BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bank Menurut Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Kuncoro& Suhardjono(2002), pengertian bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Bank merupakan sebuah lembaga intermediasi keuangan yang umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai banknote. 2.1.1 Jenis-Jenis Bank Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 terdapat dua tentang perbankan, terdapat dua jenis bank, yaitu: a. Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran.
7
8
b. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidakmemberikan jasa lalu lintas pembayaran. 2.1.2 Fungsi Bank Menurut Susilo, et al (2000) secara umum fungsi utama bank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali pada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank dapat sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. 1. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam halpenghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi oleh unsur kepercayaan. 2. Agent of Development Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untukkelancaran kegiatan perekonomian di sektor riil. Kegiatan bank tersebutmemungkinkan masyarakat untuk melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsibarang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi-distribusi-konsumsi berkaitandengan penggunaan uang. 3. Agent of Sevices Di samping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank jugamemberikan penawaran jasa-jasa perbankan yang lain kepada
9
masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. 2.2
Internet Banking Internet banking memberikan jangkauan yang luas bagi nasabah untuk
melakukan transaksi elektronik melalui website bank. Menurut Tan et al. dalam Ratnaningrum (2013), pada awal perkenalannya, internet banking sebagai pemberi informasi bagi bank untuk memasarkan produk dan layanannya. Menurut Maharsi et al. dalam Ratnaningrum (2013), internet banking adalah salah satu pelayanan jasa bank yang memungkinkan nasabah untuk memperoleh informasi, melakukan komunikasi, dan melakukan transaksi perbankan melalui jaringan internet dan bukan merupakan bank yang hanya menyelenggarakan layanan perbankan melalui internet. Menurut Hamid et al (2007), internet banking adalah istilah lain yang digunakan untuk online banking. Keduanya mempunyai makna yang sama. Internet banking memungkinkan pelanggan untuk memiliki akses langsung ke informasi keuangan mereka dan melakukan transaksi keuangan tanpa pergi ke bank. Dalam Tong et al.dalam Ratnaningrum (2013) disebutkan bahwa bank yang menggunakan internet banking menyediakan layanan yang rendah biaya untuk nasabah. Internet banking memangkas biaya operasi, memperbaiki efisiensi, mengurangi biaya kertas untuk keperluan transaksi serta memberikan kesempatan pada bank untuk menjaga hubungannya dengan nasabah dan mencari nasabah
10
baru. Internet banking berkembang menjadi “one stop service and information unit” yang menjanjikan keuntungan sekaligus untuk bank dan nasabahnya.
2.2.1 Keuntungan Internet Banking Menurut Hoppe (2001),internet banking memberikan beberapa keuntungan dibandingkan bank dengan sistem tradisional. Beberapa keuntungannya antara lain : 1)
Hemat waktu Nasabah tidak perlu mengunjungi bank.
2)
Kenyamanan Rekening dapat digunakan untuk pembayaran dan transfer rekening tanpa mengantri.
3)
Akses Pelayanan tersedia dalam 7 hari seminggu, 24 jam sehari.
4)
Konfirmasi Transaksi dan terlaksana dan terkonfirmasi dengan segera.
5)
Jarak Nasabah dapat melakukan apa saja dari mengecek rekening hingga mengisi aplikasi kredit.
6)
Keamanan Nasabah memilih sendiri PIN, dan mencegah akses tidak resmi pada akun mereka.
7)
Keselamatan Tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar.
11
2.2.2 Kerugian Internet Banking Internet banking juga memberikan kerugian, antara lain : 1) Biaya Internet banking memiliki sistem standar seperti akses komputer, tipe komputer, kapasitas data, resolusi layar dan browser, yang mana dapat menambah biaya untuk nasabah jika dibandingkan dengan bank dengan sistem tradisional atau dengan layanan perbankan lain seperti ATM. 2) Ketersediaan Nasabah tidak bisa membuka dan menutup rekening menggunakan internet banking. 3) Keamanan Serangan hacker dan penipuan. 2.3
Penerimaan Pemakai Terhadap Sistem Teknologi Informasi Persepsi mengenai karakteristik teknologi berbeda-beda antar satu individu
dengan individu lainnya. Persepsi mereka mengenai teknologi berawal dari proses kognitif dan keyakinan mengenai teknologi. Persepsi pengguna terhadap manfaat teknologi dapat diukur dari beberapa faktor sebagai berikut: a. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan produktivitas pengguna b. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan kinerja pengguna
12
c. Penggunaan teknologi informasi dapat meningkatkan efisiensi proses dari aktivitas yang dilakukan oleh pengguna. Penerimaan
pemakai
terhadap
sistem
teknologi
informasi
dapat
didefinisikan sebagai kemauan yang nampak didalam kelompok pengguna untuk menerapkan sistem teknologi informasi tersebut dalam kesehariannya. Menurut Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), semakin menerima sistem teknologi informasi yang baru maka semakin besar kemauan pemakai untuk merubah praktek yang sudah ada dalam penggunaan waktu serta usaha untuk memulai secara nyata pada sistem teknologi informasi yang baru. Tetapi menurut Davis(1986), jika pemakai tidak mau menerima sistem teknologi informasi yang baru, maka perubahan sistem tersebut menyebabkan tidak memberikan keuntungan yang banyak bagi organisasi/perusahaan. Iqbaria, et al (1994) juga menyebutkan bahwa secara individu maupun kolektif penerimaan penggunaan dapat dijelaskan dari variasi penggunaan suatu sistem, karena diyakini penggunaan suatu sistem yang berbasis TI dapat mengembangkan kinerja individu atau kinerja organisasi. Beberapa penelitian lain telah mengidentifikasi indikator penerimaan TI, dimana secara umum diketahui bahwa penerimaan TI dilihat dari penggunaan sistem dan frekuensi pengunaan komputer dan ada juga yang melihat dari aspek kepuasan pengguna. Menurut Pikkarainen et al. dalam Kartika (2009), ada lima karakteristik dalam penerimaan teknologi yaitu:
13
a. Keuntungan
relatif/relative
advantage
(teknologi
menawarkan
perbaikan). b. Kesesuaian/compatibility (konsisten dengan praktek sosial dan norma yang ada pada pemakai teknologi). c. Complexity
(kemudahan
untuk
menggunakan
atau
mempelajari
teknologi). d. Trialability
(kesempatan
untuk
melakukan
inovasi
sebelum
menggunakan teknologi itu). e. Observability (keuntungan teknologi bisa dilihat secara jelas). Perkembangan teknologi informasi telah mengubah bagaimana nasabah memanfaatkannya, juga mengubah apa yang nasabah gunakan. Dalam proses penerapan teknologi informasi dalam penggunaan sehari-hari, tiap individu mernpunyai persepsi yang berbeda-beda. Model-model penerimaan teknologi telah menggabungkan sikap/attitude nasabah terhadap teknologi informasi dan kontrol perilaku sistem yang akan menghasilkan ketertarikan nasabah dalam menggunakan internet banking. 2.4
Theory of Acceptance Model (TAM) Theory of Acceptance Model (TAM) merupakan salah satu teori tentang
penggunaan sistem teknologi informasi yang dapat digunakan untuk menjelaskan penerimaan individual terhadap penggunaan sistem teknologi informasi. Teori yang sangat berpengaruh ini pertama kali diperkenalkan oleh Davis (1986) yang merupakan pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) oleh Ajzen dan
14
Fishbein dalam Dreana (2012). Menurut Lee et al. dalam Dreana (2012), sejak TAM dikenalkan hingga tahun 2000, teori ini telah dirujuk oleh 424 penelitian dan hingga tahun 2003 telah dirujuk oleh 698 penelitian seperti dilaporkan oleh Social Science Citation Index (SSCI). Model TRA didasarkan pada asumsi bahwa keputusan yang dilakukan oleh individu untuk menerima atau menolak suatu teknologi informasi adalah tindakan sadar yang dapat diprediksi berdasarkan niat perilakunya. Model TAM tidak hanya bisa untuk memprediksi, namun juga bisa menjelaskan sehingga peneliti dan para praktisi bisa mengidentifikasi mengapa suatu faktor tidak diterima dan memberikan kemungkinan langkah yang cepat. Tujuan utama TAM adalah memberikan dasar langkah dari dampak suatu faktor eksternal pada internal belief, attitude, dan intention. TAM menambahkan dua konstruk terhadap model TRA. Dua konstruk tersebut adalah kegunaan persepsian (perceived usefulness) dan persepsi kemudahan penggunaan (perceived ease of use) sebagai faktor utama perilaku penerimaan teknologi. Argumentasi TAM adalah bahwa penerimaan individual terhadap sistem teknologi informasi ditentukan oleh dua konstruk tersebut. Kedua konstruk tersebut akan mempengaruhi sikap (attitude) terhadap perilaku yang kemudian membentuk niat perilaku (behavioral intention). Niat perilaku merupakan dasar dari perilaku (behavior) yang dilakukan oleh individu. TAM menjelaskan hubungan antara keyakinan/beliefs (usefulness dan ease of use) dengan sikap/attitude, tujuan/intentions nasabah, serta penggunaan nyata dari sistem. Perceived usefulness didefinisikan oleh Davis etal dalam Kartika
15
(2009) sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem secara khusus akan meningkatkan kinerjanya. Sedangkan perceived ease of use didefinisikan sebagai suatu tingkat dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem secara khusus akan mengarah pada suatu usaha. Penelitian Leong dalam Kartika (2009) menguji penggunaan MS Acces mengelompokan variabel-variabel dalam TAM menjadi 3 kelompok yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use sebagai variabel independent, penggunaan sistem secara nyata sebagai variabeldependent dan variabel-variabel mediasinya adalah attitude toward use dan behavioral intention to use. Penelitian-penelitian selanjutnya mencoba mengembangkan model TAM dengan menambahkan variabel-variabel eksternal/eksogen (exogenous variable). Menurut Hartono dalam Dreana (2012) bahwa variabel-variabel eksternal yang digunakan dapat dikategorikan misalnya sebagai variabel individual, kultur, organisasi, dan sebagainya. Menurut Davis et al. (1989), hubungan antar komponen dalam TAM dapat diihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Hubungan antar komponen dalam TAM
16
Menurut Davis et al. (1989), TAM diterapkan untuk menjelaskan model konseptual terhadap penerimaan pengguna sistem informasi atau teknologi baru. Kemudahan penggunaan persepsian berpengaruh positif terhadap kegunaan persepsian. Individu pemakai sistem akan menggunakan sistem apabila merasa bahwa sistem tersebut mudah untuk digunakan. Kegunaan persepsian dan kemudahan penggunaan persepsian akan berpengaruh positif terhadap niat perilaku. Individu pengguna sistem akan mempunyai niat menggunakan teknologi apabila merasa bahwa sistem tersebut mudah digunakan dan memiliki nilai manfaat. TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan teknologi, maka perilaku yang timbul dari niat perilaku adalah perilaku dalam menggunakan teknologi. Oleh karena TAM dimaksudkan untuk permodelan penggunaan teknologi, maka TAM akan digunakan menjadi salah satu teori dasar dari penelitian ini. 2.5
Theory of Planned Behavior (TPB) Theory of Planned Behavior (TPB) yang dikemukakan oleh Ajzen (1985),
merupakan pengembangan dari TRA. Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), TPB memperluas kerangka teoritis TRA dan menjelaskan serta memprediksi pola-pola perilaku manusia dan menambahkan sebuah konstruk yang sebelumnya tidak ada di dalam TRA. Konstruk ini ditambahkan ke TPB untuk mengontrol perilaku yang dibatasi oleh keterbatasan-keterbatasan kurangnya sumber daya untuk melakukan perilaku. Konstruk yang ditambahkan tersebut adalah kontrol perilaku persepsian (perceived behavioral control). Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), kontrol perilaku persepsian didefinisikan sebagai kemudahan atau kesulitan persepsian
17
untuk melakukan perilaku. Menurut Taylor et al dalam Dreana(2012), kontrol perilaku persepsian adalah persepsi dan konstruk-konstruk internal dan eksternal dari perilaku, dalam konteks sistem teknologi informasi. Menurut Hartono dalam Dreana(2012), TPB menunjukkan bahwa perilaku manusia didasarkan pada ketiga faktor penentu yaitu : a. Behavioral beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang kemungkinan terjadinya perilaku. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan sikap terhadap perilaku. b. Normative beliefs, yaitu kepercayaan-kepercayaan tentang ekspektasiekspektasi normatif dari orang-orang lain dan motivasi untuk menyetujui ekspektasi tersebut. Dalam TRA, komponen ini disebut dengan norma subyektif terhadap perilaku. c. Control beliefs, yaitu kepercayaan – kepercayaan tentang keberadaan faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan persepsian dari faktor-faktor tersebut. Dalam TRA, konstruk ini belum ada dan ditambahkan ke dalam TPB sebagai kontrol perilaku persepsian. TPB yang merupakan pengembangan dari TRA inilah yang digunakan menjadi salah satu teori dasar dari penelitian ini. Ketiga variabel tersebut mempengaruhi secara positif minat berperilaku secara langsung, dan kemudian variabel minat berperilaku akan mempengaruhi tindakan nyata. Menurut Ajzen dalam Dreana(2012), hubungan antar komponen dalam TPB dapat dilihat pada Gambar 2.2.
18
2.6
Integrasi TAM dan TPB TAM sering diterapkan penelitian-penelitian awal mengenai sistem
teknologi informasi karena salah satu variabel utamanya adalah niat perilaku yang dipengaruhi oleh dua variabel lainnya, yaitu perceived of use dan perceived ease of use, terbukti berpengaruh terhadap sikap dan perilaku nasabah penggunaan internet banking. Meskipun variabel-variabel ini relevan dan reliabel untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap dan perilaku, namun TAM awalnya belum memasukkan pengaruh dari faktor sosial dan faktor kontrol perilaku. Menurut Compeau et al.dalam Dreana(2012), penelitian-penelitian selanjutnya menemukan bahwa self efficacy dan perceived behavioral control mempunyai pengaruh yang signifikan pada perilaku penggunaan teknologi informasi. Dalam TPB, self efficacy dan perceived behavioral control merupakan faktor penentu perilaku dalam variabel norma subyektif dan variabel persepsi kontrol perilaku. Dalam integrasi TAM dan TPB, model TPB memasukkan kedua konstruk tersebut untuk mengatasi kelemahan TAM yang tidak dapat mengontrol perilaku pengguna sistem teknologi informasi. Hal ini menunjukkan bahwa TAM dan TPB dapat digunakan bersama-sama untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi minat perilaku pengguna dalam memprediksi niat nasabah dalam menggunakan internet banking . Menurut Nasri et al (2012), faktor yang berpengaruh terhadap minat perilaku nasabah dalam penggunaan layanan internet banking ada 10 variabel dapat diihat pada Gambar 2.3
19
Gambar 2.2 Hubungan antar komponen dalam TPB
Gambar 2.3 Model penelitian integrasi TAM dan TPB
20
Gambar 2.4 Hipotesis model penelitian integrasi TAM dan TPB
2.6.1 Perceived Usefulness Menurut Davis dalam Kartika(2009), perceived usefulness terhadap suatu sistem, didefinisikan sebagai suatu tingkatan dimana seseorang percaya bahwa penggunaan sistem tertentu akan dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam hubungannya dengan layanan internet banking yang diteliti, dengan demikian jika seseorang merasa yakin bahwa layanan internet banking bermanfaat, maka orang tersebut akan menggunakannya. Sebaliknya jika seseorang merasa bahwa sistem tersebut tidak bermanfaat maka orang tersebut tidak menggunakannya.
21
2.6.2 Perceived Ease of Use Menurut Davis dalam Ratnaningrum(2013), perceived ease of use sebuah teknologi didefinisikan sebagai suatu ukuran dimana seseorang percaya bahwa komputer dapat dengan mudah dipahami dan digunakan. Dalam kondisi normal jika seseorang merasa bahwa layanan internet banking mudah digunakan, maka dia akan cenderung ingin menggunakannya. Sebaliknya jika pengguna merasa sistem tersebut sulit digunakan, maka orang tersebut berfikir lebih baik tidak menggunakannya. 2.6.3 Security and Privacy Privasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengendalikan dan mengelola informasi tentang diri sendiri. Informasi nasabah meliputi data pribadi mereka seperti nama, jenis kelamin, alamat dan lainnya adalah online data nasabah. Semua informasi ini dapat membantu petugas bank online untuk menciptakan gambaran yang lebih rinci dari setiap nasabah, dan strategi pemasaran bank yang sukses semakin bergantung pada penggunaan efektif sejumlah besar data nasabah rinci. Sedangkan, keamanan didefinisikan sebagai ancaman yang menciptakan situasi, kondisi, atau peristiwa yang berpotensi untuk menyebabkan kesulitan ekonomi untuk data atau sumber daya jaringan dalam bentuk kerusakan, pengungkapan, modifikasi data, penolakan layanan dan/ atau penipuan dan penyalahgunaan . Menurut Nasri et al. (2012), keamanan dan privasi adalah hambatan yang signifikan untuk adopsi perbankan online. Selanjutnya, telah dinyatakan dalam
22
penelitian lain bahwa tantangan terbesar untuk sektor perbankan elektronik akan memenangkan kepercayaan dari pelanggan atas masalah privasi dan keamanan. 2.6.4 Attitude Fishbein et al. dalam Nugroho (2013) mendefinisikan sikap sebagai jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan seseorang untuk menerima atau menolak suatu obyek atau perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang menempatkan individual pada skala evaluatif dua kutub, misalnya baik atau jelek, setuju atau monolak dan sebagainya. Menurut Jogiyanto dalam Nugroho(2013), sikap (Attitude) adalah evaluasi kepercayaan atau perasaan positif maupun negatif dari seseorang jika harus melakukan perilaku yang akan ditentukan. Dengan demikian sikap seseorang terhadap layanan internet banking menunjukkan seberapa jauh orang tersebut merasakan bahwa sistem informasinya baik atau jelek. 2.6.5 Subjective Norm Menurut Ajzen dalam Nugroho (2013), subjective norms menunjuk pada persepsi tekanan sosial yang mempengaruhi atau tidak mempengaruhi perilaku seseorang. Lainnya, Jogiyanto dalam Nugroho(2013) mendefinisikan norma subjektif sebagai persepsi atau pandangan seseorang terhadap kepercayaankepercayaan orang lain yang akan mempengaruhi minat untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkan. 2.6.6 Self Efficacy Menurut Nasri et al (2012), self efficacy didefinisikan sebagai penilaian kemampuan seseorang untuk menggunakan komputer. Teori self efficacy menunjukkan bahwa ada empat bidang sumber informasi yang digunakan oleh
23
individu ketika membentuk penilaian self efficacy, yaitu : prestasi kinerja, pengalaman perwakilan, persuasi verbal dan kondisi fisiologis. Self efficacy didefinisikan sebagai penilaian masyarakat terhadap kemampuan mereka untuk mengatur dan melaksanakan suatu program untuk mencapai tujuan. Orang yang merasa kurang mampu menangani situasi mungkin menolak karena perasaan mereka tidak mampu atau ketidaknyamanan. Individu dengan tinggi self efficacy akan melihat penggunaan IB menjadi user friendly dan mudah digunakan karena efek dari self efficacy pada tingkat usaha, ketekunan dan tingkat pembelajaran dan akan lebih tahan terhadap perubahan. Oleh karena itu, self efficacy akan mempengaruhi dirasakan kontrol perilaku konsumen dalam penggunaan IB. 2.6.7 Goverment Support Nasri et al (2012) menyatakan bahwa pemerintah dapat mempengaruhi adopsi teknologi baru tergantung pada tingkat dukungan yang mereka berikan. Dukungan pemerintah dapat memainkan peran intervensi dan kepemimpinan dalam difusi inovasi untuk mengukur persepsi individu mengenai tingkat dukungan. Semakin besar tingkat dukungan pemerintah yang dirasakan oleh seorang individu semakin besar kemungkinan dia akan menggunakan layanan internet banking. 2.6.8 Technology Support Menurut Nasri et al (2012), dukungan teknologi menjadi mudah dan tersedia sebagai aplikasi e-commerce seperti layanan internet banking menjadi lebih layak. Dalam hal penggunaan internet ini akan mengacu pada sumber daya teknologi dan infrastruktur yang tersedia.
24
Dengan demikian persepsi mengenai kualitas infrastruktur internet dapat mempengaruhi kontrol perilaku yang dirasakan individu dalam penggunaan layananinternet banking. 2.6.9 Perceived Behavioral Control Menutur Ajzen dalam Nugroho(2012), perceived behavioral control didefinisikan sebagai sumber daya dan kesempatan yang mengarahkan seseorang pada kemungkinan perilaku yang diharapkan. Pengertian yang hampir sama didefinisikan oleh Jogiyanto dalam Nugroho (2012), Jogiyanto mendefinisikan persepsi pengendali perilaku sebagai persepsi mudah atau sulitnya seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa persepsi seseorang tentang pengendali perilaku merefleksikan pengalaman masa lalu dan dengan evaluasi dapat digunakan untuk mengantisipasi halangan-halangan yang akan terjadi di masa depan. 2.6.10 Intention to Use IB Menurut Jogiyanto dalam Nugroho (2012), minat atau intensi berperilaku adalah keinginan untuk melakukan perilaku. Minat berbeda dengan perilaku. Minat masih berupa keinginan sedangkan perilaku adalah kegiatan nyata yang dilakukan. Jadi dengan demikian maksud dari minat penggunaan internet banking, 2.7
Metode Pengumpulan Data
1. Wawancara Wawancara adalah proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan.
25
2. Observasi Observasi adalah alat pengumpulan data yang dilakukan cara mengamati dan mencatat secara sistematik gejala-gejala yang diselidiki. 3. Kuesioner Metode kuesioner adalah suatu daftar yang berisikan rangkaian pertanyaan mengenai sesuatu masalah atau bidang yang akan diteliti. 2.8
Skala Pengukuran Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang. Biasanya cara pengisian kuisioner jenis ini dengan menggunakan cecklist atau pilihan ganda. Kemudian untuk masing‐masing sikap di beri bobot, seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Susunan skala likert
Persepsi Responden
Nilai Sikap
Sangat Setuju (SS)
5
Setuju (S)
4
Ragu-ragu (R)
3
Tidak Setuju (TS)
2
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Respons terhadap sejumlah item yang berkaitan dengan konsep atau variabel tertentu disajikan kepada tiap responden. Menggunakan skala likert sebelumnya, nyatakan tingkat kesetujuan anda dengan tiap pernyataan berikut:
26
Tabel 2.2 Contoh pernyataan dalam skala likert
No. 1. 2. 3. 4.
2.9
Pertanyaan Bank memberikan layanan yang berkualitas Bank memilih lokasi yang tidak menyusahkan Jam operasi bank tidak menyusahkan Bank menawarkan kredit berbunga rendah
1
Nilai/Skala 2 3 4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
Populasi dan Sampling Nursalam (2013) menyatakan bahwa populasi adalah subjek (misalnya
manusia;klien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Menurut Nursalam (2013) Cara pengambilan sampel dapat digolonglan menjadi dua, yaitu: a. Probability sampling Prinsip utama probability sampling adalah bahwa setiap subyek dalam populasi mempunyai kesempatan untuk terpilih atau tidak terpilih sebagai sampel. b. Nonprobability sampling Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap ensure atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Dalam penelitian ini sampling yang digunakan adalah nonprobability sampling yaitu purposive sampling, purposive sampleyang mencakup
27
responden, subjek atau elemen yang dipilih karena karateristik atau kualitas tertentu, dan mengabaikan mereka yang tidak memenuhi kriteria yang ditentukan. Melalui teknik purposive sample ini, sampel dipilih berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya mengenai populasi, yaitu pengetahuan mengenai elemen – elemen yang terdapat pada populasi, dan tujuan penelitian yang hendak dilakukan. Purposive sampling dapat didefinisakan sebagai tipe penarikan sampel nonprobabilitas yang mana unit yang hendak diamati atau diteliti dipilih berdasarkan pertimbangan peneliti dalam hal unit yang mana dianggap paling bermanfaat dan representatif. Dengan demikian, pada sampel purposive, responden atau anggota sampel dengan sengaja dipilih tidak secara acak. Penentuan sampel terpilih ditentukan dengan pengetahuan bahwa sampel bersangkutan tidaklah representatif terhadap populasi. Dengan kata lain, purposive sample
adalah sampel yang dipilih berdasarkan suatu panduan
tertentu. Panduan sampel yang digunakan akan menentukan batasan jumlah, atau kategori responden yang boleh dipilih, dan diundang sebagai anggota sampel. Misal, jika manajemen suatu stasiun radio ingin melakukan penelitian terhadap target audiensi mereka, yaitu pria berumur 25-44 tahun untuk mengetahui tanggapan mereka terhadap program radio bersangkutan, maka penelitian tersebut hanya ditunjukkan kepada siapa saja pria berusia 25-44 tahun.
28
2.10 Partial Least Square-Structural Equation Modeling (PLS-SEM) Partial Least Squares merupakan metode analisis yang powefull dan sering disebut juga sebagai soft modeling karena meniadakan asumsi-asumsi OLS (Ordinary Least Squares) regresi, seperti data harus terdistribusi normal secara multivariate dan tidak adanya problem multikolonieritas antar variabel eksogen (Latan et al, 2012). Mengembangkan PLS untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah seperti jumlah sampel yang kecil atau adanya masalah normalitas data (Latan et al, 2012). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Latan et al, 2012). Dibandingkan dengan metoda Maximum Likelihood, PLS menghindarkan dua masalah serius yang ditimbulkan oleh SEM berbasis covariance yaitu improrer solutions dan factor indeterminacy (Latan et al, 2012). PLS menggunakan iterasi algorithm yang terdiri dari seri OLS (Ordinary Least Squares) sehingga persoalan identifikasi model tidak menjadi masalah untuk model recursive (model yang mempunyai satu arah kausalitas) dan menghindarkan masalah untuk model bersifat non-recursive (model yang bersifat timbal balik atau reciprocal antar variabel) yang dapat diselesaikan oleh SEM berbasis covariance. Sebagai alternatif analisis covariance based SEM, pendekatan variance based dengan PLS mengubah orientasi analisis dari menguji model kausalitas (model yang dikembangkan berdasarkan teori) ke model prediksi komponen (Latan et al, 2012).
29
CB-SEM lebih berfokus pada building models yang dimaksudkan untuk menjelaskan covariances dari semua indikator konstruk, sedangkan tujuan dari PLS adalah prediksi, pendekatan PLS lebih cocok karena pendekatan ini mengasumsikan bahwa semua ukuran varian adalah variance yang berguna untuk dijelaskan. PLS dikatakan sebagai metode analisis yang powerful, karena tidak didasarkan pada banyak asumsi (Latan et al, 2012). Misalnya, data tidak harus berdistribusi normal multivariate (indikator dengan skala kategori, ordinal, interval, sampai rasio dapat digunakan model yang sama). Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif, hal ini tidak dapat dilakukan oleh CB SEM karena akan menjadi unidentified model. Tabel 2.3 Perbandingan antara PLS-SEM dan CB-SEM Kriteria
PLS-SEM
CB-SEM
Tujuan Penelitian
Untuk mengembangkan teori atau membangun teori (orientasi prediksi)
Untuk menguji teori atau mengkonfirmasi teori (orientasi parameter)
Pendekatan
Berdasarkan variance
Berdasarkan covariance
Metode Estimasi
Least Squares
Maximum (umumnya)
Spesifikasi Model dan Parameter Model
Components two loadings, path koefisien dan component weight
Factors one loadings, path koefisien, error variances dan factor means
Model Struktural
Model dengan kompleksitas besar dengan banyak konstruk dan banyak indikator
Model dapat berbentuk recursive dan nonrecursive dengan tingkat kompleksitas kecil
Likelihood
30
(hanya recursive) Evaluasi Asumsi Data
Model dan Normalitas
berbentuk
sampai menengah
Tidak mensyaratkan data terdistribusi normal dan estimasi
Mensyaratkan data terdistribusi normal dan memenuhi kriteria goodness of fit sebelum estimasi parameter
Pengujian Signifikansi
Tidak dapat diuji dan difalsifikasi (harus melalui prosedur bootstrap atau jackknife)
Model dapat diuji dan difalsifikasi
Software Produk
PLS Graph, SmartPLS, SPAD-PLS, XLSTATPLS dan sebagainya
AMOS, EQS, LISREL, Mplus dan sebagainya
2.10.1 Model Indikator PLS PLS memiliki dua model indikator dalam penggambarannya, yaitu: a. Model konstruk dengan indikator reflektif Konstruk dengan indikator reflektif mengasumsikan bahwa kovarian diantara pengukuran model dijelaskan oleh varian yang merupakan manifestasi domain konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari konstruk ke indikator. Pada setiap indikatornya harus ditambah dengan error terms atau kesalahan pengukuran.
Indikator 1
Indikator 2
Indikator 3
Konstruk Reflektif
Gambar 2.5 Contoh konstruk dengan indikator reflektif
31
b. Model konstruk dengan indikator formatif Konstruk dengan indikator formatif mengasumsikan bahwa setiap indikatornya
mendefinisikan
atau
menjelaskan
karateristik
domain
konstruknya. Arah indikatornya yaitu dari indikator ke konstruk. Kesalahan pengukuran ditunjukkan pada konstruk bukan pada indikatornya sehingga pengujian validitas dan reliabilitas konstruk tidak diperlukan.
Indikator 1
Indikator 2
Indikator 3
Konstruk Formatif
Gambar 2.6 Contoh konstruk dengan indikator formatifnya
2.10.2 Kriteria Penilaian PLS PLS memiliki dua model evaluasi, yaitu: a. Model Pengukuran (Outer Model) Menurut Hair (2014), model pengukuran adalah model yang menspesifikasikan hubungan antara variabel laten dengan setiap blok indikatornya. Evaluasi model pengukuran bertujuan untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator. Model pengukuran reflektif dievaluasi dengan composite reliability untuk menilai internal consistency, individual indicator reliability, dan average variance extracted untuk menilai convergent validity. Selain itu Fornell-Lacker criterion dan cross loading
32
digunakan untuk menilai discriminant validity. Berikut ini kriteria penilaian PLS pada model pengukuran menurut Hair dkk (2014) Tabel 2.4 Kriteria penilaian PLS pada model pengukuran Kriteria
Penjelasan Model Pengukuran Reflektif Loading Faktor Nilai loading faktor harus lebih besar 0.7. loading faktor antara 0,4 sampai 0,7 dapat dihapus hanya jika penghapusan menyebabkan peningkatan nilai kesalahan composite reliability atau AVE Composite Realibility Composite reliability mengukur internal consistency dan nilainya harus lebih besar 0.60 Average Variance Extracted Nilai average variance extracted (AVE) harus lebih besar 0.50 Validitas Diskriminan Nilai Akar kuadrat dari AVE harus lebih besar dari pada nilai korelasi antar variabel laten Cross Loading Diharapkan setiap blok indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel katen yang diukur dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya
b. Model Struktural ( Inner Model ) Menurut Hair (2014), model struktural adalah model yang menunjukkan hubungan prediksi (estimasi) antar variabel laten dalam model penelitian. Evaluasi model struktural atau inner model bertujuan untuk melihat signifikansi hubungan antar variabel laten dalam model penelitian, dengan melihat koefisien jalur (path coefficient) yang menunjukkan ada atau tidak ada hubungan (perdiksi) antara variabel laten dalam model penelitian. Untuk melakukan evaluasi model struktural dimulai dimulai dari melihat nilai R-Squares untuk setiap prediksi dari model struktural, nilai R-Squares digunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel laten (eksogen) tertentu terhadap variabel laten (endogen) atau seberapa besar pengaruhnya. Berikut ini kriteria penilaian PLS pada model
33
struktural menurut Hair dkk (2014).Sistematik evaluasi hasil PLS-SEM untuk model struktural adalah : Tabel 2.5 Kriteria penilaian PLS pada model struktural Kriteria R square untuk variabel laten endogen
Estimasi koefisien jalur
f2 untuk effect size
Relevansi prediksi Q2 dan effect size q2
Penjelasan Hasil R squaresebesar 0.75, 0.50, dan 0,25 untuk variabel laten endogen dalam model struktural mengindikasikan bahwa model “baik”, “moderat”, dan “lemah” Nilai estimasi untuk hubungan jalur dalam model struktural harus signifikan. Nilai signifikansi ini dapat diperoleh dengan prosedur bootsrapping Nilai f2 sebesar 0.02, 0.15, dan 0.35 dapat diintrepretasikan apakah predictor variabel laten mempunyai pengaruh yang lemah, medium, atau besar pada tingkat struktural Nilai Q2 lebih besar dari 0 menunjukkan model memiliki predictive relevance (variabel eksogen baik sebagai variabel penjelas yang mampu memprediksi variabel endogennya)
2.10.3 Tahap Analisis PLS-SEM Tahapan analisis menggunakan PLS-SEM harus melalui lima proses tahapan dimana setiap tahapan akan berpengaruh terhadap tahapan selanjutnya, yaitu : Menurut Yamin dkk (2011) tahapan analisis PLS-SEM dijabarkan sebagai berikut: 1. Merancang model struktural (Inner Model) Pada tahap ini peneliti memformulasikan model hubungan antar konstrak. Konsep konstrak haruslah jelas dan mudah untuk didefinisikan.
34
2. Mendefinisikan model pengukuran (Outer Model) Pada tahap ini, peneliti mendefinisikan dan menspesifikasi hubungan antar konstrak laten dengan indikatornya apakah bersifat reflektif atau formatif. 3. Membuat diagram jalur Fungsi
utama
dari
membangun
diagram
jalur
adalah
untuk
memvisualisasikan hubungan antara indikator dengan konstraknya serta antara konstrak yang akan dipermudah peneliti untuk melihat model secara keseluruhan. 4. Mengonversi diagram jalur ke sistem persamaan Dalam persamaan model pengukuran (outer model) terdiri dari persamaan model pengukuran formatif dan model pengukuran reflektif, serta persamaan model struktural (inner model). Pada penelitian ini perhitungan persamaan tersebut menggunakan program SmartPLS. 5. Estimasi Model Pada langkah ini ada tiga skema pemilihan weighting dalam proses estimasi model, yaitu factor weighting scheme, centroid weighting sceme, dan path weighting sceme. 6. Evaluasi Model Evaluasi model meliputi evaluasi model pengukuran dan evaluasi model struktural.
35
7. Interpretasi model Intrepretasi ini bedasarkan kepada hasil model yang dibangun oleh peneliti yaitu bedasarkan kepada prediksi hubungan antar variabel yang tertuang dalam hipotesis, yaitu signifikansi hubungan antar variabel.