BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai
perusahaan
merupakan
persepsi
investor
terhadap
tingkat
keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham (Sujoko dan Soebiantoro, 2007). Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Menurut Christiawan dan Tarigan (2007), ada beberapa konsep yang menjelaskan nilai perusahaan yaitu nilai nominal, nilai intrinsik, nilai likuidasi, nilai buku, nilai pasar dan nilai intrinsik. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan. Nilai likuidasi adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi. Nilai pasar adalah harga yang terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham sedangkan konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai suatu perusahaan adalah konsep intrinsik. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekedar harga dari sekumpulan nilai aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan dikemudian hari.
Universitas Sumatera Utara
Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan perusahaan. Penilaian perusahaan mengandung unsur proyeksi, asuransi dan judgement. Ada beberapa konsep dasar penelitian yaitu : 1. Nilai ditentukan untuk waktu atau periode tertentu 2. Nilai harus ditentukan pada harga yang wajar 3. Penilaian tidak dipengaruhi oleh sekelompok pembeli tertentu. Secara umum banyak metode dan teknik yang telah dikembangkan dalam penilaian perusahaan diantaranya adalah : a) Pendekatan laba antara lain metode rasio tingkat laba atau price earning ratio, metode kapitalisasi proyek laba b) Pendekatan arus kas antara lain metode diskonto arus kas c) Pendekatan dividen antara lain metode pertumbuhan dividen d) Pendekatan aktiva antara lain metode penilaian aktiva e) Pendekatan harga saham f) Pendekatan economic value added (EVA) Menurut Indriyo (2002), aspek-aspek sebagai pedoman perusahaan untuk memaksimalkan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: 1. Menghindari risiko yang tinggi. Bila perusahaan sedang melaksanakan operasi yang berjangka panjang, maka harus dihindari tingkat risiko yang tinggi. Proyek-proyek yang memiliki kemungkinan laba yang tinggi tetapi mengandung risiko yang tinggi perlu dihindarkan. Menerima proyek-
Universitas Sumatera Utara
proyek tersebut dalam jangka panjang berarti suatu kegagalan yang dapat mematahkan kelangsungan hidup perusahaan. 2. Membayarkan dividen. Dividen adalah pembagian laba kepada para pemegang saham oleh perusahaan. Dividen harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan para pemegang saham. Pada saat perusahaan sedang mengalami pertumbuhan dividen kemungkinan kecil, agar perusahaan dapat memupuk dana yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. Akan tetapi jika keadaan perusahaan sudah mapan dimana pada saat itu penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar, sedangkan kebutuhan pemupukan dana tidak begitu besar maka dividen yang dibayarkan dapat diperbesar. Dengan membayarkan dividen secara wajar, maka perusahaan dapat membantu menarik para investor untuk mencari dividen dan hal ini dapat membantu memelihara nilai perusahaan. 3. Mengusahakan pertumbuhan. Apabila perusahaan dapat mengembangkan penjualan, hal ini dapat berakibat terjadinya keselamatan usaha di dalam persaingan
di
pasar.
memaksimalkan
nilai
Maka
perusahaan
perusahaan
harus
yang secara
akan
berusaha
terus-menerus
mengusahakan pertumbuhan dari penjualan dan penghasilannya. 4. Mempertahankan tingginya harga pasar saham. Harga saham di pasar adalah merupakan perhatian utama dari perhatian manajer keuangan untuk memberikan kemakmuran kepada para pemegang saham atau pemilik perusahaan. Manajer harus selalu berusaha ke arah itu untuk mendorong masyarakat agar bersedia menanamkan uangnya ke dalam perusahaan itu. Dengan pemilihan investasi yang tepat maka perusahaan
Universitas Sumatera Utara
akan mencerminkan petunjuk sebagai tempat penanaman modal yang bijaksana bagi masyarakat. Hal ini akan membantu mempertinggi nilai dari perusahaan. Weston & Copeland (1999) menyatakan bahwa ukuran yang paling tepat digunakan dalam mengukur nilai perusahaan adalah rasio penilaian (valuation), karena rasio tersebut mencerminkan rasio (risiko) dengan rasio hasil pengembalian. Rasio penilaian sangat penting karena rasio tersebut berkaitan langsung dengan tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang saham. Rasio penilaian tersebut adalah market value ratio yang terdiri dari 3 macam rasio yaitu price earning ratio, price/cash flow ratio dan price to book value ratio. Price earning ratio adalah rasio harga per lembar saham terhadap laba per lembar saham. Rasio ini menunjukkan berapa banyak jumlah rupiah yang harus dibayarkan oleh para investor untuk membayar setiap rupiah laba yang dilaporkan. Price/cash flow ratio adalah harga per lembar saham dengan dibagi oleh arus kas per lembar saham. Sedangkan Price to book value ratio adalah suatu rasio yang menunjukkan hubungan antara harga pasar saham perusahaan dengan nilai buku perusahaan (Weston & Copeland, 1999). Nilai perusahaan dapat diukur dari expected value melalui arus kas maupun dari nilai history melalui asset perusahaan. Untuk mengukur nilai perusahaan ada beberapa rasio yang dapat digunakan, salah satu alternatif yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan Tobin’s Q. Rasio ini dikembangkan oleh Tobin (1967) dan dinilai dapat memberikan informasi yang paling baik, karena rasio ini dapat menjelaskan berbagai perusahaan
seperti
terjadinya
fenomena
dalam
kegiatan
perbedaan crossectional dalam pengambilan
Universitas Sumatera Utara
keputusan investasi dan diversifikasi, hubungan antar
kepemilikan
saham
manajemen dan nilai perusahaan, hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi dan kebijakan pendanaan, dividen dan kompensasi (Sukamulja, 2004). Sukamulja, (2004) menyatakan bahwa rasio Q yang digunakan, memasukkan semua unsure hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya unsur saham
biasa. Aset yang diperhitungkan dalam Tobins’Q juga
menunjukkan semua aset perusahaan tidak hanya ekuitas perusahaan. Sukamulja, (2004) menyebutkan bahwa perusahaan dengan nilai Q yang tinggi biasanya memiliki brand image perusahaan yang sangat kuat, sedangkan perusahaan yang memiliki nilai Q yang rendah umumnya berada pada industri yang sangat kompetitif atau industri yang mulai mengecil. Dalam hubungannya dengan kinerja, laporan keuangan sering dijadikan dasar untuk penilaian kinerja perusahaan. Salah satu jenis laporan keuangan yang mengukur keberhasilan operasi suatu perusahaan pada periode tertentu adalah laporan laba rugi. Akan tetapi, angka laba yang dihasilkan dalam laporan laba rugi sering kali dipengaruhi oleh metode akuntansi yang digunakan, sehingga laba yang tinggi belum tentu mencerminkan kas yang besar. Dalam hal ini, arus kas mempunyai nilai yang lebih untuk menjamin kinerja perusahaan di masa mendatang. Agnes (2002) menyatakan bahwa arus kas menunjukkan hasil operasi yang dananya telah diterima tunai oleh perusahaan serta dibebani oleh dana yang bersifat tunai dan benar-benar sudah dikeluarkan oleh perusahaan. Nilai perusahaan dapat dilihat melalui nilai pasar atau nilai buku perusahaan dari ekuitasnya. Dalam neraca keuangan, ekuitas menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
total modal perusahaan. Selain itu, nilai pasar bisa menjadi ukuran nilai perusahaan. Penilaian terhadap perusahaan tidak hanya mengacu pada nilai nominal. Suatu perusahaan dikatakan memiliki nilai yang baik jika kinerja perusahaannya juga baik. Nilai perusahaan dapat tercermin dari harga sahamnya. Jika nilai perusahaan tinggi maka dapat disimpulkan bahwa nilai perusahaan tersebut juga baik. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham (Wahidahwati, 2002). Meningkatkan nilai perusahaan berarti memaksimumkan kekayaan atau kesejahteraan para pemegang saham (Martin, et al., 1994). Tujuan perusahaan itu dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen keuangan dengan hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi keputusan keuangan yang lain yang berdampak terhadap nilai perusahaan (Fama dan French, 2002). Pengelolaan keuangan perusahaan menyangkut penyelesaian atas keputusan penting yang diambil perusahaan, antara lain keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen. Suatu kombinasi yang optimal atas ketiga keputusan itu akan memaksimumkan nilai perusahaan, dengan demikian keputusan-keputusan tersebut adalah saling berkaitan satu dengan lainnya (Qureshi, 2006). Teori organisasi dan korporasi modern dari Berle dan Means, (1933) telah banyak diterapkan dalam perusahaan-perusahaan besar dan modern sampai saat ini. Teori ini menyatakan bahwa dalam suatu organisasi harus terdapat pemisahan yang tegas antara aktivitas pengendalian dengan aktivitas operasional, dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini harus terdapat pemisahan antara Board of Directors sebagai representasi dari pemegang saham yang melakukan fungsi pengendalian atas operasional perusahaan dan Board of Management–CEO sebagai pihak yang menjalankan operasional perusahaan. Perkembangan selanjutnya, teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Hal ini disebabkan dengan adanya pemisahan peran antara pemegang saham sebagai prinsipal dan manajer sebagai agen, maka manajer pada akhirnya akan memiliki hak pengendalian yang signifikan dalam hal bagaimana mereka mengalokasikan dana investor (Jensen dan Meckling, 1976; Shleifer dan Vishny, 1997). Asumsi dasar dalam agency theory adalah bahwa manajer akan bertindak secara oportunistik dengan mengambil keuntungan untuk kepentingan pribadi sebelum memenuhi kepentingan para pemegang saham. Perilaku oportunistik manajerial dalam kaitannya dengan pencapaian nilai perusahaan, dapat digambarkan melalui fungsi-fungsi
pengelolaan
keuangan
perusahaan,
yaitu
fungsi
investasi,
pendanaan, dan fungsi dalam menjalankan kebijakan dividen. Jensen dan Meckling (1976) berpendapat bahwa manajer pada perusahaan publik memiliki insentif untuk melakukan ekspansi melebihi ukuran optimal, meskipun ekspansi tersebut dilakukan pada proyek yang memiliki net present value (NPV) negatif. Kondisi overinvestment ini dilakukan dengan menggunakan dana internal yang dihasilkan oleh perusahaan dalam bentuk free cash flow. Masalah free cash flow merujuk pada aktivitas manajer yang lebih menyukai melakukan investasi (meskipun dengan NPV negatif) dari pada membaginya dalam bentuk dividen. Manajer tertarik untuk menanamkan modal dalam rangka meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dan penurunan risiko perusahaan melalui diversifikasi, walaupun mungkin hal ini tidak selalu meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Hasil penelitian Grand Jammine dan Thomas sebagaimana dikutip oleh Bethel dan Julia (1993), menunjukkan bahwa manajer dari perusahaan publik cenderung untuk memperluas dan melakukan diversifikasi perusahaan, walaupun hal itu tidak meningkatkan nilai perusahaan. Managerial opportunism hypothesis sebagaimana diungkapkan oleh Jensen dan Meckling (1986), menyatakan bahwa para manajer mempunyai kecenderungan untuk menahan cash, menyediakan mereka untuk mengkonsumsi lebih banyak penghasilan tambahan, menggunakan dalam membangun kerajaan, dan menginvestasikan dalam proyek-proyek dan pendapatan yang mungkin meningkatkan gengsi pribadi mereka tetapi tidak bermanfaat bagi para pemegang saham (Jiraporn dan Ning, 2006). Disamping itu manajer juga mempunyai kecenderungan untuk menggunakan hutang yang tinggi bukan atas dasar maksimisasi nilai perusahaan, melainkan untuk kepentingan oportunistik mereka. Hal ini akan mengakibatkan beban bunga pinjaman dan risiko kebangkrutan perusahaan meningkat, karena agency cost of debt semakin tinggi. Meningkatnya biaya keagenan tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada penurunan nilai perusahaan. Dengan demikian perilaku oportunistik manajerial tidak menciptakan atau meningkatkan nilai perusahaan, tetapi sebaliknya akan merusak atau menurunkan nilai perusahaan. Teori keagenan menyatakan bahwa agency problem dapat diatasi dengan melakukan
beberapa
mekanisme
kontrol salah
satunya
adalah
dengan
meningkatkan dividend payout ratio, yang akan mengakibatkan tidak tersedia
Universitas Sumatera Utara
cukup banyak free cash flow dan manajemen terpaksa mencari pendanaan dari luar untuk membiayai investasinya. Rozeff (1982) mengemukakan bahwa pembayaran dividen adalah salah satu cara untuk mengurangi agency cost of equity karena konflik antara manajemen dengan pemegang saham akan berkurang.
2.1.2 Earning Management (Manajemen Laba) Herawaty (2008) menyatakan bahwa para manajer memiliki fleksibilitas untuk memilih beberapa alternatif dalam mencatat transaksi sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi. Fleksibilitas ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mengelola laba. Perilaku manajemen yang mendasari lahirnya manajemen laba adalah perilaku opportunistic manajer dan efficient contracting. Perilaku
opportunistic
yang
dilakukan
oleh
manajer
yaitu
memaksimalkan utilitasnya dalam menghadapai kontrak kompensasi dan hutang, dan political cost (Scott, 2000). Perilaku opportunis ini direfleksikan dengan melakukan rekayasa keuangan
dengan
menerapkan income increasing atau
income decreasing decretionary accrual. Sedangkan sebagai efficient contracting yaitu meningkatkan keinformatifan informasi earnings
privat.
laba
dalam
mengkomunikasikan
Perilaku manajemen oportunis dikenal dengan istilah
management,
menurut Sulistyanto (2008)
earnings management
muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu dalam pelaporan keuangan yang mengubah transaksi untuk mengubah laporan keuangan dengan tujuan menyesatkan stakeholder yang ingin mengetahui kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi
hasil
kontrak
yang
menggunakan
angka-angka
Universitas Sumatera Utara
akuntansi yang dilaporkan itu. Halim (2005) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut “Given that manager can choose accounting policies from a set ( for example, GAAP),it is natural to expect that they will choose polices so as to maximize their own utility and/or market value of the firm”. Dari definisi tersebut manajemen laba merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Ada 2 cara pemahaman atas manajemen laba yaitu : Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunistic Earning Manajemen). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif
efficient contracting (Efficient
Earning Management),
dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian - kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak - pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaan melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu. Timbulnya manajemen
laba dapat dijelaskan dengan
teori keagenan
(agency theory). Agency theory berasumsi hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih principal mempekerjakan manajer (agent). Pemegang saham selaku principal mengadakan kontrak untuk memaksimumkan kesejahteraan dirinya dengan profitabilitas yang semakin meningkat. Manajer selaku agen termotivasi
untuk memaksimalkan
pemenuhan
kebutuhan
ekonomi
dan
Universitas Sumatera Utara
psikologisnya antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Masalah keagenan muncul karena adanya perilaku oportunistik dari agent, yaitu perilaku manajer untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang berlawanan dengan kepentingan
principal.
Manajer memiliki dorongan untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang dapat memperlihatkan kinerjanya yang baik untuk mendapatkan bonus dari principal. Halim (2005) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka- angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak pihak yang berkepentingan.
Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh
agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya, serta memberikan kompensasi kepada agent. Laporan keuangan yang digunakan oleh principal untuk memberikan kompensasi kepada agent dengan harapan dapat mengurangi kotnflik keagenan dapat dimanfaatkan oleh agent untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Akuntansi akrual yang dicatat dengan basis akrual (accrual basis) merupakan subjek manajerial discretion karena fleksibilitas yang diberikan oleh GAAP memberikan dorongan kepada manajer untuk memodifikasi laporan keuangan agar dapat menghasilkan laporan laba seperti yang diinginkan, meskipun menciptakan distorsi dalam pelaporan laba (Machfoed, 2006). Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui positif accounting theory (PAT) dan Agency Theory. Tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan pemahaman tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh (Halim, 2005).
Universitas Sumatera Utara
a. Bonus dan plan hipotesis Bahwa rencana bonus atau kompensasi manajerial akan cenderung memilih dan menggunakan metode - metode akuntansi yang akan membuat laba yang dilaporkannya lebih tinggi.
Konsep ini membahas bahwa bonus yang
dijanjikan pemilik kepada manajer perusahaan tidak akan memotivasi manajer untuk bekerja lebih baik tetapi juga memotivasi manajer untuk melakukan kecurangan manajerial.
Agar selalu bisa mencapai tingkat kinerja yang
memberikan bonus, manajer mempermainkan besar kecilnya angka - angka akuntansi dalam laporan keuangan sehingga bonus itu selalu didapatnya setiap tahun. Hal inilah yang mengakibatkan pemilik mengalami kerugian ganda yaitu memperoleh informasi palsu dan mengeluarkan sejumlah bonus untuk sesuatu yang tidak semestinya. b. Debt equity hypothesis Debt equity hypothesis menyatakan bahwa perusahaan yang mempunysi rasio antara utang dengan ekuitas lebih besar, cenderung memilih dan menggunakan metode - metode akuntansi dengan laporan laba yang lebih tinggi serta cenderung melanggar perjanjian hutang apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diperolehnya. Keuntungan tersebut berupa permainan laba agar kewajiban hutang piutang dapat ditunda untuk periode berikutnya sehingga semua pihak yang ingin mengetahui kondisi perusahaan yang sesungguhnya memperoleh informasi yang keliru dan membuat keputusan bisnis menjadi keliru pula. Akibatnya terjadi kesalahan dalam mengalokasikan sumber daya.
Universitas Sumatera Utara
c. Political cost hypothesis Political cost hypothesis menyatakan bahwa perusahaan cenderung memilih dan menggunakan metode - metode akuntansi yang dapat memperkecil atau memperbesar laba yang dilaporkannya. Konsep ini membahas bahwa manajer perusahaan cenderung melanggar regulasi pemerintah, seperti undang - undang perpajakan, apabila ada manfaat dan keuntungan tertentu yang dapat diprolehnya. Manajer akan mempermainkan laba agar kewajiban pembayaran tidak terlalu tinggi sehingga alokasi laba sesuai dengan kemauan perusahaan. Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Naim (2000) dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu : a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, biaya garansi dan lain – lain. b. Mengubah metode akuntansi Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi yaitu merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus. c. Menggeser periode biaya atau pendapatan Rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain : mempercepat / menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat / menunda pengeluaran promosi sampai
Universitas Sumatera Utara
periode berikutnya, mempercepat / menunda pengiriman produk kepelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tak terpakai. Setelah memilih metode akuntansi dan menentukan nilai estimasi sesuai dengan kepentingannya, manajer membuat kebijakan bagaimana cara menerapkannya tanpa harus melanggar prinsip akuntansi. Upaya untuk memilih dan menerapkan metode akuntansi yang sesuai dengan kepentingan manajer bisa dilakukan untuk mengelola dan mengatur labanya.
Metode manajemen laba
menurut Scott (2000) dapat dilakukan dengan cara : a. Taking a bath Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba dimasa datang. b. Income minimization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat probilitas yang tinggi sehingga jika laba periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya. c. Income maximization Dilakukan pada saat perusahaan mengalami penurunan laba. Tindakan atas maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi dengan tujuan manajer memperoleh bonus yang lebih besar. d.
Income smoothing Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.
Universitas Sumatera Utara
Ukuran earning management menurut Dechow (1995) terdiri atas berbagai model sebagai berikut : 1. Model Healy Healy (1985) menguji manajemen laba dengan membandingkan rata-rata total akrual (diskala dengan lag total aset) antara variabel yang merupakan bagian manajemen laba. Model Healy dirumuskan sebagai berikut : 𝑁𝑁𝐷𝐷𝐴𝐴𝜏𝜏 = Σ𝑇𝑇𝐴𝐴 𝑡𝑡 𝑇𝑇 dimana : NDA = estimasi nondiscretionary accrual. TA = total akrual yang diskala dengan lag total asset. t = 1,2,…t merupakan tahun subscript untuk tahun-tahun yang termasuk dalam periode estimasi. 𝜏𝜏 = tahun subscript yang menunjukkan suatu tahun dalam periode berjalan. 2. Model DeAngelo
DeAngelo (1986) menguji manajemen laba dengan memperhitungkan perbedaan pertama dalam total akrual, serta mengasumsikan bahwa perbedaan pertama mempunyai suatu nilai ekpektasi nol di bawah hipotesis nol yaitu tidak adanya manajemen laba. Nondiscretionary accrual berdasarkan model DeAngelo dirumuskan : 𝑁𝑁𝐷𝐷𝐴𝐴𝑡𝑡 = 𝑇𝑇𝐴𝐴 𝑡𝑡−1
3. Model Jones Model Jones (1991) berusaha untuk mengontrol dampak perubahan ekonomi perusahaan terhadap nondiscretionaray accrual. Model Jones untuk nondiscretionary accrual dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
𝑁𝑁𝐷𝐷𝐴𝐴 𝑡𝑡 = ∝1 (1/𝐴𝐴 𝑡𝑡 −1) + ∝2 (Δ𝑅𝑅𝐸𝐸𝑉𝑉 𝑡𝑡 ) + ∝3PP𝐸𝐸 𝑡𝑡 dimana :
Δ𝑅𝑅𝐸𝐸𝑉𝑉 𝑡𝑡 = pendapatan tahun t dikurangi pendapatan tahun t-1 yang diskala oleh
total aset pada tahun t-1.
PP𝐸𝐸 𝑡𝑡 = peralatan dan properti pabrik tahun yang diskala dengan total aset pada tahun t-1.
𝐴𝐴𝑡𝑡−1 = total actual pada tahun t-1.
𝑁𝑁𝐷𝐷𝐴𝐴 𝑡𝑡 = nondiscretionary accrual perusahaan.
4. Model Industri berasumsi bahwa variasi-variasi yang terdapat pada faktor-faktor penentu nondiscretionary accrual biasa terjadi pada perusahaan-perusahaan dalam industry yang sama model industri untuk nondiscretionary accrual dirumuskan sebagai berikut : 𝑁𝑁𝐷𝐷𝐴𝐴 𝑡𝑡 = 𝛾𝛾 1 + 𝛾𝛾 2 ( 1 𝑇𝑇𝐴𝐴 𝑡𝑡 )
dimana :
𝑚𝑚𝑒𝑒𝑑𝑑𝑖𝑖𝑎𝑎𝑛𝑛1 𝑇𝑇𝐴𝐴𝑡𝑡 = nilai median dari total akrual yang diskala dengan lag aset untuk semua perusahaan non sampel yang sama dengan 2 digit kode SIC 𝛾𝛾 1 + 𝛾𝛾 2 = parameter spesifik perusahaan.
5. Model Jones yang Dimodifikasi
Model Jones dimodifikasi oleh Dechow, Sloan dan Sweeney (1995) dirancang untuk mengurangi kecenderungan terjadinya kesalahan model Jones, ketika discretionary diterapkan pada pendapatan. Perubahan pendapatan disesuaikan demgan perubahan piutang, karena dalam pendaptan atas penjualan sudah tentu ada yang berasal dari penjualan secara kredit. Pengurangan terhadap
Universitas Sumatera Utara
nilai piutang untuk menunjukksn bahwa pendapatan yang diterima benar-benar merupakan pendapatan bersih (Dechow et.al, 1995). Manajemen Laba merupakan suatu intervensi oleh pihak manajemen dengan maksud tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan
untuk
memperoleh
beberapa
keuntungan
pribadi.
Penggunaan
Discretionary Accruals sebagai proksi manajemen laba dihitung dengan mengunakan Modified Jones Model Dechow et.al (1995). TAC = NIit – CFOit Nilai total Akrual (TA) diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai berikut: TAit/Ait-1 = β1 (1/Ait-1 ) + β2 (∆ Revit/Ait-1 ) + β3 (PPEit/Ait-1 ) +e Dengan
menggunakan koefisien regresi diatas nilai non discretionary
accruals (NDA) dapat dihitung dengan rumus : NDAit = β1(1/Ait-1) + β2(∆Revit/Ait-1-∆Recit/Ait-1) + β3(PPEit/Ait-1) + e DAit = TAit /Ait-1 – NDAit-1 Keterangan: TAC = Total Accruals NIit
= laba bersih kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke
t CFOit = aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t NDAit = non discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t TAit
= Total Accruals perusahaan i pada periode ke t
Ait-1
= total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
∆Revit = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
Universitas Sumatera Utara
∆Recit = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t PPEit = aktiva tetap perusahaan i pada periode ke t e DAit
= error
= discretionary accruals perusahaan i pada periode ke t
Pengukuran Earning Management menggunakan skala rasio.
2.1.3 Teori Agensi Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance dan earning management. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dengan investor (principal). Konflik kepentingan antara pemilik dan agen terjadi karena kemungkinan agen tidak selalu berbuat sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya keagenan (agency cost). Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyatakan bahwa timbulnya earnings management dapat dijelaskan dengan teori agensi. Sebagai agen, manajer secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi sesuai dengan kontrak. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan dimana masing-masing pihak berusaha untuk mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Adanya perbedaan kepentingan oleh principal dan agen dalam
sebuah organisasi cenderung
menimbulkan konflik keagenan diantara principal dan agent. Watts dan Zimmerman (1986) menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihakpihak
yang berkepentingan.
Laporan
keuangan
digunakan
agen
untuk
Universitas Sumatera Utara
mempertangungjawabkan kinerjanya. Laporan keuangan juga merupakan sarana bagi prinsipal untuk menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh mana agen tersebut bekerja untuk meningkatkan ksesejahteraannya dan dijadikan dasar dalam menentukan jumlah kompensasi yang akan diterima oleh agen. Shleifer dan Vishny (1997) menyatakan bahwa corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teorikeagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinankepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telahmereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan ke dalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana/kapital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost).
2.1.4 Kebijakan Hutang Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Penentuan kebijakan hutang ini berkaitan dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi hutang yang besar dalam struktur modal, namun sebaliknya apabila perusahaan mengunakan hutang yang kecil atau tidak sama sekali maka perusahaan dinilai tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional perusahaan (Mamduh, 2004). Menurut Mamduh (2004) terdapat beberapa faktor yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan hutang, antara lain : a. NDT (Non-Debt Tax Shield) Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi. b. Struktur Aktiva Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. c. Profitabilitas Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasinya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba ditahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. d. Risiko Bisnis Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan. e. Ukuran Perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Perusahaan yang besar cenderung terdiversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal. f. Kondisi Internal Perusahaan Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang dalam suatu perusahaan. Hutang dapat digolongkan ke dalam tiga jenis, yaitu (Riyanto, 1995) : (1) Hutang jangka pendek (short-term debt), yaitu hutang yang jangka waktunya kurang dari satu tahun. Sebagian besar hutang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelengggarakan usahanya, meliputi kredit rekening koran, kredit dari penjual (levancier crediet), kredit dari pembeli (afnemers crediet), dan kredit wesel. (2) Hutang jangka menengah (intermediate-term debt), yaitu hutang yang jangka waktunya lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan membelanjai usaha melalui kredit ini karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi melalui kredit jangka pendek maupun kredit jangka panjang. Bentuk utama dari hutang jangka menengah adalah term loan dan lease financing. (3) Hutang jangka panjang (longterm debt) yaitu hutang yang jangka waktunya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka panjang ini digunakan untuk membiayai ekspansi perusahaan. Bentuk utama dari hutang jangka panjang adalah pinjaman obligasi (bondspayable) dan pinjaman hipotik (mortage). a. Teori Kebijakan Hutang (Trade off Theory) Teori ini menganggap bahwa penggunaan hutang 100 persen sulit dijumpai. Kenyataannya semakin banyak hutang, maka semakin tinggi beban
Universitas Sumatera Utara
yang harus ditanggung. Satu hal yang penting bahwa dengan meningkatnya hutang, maka semakin tinggi probabilitas kebangkrutan. Beban yang harus ditanggung saat menggunakan hutang yang lebih besar adalah biaya kebangkrutan, biaya keagenan, beban bunga yang semakin besar dan sebagainya. Menurut Mamduh (2004) bahwa biaya kebangkrutan dapat cukup signifikan dapat mencapai 20 persen nilai perusahaan. Biaya tersebut mencakup dua hal : 1. Biaya langsung : biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, pengacara, dan lainnya yang sejenis. 2. Biaya tidak langsung : biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Teori Trade off menjelaskan adanya hubungan antara pajak, risiko kebangkrutan dan penggunaan hutang yang disebabkan keputusan struktur modal yang diambil perusahaan (Brealey dan Myers,1991). Teori ini memperbandingkan manfaat dan biaya atau keseimbangan antara keuntungan dan kerugian atas penggunaan hutang. Pada teori ini juga dijelaskan bahwa sebelum mencapai suatu titik maksimum, hutang akan lebih murah daripada penjualan saham karena adanya tax shield. Implikasinya adalah semakin tinggi hutang maka akan semakin tinggi nilai perusahaan (Mutamimah, 2003). Namun, setelah mencapai titik maksimum, penggunaan hutang oleh perusahaan menjadi tidak menarik, karena perusahaan harus menanggung biaya keagenan, kebangkrutan serta biaya bunga yang menyebabkan nilai saham turun (Hermendito Kaaro, 2001). Menurut Hermendito Kaaro (2001), bahwa terdapat tiga kesimpulan tentang penggunaan hutang sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Perusahaan dengan risiko yang lebih rendah dapat meminjam lebih besar tanpa harus dibebani oleh expected cost of financial distress sehingga diperoleh keuntungan pajak karena penggunaan hutang yang lebih besar 2. Perusahaan yang memiliki tangible asset dan marketable asset seharusnya dapat menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang memiliki nilai terutama dari intangible assets seperti patent dan goodwill. Hal ini dikarenakan target rasio hutang yang tinggi akan mendapat manfaat pajak dari hutang. 3. Perusahaan-perusahaan di negara dengan tingkat pajak yang tinggi seharusnya memiliki hutang yang lebih besar dalam struktur modalnya daripada perusahaan yang membayar pajak pada tingkat yang lebih rendah, karena bunga yang dibayar diakui pemerintah sebagai biaya sehingga mengurangi pajak penghasilan. b. Pecking Order Theory Teori pecking order menetapkan suatu urutan keputusan pendanaan dimana para manajer pertama kali akan memilih untuk menggunakan laba ditahan, hutang dan penerbitan saham sebagai pilihan terakhir (Mamduh, 2004). Penggunaan hutang lebih disukai karena biaya yang dikeluarkan untuk hutang lebih murah dibandingkan dengan biaya penerbitan saham. Menurut Brealey dan Myers (1991), urutan pendanaan menurut teori pecking order adalah sebagai berikut : 1. Perusahaan lebih menyukai internal financing (dana internal). Dana internal tersebut diperoleh dari laba yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Perusahaan menyesuaikan target dividen payout ratio terhadap peluang investasi mereka, sementara mereka menghindari perubahan dividen secara drastis. 3. Kebijakan dividen yang sticky ditambah fluktuasi profitabilitas dan peluang investasi yang tidak dapat diproksi, berarti terkadang aliran kas internal melebihi kebutuhan investasi namun terkadang kurang dari kebutuhan investasi. 4. Apabila pendanaan eksternal diperlukan, pertama-tama perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman, yaitu mulai dari penerbitan hutang convertible bond , dan alternatif paling akhir adalah saham. c. Signaling Theory Brigham dan Houston (2001) menyatakan bahwa sinyal adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan modal baru dengan cara-cara lain seperti dengan menggunakan hutang. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manajer dan pemegang saham tidak mempunyai akses informasi perusahaan yang sama. Ada informasi tertentu yang hanya diketahui oleh manajer, sedangkan pemegang saham tidak tahu informasi tersebut sehingga terdapat informasi yang tidak simetri (asymmetric information) antara manajer dan pemegang saham. Akibatnya, ketika struktur modal perusahaan mengalami perubahan, hal itu dapat membawa informasi kepada pemegang saham yang akan mengakibatkan nilai perusahaan berubah.
Universitas Sumatera Utara
Dengan kata lain, perilaku manajer dalam hal menentukan struktur modal, dapat dianggap sebagai sinyal oleh pihak luar (Mamduh, 2004). Besarnya PBV tidak terlepas dari beberapa kebijakan yang diambil perusahaan. Salah satu kebijakan yang sangat sensitif terhadap PBV adalah kebijakan hutang (Euis dan Taswan, 2002). Menurut Brigham dan Gapenski (1996), nilai perusahaan dapat ditingkatkan melalui kebijakan hutang. Besarnya hutang yang digunakan oleh perusahaan adalah suatu kebijakan yang berhubungan dengan struktur modal. Kebijakan hutang merupakan penentuan berapa besarnya hutang akan digunakan perusahaan dalam mendanai aktivanya yang ditunjukkan oleh rasio antara total hutang dengan total aktiva (DTA). Kebijakan hutang (DTA) termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Menurut Babu dan Jain (1998) terdapat empat alasan mengapa perusahaan lebih menyukai menggunakan hutang daripada saham baru, yaitu (1) adanya manfaat pajak atas pembayaran bunga; (2) Biaya transaksi pengeluaran hutang lebih murah daripada biaya transaksi emisi saham baru; (3) lebih mudah mendapatkan pendanaan hutang daripada pendanaan saham; (4) Kontrol manajemen lebih besar adanya hutang baru daripada saham baru. Pengaruh kebijakan hutang (DTA) dalam menentukan PBV dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ukuran perusahaan merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan perusahaan dalam menentukan kebijakan hutangnya. Perusahaan besar memiliki keuntungan aktivitas serta lebih dikenal oleh publik dibandingkan dengan perusahaan kecil sehingga kebutuhan hutang perusahaan yang besar akan
Universitas Sumatera Utara
lebih tinggi dari perusahaan kecil. Selain itu, semakin besar ukuran perusahaan maka perusahaan semakin transparan dalam mengungkapkan kinerja perusahaan kepada pihak luar, dengan demikian perusahaan semakin mudah mendapatkan pinjaman karena semakin dipercaya oleh kreditur. Oleh karena itu, semakin besar ukuran perusahaan, aktiva yang didanai dengan hutang akan semakin besar pula (Homaifar dan Zietz et.al, 1994). Hal ini karena perusahaan tidak akan meningkatkan risiko yang berkaitan dengan kesulitan dalam pengembalian hutangnya (Mamduh, 2004). Kebijakan hutang yang akan diambil perusahaan juga berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam mengembalikan hutangnya. Kemampuan perusahaan dapat meningkatkan kepercayaan para kreditur untuk meminjamkan dana kepada perusahaan. Kemampuan perusahaan tersebut, sering diukur dengan current ratio (CR) yaitu perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancarnya
yang biasa
disebut dengan likuiditas perusahaan.
2.1.5 Corporate Governance Corporate governance muncul karena terjadi pemisahan kepemilikan
dengan
dengan istilah
pengendalian
masalah
perusahaan,
keagenan.
antara
atau
seringkali
dikenal
Permasalahan
keagenan
dalam
hubungannya antara pemilik modal dengan
manajer
adalah bagaimana
sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. OECD (2004) dan FCGI (2001) mendefinisikan corporate governance sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta pera pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Mekanisme corporate governance dibagi menjadi dua kelompok: (1) berupa internal mechanism (mekanisme internal) seperti komposisi dewan direksi/ komisaris, kepemilikan manajerial dan kompensasi
eksekutif. (2)
external mechanisms seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing. Utama (2006) menyatakan bahwa prinsip-prinsip corporate governance yang diterapkankan memberikan manfaat diantaranya yaitu: (1) meminimalkan agency costs dengan mengontrol konflik kepentingan yang mungkin terjadi antara prinsipal dengan agen; (2) meminimalkan cost of capital dengan menciptakan sinyal positif kepada para penyedia modal; (3) meningkatkan citra perusahaan; (4) meningkatkan nilai perusahaan yang dapat dilihat dari cost of capital yang rendah, dan (5) peningkatan kinerja keuangan dan persepsi stakeholder terhadap masa depan perusahaan yang lebih baik. Menurut Tim Studi Pengkajian prinsip - prinsip OECD (Organization for Economic Cooperation and Develovement, 2004)
yang dibentuk oleh Badan
Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, terdapat dua teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan konsep corporate governance.
Teori pertama
adalah stewardship theory, teori ini dibangun atas asumsi filosofis mengenai sifat manusia yang pada hakekatnya dapat dipercaya, mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, serta memiliki intergritas dan kejujuran terhadap pihak lain. Bila asumsi stewardship theory ini diterapkan dalam manajemen perusahaan, maka
Universitas Sumatera Utara
stewardship theory memandang manajemen sebagai pihak yang dapat dipercaya untuk bertindak sebaik - baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya maupun para pemegang saham (stokeholder) pada khususnya. Teori yang kedua adalah agency theory yang memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai agent bagi para pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya sendiri (self-interest) bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap pemegang saham sebagai mana diasumsikan dalam stewardship theory. Bertentangan dengan stewardship teory, agency theory memandang bahwa manajemen tidak dapat dipercaya untuk bertindak dengan cara sebaik - baiknya bagi kepentingan publik pada umumnya dan para pemegang saham khususnya. Adanya pemisahan antara fungsi kepemilikan (ownership) dan fungsi pengendalian (control) dalam hubungan keagenan sering menimbulkan masalah masalah keagenan (agency problem).
Masalah - masalah keagenan tersebut
timbul karena adanya konflik atau perbedaan kepentingan antara principal selaku pemilik perusahaan atau pihak yang memberikan dan agent selaku manajer perusahaan.
Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan tentang
penentuan kontrak yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Darmawati, 2004).
Namun
demikian adanya kontrak yang efisien belum cukup untuk mengatasi masalah keagenan. Konsep corporate governance timbul karena adanya keterbatasan dari teori keagenan. Beberapa konsep tentang corporate governance antara lain dikemukakan oleh Sheifer and Vishny (1997) dalam Darmawati (2004) yang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakin bahwa manajer tidak akan menggelapkan atau menginvestasikan kedalam proyek - proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dana / capital yang telah ditanam oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer. Dengan kata lain corporate governance diharapkan dapat berfungsi untuk menekan atau menurunkan biaya keagenan (agency cost). Wardhani (2006) menyatakan apabila corporate governance tercapai maka kinerja saham perusahaan tersebut akan semakin meningkat.
Penerapan corporate
governance sungguh membawa manfaat besar bagi perusahaan. Perusahaan yang dikelola dengan baik (Corporate Governance) mempunyai ciri diantaranya menyampaikan informasi dengan lebih cepat, akurat dan lengkap Amilia (2007). Suatu informasi dianggap informative jika informasi tersebut mampu mengubah kepercayaan (believes) para pengambil keputusan. Adanya suatu informasi yang baru akan mengubah harga melalui perubahan demand dan supply surat - surat berharga. Implementasi Corporate Governance akan dilaksanakan dengan berhasil jika memiliki sejumlah prinip. Menurut pedoman umum Corporate Governance Indonesia, Corporate Governance memiliki prinsip sebagai berikut : transparansi (transparancy), akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), independensi (independency), serta kewajaran dan kesetaraan (fairness).
Universitas Sumatera Utara
a. Transparansi (transparency) Untuk menjaga objektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang relevan dan dengan cara yang mudah diakses serta dipahami oleh pemangku kepentingan.
Perusahaan harus mengambil
inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang - undangan, tetapi juga hal yang penting untuk mengambil keputusan oleh pemegang saham, kreditur, dan pemangku kepentingan lainnya. Traparansi meliputi (1) penyediaan informasi yang cukup, akurat, dan tepat waktu
kepada
pihak
yang berkepentingan
terhadap
perusahaan,
(2)
mempublikasikan informasi keuangan serta informasi lainnya yang material dan berdampak signifikan pada kinerja perusahaan, (3) investor harus dapat mengakses informasi penting perusahaan secara mudah pada saat diperlukan. b. Akuntabilitas (accountability) Perusahaan
harus
dapat
mempertanggungjawabkan
kinerjanya
secara
transparan dan wajar.
Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur,
dengan
dan
sesuai
kepentingan
perusahaan
dengan
tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.
Akuntabilitas merupakan prasyaratan yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Akuntabilitas adalah fungsi,
struktur, sistem dan pertanggungjawaban organisasi perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.
Akuntabilitas meliputi
pengertian bahwa (1) Anggota dewan komisaris harus bertindak mawakili kepentingan perusahaan dan para pemegang saham, (2) memiliki komisaris
Universitas Sumatera Utara
yang bersifat independent terlepas dari manajemen, (3) praktek audit internal yang efektif. c. Pertanggungjawaban (responsibility) Pertanggungjawaban
perusahaan
(responsibility)
adalah
kesesuaian
(kepatuhan) dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan perundangan yang berlaku serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai good corporate citizen. Pertanggungjawaban meliputi (1) Menjamin dihormatinya segala hak pihak - pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan, (2) lewat prinsip responsibility diharapkan membantu peran pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. d. Independensi (independency) Independensi (independency) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku dan prinsip - pinsip korporasi yang sehat. Indepedensi meliputi proses pengambilan keputusan seharusnya berpihak pada kepentingan perusahaan. e. Kewajaran dan kesetaraan (fairness) Kewajaran dan kesetaraan (fairness) didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara didalam memenuhi hak - hak stockeholders yang timbul
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness meliputi (1) kejelasan bagi seluruh hak pemegang saham, (2) perlakuan yang sama bagi para pemegang saham, (3) asset perusahaan dikelola secara baik dan prudent (hati - hati). 2.1.5.1 Komisaris Independen Dewan
komisaris
sebagai
internal perusahaan, memiliki
puncak
peranan
dari
terhadap
sistem
pengelolaan
aktivitas
pengawasan
(Siallagan dan Machfoedz, 2006). Fama dan Jensen (1983) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris
independen)
dapat
bertindak
sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantarapara manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen.
Komisaris
manajemen serta memberikan nasihat kepada independen
merupakan
posisi
terbaik
untuk
melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang corporate governance. Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO atau manager yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris padahal fungsi dari dewan komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dari CEO tersebut.
Keberadaan komisaris
independen (sesuai dengan peraturan BEJ No.Kep-339/BEJ/07-2001) memiliki keahlian dan pemahaman yang baik tentang perusahaan dan bisnis memegang peranan penting terhadap perlindugan stakeholders perusahaan.
Komisaris
independen dengan bantuan komite audit bisa mengawasi dan mencegah tindakan manajemen yang bisa membuat laporan keuangan berkurang liabilitasnya. Dewan komisaris juga memiliki kemampuan untuk mengevaluasi strategi sehingga
Universitas Sumatera Utara
memungkinkan dewan kommisaris untuk menemukan dan memperbaiki kesalahan dari efektifitas manajer. Dikaitkan dengan tanggung jawab sosial, maka tekanan manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya.Handayani(2009)mengatakan bahwa dewan komisaris perusahaan memiliki peran penting yang menjamin perusahaan untuk mememuhi standar tanggung jawab sosial perusahaan. (Handayani, 2009) menunjukkan bahwa ada hubungan antara proporsi dewan komisaris dengan pengungkapan sukarela perusahaan. Dewan komisaris independen dalam struktur dewan diharapkan secara efektif meningkatkan kebijakan dalam tindakan strategi manajemen untuk memberikan informasi pengungkapan tanggung jawab sosial. 2.1.5.2 Kepemilikan Institusional Institusi sebagai pemilik saham dianggap lebih mampu dalam mendeteksi kesalahan yang terjadi. Hal ini dikarenakan investor institusi lebih berpengalaman dibandingkan
dengan investor
investor yang sophisticated
karena mempunyai
memproses
informasi dibandingkan
individual. Institusi kemampuan
sebagai dalam
dengan investor individual. Dengan
demikian, akan semakin membatasi manajemen dalam memainkan angkaangka dalam laporan keuangan. Wedari (2004) menyatakan bahwa investor institusional mempunyai waktu yang lebih banyak untuk melakukan analisis investasi dan memiliki akses informasi yang mahal dibandingkan dengan investor individual. Oleh karenanya, memiliki kemampuan mengawasi tindakan manajemen yang lebih baik dibandingkan dengan investor individual. Kepemilikan institusional dapat menekan kencederungan manajemen untuk
Universitas Sumatera Utara
memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas laba yang dilaporkan. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan
untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba. Persentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan terdapat akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen. Jansen dan Meckling menyatakan bahwa untuk meminimalkan konflik keagenan adalah dengan meningkatkan kepemilikan manajerial didalam perusahaan. Darmawati (2004) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat.
Gray (2001)
menyatakan dalam hal manajer akan berusaha untuk memaksimalkan kepentingan dirinya dibandingkan kepentingan perusahaan. Sebaliknya semakin besar kepemilikan manajer dalam perusahaan maka semakin produktif tindakan manajer dalam memaksimalkan nilai perusahaan dengan kata lain kontrak dan pengawasan menjadi rendah.
Manajer perusahaan akan mengungkapkan
informasi sosial dalam rangka untuk meningkatkan image perusahaan meskipun ia harus mengorbankan sumber daya untuk aktivitas tersebut. institusional sebagai mekanisme corporate governance
Kepemilikan
yang memahami
tanggung jawab sosial akan meningkatkan investasi sehingga pada akhirnya nanti akan meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dan kepemilikan institusional lainnya diharapkan untuk mendukung operasi dan informasi yang
Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan tanggung jawab sosial 2.1.5.3 Kepemilikan Manajerial Christiawan dan Tarigan (2007) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan. Dalam laporan keuangan,
keadaan
ini
ditunjukkan
dengan
besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory. Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu
ancaman
bagi
pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masing-masing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan. pemegang saham dan manajer memiliki kepentingan untuk memaksimalkan tujuannya masing-masing. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan
manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan
kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan
Universitas Sumatera Utara
manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham kemungkinan hanya mementingkan kepentingannya sendiri. 2.1.5.4 Kualitas Audit Laporan keuangan auditan yang berkualitas, relevan dan reliabel dihasilkan dari audit yang dilakukan secara efektif oleh auditor yang berkualitas. Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada laporan keuangan auditan yang diaudit oleh auditor yang dianggap berkualitas tinggi dibanding auditor yang kurang berkualitas, karena mereka menganggap bahwa untuk mempertahankan kredibilitasnya, auditor akan lebih berhati-hati dalam melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan. Dimensi kualitas auditor yang paling sering digunakan dalam penelitian adalah ukuran kantor akuntan publik atau KAP (karena nama baik perusahaan (KAP) dianggap merupakan gambaran yang paling penting. Komite audit merupakan salah satu komponen penting dalam corporate governance. Agar penyelenggaraan corporate governance dapat berjalan dengan baik (corporate governance), pemerintah telah mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Bapepam dengan surat Edaran No.SE-03/PM/2000 menyatakan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia wajib membentuk Komite Audit dengan anggota minimal 3 orang yang diketuai oleh satu komisaris independent perusahaan dengan dua orang eksternal yang independent terhadap terhadap perusahaan. Komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham
Universitas Sumatera Utara
dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam masalah pengendalian. Dengan adanya komita audit diharapkan sebagai kontrol yang meningkatkan fungsi audit dalam menyusun laporan keuangan, sehingga dewan direksi mendelegasiakan tanggung jawab kontrol laporan keuangan kepada komite audit untuk meningkatkan relevansi dan reabiliti dari laporan keuangan (Suryana 2005). Komite audit bertugas membantu dewan komisaris untuk memonitor proses pelaporan keuangan oleh manajemen untuk meningkatkan kredibilitas laporan keuangan (Suryana 2005).
Tugas komite audit meliputi, menelaah,
menilai pengendalian internal, menelaah sisitim pelaporan eksternal (Suryana, 2005). Adanya komunikasi formal antara komite audit, audit internal, dan auditor eksternal dilakukan dengan baik. Proses audit internal dan eksternal yang baik akan meningkatkan akurasi laporan keuangan dan pada akhirnya akan meningkatkan kepercayaan terhadap laporan keuangan (Suryana, 2005). Bukti
empiris menunjukan bahwa ada
pengaruh positif antara
pengungungkapan sukarela perusahaan dengan komite audit. Sistem audit juga merupakan sebuah elemen yang terintegrasi untuk membangun system corporate governance untuk meyakinkan jalannya CSR. Sementara komite audit juga meningkatkan kualitas informasi antara stakeholder dan manajer, terutama dalam menyusun laporan kinerja lingkungan dimana keduanya mempunyai pandangan yang berbeda (Handayani 2009). Sebagai bagian corporate governance, komite audit diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam melakukan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam laporan tahunan. 2.1.6
Ukuran Perusahaan
Universitas Sumatera Utara
Ukuran perusahaan adalah rata–rata total penjualan bersih untuk tahun yang bersangkutan sampai beberapa tahun. Dalam hal ini penjualan lebih besar daripada biaya variabel dan biaya tetap, maka akan diperoleh jumlah pendapatan sebelum pajak. Sebaliknya jika penjualan lebih kecil daripada biaya variabel dan biaya tetap maka perusahaan akan menderita kerugian. Ukuran perusahaan merupakan proksi volatilitas operasional dan inventory cotrolability yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukkan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan Ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, rata–rata total penjualan dan rata–rata total aktiva. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya asset yang dimiliki oleh perusahaan. Keadaan yang dikehendaki oleh perusahaan adalah perolehan laba bersih sesudah pajak karena bersifat menambah modal sendiri. Laba operasi ini dapat diperoleh jika jumlah penjualan lebih besar daripada jumlah biaya variabel dan biaya tetap. Agar laba bersih yang diperoleh memiliki jumlah yang dikehendaki maka pihak manajemen akan melakukan perencanaan penjualan secara seksama, serta dilakukan pengendalian yang tepat, guna mencapai jumlah penjualan yang dikehendaki. Manfaat pengendalian manajemen adalah untuk menjamin bahwa organisasi telah melaksanakan strategi usahanya dengan efektif dan efisien. Dalam aspek finansial, penjualan dapat dilihat dari sisi perencanaan dan sisi realisasi yang diukur dalam satuan rupiah. Dalam sisi perencanaan, penjualan direfleksikan dalam bentuk target yang diharapkan dapat direalisir oleh perusahaan.Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
membutuhkan dukungan sumber daya organisasi (modal) yang semakin besar, demikian juga sebaliknya, pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah kebutuhan terhadap sumber daya organisasi (modal) juga semakin kecil. Jadi konsep tingkat pertumbuhan penjualan tersebut memiliki hubungan yang positif, tetapi implikasi tersebut dapat memberikan efek yang berbeda terhadap struktur modal yaitu dalam penentuan jenis modal yang akan digunakan. Apabila perusahaan dihadapkan pada kebutuhan dana yang semakin meningkat akibat pertumbuhan penjualan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan semua, maka tidak ada pilihan lain bagi perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik hutang maupun dengan mengeluarkan saham baru dan suatu perusahaan yang besar yang sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau tergesernya pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan bersangkutan. Sebaliknya, perusahaan yang kecil, dimana sahamnya tersebar hanya di lingkungan kecil, penambahan jumlah saham akan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemungkinan hilangnya kontrol pihak dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk membiayai pertumbuhan penjualan dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari krediturpun akan lebih mudah karena perusahaan
Universitas Sumatera Utara
dengan ukuran besar memiliki probabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidakpastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang berukuran kecil.
2.2 Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dijadikan referensi dalam penelitian ini diantaranya adalah : 1. Siallagan dan Machfoedz (2006), melakukan penelitian dengan judul. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan tahun pengamatan 2000-2004. Variabel yang digunakan adalah: kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan, manajemen laba dan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme corporate governance mempengaruhi kualitas laba dan kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga, kepemilikan manajerial dan komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba sedangkan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Mekanisme CG berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan. Dimana, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, komite audit dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Animah dan Ramadhani (2010), melakukan penelitian dengan judul. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan. Penelitian dilakukan terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEJ dengan tahun pengamatan 2003-2007. Variabel yang digunakan adalah: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan dan nilai perusahaan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga, variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan. 3. Herawaty (2008) membuktikan peran praktik corporate governance sebagai moderating terhadap
variable dari pengaruh earnings management
nilai perusahaan. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa
earnings management berpengaruh secara negatif terhadap
nilai
perusahaan. Penelitian ini juga membuktikan bahwa pengaruh earnings management terhadap nilai perusahaan dapat diperlemah dengan adanya praktik corporate governance. Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan sampel perusahaan non keuangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2004-2006.
Universitas Sumatera Utara
4. Pradita (2010), melakukan penelitian dengan judul Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba dan Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan tahun pengamatan 2005-2008. Variabel yang digunakan adalah: kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komite audit,dan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kepemilikan institusional, , kepemilikan manajerial, dewan komisaris, komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 5. Euis Soliha dan Taswan (2002) yang berjudul “Pengaruh Kebijakan Hutang terhadap
Nilai
Perusahaan serta
beberapa
faktor
yang
mempengaruhinya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Kebijakan Hutang berpengaruh positif namun tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. 6. Dechow (1994) dengan hasil penelitian perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya apabila memiliki dewan komisaris yang didominasi oleh manajemen dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive Officer (CEO) yang merangkap menjadi chairman of board. Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan direksi cenderung lemah, maka ada kecendrungan terjadinya moral hazard
yang
dilakukan
oleh
para
direktur
perusahaan
untuk
kepentingannya melalui pemilikan perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak pada manajemen laba dan konsisten.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Riview Peneliti Terdahulu No
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Mekanisme CG, kualitas laba dan nilai perusahaan
a. Kepemilikan manajerial b. Proporsi dewan komisaris c. Komite audit d. Ukuran perusahaan e. Manajemen laba f. Nilai perusahaan
Pengaruh Struktur Kepemilikan, Mekanisme CG dan Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan
a. Kepemilikan Institusional b. Kepemilikan Manajerial c. Proporsi Dewan Komisaris Independen d. Komite Audit e. Ukuran Dewan Komisaris f. Ukuran Perusahaan g. Nilai Perusahaan
Mekanisme corporate governance mempengaruhi kualitas laba dan kualitas laba secara positif berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga, kepemilikan manajerial dan komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba sedangkan dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap kualitas laba. Mekanisme CG berpengaruh secara simultan terhadap nilai perusahaan. Dimana, kepemilikan manajerial berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan, komite audit dan dewan komisaris berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komite audit, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Selain itu juga, variabel ukuran dewan komisaris dan ukuran perusahaan berpengaruh secara parsial terhadap nilai perusahaan. Model regresi pertama, earning management berpengaruh negatif terhadapa nilai perusahaan dengan variabel kontrol ukuran perusahaan. Model regresi kedua menunjukkan kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, komite audit berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Pada model regresi ketiga, earning management berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Kepemilikan intitusional,
/Tahun 1
Siallagandan Machfoedz (2006)
2
Animah Ramadhani (2010)
3
Herawaty (2008)
Peran praktek CG sebagai variabel moderating dari pengaruh earning management terhadap nilai perusahaann
a. Kepemilikan manajerial b. Kepemilikan institusional c. Proporsi dewan komisaris independen d. Kualitas Audit e. Manajemen laba f.Nilai Perusahaan
4
Praditia (2010)
Analisis
Pengaruh
Mekanisme
Corporate
a. Kepemilikan Institusional b. Kepemilikan
dan
kepemilikan manajerial, dewan
Universitas Sumatera Utara
Governance
Terhadap
Manajemen laba dan Nilai Perusahaan Pada
Manajerial c. Dewan Komisaris d. Komite Audit e. Nilai Perusahaan
komisaris dan komite audit
a. Kebijakan Hutang b. Insider Ownership’ c. Nilai Perusahaan
Kebijakan Hutang berpengaruh
tidak
berpengaruh
terhadap
nilai perusahaan
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) 5
Euis Soliha dan
Pengaruh
Kebijakan
Taswan (2002)
Hutang terhadap Nilai Perusahaan beberapa
serta faktor
positif namun tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan.
yang
mempengaruhinya. 6
Dechow dan
Causes and
Sweeney (1994).
Consequences of
a. Earing management b. Dewan komisaris
Perusahaan memanipulasi laba lebih besar kemungkinannya
Earnings Manipulation:
apabila memiliki
An Analysis of Firms
dewan komisaris yang
Subject to Enforcement
didominasi oleh manajemen
Actions by SEC
dan lebih besar kemungkinannya memiliki Chief Executive Officer (CEO) yang merangkap menjadi chairman of board. Hal ini berarti tindakan memanipulasi akan berkurang jika struktur dewan direksi berasal dari luar perusahaan. Jika fungsi independensi dewan direksi cenderung lemah, maka ada kecendrungan terjadinya moral hazard yang dilakukan oleh para direktur perusahaan untuk kepentingannya melalui pemilikan perkiraan-perkiraan akrual yang berdampak pada manajemen laba dan konsisten
Universitas Sumatera Utara