BAB II Tinjauan Pustaka 2.1
Kepustakaan Yang Relevan Melengkapi suatu penelitian dibutuhkan suatu dalil yang berhubungan
dengan objek penelitian maka peneliti menggunakan reverensi pendukung untuk memperoleh data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Peneliti menggunakan reverensi pendukung seperti buku-buku dan karya ilmiah yang berhubungan dengan judul ini.Buku yang digunakan peneliti ialah Menjulang Tradisi Etnik (Syaifuddin,Wan 2014) agar penulisan proposal ini lebih baik dan Membongkar Teori Dekontruksi Jacques Derrida . Dekontruksi adalah sebuah strategi filsafat, politik dan intelektual untuk membongkar modus membaca dan menginterpretasi yang mendominasi dan menguatkan fundamental. Dengan demikian dekontruksi merupakan strategi untuk menguliti lapisan-lapisan makna yang terdapat di dalam teks yang sudah dibentuk atau baku yang berarti kesempatan bagi pembaca untuk memaknai sebebasnya kandungan teks. Derrida (Structure, Sign and Play in the Discourse of the Human Science,1966). Dekontruksi ialah testimoni terbuka kepada mereka yang kalah, mereka yang terpinggirkan oleh stabilitas rezim bernama pengarang. Maka, sebuah dekontruksi ialah gerak perjalanan menuju hidup itu sendiri. Disini pembaca berhak menetukan kandungan makna isi teks tersebut. Al-fayyadl (2011:232).
5 Universitas Sumatera Utara
Dekontruksi merupakan gabungan antara hakikat destruktif dan konstruktif. Dekontruksi ialah cara membaca teks sebagai strategi yang berarti pembaca dapat menguliti pengertian maknanya dari bidang mana saja hingga makna yang tersembunyi pun didapat. Kristeva (1980:36-37). 3.2 Syair Dan Istilahnya Syair adalah bentuk puisi dalam sastra Melayu lama. Kata syair berasal dari bahasa Arab syu’ur yang berarti perasaan. Syair dalam kesusasteraan Melayu merujuk pada pengertian puisi secara umum.Masyarakat Melayu sangat akrab dengan
syair
hal
ini
dikarenakan
lekatnya
hubungan
Melayu
dengan
keislaman.Masyarakat Melayu mulai mengenali syair seiring dengan penetrasi dan perkembangan ajaran islam terutama pada bidang tasawuf di Nusantara. Dalam perkembangannya syair tersebut mengalami perubahan dan modifikasi sehingga menjadi khas Melayu, tidak lagi mengacu pada tradisi sastra syair di negeri Arab. Perbedaan yang kental antara syair Arab dengan syair dalam kesusastraan Melayu ialah di dalam syair atau syu’ur Arab bermakna puisi secara keseluruhan dan bercirikan puisi biasa ataupun pengungkapan tiap maknanya bersifat puisi pada umumnya, sedangkan syair dalam kesusastraan Melayu merupakan salah satu bagian dari syair itu sendiri yang mempunyai ciri berima a atau sama tiap ujung baitnyadan biasanya bercerita tentang suatu kehidupan baik itu sosial, kerajaan maupun protes masyarakat itu sendiri. Penyair yang berperan besar dalam membentuk syair khas Melayu adalah Hamzah Fansuri, dengan karyanya, antara lain: Syair Perahu; Syair Burung Pingai; Syair Dagang; dan Syair Sidang Fakir. Dalam syair ini, bahasa Melayu masih bercampur dengan bahasa Sansekerta dan Arab.
6 Universitas Sumatera Utara
2.2
Pendidikan Karakter 2.2.1
Tinjauan Tentang Pendidikan Karakter
Sardiman (2001: 118)“Karakter siswa adalah keseluruhan pola kelakuan dan kemampuan yang ada pada siswa sebagai hasil dan pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.” Setiap siswa mempunyai kemampuan dan pembawaan yang berbeda. Siswa juga berasal dan lingkungan sosial yang tidak sama. Kemampuan, pembawaan, dan lingkungan sosial siswa membentuknya menjadi sebuah karakter tersendiri yang mempunyai pola perilaku tertentu.Pola perilaku yang terbentuk tersebut menentukan aktivitas yang dilakukan siswa baik di sekolah maupun di luar sekolah.Aktivitasaktivitas diarahkan untuk mencapai cita-cita siswa, tentunya dengan bimbingan guru. Khodijah (2011: 181) menyatakan bahwa perbedaan individual diantara anak didik merupakan hal yang tidak mungkin dihindari, karena hampir tidak ada kesamaan yang dimiliki oleh manusia kecuali perbedaan itu sendiri. Sejauhmana individu berbeda akanmewujudkankualitas perbedaan mereka atau kombinasikombinasi dan berbagai unsur perbedaan tersebut. Pola perilaku yang dimiliki masing-masing siswa menyebabkannyamempunyai karakter yang berbeda-beda antara satu dan yang lainnya. Perbedaan-perbedaan yang ada merupakan hal yang sudah pasti, tidak ada satupun siswa yang mempunyai kesamaan dengan lainnya. Apabila ada satu aspek yang sama maka aspek yang
7 Universitas Sumatera Utara
lainnya pasti berbeda. Perbedaan setiap individu merupakan salah satu faktor yang menjadi pendukung untuk mewujudkan kualitas masing-masing individu. Sedangkan Arikunto (2009: 296) menyatakan bahwa siswa adalah subjek yang menerima pelajaran.Ada siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai.Setiap siswa mempunyai bakat intelektual, emosional, sosial, dan lain-lain yang sifatnya khusus. Karakter siswa antara lain ditemukan ada siswa yang pandai, siswa kurang pandai, dan siswa yang tidak pandai. Siswa yang pandai akan lebih mudah menerima materi pembelajaran dibandingkan dengan siswa yang kurang pandai dan yang tidak pandai. Belum lagi perbedaan dalam bakat, emosional, dan sosial. Siswa yang berbakat, emosi stabil, dan lingkungan sosial yang baik akan lebih mudah mengikuti proses pembelajaran bila dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat, emosi tidak stabil, dan siswa yang berasal dari lingkungan sosial yang buruk. Perbedaan karakter ini menuntut guru untuk bersikap arifmenyikapinya. Khodijah (2011: 182) perbedaan individual yang dimiliki anak didik antara lain meliputiperbedaan dalam aspek biologis, psikologis, intelegensi, bakat, dan perbedaan lainnya. Begitu banyak ditemukan perbedaan dalam karakter siswa, antara lain perbedaan dalam hal biologis, psikologis, intelegensi, dan bakat. Keadaan fisik biologis satu siswa dengan yang lain berbeda sama sekali. Ada siswa yang mempunyai fisik sehat dan lengkap, ada juga siswa yang mempunyai fisik lengkap tetapi tidak sehat.Keadaan psikologis siswa juga beragam, tidak semua siswa siap
8 Universitas Sumatera Utara
secara psikologis untuk mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah. Ada siswa yang datang ke sekolah dengan penuh semangat dan senang gembira, ada siswa yang datang ke sekolah dengan sedih dan susah, ada siswa yang malas, ada juga siswa yang berangkat ke sekolah karena menghindari pekerjaan di rumah, dan sebagainya. Intelegensi yang dimiliki siswajuga berbeda-beda, ada yang mempunyai intelegensi tinggi, intelegensi sedang, dan ada yang mempunyai intelegensi rendah. Perbedaan lain yang memerlukan perhatian dan guru adalah bakat. Guru harus memahaini bahwa tidak semua siswa mempunyai bakat dalam semua mata pelajaran. Karakter siswa meliputi fisiologis dan psikologis.Fisiologis meliputi kondisi fisik, panca indera, dan sebagainya.Psikologis menyangkut minat, tingkat kecerdasan, bakat, motivasi, kemampuan kognitif, dan sebagainya (Purwanto, 2009: 107). Karakter siswa yang berikutnya adalah karakter fisiologis dan karakter psikologis.Kedua karakter ini memerlukan perhatian khusus dari guru.Siswa dengan kondisi fisiologiskurang sehat akan lebih memerlukan perhatian dan guru dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kekurangan pada kondisi fisiologisnya. Karakter psikologis siswa juga berbeda-beda.Minat siswa terhadap suatu pelajaran berbeda-beda, apalagi penyajian materi pelajaran guru yang tidak menarik. Motivasi tidak kalah penting untuk diperhatikan. Guru harus mampu memberikan motivasi yang tepat kepada para siswanya. Motivasi yang tidak tepat hanya akan membuat siswa semakin tidak bersemangat untuk belajar, karena tidak semua siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar.
9 Universitas Sumatera Utara
Menurut Sardiman (2001:119) Karakter siswa yang dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa antara lain: latar belakang pengetahuan dan taraf pengetahuan, gaya belajar, usia kronologi, tingkat kematangan, spektrum dan ruang lingkup minat, lingkungan sosial ekonomi, hambatan-hambatan lingkungan dan kebudayaan, intelegensi, keselarasan dan attitude, prestasi belajar, motivasi dan lain-lain. Keberagaman karakter yang dimiliki siswa menjadi faktor pendukung dan sekaligus menjadi penghambat dalam kegiatan belajar mengajar. a.
Karakter Biologis Khodijah (2011: 182) berpendapat bahwa aspek biologis yang terkait
langsung dengan penerimaan pelajaran di kelas adalah kesehatan mata dan telinga. Anak didik yang memiliki masalah tertentu dalam penglihatan dan pendengarannya akan mengalami masalah tersendiri dalam menerima pelajaran. Dalam hal ini, bila kondisi faktor-faktor lain adalah sama, maka anak yang sehat fisiknya secara menyeluruh akan lebih berpeluang untuk mencapai prestasi yang maksimal. Kesehatan fisik anak didik perlu mendapat perhatian serius dan guru.Tidak semua siswa mengikuti pembelajaran dengan kondisi fisik yang baik. Kondisi fisik kurang sehat akan mengganggu siswa belajar. b. Karakter Psikologis Khodijah (2011: 183) berpendapat bahwa perbedaan psikologis pada siswa mencakup perbedaan dalam minat, motivasi, dan kepribadian”. Perbedaan siswa dalam hal minat, motivasi, dan kepribadian akan selalu ditemui pada sekelompok
10 Universitas Sumatera Utara
siswa. Tidak semua siswa mengikuti pelajaran dengan minat yang tinggi terhadap mata pelajaran.Ada siswa yang dengan setengah hati mengikuti pelajaran.Demikian pula dengan perbedaan motivasi, ada siswa yang memiliki motivasi tinggi sehingga sangat aktif mengikuti pelajaran, sedangkan yang lainnya mungkin setengah termotivasi atau bahkan tidak termotivasi untuk belajar.Kepribadian siswa juga berbeda, ada siswa yang terbuka sehingga mudah bergaul dan mempunyai banyak teman, tetapi adapula siswa yang tertutup sehingga sulit bergaul dan terkesan tidak mempunyai teman karena sering menyendiri. c. Karakter Intelegensi Khodijah (2011: 101) menyatakan bahwa intelegensi adalah kemampuan potensial umum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah.” Setiap anak memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda.Perbedaan tersebut menambah keunikan dalam suatu kelas pembelajaran.Ada siswa yang dengan cepat mampu menyerap materi pembelajaran dan ada siswa yang lamban menyerapnya.Ada siswa yang mampu dengan cepat menyelesaikan soal ujian atau tugas, dan ada siswa membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan satu tugas saja. d. Karakter Bakat Bingham dalam Khodijah (2011: 185-186) mendefinisikan bakat: As a condition or set of charateristics regarded as symptomatic of an individual’s ability to acquire with training some (usually spec jiled) knowledge,
11 Universitas Sumatera Utara
skill, or set of responses such as the ability to speak a language, to produce mucic, ...etc.(sebagai sebuah kondisi atau rangkaian karakter yang dianggap sebagai gejala kemampuan seorang individu untuk memperoleh melalui latihan sebagian pengetahuan, keterampilan, atau serangkaian respon seperti kemampuan berbahasa, kemampuan musik, dan sebagainya). Siswa yang belajar sesuai dengan bakatnya akan lebih mudah menerimadan menguasai materi pembelajaran jika dibandingkan dengan siswa yang tidak berbakat dalam mata pelajaran tertentu. Walaupun siswa yang tidak berbakat juga sangat dimungkinkan untuk menerima materi pembelajaran dengan lebih baik. e. Karakter Lainnya (Karakter sopan santun berbahasa ketika berbicara) Khodijah (2011: 187) “Perbedaan individual lain yang banyak diteliti oleh para ahli adalah perbedaan jenis kelamin, perbedaan etnis, dan perbedaan kondisi sosial ekonomi” Siswa laki-laki dan siswa perempuan berbeda karakternya. Secara umum, siswa perempuan akan lebih rajin daripada siswa laki-laki. Kondisi sosial ekonomi orang tua siswa sangat beragam, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi kelompok sosial ekonomi bawah, kelompok sosial ekonomi sedang, dan kelompok sosial ekonomi atas.Mayoritas siswa berasal dan kelompok sosial ekonomi sedang. Ada tiga kelompok karakter siswa yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. Karakter yang berkaitan dengan fisiologis. Karakter ini meliputi: jenis kelaimin, kondisi fisik, usia kronologis, panca indera, tingkat kematangan, dan sebagainya.
12 Universitas Sumatera Utara
2. Karakter yang berkaitan dengan psikologis. Karakter ini meliputi: bakat, minat, motivasi, intelegensi, gaya belajar, emosi, dan sebagainya. 3. Karakter yang berkaitan dengan lingkungan. Karakter ini meliputi etnis, kondisi sosial ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Sedangkan menurut Hasan (2011: 10) ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter yang dibuat Kementerian Pendidikan Nasional. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan karakter itu adalah: 1. Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleransi terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. 2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. 3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dan dirinya.
13 Universitas Sumatera Utara
4. Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan. 5. KerjaKeras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaikbaiknya. 6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dan sesuatu yang telah dimiliki. 7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas. 8. Demokratis Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain. 9. Rasa Ingin Tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dan sesuatu yang dipelajarinya, dilihat dan didengar.
14 Universitas Sumatera Utara
10. Semangat Kebangsaan Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya. 11. Cinta Tanah Air Cara berpikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa. 12. Menghargai Prestasi Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui serta menghormati keberhasilan orang lain. 13. Bersahabat/Komunikatif Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain. 14. Cinta Damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya. 15. Gemar Membaca Kebiasaan
menyediakan
waktu
untuk
membaca
berbagai
bacaan
yangmemberikan kebajikan bagi dirinya.
15 Universitas Sumatera Utara
16. Peduli Lingkungan Sikap
dan
tindakan
yang
selalu
berupaya
mencegah
kerusakan
padalingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi. 17. Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain danmasyarakat yang membutuhkan. 18. Tanggung Jawab Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dankewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap dirinya sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
2.2.2
Konsep Pendidikan Karakter
Konsep pendidikan karakter yang digagas juga mensinergikan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Peran orangtua di rumah adalah sama sebagaimana guru di sekolah dalam hal mendidik anak. Kesalingpahaman dan kerjasama dalam mendidik anak menjadi syarat terciptanya pendidikan berbasis karakter. Karena,apalahjadinyajika karakter yang dibangun sekolah diruntuhkan oleh orangtua atau sebaliknya. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, 16 Universitas Sumatera Utara
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-hati dan rela berkorban. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul, dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.Karakteristik adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial, etika, dan perilaku). Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional pada umumnya dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya (perasaannya). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school ljfe to foster optimal character development”. Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan aktivitas
atau
kegiatan
ekstra
kurikuler,
pemberdayaan
sarana
prasarana,
pembiayaan, dan etos kerja seluruh warga sekolah atau lingkungan. Di samping itu, pendidikan karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
17 Universitas Sumatera Utara
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dan nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule.Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut.Pada penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah juga harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalahcinta kepada Allah dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya din, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepeinimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tentang pentingnya upayapeningkatan pendidikan karakter pada jalur pendidikan formal.Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka tentang pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan
penggunaan
pendekatan-pendekatan
pendidikan
moral
yang
dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri peserta didik. (Kemendiknas, 2010: 104).
18 Universitas Sumatera Utara
2.3.
Pendekatan Dekontruksi Sastra Dekontruksi berasal dari kata “De” dan “Constructio” yang diambil dari
bahasa Latin. “De” berarti pengurangan, penolakan ataupun penurunan sedangkan “constructio” berarti susunan, bentuk, ataupun pengatur. Jadi dapat didefenisikan menurut kedua pengertian diatas Dekontruksi berarti suatu pengurangan ataupun perubahan bentuk suatu objek dari bentuk yang sudah ada. Dekontruksi yaitu caracara untuk mengurangi suatu kontruksi yang diaplikasikan dalam bentuk gagasan. Menurut Derrida teori dekontruksi sangat relevan dengan landasan kajian sastra etnik Melayu di Sumatera Timur. Takrif mengenai teori dan pendekatannya ialah : “Teori
dan
pendekatan
dekontruksi,
sebagaimana
teori
dan
pendekatan
strukturalisme dan formalisme, menumpukkan atau memfokuskan perhatian kepada karya atau teks sastra semata-mata, tetapi karya atau teks sastra itu dilihat tidak mempunyai pusat yang berarti tidak berstruktur , tidak tertutup tetapi terbuka untuk diinterpretasi atau diberikan makna, karena setiap unsur karya atau teks sastra etnik Melayu memainkan peranan atau berfungsi memberikan berbagai kemungkinan makna atau makna yang polisemi. Bukan hanya satu makna atau makna yang kontraksi atau saling bertentangan dan tidak pasti ataupun ambiguitas, dan tidak bertujuan luar, yakni lepas bebas bukan saja dari kerangka sejarah dan sosio budayanya, tetapi juga dari pengarangnya sendiri. Syaifuddin (2014:60) Dari fakta yang dikemukakan di atas itu dapat ditegaskan bahwa teori dan pendekatan dekontruksi memiliki sifat yang agak radikal dan lebih bebas jika
19 Universitas Sumatera Utara
dibandingkan dengan teori dan pendekatan strukturalisme, apalagi dengan pendekatan dan teori formalisme, sebagaimana dinyatakan sendiri dengan lantang oleh Derrida dalam bukunya OF Grammatology (1976). Sesuai dengan sifat yang agak radikal dan tidak mau terikat yang da pada dirinya itu, teori dan pendekatan dekontruksi, yang mendekonstruk atau merombak dan menyusun kembali suatu karya atau teks sastra, tidak pernah menetapkan sesuatu kaedah atau metode yang khusus atau terbatas dalam kegiatan pembacaan dan penelitian karya atau teks sastra maupun bukan karya atau teks sastra, yakni karya falsafah. Sejalan dengan hakikat teori dan pendekatan dekontruksi, kajian terhadap sastra etnik Melayu di Sumatera Timur seharusnya menggunakan dekontruksi sebagai landasan untuk mengkaji dan meneliti setiap karya. 1. Mengenal pasti unsur yang ada dalam karya atau teks sastra etnik, tanpa memikirkan suatu unsur itu penting atau tidak penting. Setiap unsur mesti dianggap sama penting, punya nilai sama dan tidak ada unsur yang dianggap tidak penting. 2. Berikutnya, menghubungkan tiap unsur dalam karya atau teks sastra etnik sehingga unsur-unsur itu membentuk suatu jaringan, baik antara sesama unsur yang sama maupun dalam hubungan unsur yang berbeda. 3. Melaluijaringan hubungan yang disebutkan itu, kita akan dapat “pemahaman” yang sebaik mungkin tetntang karya sastra atau teks sastra etnik dan ”pemahaman” itu memungkinkan kita memberikan makna yang ambiguitas dan saling bertentangan atau kontradiksi kepada karya atau teks sastra etnik,
20 Universitas Sumatera Utara
tanpa dapat memilih atau menentukan dengan pasti satu makna yang benarbenar betul atau benar-benar salah. Dengan demikian kaedah atau metode dekontruksi yang agak konservatif ini menghendaki perhatian kita diberikan kepada setiap unsur dalam karya atau teks sastra etnik, tanpa ada unsur yang lepas dari perhatian meskipun bukan saja sebagai bahagian yang integral dari karya atau teks sastra etnik, tetapi juga dianggap dalam hubungan dengan unsur-unsur lain, maka ambiguitas dan makna yang kontradiksi atau saling bertentangan sehingga kita tidak mungkin dapat menetapkan atau memastikan satu makna yang pasti atau mutlak benar, yang tidak dapat dipersoalkan, dalam karya ataupun teks sastra etnik. Hanya kepercayaan kita saja yang memungkinkan kita dapat memilih salah satu diantara berbagai kemungkinan makna yang saling bertentangan itu dengan melupakan ataupun meniadakan makna-makna yang lain dala suatu karya atau teks sastra
etnik.
21 Universitas Sumatera Utara