BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Kinerja Menurut Hasibuan (2003 :86) kinerja adalah “hasil kerja nyata dan standard kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan setiap karyawan”. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi.
Perbaikan kinerja baik untuk individu maupun
kelompok menjadi pusat perhatian dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi (Mathis dan Jackson, 2002 : 78). Kinerja adalah hasil yang dicapai sseseorang karyawan baik secara kuantitas dan kualitas sesuai dengan ukuran yang berlaku pada pekerjaan yang bersangkutan, Meningkatnya kinerja perorangan maka kemungkinan besar juga akan meningkatkan kinerja perusahaan karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Oleh karena itu setiap karyawan diharapkan memberi hasil kerja yang baik agar tujuan perusahaan dapat tercapai. Berdasarkan keseluruhan defenisi di atas dapat dilihat bahwa kinerja karyawan merupakan output dari penggabungan faktor-faktor yang penting yakni kemampuan dan minat, penerimaan karyawan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja. Semakin tinggi faktor-faktor di atas, maka semakin besarlah kinerja karyawan yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Gibson (2008 : 6) menyatakan terdapat tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku yaitu: 1.
Variabel Individu, yang meliputi kemampuan dan keterampilan, fisik maupun mental, latar belakang, pengalaman dan demografi, umur dan jenis kelamin, asal usul sebagainya.
Kemapuan dan keterampilan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kinerja individu kinerja individu sedangkan demografi mempunyai hubungan tidak langsung pada perilaku dan kinerja. 2. Variabel Organisasi, yakni dukungan yang didapatkan karyawan dari organisasi tempat karyawan tersebut bekerja, yang meliputi pengembangan sumber daya, kepemimpinan, imbalan, standar kinerja, struktur dan desain pekerjaan. 3. Variabel Psikologis atau Jabatan, yakni tingkat usaha yang dicurahkan karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan tersebut, yang meliputi persepsi, sikap, kehadiran, etika kerja, kepribadian dan belajar merupakan hal yang komplek dan sulit diukur serta kesempatan tentang pengertiannya sukar dicapai karena seseorang individu masuk dan bergabung ke dalam suatu organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang, budaya dan keterampilan yang berbeda satu sama lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Mathis dan Jackson (2002 : 180) menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kinerja dari individu yaitu: 1. Kualitas Kerja adalah kerapian, ketelitian, keterkaitan hasil dengan tidak mengabaikan
volume
kerja
untuk
menghindari
kesalahan
dalam
menyelesaikan suatu pekerjaan. 2. Kuantitas Kerja adalah volume kerja yang dihasilkan di bawah kondisi normal yang menunjukkann banyaknya jenis pekerjaan yang dilakukan dalam mencapai efektivitas yang sesuai dengan tujuan perusahaan. 3. Pemanfaatan Waktu yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan dari perusahaan untuk mencapai ketepatan waktu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. 4. Kemampuan Bekerja Sama yaitu di mana karyawan dapat melakukan pekerjaannya
dengan
karyawan
lainnya
atau
kelompoknya
dalam
menyelesaikan pekerjaannya.
2.1.3. Penilaian Kinerja Menurut Mathis dan Jackson (2002 :382) Penilaian Kinerja adalah “proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standard dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan”. Penilaian kinerja merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan (Mangkunegara, 2006 :10).” Menurut Bangun (2012 : 231) Penilaian kinerja adalah “proses yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi atau menilai keberhasilan karyawan
Universitas Sumatera Utara
dalam melaksanakan tugasnya”. Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh seorang manajer atau pimpinan.
Walaupun demikian,
pelaksanaan kinerja yang objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindari adanya “like dan dislike” dari penilai, agar objektifitas penilai dapat terjaga.Kegiatan penilai ini penting karena dapat digunakan unutk memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para karyawan tentang kinerja mereka. Penilaian kinerja dapat menjadi sumber informasi utama dan umpan balik untuk karyawan, yang merupakan kunci pengembagan bagi mereka di masa mendatang.Di saat atasan mengidentifikasi kelemahan, potensi dan kebutuhan pelatihan melalui umpan balik penilaian kinerja.
Mereka dapat memberitahu
karyawan mengenai kemajuan mereka, mendiskusikan keterampilan apa yang perlu mereka kembangkan dan melaksanakan perencanaan pengembangan (Malthis dan Jackson, 2002 : 83).
2.1.4. Tujuan Dan Kegunaan Penilaian Kinerja Tujuan
dan
kegunaaan
penilaian
kinerja
adalah
sebagia
bahan
pertimbangan bagi pihak manajemen dalam pertimbangan pengambilan keputusan terhadap karyawan. Baik keputusan perbaikan kelemahan karyawan dalam proses pengembangan , promosi jabatan, pemberian penghargaan dan kompensasi. Menurut Hasibuan (2003 : 89), tujuan dan kegunaan penilaian kinerja (prestasi kerja) karyawan adalah sebagai berikut: 1.
Sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang digunakan untuk promosi, demosi, pemberhentian dan penetapan besarnya balas jasa.
Universitas Sumatera Utara
2.
Untuk mengukur prestasi kerja, yaitu sejauh mana karyawan bisa sukses dalam pekerjaannya.
3.
Sebagai indikator untuk menentukan kebutuhan pelatihan bagi karyawan dala organisasi.
4.
Sebagai kriteria dalam menentukan seleksi dan penempatan karyawan.
5.
Sebagai alat untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan personel dan dengan demikian bisa sebagai bahan pertimbangan agar bisa diikutsertakan dalam program latihan kerja tambahan.
6.
Sebagai dasar untuk mengevaluasi efektivitas seluruh kegiatan di dalam perusahaan, seperti keefektivan jadwal kerja, metode kerja, struktur organisasi, gaya pengawasan, uraian pekerjaan, kondisi kerja, dan peralatan kerja.
2.1.5. Elemen Penilaian Kinerja Penilaian kinerja yang baik adalah mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai.
Penilaian tidak hanya
ditujukan untuk menilai dan memperbaiki kinerja yang buruk, namun juga tidak mendorong para pegawai untuk bekerja lebih baik lagi. Berkaitan dengan hal ini, penilaian kinerja membutuhkan standar pengukuran, cara penilaian dan analisa data hasil pengukuran, serta tindak lanjut atas hasil pengukuran. Elemen-elemen utama dalam sistem penilaian kinerja adalah: 1. Standar Penilaian Penilaian kinerja sangat membutuhkan standar yang jelas untuk dijadikan tolak ukur atau patokan terhadap kinerja yang akan diukur. Standar
Universitas Sumatera Utara
yang dibuat tentu saja harus berhubungan dengan jenis pekerjaan yang akan diukur dan hasil yang diharapkan akan terlihat dengan adanya penilaian kinerja ini. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun standar penilain kinerja yang baik dan benar yaitu: a. Validity adalah keabsahan standar tersebut sesuai dengan jenis pekerjaan yang dinilai. Keabsahan yang dimaksud di sini adalah standar tersebut memang benar-benar sesuai atau relevan dengan jenis pekerjaan yang akan dinilai tersebut. b. Agreement berarti persetujuan, yakni standar penilaian tersebut disetujui dan diterima oleh semua pegawai yang akan mendapat penilaian.
Ini
berkaitan dengan prinsip validity di atas. c. Realism bearti standar penialain tersebut bersifat realistis, dapat dicapai oleh para pegawai dan sesuai dengan kemampuan pegawai. d. Objectivity berarti standar tersebut bersifat obyektif, yakni adil, mampu mencerminkan
keadaan
yang
sebenarnya
tanpa
menambah
atau
mengurangi kenyataan yang ada. 2.
Faktor-faktor Penilaian Kinerja Faktor-faktor penilaian kinerja dapat dilihat melalui beberapa dimensi
berikut sebagai beikut: a. Tingkat Kedisiplinan Tingkat kedisiplinan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan organisasi untuk menahan orang-orang di dalam organisasi, yang dijabarkan
Universitas Sumatera Utara
dalam penilaian terhadap ketidakhadiran, keterlambatan dan lama waktu kerja. b. Tingkat Kemampuan Tingkat kemampuan karyawan sebagai suatu bentuk pemenuhan kebutuhan organisasi untuk memperoleh hasil penyelesaian tugas yang terandalkan, baik dari sisi kuantitas maupun kualitas kinerja yang harus dicapai oleh seorang karyawan. c. Sikap dan Perilaku Sikap dan perilaku di luar persyaratan-persyaratan tugas formal untuk meningkatkan efektivitas organisasi, antara lain dalam bentuk kerja sama, tindakan protektif, gagasan-gagasan yang konstruktif dan kreatif, pelatihan diri serta sikap-sikap lainnya yang menguntungkan organisasi 3. Unsur-Unsur Yang Dinilai Dalam Penilaian Kinerja Ada beberapa unsur yang yang dinilai dalam penilaian atau prestasi kerja karyawan. Menurut Hasibuan (2003 : 95) ada beberapa unsur penilaian kinerja meliputi: a. Kesetiaan Penilaian menilai kesetiaan pekerja terhadap pekerjaannya, jabatannya dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dan rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
b. Prestasi Kerja Penilai menilai hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya. c. Kejujuran Penilai menilai kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi perjanjian baik bagi dirinya maupun bagi dirinya maupun orang lain seperti kepada bawahannya. d. Kedisiplinan Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan instruksi
yang
diberikan kepadanya. e.
Kerja sama Penialai menilai kesediaan karyawan berpartisivasi dan bekerja sama dengan karyawan lainnya vertikal atau horizontal di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
f.
Kepemimpinan Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa dan dapat memotivasi orang lain atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
g.
Prakarsa Penilai menilai kemampuan berfikir yang original dan berdasrkan inisiatif sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan, memberi alasan,
Universitas Sumatera Utara
mendapatkan kesimpulan dan membuat keputusan penyelesaian masalah yang dihadapinya. h.
Tanggung Jawab Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan kebijaksaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, perilaku dan hasil kerja bawahannya.
2.1.6. Metode Penilaian Kinerja Menurut Hasibuan (2003 : 97), metode penilaian kinerja karyawan pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu: 1.
Metode Tradisional Metode ini adalah metode paling tua dan paling sederhana untuk menilai prestasi karyawan dan diterapkan secara tidak sistematis maupun dengan sistematis. Yang termasuk dalam metode tradisional adalah: a. Rating Scale Metode dengan menilai kinerja dengan skala untuk mengukur faktorfaktor kinerja. Misalnya dalam mengukur tingkat inisiatif dan tanggung jawab karyawan. b. Alternative Ranking Metode ini adalah metode penilaian dengan cara mengurutkan peringakat karyawan mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi atau sebaliknya. c. Paired Comparation Meetode ini dilakukan dengan melakukan perbandingan antara seorang karyawan dengan seluruh karyawan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
d. Employee Comparation Metode ini dilakukan dengan membandingkan seorang karyawan dengan karyawan lainnya. e. Cheklist Metode ini sebenarnya tidak menilai tetapi hanya memberikan masukan bagi personalia dengan memberikan gambaran beberapa kalimat. f. Freeform Essay Dalam metode ini seorang penilai harus membuat karangan yang berkenaan dengan karyawan yang sedang dinilai. g. Critical Incident dalam metode ini penilaian tentang tingkah laku dicatat dan dimasukkan ke dalam buku catatan khusus tentang berbagai katagori tingakh laku. 2.
Metode Modren Metode penilaian ini merupakan perkembangan dari metode tradisional,
yang termasuk dalam katagori ini adalah: a. Assesment Centre Metode ini dilakukan dengan pembentukan tim khusus bisa dari luar maupun dalam organisasi. Cara penilaiannya adalah dengan wawancara, permainan bisnis, dan lain-lain. b. Management by Objective (MBO) Dalam metode ini karyawan ikutserta dalam perumusan dan pemutusan persoalan
dengan
memperhatikan
kemampuan
bawahan
dalam
Universitas Sumatera Utara
menentukan sasarannya masing-masing yag ditekankan pada pencapaian target. c. Human Asset Accounting Metode ini dilakukan dengan dengan menilai faktor sebagain individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan
dengan
variabel-variabel
keberhasilan organisasi.
yang
dapat
memenuhi
Jika biaya untuk tenga kerja meningkat
mengakibatkan laba pun meningkat.Maka peningkatan tenaga kerja tersebut telah berhasil.
2.1.7. Evaluasi Penilaian Kinerja Evaluasi penilaian kinerja adalah proses pemberian umpan balik kepada karyawan setelah dinilai. Beberapa pendekatan yang dapat dilakukan antara lain: 1.
Evaluasi interview Memberikan umpan balik dengan memperliatkan perbandingan kerja masa lalu dan potensi masa depan.
2.
Tell and listen method Memberikan
karyawan
mempertahankan
apa
kesempatan yang
sudah
untuk
memberikan
dikerjakannya,
dan
alasan,, mencoba
memberikan bimbingan untuk perilaku yang lebih baik. 3.
Problem solving approach Mengatasi
permasalahan
karyawan
dalam
pekerjaannya
dengan
memberikan pelatihan, coaching dan counseling.
Universitas Sumatera Utara
4.
Tell and sell approach Memperlihatkan hasil pekerjaan karyawan dan menyakinkan karyawan tersebut untuk berperilaku lebih baik.
2.1.8. Pengertian Pelatihan Menurut Panggabean (2004 : 41) bahwa pelatihan adalah “sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya sekarang.” Menurut Rivai (2009 : 226) pelatihan adalah “sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar system pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori. Pelatihan diberikan untuk membantu karyawan mempelajari pengetahuan yang akan meningkatkan keterampilan mereka.
Jadi apabila keterampilan
karyawan meningkat maka kinerjanya pun akan menjadi lebih baik. Dengan demikian pelatihan merupakan suatu hal penting dalam perusahaan untuk mendapatkan karyawan yang berkualitas untuk mencapai tujuan perusahaan.
2.1.9. Tujuan Pelatihan Menurut Panggabean (2004 : 41) pada umumnya, pelatihan dilakukan untuk kepentingan karyawan, perusahaan dan konsumen. 1. Bagi Karyawan a. Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
b. Meningkatkan moral karyawan. Dengan keterampilan dan keahlian yang sesuai dengan pekerjaannya maka karyawan tersebut lebih antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. c. Memperbaiki kinerja. Dengan adanya pelatihan maka karyawan dapat memperbaiki kelemahankelemahannya karena telah mendapatkan pengetahuan yang meningkatkan keterampilannya. Jadi apabila keterampilannya meningkat maka kinerja pun akan lebih baik. d. Peningkatan karier karyawan Dengan adanya pelatihan kesempatan untuk meningkatkan karier menjadi lebih besar karena keahlian dan keterampilan yang menyebabkan prestasi kerja meningkat. 2. Bagi Perusahaan a. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Dengan pelatihan perusahaan melakukan upaya besama untuk secara benar mendapatkan sumber daya manusia yang memenuhi kebutuhan perusahaan. b. Penghematan. Pelatihan dapat mengurangi biaya produksi karena pelatihan dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan karyawan.
Jika karyawan lebih
terampil, maka nekerja lebih cepat selesai dan penggunaan bahan baku lebih hemat.
Universitas Sumatera Utara
c. Memperkuat komitmen karyawan Organisasi yang gagal menyediakan pelatihan akan kehilangan karyawan yangberorientasi pencapaian yang merasa frustasi karena merasa tidak ada kesempatan untuk promosi dan akhirnya memilih keluar untuk mencari perusahaan lain yang menyediakan pelatihan bagi kemajuan karier mereka. 3.
Bagi Konsumen a. Konsumen akan mendapatkan produk dan jasa yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas. b. Meningkatkan pelayanan karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya tarik yang sangat penting bagi rekanan perusahaan yang bersangkutan.
2.1.10. Sistem Pelatihan Menurut Mathis dan Jackson ( 2002 : 20) tahap-tahap dalam pelatihan adalah sebagai berikut: 1.
Tahap Penilaian Pelatihan dirancang untuk membantu organisasi mencapai tujuan-tujuannya. Menentukan kebutuhan pelatihan dalam organisasi memerlukan tahap diagnosik dalam menyusun tujuan-tujuan pelatihan. mengidentifikasikan kebutuhan pelatihan,
Untuk dapat
maka ada tiga hal yang harus
dipertimbangkan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Analisa Organisasi Merupakan cara pertama untuk mendiagnosis kebutuhan pelatihan. Sumber informasi yang spesifik dan pengukuran operasional untuk kebutuhan pelatihan organisasi yaitu berupa keluhan, catatan kecelakaan kerja, observasi, wawancara perpisahan, pengaduan dari konsumen, data quality control dan lainnya b. Analisa Tugas Untuk melakukan analisis ini, penting untuk mengetahui persyaratan pekerjaan dalam organisasi.
Deskripsi pekerjaan serta spesifikasi
pekerjaan menyediakan informasi bagi kinerja yang diharapkan dan keterampilan yang dibutuhkan bagi karyawan untuk berhasil melakukan pekerjaan.
Dengan membandingkan persyaratan pekerjaan dengan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karyawan serta kebutuhan pelatihan akan dapat diidentifikasi. c. Analisa Individual Dalam analisis ini, diagnosis kebutuhan pelatihan adalah dengan memfokuskan pada individu-individu dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka.
Sumber-sumber yang bermanfaat bagi analisis ini
adalah melalui kuesioner, alat pengetahuan kerja, tes keterampilan, survey sikap, data-data dari pusat penilaian karyawan, dan lainnya. Setelah kebutuhan pelatihan telah diidentifikasikan dengan menggunakan berbagai analisi, kemudian prioritas serta tujuan pelatihan harus ditentukan. Seluruh data digunakan untuk menyusun gap analysis (analisis kesenjangan),
Universitas Sumatera Utara
yang mengidentifikasikan jarak antara organisasi berada dengan kemampuan para karyawannya.
Prioritas serta tujuan pelatihan disusun untuk menutupi jarak
perbedaan tersebut. Tujuan pelatihan dapat dibuat dengan menggunakan salah satu dari keempat dimensi yaitu kuantitas pekerjaan, kualitas pekerjaan, batasan waktu dari pekerjaan dan penghematan biaya. 2.
Tahap Implementasi Pada saat tujuan telah ditetapkan, pelatihan dapat dimulai.
Metode atau
teknik yang tepat adalah hal terpenting. Menurut Panggabean (2004 : 42) pada dasarnya metode pelatihan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: on the job training dan off the job training a. On the job training Pelatihan pada karyawan untuk mempelajari bidang pekerjaannya di tempat kerja yang sebenarnya. Beberapa bentuk pelatihan on the job training yaitu: 1.
Couching atau inderstudy Teknik pelatihan
dan pengembangan dengan melakukan praktik
langsung dengan atasan atau karyawan yang berpengalaman. Metode ini dapat menjalin kekompakan dan hubungan antara atasan atau teman kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.
Program Magang Program yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan praktik di tempat kerja setelah beberapa teori diberikan kepada karyawan.
3.
Rotasi Pekerjaan Proses perpindahan karyawan dari satu bagian pekerjaan ke bagian pekerjaan lain dalam waktu yang telah direncanakan.
b. Off the job training Pelatihan yang menggunakan situasi di luar pekerjaan, karena individu yang dilatih dengan cepat seperti halnya dalam penguasaan pekerjaan. Beberapa bentuk pelatihan off the job training, yaitu: 1. Vestibule training Pelatihan dilakukan di tempat yang dibuat seperti tempat kerja yang sesungguhnya dan dilengkapi fasilitas peralatan yang sama dengan pekerjaan sesungguhnya. 2. Studi kasus Teknik ini dilakukan dengan memberi sebuah atau beberapa kasus maajemen untuk dipecahkan dan didiskusikan di kelompok atau tim di mana masing-masing tim akan saling berinteraksi dengan anggota tim yang lain.
Universitas Sumatera Utara
3. Role Playing Teknik pelatihan ini dilakukan seperti simulasi dimana peserta memerankan jabatan atau posisi tertentu untuk bertindak dalam situasi yang khusus. 4. Seminar Metode ini bertujuan mengembangkan kecakapan peserta untuk menilai dan memberi saran-saran mengenai tanggapan orang lain. 3.
Tahap evaluasi Evaluasi pelatihan adalah membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada tujuan-tujuan yang diharapkan oleh atasan. Pelatih dan peserta pelatihan. Ada empat tingkatan evaluasi atau penilain pelatihan yaitu: a. Reaksi Menilai tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan wawancara atau melakukan wawancara atau dengan memberikan kuesioner kepada peserta pelatihan. b. Pembelajaran Evaluasi dilakukan dengan mengukur seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori dan sikap dengan membandingkan hasil sebelum dan setelah pelatihan. c. Perilaku Mengevaluasi pelatihan dalam tingkat perilaku melibatkan pengukuran dari pengaruh pelatihan terhadap kinerja melalui wawancara
kepada
peserta pelatihan dan rekan kerja mereka.
Universitas Sumatera Utara
d. Hasil Atasan menilai hasil-hasil kerja dengan mengukur pengaruh pelatihan terhadap pencapaian tujuan organisasi. Jenis evaluasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan setelah pelatihan.
2.1.11. Kebutuhan Pelatihan Analisa kebutuhan pelatihan sangat penting karena di samping menjadi landasan kegiatan selanjutnya seperti pemilihan metode pelatihan yang tepat, biaya pelatihannya tidak murah sehingga jika pelatihan tidak sesuai dengan kebutuhan, selain tidak meningkatkan kemampuan organisasi juga akan menghabiskan banyak biaya. Menurut Ruky ( 2001 : 165 ) Kebutuhan pelatihan adalah sebuah kesenjangan antara tingkat kompetensi yang diharapkan dengan yang sudah dimiliki. Kebutuhan pelatihan dapat ditentukan dengan melalui teknik wawancara, mengedarkan kuesioner dan mengadakan tes. Menurut Rivai (2009 : 233) kebutuhan dapat digolongkan menjadi: 1.
Kebutuhan memenuhi tuntutan sekarang Kebutuhan ini biasanya dapat dikenali dari prestasi karyawannya yang tidak sesuai dengan standar hasil kerja yang dituntut pada jabatan tersebut dan masalah ini dapat dipecahkan dengan memberikan pelatihan.
2.
Memenuhi kebutuhan tuntutan jabatan lainnya Kebutuhan ini dapat dilakukan dengan rotasi jabatan dimana salah satu tujuannya untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman kerja serta mengurangi rasa jenuh dan mengurangi penurunan produktivitas.
Universitas Sumatera Utara
3.
Untuk memenuhi tuntutan perubahan Dengan adanya perubahan dalam organisasi maka diperlukan pelatihan untuk menambah pengetahuan baru.
2.1.12. Tujuan Kebutuhan Pelatihan Menurut Panggabean (2004) tujuan dari kebutuhan pelatihan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi keterampilan prestasi kerja khusus yang dibutuhkan untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas 2. Menganalisis karakteristik peserta untuk menjamin bahwa program cocok untuk tingkat pendidikan, pengalaman, dan keterampilan begitu juga sikap dan motivasi sesorang. 3. Mengembangkan pengetahuan khusus yang dapat diukur dan objektif. Dalam tahap ini harus ada keyakinan bahwa penurunan kinerja dapat ditingkatkan melalui pelatihan dan bukan disebabkan ketidakpuasan terhadap kompensasi.
2.1.13. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan Menurut Rivai (2009 : 234) upaya untuk melakukan identifikasi kebutuhan pelatihan dapat dilakukan sebagai berikut: 1.
Membandingkan uraian pekerjaan atau jabatan dengan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki karyawan atau calon karyawan.
2.
Menganalisis penilaian kinerja Menganalisis prestasi yang berada di bawah standar dan menentukan apakah penyebabnya karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan karyawan.
Universitas Sumatera Utara
3.
Menganalisis catatan karyawan, yang berisi tentang latar belakang pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, penilaian prestasi kerja secara periodok dan sebagainya. Dan dari catatan inilah apakah kekurangankekurangan yang dapat diisi dari pelatihan.
4.
Menganalisis masalah Masalah yang dianalisis disini adalah masalah sumber daya manusia nya. Jadi masalah inilah yang dijadikan bahan buat kebutuhan pelatihan.
5.
Menganalisis laporan perusahaan lain, yaitu tentang keluhan pelanggan, keluhan karyawan dan lain-lainnya yang dapat dipelajari dan disimpulkan adanya kekurangan-kekurangan yang bisa diatasi melalui pelatihan.
2.1.14. Dimensi-Dimensi Pelatihan Menurut Rae dalam Sofyandi (2008 : 19) dimensi program pelatihan yang efektif diberikan perusahaan kepada karyawannya adalah sebagai berikut: 1.
Materi yang diajarkan atau isi pelatihan Dalam hal ini isi program pelatihan relevan dans sejalan dengan kebutuhan pelatihan, dan apakah pelatihan tersebut dapat meningkatkan keterampilan dan menunjang pekerjaan karyawan.
2.
Metode yang digunakan Metode yang diberikan apakah sesuai untuk subjek dan gaya belajar peserta.
3.
Sarana dan fasilitas pendukung Yaitu apakah tempat penyelenggaraan pelatihan dapat dikendalikan oleh instruktur dan apakah relevan terhadap jenis program pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Kemampuan instruktur Maksudnya
apakah
instruktur
mempunyai
sikap
dan
keterampilan
penyampaian yang mendorong peserta untuk belajar.
2.2. Penelitian Terdahulu Wijaya (2013) melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Hasil Penilaian Kinerja Terhadap Perencanaan Kebutuhan Pelatihan Pada PT. Sanobar Gunjaya Medan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh hasil penilaian kinerja terhadap perencanaan kebutuhan pelatihan serta untuk menentukan pelatihan yang tepat guna meningkatkan kualitas kerja karyawan dan meningkatkan keuntungan pada PT. Sanobar Gunajaya Medan. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan pengujian hipotesis menggunakan regresi linier berganda. Hasil uji-t pada hasil penilaian kinerja memiliki pengaruh secara parsial terhadap perencanaan kebutuhan pelatihan pada PT. Sanobar Gunajaya Medan. Hasil uji koefisien determinasi (R2) di dapat sebesar 34,5% sisanya 65,5% dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diteliti.” Pradipta (2013) melakukan penelitian berjudul
“ Analisis Pengaruh
Kinerja Agen Terhadap Kebutuhan Pelatihan Agen Pada PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Divisi Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh kinerja agen terhadap kebutuhan pelatihan agen pada PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Divisi Medan.Penelitian ini adalah asosiatif. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan metode linier sederhana.Hasil penelitian dengan menggunakan uji signifikan parsial (uji t) menunjukkan variabel kinerja agen berpengaruh signifikan terhadap kebutuhan
Universitas Sumatera Utara
pelatihan agen pada PT. Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Divisi Medan. Koefisien determinasi sebesar 0,464
menunjukkan bahwa pengaruh variabel
kinerja terhadap kebutuhan pelatihan sebesar 46,4%. Probosemi (2011) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kebutuhan Pelatihan Karyawan Bidang Pelayanan Pada PT. Taspen (Persero) Kantor Cabang Bogor.
Metode yang dilgunakan untuk analisis data adalah
metode Training Need Assement (TNA-T), untuk mengetahui terjadinya suatu kesenjangan antara kemampuan
kerja jabatan (KKJ) dan kemampuan kerja
pribadi (KKP). Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan pelatihan yang dilakukan oleh PT. Taspen (Persero) Kantor Cabang Bogor hanya berdasarkan formulir yang disediakan oleh perusahaan bagi karyawan yang ingin mengajukan pelatihan, serta berdasarkan ketetapan dari kantor pusat apabila ada materi baru yang perlu disampaikan untuk karyawan.
Hal tersebut tidak menunjukkan kesenjangan
kinerja antara KKJ dan KKP sehingga tidak dapat menentukan suatu prioritas kebutuhan pelatihan”.
2.3 Kerangka Konseptual Menurut Mahis dan Jackson (2002 : 382) hasil penilaian kinerja adalah “hasil yang diperoleh dari proses mengevaluasi seberapa baik karyawan melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standard dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan. Penilaian kinerja yang baik adalah mampu untuk menciptakan gambaran yang tepat mengenai kinerja pegawai yang dinilai.
Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan pelatihan menurut Ruky (2001 : 165) adalah sebuah kesenjangan antara tingkat kompetensi yang diharapkan dengan yang sudah dimiliki.
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, dan uraian teori
pendukung, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Hasil Penilaian Kinerja
Kebutuhan Pelatihan
(X)
(Y)
Sumber : Mathis dan Jackson (2002), Bangun (2012), Rivai (2009), Ruky (2001) (Data Diolah) Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara