variabel dependen adalah kadar hemoglobin pada remaja putri.
G. Hipotesa Hipotesis adalah kesimpulan sementara dari suatu penelitian. Hipotesis kerja (Ha) adalah suatu rumusan hipotesis dengan suatu tujuan untuk membuat ramalan tentang peristiwa yang terjadi apabila suatu gejala muncul. Dalam penelitian ini yang menjadi hipotesis penelitian adalah ada hubungan antara konsumsi makanan yang mengandung zat besi dengan kejadian kadar hemoglobin pada remaja putri di putri di RW II Kelurahan Sambiroto Kota Semarang.