BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Molahidatidosa
2.1.1 Defenisi Molahidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik.11 Molahidatidosa merupakan bagian dari penyakit trofoblas gestasional / Gestational Thropoblatic Disease (GTD) yaitu kelompok penyakit yang ditandai dengan proliferasi abnormal trofoblas pada kehamilan dengan potensi keganasan.Spektrum keganasan dari GTD adalah dalam bentuk koriokarsinoma.Molahidatidosa adalah neoplasma jinak dari sel trofoblas.Pada molahidatidosa kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna, melainkan berkembang menjadi patologik.12,13,14,15 Terapi yang optimal pada kelompok penyakit ini terletak
pada
diagnosis
yang
benar,
menilai
risiko
keganasan,
menggunakan sistem penilaian prognostik dan pemberian pengobatan yang
tepat.Molahidatidosa
diterapi
dengan
evakuasi
mola
atau
histerektomi,sedangkanpengobatan pilihan untuk penyakit trofoblas ganas (PTG) adalah kemoterapi. Dengan pengobatan yang tepat, angka kesembuhan mendekati 100% pada kelompok dengan resiko rendah, dan 80% sampai 85% pada kelompok dengan resiko tinggi. 3,4,5
2.1.2 Insidensi
Prevalensi molahidatidosa lebih tinggi di Asia, Afrika, Amerika Latin dibandingkan dengan negara-negara barat. Dinegara-negara barat dilaporkan 1:200 atau 2000 kehamilan, dinegara-negara berkembang 1:100 atau 600 kehamilan. Soejoenoes dkk (1967) melaporkan 1:85 kehamilan, RS dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta 1:31 persalinan dan 1:49 kehamilan; Luat A Siregar (Medan) tahun 1982 : 11-16 per 1000 kehamilan; RS Soetomo (Surabaya) : 1:80 persalinan; Djamhoer Maradisoebrata (Bandung) : 9-21 per 1000 kehamilan. Biasanya lebih sering dijumpai pada usia reproduktif (15-45 tahun) dan pada multipara. Jadi dengan meningkatnya paritas, kemungkinan untuk menderita molahidatidosa lebih besar.14 InsidensiGTD konstan sekitar 1 sampai 2 per 1.000 kelahiran di Amerika Serikat dan Eropa. Frekuensi yang sama dijumpai di Afrika Selatan dan Turki. Tingkat insidensi yang lebih tinggi telah dilaporkan di Asia.Berdasarkan populasi, penelitian di Korea Selatan baru-baru ini mencatat penurunan insidensi dari 40/1.000 kelahiran menjadi 2/1.000 kelahiran.Demikian pula, rumah sakit berbasis studi di Jepang dan Singapura telah menunjukkan penurunan kejadian mendekati angka di Amerika Serikat dan Eropa. Beberapa kelompok etnis, lebih berisiko mengalami penyakit trofoblas gestasional yaitu hispanik, penduduk asli Amerika dan kelompok populasi tertentu yang hidup di Asia Tenggara. Insidensi molahidatidosa dengan janin hidup terjadi pada 1/20.000 – 1/100.000 kehamilan. 3,4,5 2.1.3 Patofisiologi
Pada
konsepsi
normal,
setiapsel
tubuh
manusiamengandung23pasang kromosom, dimana salah satumasingmasing
pasangandari
ibudan
yang
lainnyadari
ayah.Dalamkonsepsinormal,spermatunggal kromosommembuahisel
telurdengan
dengan23
23kromosom,
sehingga
akan
dihasilkan 46 kromosom. 3,4,16
. Gambar 1.Skema Konsepsi Normal
Pada Molahidatidosa Parsial (MHP), dua sperma membuahi sel telur, menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal. Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi. Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara abnormal dan tidak dapat bertahan hidup. 3,4,16
Gambar 2.Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial (MHP)
SuatuMHK atau lengkap ketika salah satu (atau bahkan dua) sperma membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan jika kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada
saat
itu
juga.
Tetapi
dalam
kasus
yang
jarang
sel
tersebut
terimplantasipada uterus.Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.3,4,16
Gambar 3.Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit (MHK)
2.1.4 Diagnosis Pasien dengan kehamilan molahidatidosa biasanya datang dengan perdarahan pervaginam (89-97%) dan bila sudah berlangsung lama dapat menyebabkan
anemia.
Diagnosa
molahidatidosa dapat ditegakkan
dengan riwayat keluar jaringan vesikel hidatid yang mirip anggur. Hampir 80% pasien datang dengan ukuran uterus yang lebih besar dari usia kehamilan dengan ketiadaan denyut jantung janin. Pada 15-25% kasus MHK disertai dengan hiperemesis gravidarum yang berkaitan dengan peningkatan kadar β-hCG dan besar uterus. Pada 12-27% MHK disertai dengan preeklampsia. Pada 2-7% pasien MHK terdapat hipertiroidisme yang tampak secara klinis. Insufisiensi paru terjadi pada 2% kasus MHK. Pada kasus-kasus seperti ini distres pernafasan akut dapat muncul setelah
evakuasi
pernafasan
akut
molahidatidosa. adalah
dispnea,
Tanda
dan
takikardi,
gejala dan
dari
takipnea.
distres Pada
pemeriksaan fisik biasanya dijumpai ronki yang luas. Dan dibutuhkan rawatan ICU maupun ventilator. Dengan penanganan yang baik, distres pernafasan akan mereda dalam 2-3 hari. 3,4,5,17
Sekitar 27% pasien MHK mengalami toksemia ditandai oleh adanya hipertensi (tekanan darah >140/90 mm Hg), proteinuria (>300 mg/dl), dan edema.
Hipertiroid pada molahidatidosa dapat disebabkan oleh
peningkatan produksi hormon Tirotropin oleh jaringan mola dan sebagai efek dari peningkatan hormon Estrogen. Kadar T4 plasma yang meningkat pada molahidatidosa disebabkan oleh peningkatan kadar hormon hCG sehingga terjadi peningkatan ikatan molekul hCG pada tempat reseptor TSH, yang menyebabkan terjadinya hiperfungsi dari kelenjar tiroid sehingga terjadi peningkatan hormon T4 serum. 3,4,5,17 Keadaan hipertiroid ini ditandai oleh takikardia, kulit hangat, tremor, peningkatan kadar T4 dan T3 bebas. Setelah diagnosa molahidatidosa ditegakkan, maka sebaiknya diberikan terapi β-adrenergik sebelum dilakukan tindakan evakuasi jaringan mola untuk mencegah terjadinya badai tiroid pada saat evakuasi jaringan mola dan pembiusan. Terapi anti tiroid diberikan untuk waktu yang singkat. Dosis anti tiroid yang dianjurkan 20-40 mg setiap 12 jam secara oral, dan dosis di titrasi sampai 5-10 mg perhari setelah evakuasi jaringan mola dilakukan untuk mempertahankan denyut jantung sekitar 100 denyutan/menit. 3,4,18 Pasien-pasien MHP bisanya tidak datang dengan gambaran klinis yang khas seperti MHK. Pada umumnya, pasien MHP datang dengan keluhan abortus inkomplit ataumised abortion dan jarang didiagnosa MHP sebelum evakuasi uterus dilakukan. Diagnosa MHP biasanya ditegakkan setelah pemeriksaan histologi. Gejala utamanya adalah pedarahan pervaginam (73%). Pembesaran uterus dan preeklampsia hanya muncul
pada 4-11% dan 1-4% kasus. Kista teka lutein, hiperemesis dan hipertiroid jarang
muncul. Diperkirakan sekitar 8-20% pasien dengan MHK
berkembang menjadi keganasan trofoblastik setelah evakuasi uterus. Molahidatidosa parsial menjadi persisten kurang dari 3% kasus.3,4,5,17 Ultrasonografi (USG) telah terbukti sebagai alat diagnostik yang akurat
dan
sensitif
untuk
menegakkan
diagnosa
molahidatidosa.
Molahidatidosa komplit menunjukkan gambaran pola vesikuler oleh karena pembengkakkan dari vili korionik. Vili korionik pada trimester I MHK cenderung lebih kecil dan lebih sedikit kavitasi. Akan tetapi, mayoritas dari MHK pada trimester I tetap menunjukkan gambaran USG yang khas (pola snow storm) yaitu pola kompleks, ekogenik massa intrauterin yang mengandung banyak ruang kista kecil. Temuan USG yang bermakna untuk MHP adalah : ruang kistik pada plasenta dan rasio transversal dengan anteroposterior dari kantung kehamilan > 1,5. 3,4,18
Gambar 4.USGmenunjukkanpolakhasMHK.Tampak karakteristikpolavesikel dari molahidatidosa4
2.1.5 Tatalaksana Penatalaksanaan molahidatidosa terdiri dari dua fase yaitu : evakuasi jaringan mola segera, dan follow up untuk mendeteksi proliferasi trofoblas persisten atau perubahan keganasan. Evaluasi awal sebelum evakuasi atau histerektomi paling tidak mencakup pemeriksaan sepintas untuk mencari metastasis.Radiografi toraks harus dilakukan untuk mencari lesi paru berupa lesi koin. Pemeriksaan Computed Tomografi (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat metastase ke hepar dan otak tidak dilakukan secara rutin. 3,4,5,17,19 Aspirasi vakum merupakan terapi pilihan untuk molahidatidosa, berapapun
ukuran
uterusnya.Untuk
molahidatidosa
yang
besar,
dipersiapkan darah yang sesuai dan apabila diperlukan dipasang sistem intravena untuk menyalurkan infus secara cepat. Dapat juga digunakan laminaria apabila serviks panjang, sangat padat dan tertutup. Dilatasi lebih lanjut dapat dilakukan dengan anestesi sampai tercapai diameter yang memadai untuk memasukkan kuret pengisap plastik. Setelah sebagian besar jaringan mola dikeluarkan melalui aspirasi, pasien diberikan oksitosin, dan jika miometrium telah berkontraksi, biasanya dilakukan kuretase yang menyeluruh secara hati-hati.4,5 Evakuasi semua isi jaringan mola yang besar tidak selalu mudah dilakukan, dan pemeriksaan USG intraoperasi mungkin bermanfaat untuk memastikan bahwa rongga uterus sudah kosong. Wajib tersedia fasilitas dan petugas untuk laparotomi darurat seandainya terjadi perdarahan yang tidak terkendali atau trauma serius pada uterus. 3,4,5
Apabila usia dan paritas sudah mencukupi sehingga pasien tidak lagi memerlukan kehamilan, maka histerektomi mungkin menjadi pilihan daripada aspirasi vakum. Histerektomi merupakan tindakan yang logis bagi wanita berusia 40 tahun atau lebih, karena frekuensi penyakit trofoblastik ganas pada kelompok usia ini cukup besar. Tow (1996) melaporkan bahwa 37 persen dari wanita berusia lebih dari 40 tahun dengan MHK akan menjadi tumor trofoblastik gestasional. Walaupun tidak menghilangkan tumor trofoblastik, histerektomi cukup banyak mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit.3,4,5,17,18
2.1.6 Follow Upβ-hCG setelah evakuasi molahidatidosa Menurut
FIGO
tahun
2000
penanganan
paska
evakuasi
molahidatidosa, meliputi : pemeriksaan β-hCG setiap minggu pada bulan pertama sampai tidak terdeteksi. Dikatakan tidak terdeteksi bila pada dua pemeriksaan selanjutnyadalam interval 1 minggu tetap tidak terdeteksi. Kemudian pemeriksaan dilanjutkan setiap dua minggu pada bulan kedua, setiap bulan selama 6 bulan dan setiap 6 bulan selama setahun. 17,18,20 Satu bulan pertama : 1 minggu sekali
Bulan kedua : 2 minggu sekali
Selama 6 bulan : sebulan sekali
Selama 1 tahun : 6 bulan sekali
Kehamilan
dapat
terjadi
selama
periode
pengawasan
dan
menyebabkan produksi hCG yang dapat mengganggu deteksi dari progresi menjadi Penyakit Trofoblas Ganas (PTG). Karena alasan ini, wanita dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi yang efektif sampai titer β-hCG kurang dari 5 mIU/mL atau ambang dari penilaian individual.Pil kontrasepsi oral menurunkan kemungkinan kehamilan dibandingkan dengan kontrasepsi barrier yang kurang efektif dan tidak meningkatkan risiko PTG. Medroksiprogesteron asetat injeksi berguna jika kepatuhan pasien yang rendah. Sebaliknya, Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) tidak dipakai sampai kadarβ-hCG tidak terdeteksi karena risiko perforasi uterus jika ada suatu molahidatidosa invasif. Kudelka dan Freedman menyatakan bahwa sekitar 80% pasien paska evakuasi molahidatidosa tidak memerlukan intervensi. Kadar β-hCG pada sebagian besar kasus akan kembali normal dalam 8 minggu dan sebagian kecil lainnya akan kembali normal dalam 14-16 minggu setelah evakuasi. Sedangkan menurut
Berkowitz
dan
Goldstein
kadar
β-hCG
pada
pasien
molahidatidosa biasanya akan kembali normal dalam 9-11 minggu setelah evakuasi.Tetapi apabila selama follow up tersebut dijumpai kadar β-hCG yang
meningkat
atau
ditegakkan.3,4,5,17,18,20,21
plateu
maka
diagnosa
PTG
dapat
Gambar 5.Kurva regresi normal gonadotropin korionik subunit-β paska mola
2.2
Human Chorionic Gonadotropin Hormon ini disebut juga dengan hormon kehamilan, merupakan
suatu
glikoprotein
dengan
aktivitas
biologi
yang
mirip
dengan
LH.Keduanya bekerja melalui reseptor LH-hCG membran plasma. Walaupun diproduksi hampir seluruhnya oleh plasenta, hCG juga dibentuk oleh ginjal janin, dan sejumlah jaringan janin lain juga menghasilkan subunit β atau molekul utuh hCG.22 Berbagai keganasan juga memproduksi hCG, kadang-kadang dalam jumlah yang sangat besar, terutama neoplasma trofoblastik. Gonadotropin korionik diproduksi dalam jumlah yang sangat sedikit pada jaringan wanita yang tidak hamil dan laki-laki, terutama di kelenjar hipofisis anterior. Meskipun demikian, deteksi hCG pada darah atau urin hampir selalu menunjukkan suatu kehamilan.22
2.2.1 Karakteristik Kimia Human Chorionic Gonadotropin merupakan suatu glikoprotein dengan berat molekul 36.000–40.000 Da dan dengan kandungan karbohidrat yang paling tinggi dari hormon manusia–30%. Komponen karbohidrat, terutama asam sialat terminal, melindungi molekul hCG dari katabolisme. Waktu paruh hCGadalah 24 jam, lebih lama daripada waktu paruh LH yang hanya 2 jam. Molekul hCG terdiri dari dua subunit yang tidak sama. Satu subunit α yang terdiri dari 92 asam amino, sedangkan subunit β terdiri dari 145 asam amino.Kedua subunit ini disatukan dengan ikatan non kovalen dan disatukan oleh gaya-gaya elektrostatik dan hidrofobik. Subunit yang dipisahkan tidak dapat berikatan dengan reseptor LH dan dengan demikian kehilangan aktivitas biologisnya.22 Hormon ini secara struktural berhubungan dengan tiga hormon glikoprotein yang lain–LH, FSH dan TSH. Urutan asam amino dari sub unit α dari keempat hormon glikoprotein ini serupa. Sub unit β, walaupun memberikan kemiripan tertentu, ditandai dengan urutan asam amino yang berbeda. Rekombinasi dari sub unit α dan β pada keempat hormon glikoprotein ini menghasilkan molekul dangan karakteristik aktivitas biologis dari hormon penghasil subunit β tersebut.22
2.3.
Hormon Tiroid Prevalensi gangguan hormon tiroid, hipotiroid dan hipertiroid sekitar
10% di Amerika Utara.Penyakit tiroid terjadi lebih sering 2 sampai 3 kali pada wanita daripada pria. Gangguan tiroid dapat memiliki presentasi
klinis yang bervariasi bergantung pada usia pasien, derajat gangguan, dan lamanya penyakit. Dengan demikian diagnosis klinisnya sering menjadi tantangan.Untungnya adanya gangguan tiroid dapat dengan mudah dikonfirmasi secara biokimia. Gambaran klinis, bersamaan dengan penggunaan sejumlah tes biokimia dan modalitas pencitraan yang terbatas, dapat dipakai untuk mendiagnosa sebagian besar penyakit tiroid yang dihadapi oleh dokter umum, dokter keluarga dan dokter kebidanan dan kandungan.23
2.3.1 Fisiologi Hormon Tiroid Hormon tiroid, T4 dan bentuk yang lebih aktif, T3 bersirkulasi sebanyak 99.97% dan 99.5% dan berikatan dengan kelompok protein pengikat hormon tiroid yang di bentuk di hati, termasuk Thyroxin Binding Globulin (TBG), transthyretin (dikenal juga sebagai prealbumin), dan albumin. TBG mempunyai afinitas yang paling tinggi untuk ikatan hormon tiroid dan secara klinis merupakan anggota yang paling penting dari kelompok ini.Hormon tiroid yang berikatan dengan protein pembawa secara biologis tidak aktif.Hormon tiroid yang tidak berikatan dengan protein, T4 bebas dan T3 bebas aktif secara biologi. Jumlah kecil hormon tiroid yang bebas ini dapat memasuki sel dan berikatan dengan reseptor intranukleus untuk mempengaruhi ekspresi gen, yang pada akhirnya merubah fungsi selular dan menentukan status tiroid pasien. T3 berikatan dengan afinitas yang lebih tinggi dengan reseptor hormon tiroid dan kirakira 15-20 kali lebih aktif secara biologis dari pada T4.T4 diproduksi oleh
kelenjar tiroid, sedangkan T3 diproduksi secara primer di jaringan perifer dengan deiodinasi dari T4 oleh sekelompok enzim yang disebut deiodinase. Aktivitas deiodinase dan hasil dari kadar T3 dapat dikurangi dengan hipertiroidisme, obat-obatan (β-blocker, ipodate, iopanoic acid, amiodaron), malnutrisi, dan keadaan penyakit berat. Sekitar 20% dari T3 harian yang diperlukan secara langsung dibentuk dan disekresikan oleh kelenjar tiroid.23
2.4
Tyhiroid Stimulating Hormone Thyroid
Stimulating
Hormon
merangsang pembentukan
dan
pengeluaran hormon tiroid dan pertumbuhan dari kelenjar tiroid.Sekresi TSH dari hipofisis anterior diatur berlawanan oleh konsentrasi hormon tiroid serum. Sebagai contoh, ketika kadar hormon tiroid dalam sirkulasi rendah, TSH meningkat untuk meningkatkan produksi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid untuk mengembalikan sistem ke fungsi normal. Hubungan antara TSH serum dan kadar hormon tiroid bebas adalah log-linear terbalik, karena itu perubahan yang kecil pada kadar hormon tiroid bebas menghasilkan perubahan yang besar pada konsentrasi TSH serum. Walaupun kecil, tetapi perubahan yang bermakna pada fungsi tiroid pasien dapat saja tidak muncul secara klinis, dan juga tidak menghasilkan kadar hormon tiroid yang abnormal, akan di refleksikan pada konsentrasi TSH serum. Pemahaman dari hubungan ini dan adanya penilaian TSH generasi kedua dan ketiga mengarahkan pada kesimpulan universal bahwa penilaian TSH serum merupakan uji diagnostik skrining awal yang
disukai untuk evaluasi fungsi tiroid pada pasien rawat jalan. Pada situasi tertentu, dengan kecurigaan gangguan hipofisis atau hipotalamus, penyakit kritis, kelaparan, penggunaan obat-obatan tertentu (dopamin atau glukokortikoid dosis tinggi), dan sindrom resistensi hormon tiroid, penilaian TSH mungkin dapat membantu dan seharusnya tidak dipakai sendiri untuk menentukan fungsi tiroid. Untungnya kondisi ini secara klinis jelas atau sangat jarang sekali.Penilaian TSH telah mengalami perkembangan lebih dari 20 tahun. Rentang kadar TSH yang normal pada kebanyakan laboratorium sekitar 0.3–5.5 µU/mL, tetapi bergantung pada penilaian spesifik yang digunakan.23 Generasi pertama
penilaian TSH adalah
radioimmunoassay
dengan batas deteksi 1 µU/mL dimana tidak dapat untuk membedakan antara eutiroid dan status hipertiroid, karena batas bawah deteksi berada dalam rentang normal untuk TSH.Saat ini tersedia penilaian TSH imunometrik generasi kedua, yang memiliki batas deteksi 0.1 µU/mL, dapat untuk membedakan antara eutiroid dan status hipertiroid, tetapi tidak menunjukkan derajat hipertiroidisme.Penilaian TSH imunometrik generasi ketiga, yang menggunakan suatu sistem deteksi chemiluminesen sensitif, mempunyai batas deteksi 0.01 µU/mL dan dapat menentukan derajat hipertiroidisme. Sebagian besar laboratorium memakai penilaian TSH generasi kedua, dimana tepat untuk uji rutin fungsi tiroid.23
2.5
Uji Fungsi Tiroid Pilihan lini pertama uji fungsi tiroid bergantung pada protokol
laboratorium lokal.Pada banyak laboratorium penilaian TSH yang sangat sensitif saja (generasi kedua atau ketiga dengan batas deteksi < 0.1 mU/L) digunakan untuk skrining.Karena biaya yang besar, penilaian TSH yang sensitif dapat dikombinasikan dengan pengukuran tunggal kadar hormon tiroid bebas atau total untuk mengatasi keterbatasan ini. Pada pemeriksaan T3 atau T4 saja sebagai skrining awal, kondisi disfungsi tiroid subklinis akan luput sehingga tidak dianjurkan. Jika kadar TSH abnormal, kadar T4 bebas harus diperiksa atau ketika TSH rendah, kadar T3 bebas harus diperiksa, dan pada kasus yang sulit dengan kecurigaan disfungsi tiroid, kombinasi dari ketiga tes (TSH, T3 bebas, T4 bebas) akan menghindarkan salah diagnosis. Akhirnya, penilaian hormon tiroid total masih dipakai pada beberapa laboratorium. Karena perubahan pada protein pengikat tiroid, uji ini dapat menyebabkan kebingungan diagnosa dan harus disertai dengan penanda protein pengikat seperti penilaian ambilan T3.24 2.5.1 Kondisi dimana TSH saja dapat menyesatkan (panel 1) Penilaian
TSH
yang
sensitif
dipakai
secara
luas,
namun
pemeriksaan ini dapat menyesatkan ketika hipotiroid yang disebabkan oleh penyakit pituitari (TSH biasanya dalam kadar normal), hipotiroidisme yang berkembang dalam 12 bulan pengobatan tirotoksikosis (nilai TSH masih tertekan), tirotoksikoisis yang disebabkan oleh tumor pituitari yang mensekresi TSH, atau individu dengan resistensihormon tiroid (TSH
biasanya normal pada dua keadaan terakhir). Pada kasus ini uji hormon tiroid bebas direkomendasikan selain penilaian TSH.24
2.5.2 Kadar TSH rendah, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 2) Kadar TSH yang rendah yang disertai dengan peningkatan kadar T3 atau T4 bebas menunjukkan hipertiroidisme, paling sering disebabkan oleh penyakit Graves’, goiter multinodular, atau nodular toksik. Pada kasus ini TSH tidak terdeteksi dan jaringan tiroid tidak nyeri.Kriteria klinik dapat membedakan ketiga penyebab hipertiroidisme, namun tidak ada tes yang defenitif untuk penyakit Graves’.Amiodaron dapat menyebabkan tirotoksikosis pada 10% individu yang diobati.Ketika riwayat gejala hipertiroid singkat (< 1 bulan), respon terhadap obat anti tiroid biasanya tidak cepat –seperti eutiroid dicapai dalam 2 minggu atau hipertiroid didiagnosa pada periode pasca melahirkan, tiroiditis sementara harus dicurigai (subakut, silent, atau pakca melahirkan).Nyeri pada kelenjar tiroid dan peningkatan sedimentasi eritrosit menunjukkan tiroiditis subakut (postviral atau De Quervain’s) tetapi dapat juga mengindikasikan silent tiroiditis.Silent tiroiditis dan tiroiditis paska melahirkan (terjadi dalam 9 bulan paska melahirkan) berhubungan dengan kondisi autoimun yang dapat meningkat dengan cepat.Penyebab tirotoksikosis dengan ambilan
radioiodine yang rendah adalah konsumsi tiroksin (terapeutik atau fraksi), jaringan tiroid ektopik (termasuk struma ovarii), terapi amiodaron, dan kelebihan konsumsi iodium. Selama kehamilan, hipertiroidisme yang menonjol biasanya disebabkan oleh penyakit Graves’, tetapi peningkatan yang ringan berhubungan dengan mual muntah pada trimester pertama dapat disebabkan oleh hiperstimulasi reseptor TSH oleh konsentrasi hCG yang sangat tinggi atau varian gonadotropik manusia (tirotoksikosis gestasional atau kehamilan molahidatidosa).24
2.5.3 Kadar TSH rendah, kadarT3 atau T4 bebas normal (panel 3) Kadar TSH rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang normal biasanya tampak pada konsumsi tiroksin. Alternatif yang jarang adalah hipertiroidisme
primer
tua.Investigasi
lebih
subklinis, lanjut
umumnya normalnya
tampak
pada
menunjukkan
orang goiter
multinodular.Jika TSH tertekan, situasi ini memerlukan pengobatan karena
risiko atrial fibrilasi dan meningkatkan osteoporosis.Diantara pasien rawat inap, pemberian steroid dan infus dopamin dosis tinggi dapat menekan pelepasan TSH pituitari, atau harus dipertimbangkan penyakit non tiroid. Uji fungsi tiroid yang menunjukkan kembali ke kadar normal setelah pemulihan, mengkonfirmasi diagnosis ini.24
2.5.4 Kadar TSH normal atau rendah, kadarT3 atau T4 bebas rendah (panel 4) Kadar TSH normal atau rendah dan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah menunjukkan pola yang khas pada pasien yang tidak sehat dengan penyakit non tiroid, kombinasi yang paing sering adalah kadar T3 bebas yang rendah dengan kadar TSH pada rentang normal. Namun, pada
individu
tanpa
penyakit
konkomitan
yang
jelas,
harus
dipertimbangkan penyakit pituitari dengan hipotiroidisme sekunder. Penting untuk
diperhatikan bahwa
dalam 2-3
bulan pengobatan
hipertiroidisme, konsentrasi TSH dapat tetap tertekan bahkan dengan adanya konsentrasi T3 atau T4 bebas yang rendah, memberikan pola yang serupa dengan penyakit pituitari.24
2.5.5 Peningkatan kadarTSH, dengan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah (panel 5) Kombinasi
hasil
seperti
ini
selalu
menunjukkan
adanya
hipotiroidisme primer.Pada defisiensi iodium, hampir semua kasus karena terapi ablatif karena tirotoksikosis atau kanker tiroid (dengan radioiodium atau pembedahan) atau jika TSH meningkat secara spontan. Tioriditis autoimun (dengan manifestasi sebagai tiroiditis atropi atau penyakit Hashimoto’s).24
2.5.6 Peningkatan kadarTSH, kadar T3 atau T4 bebas normal (panel 6) Ini merupakan pola dari fungsi tiroid secara normal terlihat dengan kegagalan tiroid ringan (hipotiroidisme subklinis).Hal ini sering pada populasi yang mempengaruhi 5-10% wanita dan kebanyakan kasus berhubungan dengan antibodi anti-TPO yang positif.Walaupun hipotiroid subklinis autoimun penyebab tersering dari pola ini, diagnosis alternatif harus dipertimbangkan pada situasi tertentu. Jika konsentrasi TSH meningkat pada kadar yang biasanya berhubungan dengan kadar T3 atau T4 bebas yang rendah, atau tidak kembali normal dengan terapi T4, kemungkinan adanya suatu heterofil-seperti immunoglobulin anti tikusyang mempengaruhi penilaian TSH.24
2.5.7 Kadar TSH yang normal atau meningkat, kadar T3 atau T4 bebas meningkat (panel 7) Kadar TSH yang normal atau meningkat dan peningkatan kadar T3 atau T4 bebas merupakan pola yang tidak biasa dari uji fungsi tiroid, dimana sering artifactual tetapi kadang-kadang tampak pada dua kondisi yang jarang, tetapi kondisi yang penting secara klinis. 24
2.6
Evaluasi Fungsi Tiroid Pada Kehamilan Selama kehamilan, perubahan yang bermakna terjadi pada fisiologi
tiroid yang mempengaruhi interpretasi dari tes fungsi tiroid. Khususnya ditandai dengan meningkatnya TBG selama kehamilan dan peningkatan kadar ikatan protein dari T4 dan T3. Perubahan ini menghasilkan peningkatan yang nyata dari T4, indeks T4 bebas, dan T3. Perubahan pada TBG karena pengaruh langsung estrogen pada hati, menyebabkan peningkatan pembentukan dan glikosilasi dari TBG dan menghasilkan kadar TBG yang bersirkulasi lebih tinggi. Ketepatan dari Thyroid Hormone Binding
Ratio
(THBR)
rendah
selama
kehamilan
pada
keadaan
peningkatan TBG yang sangat ekstrim. Oleh karena itu status tiroid dari wanita hamil harus dinilai dengan mengukur TSH serum dan kadar T4 dan T3 bebas yang di ukur dengan dialisis ekuilibrum. Meskipun terjadi peningkatan protein pengikat hormon tiroid selama kehamilan, T4 dan T3 aktif atau T4 dan T3 bebas tetap normal pada pasien yang eutiroid. Status eutiroid dari pasien ini dicerminkan oleh kadar TSH serum yang normal. Namun seperti yang didiskusikan, perhatian harus diberikan dengan kadar TSH yang rendah yang terdeteksi selama trimester pertama kehamilan.
Terdapat fluktuasi normal pada konsentrasi T4 bebas, T3 dan TSH selama kehamilan yang tidak bergantung pada perubahan pada protein pengikat. Selama trimester pertama, terdapat peningkatan T4 bebas, yang biasanya menetap pada rentang yang normal dengan penurunan pada TSH, dan dipercaya karena efek skunder dari tingginya kadar hCG, yang mempunyai aktifitas tirotropik yang lemah. Sampai 13% wanita selama trimester pertama kehamilan memiliki kadar TSH yang tidak dapat diukur (< 0.1 µU/mL) dan secara klinis adalah eutiroid. Kadar TSH dapat ditekan pada trimester pertama karena stimulasi silang reseptor TSH oleh hCG yang puncaknya kira-kira pada akhir trimester pertama dan kemudian menjadi lebih rendah pada trimester kedua dan ketiga. Setelah puncak hCG, kadar TSH biasanya akan kembali normal pada trimester kedua dan ketiga pada pasien yang eutiroid. Oleh karena itu pasien hamil trimester pertama dengan penekanan TSH dan kadar T4 bebas dan T3 bebas yang normal
atau
sedikit
hipertiroidnya.
Uji
meningkat
tiroid
harus
seharusnya diulang
tidak
dalam
diobati
4
minggu
karena untuk
mengkonfirmasi normalisasi dari TSH.Jika T4 bebas atau T3 bebas meningkat,
pasien
merupakan
tirotoksik
dan
harus
mendapatkan
pengobatan yang tepat.Jika TSH tetap tertekan setelah trimester pertama kehamilan,
pasien
harus
dievaluasi
oleh
ahli
endokrin
untuk
mengkonfirmasi hipertiroidisme. Pencitraan radionuklida dengan isotop apapun merupakan kontra indikasi pada kehamilan.23
2.7
Hubungan β-hCG Terhadap fungsi Tiroid Pada wanita yang mengalami molahidatidosa atau koriokarsinoma,
kadang-kadang dijumpai bukti hipertiroidisme secara biokimiawi atau klinis.Dahulu diangap bahwa pembentukkan tirotropin korionik oleh PTG merupakan penyebab gambaran mirip-hipertiroid pada wanita tersebut. Namun kemudian dibuktikan bahwa beberapa bentuk hCG berikatan dengan reseptor TSH sel tiroid. Pemberian hCG kepada pria normal meningkatkan aktivitas tiroid. Aktivitas stimulatorik tiroid dalam plasma wanita hamil trimester pertama cukup bervariasi dari satu sampel ke sampel lainnya. Modifikasi pada oligosakarida hCG tampaknya penting untuk membentuk kapasitas hCG untuk merangsang fungsi tiroid. Sebagian dari bentuk iso hCG yang bersifat asam merangsang aktivitas tiroid, dan beberapa bentuk yang lebih basa juga merangsang penyerapan iodium. Juga terdapat bukti awal bahwa reseptor LH/hCG diekspresikan di tiroid. Dengan demikian, terdapat kemungkinan bahwa hCG merangsang aktivitas tiroid melalui reseptor LH/hCG dan juga melalui reseptor TSH.22