BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Multivariate Analysis of Variance (MANOVA) 2.1.1 Sejarah dan Pengertian MANOVA Multivariate analysis of variance atau juga dikenal dengan sebutan MANOVA Dikembangkan sebagai konstruk teoritis oleh S.S. Wilks pada tahun 1932. MANOVA merupakan multivariat perluasan dari konsep dan teknik univariat analysis of varians (ANOVA) yang digunakan untuk menganalisis perbedaan antara rata-rata (mean) kelompok. Perbedaan antara ANOVA dan MANOVA terletak pada jumlah variabel dependennya. ANOVA digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh perlakuan terhadap satu variabel dependen, sedangkan MANOVA digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pengaruh terhadap lebih dari satu variabel dependen (Tabachnick, 1996). MANOVA adalah singkatan dari Multivariate analysis of variance yang merupakan pengembangan dari ANOVA. Tujuan dari MANOVA adalah untuk menguji apakah vektor rataan dua atau lebih grup sampel diambil dari sampel distribusi yang sama. MANOVA biasa digunakan dalam dua kondisi utama. Kondisi pertama adalah saat terdapat beberapa variabel dependen yang berkorelasi, sementara peneliti hanya menginginkan satu kali tes keseluruhan pada kumpulan variabel ini dibandingkan dengan beberapa kali tes individual. Kondisi kedua adalah saat peneliti ingin mengetahui bagaimana variabel independen mempengaruhi pola variabel dependennya (Santoso, 2010).
Universitas Sumatera Utara
MANOVA adalah generalisasi dari analisis varians untuk situasi di mana ada beberapa variabel idependen dengan mengukur beberapa variabel dependen, seseorang peneliti dapat meningkatkan kemungkinan perubahan yang dihasilkan oleh perlakuan yang berbeda - beda dan interaksi-interaksi yang berbeda - beda namun meningkatan kompleksitas analisis. Keuntungan dari MANOVA melalui serangkaian ANOVA, untuk setiap variabel dependen adalah perlindungan terhadap kesalahan tipe 1, tapi keuntungan ini terlihat hanya ketika uji signifikansi dua sisi jika tes satu sisi yang diinginkan, penggunaan manova dapat mengakibatkan kerugian yang tidak dapat diterima hasilnya (Tabachnick, 1996). 2.1.2 Uji Signifikansi Multivariat Dalam MANOVA terdapat beberapa statistik uji yang dapat digunakan untuk membuat keputusan dalam perbedaan antar-kelompok. Adapun statistik uji dalam MANOVA, yaitu: a.
Pillai’s Trace merupakan statistik uji yang digunakan apabila tidak terpenuhinya asumsi homogenitas pada varians-kovarians, memiliki ukuran sampel kecil, dan jika hasil-hasil dari pengujian bertentangan satu sama lain yaitu jika ada beberapa variabel dengan rata-rata yang berbeda sedang yang lain tidak. Semakin tinggi nilai statistik Pillai’s Trace, maka pengaruh terhadap model akan semakin besar.
b.
Wilk’s Lambda merupakan statistik uji yang digunakan apabila terdapat lebih dari dua kelompok variabel independen dan asumsi homogenitas matriks varians-kovarians dipenuhi. Semakin rendah nilai statistik Wilk’s Lambda,
Universitas Sumatera Utara
pengaruh terhadap model semakin besar. Nilai Wilk’s Lambda berkisar antara 0-1. c.
Hotelling’s Trace merupakan statistik uji yang digunakan apabila hanya terdapat dua kelompok variabel independen. Semakin tinggi nilai statistik Hotelling’s Trace, pengaruh terhadap model semakin besar.
d.
Roy’s Largest Root merupakan statistik uji yang hanya digunakan apabila asumsi homogenitas varians-kovarians dipenuhi. Semakin tinggi nilai statistik Roy’s Largest Root, maka pengaruh terhadap model akan semakin besar.
2.1.3 Asumsi-Asumsi pada MANOVA 1. Adanya Independensi Hal yang sangat penting adalah ketika terjadi suatu pelanggaran, yaitu tidak adanya kebebasan antar pengamatan. Dalam kebanyakan pengamatan atau perlakuan, mempunyai akibat yang akan mempengaruhi hasil observasi. 2. Uji Homoksedastisitas Data Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi dalam MANOVA adalah kesamaan matriks kovariansi antar grup variabel dependen sehingga dapat dikatakan ada homoskedastisitas data. Namun jika matriks kovariansi antar grup variabel tidak sama, sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi heteroskedastisitas. Penyamarataan multivariat untuk homogeneitas varians untuk setiap variabel dependen adalah homogeneitas matriks varians-kovarians. Asumsinya adalah matriks varians-kovarians dalam setiap sel rancangannya adalah contoh dari populasi matriks varians-kovarians yang sama. Jika tidak homogen, kumpulan matriks adalah sesat
Universitas Sumatera Utara
atau tidak benar sebagai suatu estimasi dari varians eror. Syarat ini akan jadi berbeda dari asumsi kesamaan matriks varians-kovarians yang dibutuhkan oleh pengulangan pada varians analisis univariat. Asumsi berikutnya, tidak dibutuhkan dalam multivariat analisis varians, karena semua kovarians dalam kumpulan matriks adalah equivalent. Pelanggaran dari homogeneitas dari kovarians adalah dasar kebenaran untuk pengambilan keputusan dalam multivariat analisis varians daripada pengulangan analisis varians. Pengujian homoskedastisitas ini dapat menggunakan nilai Box’s M. a. Hipotesis : Ho : ∑1 = ∑2 =…= ∑n Ho : terdapat dua matriks kovarians populasi yang tidak sama. b. Nilai signifikan (α ) Ho ditolak jika C > χp(p+1)(g-1)/2(α ) Statistik penguji M merupakan generalisasi uji Barlett untuk homogenitas variansi. Distribusi statistik M sangat tergantung pada anggapan multinormalitas. Uji hipotesis dapat dilihat dari pengolahan SPSS yaitu Box’s M yang menyatakan bahwa Ho diterima untuk nilai signifikan > 0,05 yang berarti populasi sama atau homogeneitas matriks varian-kovarian, dan sebaliknya jika Ho ditolak maka ada variansi dari populasi yang berbeda. Jika ada variabel yang mengalami heterokedastisitas maka dapat dilakukan transformasi data, seperti dengan mengubah data kedalam bentuk logaritma atau logaritma natural (ln).
Universitas Sumatera Utara
3. Uji Normalitas Tujuan dari uji normalitas adalah untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk lonceng. Data yang baik adalah data yang mempunyai pola seperti distribusi normal. Pada dasarnya, distribusi utama dan permasalahan yang muncul dalam analisis multivariat adalah distribusi normal multivariat. Distribusi normal multivariat digunakan karena dua alasan, pertama, banyak kasus penelitian multivariat kurang lebih mendekati distribusi normal, karena rata-rata sampel dan matriks kovarian digunakan dalam prosedur inferensial, mewajibkan efek teorema central limit. Ini juga disebabkan, ketika penelitian dapat dianggap sebagai jumlah dari vektor acak independen, model yang layak dalam berbagai situasi. Kedua, distribusi multivariat normal dan distribuai sampling untuk memberi kemudahan. Beberapa teknik analisis multivariat yang digunakan mengasumsikan bahwa data yang dihasilkan dari distribusi multivariat normal. Meskipun pada dasarnya data yang digunakan tidak selalu berdistribusi normal, distribusi normal digunakan sebagai pendekatan untuk mencapai distribusi populasi yang mendekati benar. Multivariat normal adalah perluasan dari univariat normal. Sebuah variabel kontinu x (-∞ x < ∞) dikatakan mengikuti distribusi normal dengan parameter lokasi pemusatan 𝜇 dan parameter penyebaran (varians) 𝜎 2 > 0 jika mengikuti fungsi kemungkinan berikut : f(x)=
1 √2𝜋𝜎 2
𝑒
[
(𝑥−𝜇) 2 ] 𝜎 𝑧
-∞ < x < ∞
(2.1)
Dengan π = 3,14159 dan e = 2,71828 (bilangan natural).
Universitas Sumatera Utara
Tepat untuk menentukan fungsi kepadatan normal dengan rata-rata 𝜇 dan varians 𝜎 2 oleh N(𝜇, 𝜎 2 ) . 𝑥− 𝜇 2 ) 𝜎
(
= (𝑥 − 𝜇)(𝜎 2 )−1 (𝑥 − 𝜇)
(2.2)
Dalam eksponen dari fungsi kepadatan normal univariat ukuran kuadrat jarak dari x ke adalah deviasi standard. Ini dapat diperluas untuk vektor x p x 1 dari penelitian pada beberapa variabel sebagai (𝑥 − 𝜇)Ʃ−1 (𝑥 − 𝜇)
(2.3)
Vektor 𝜇 p x 1 menunujukkan nilai ekspektasi dari vektor acak X, dan matriks Sp x p adalah matriks varians-covarians dari X. Kepadatan multivariat normal diperoleh dari menukarkan jarak univariat pada persamaan (2.1) dengan persamaan (2.2) dalam fungsi kepadatan dari (2.3). ketika 1
1
dilakukan pertukaran, nilai konstant univariat normal (2𝜋)−2 (𝜎 2 )−2 ditukar kebentuk konstanta yang lebih luas, yang memperlihatkan fungsi kepdatan multivariat untuk p. Ini diperlukan karena, dalam kasus multivariat, probabilitas digambarkan oleh volume yang berada dibawah daerah batas ketentuan yang didefinisikan oleh interval dari nilai xi . Ini dapat ditunjukkan probabilitas standard normal yang konstant adalah 𝑝
1
(2𝜋)−2 (Ʃ)−2 , sebagai akibat, p-dimensi kepadatan normal untuk vektor acak X = [X1,X2,…,Xp] berdistribusi normal multivariat dengan parameter 𝜇 dan Σ mempunyai bentuk: f(x1,x2,...,xp) =
1 𝑝 − (2𝜋) 2
1 − (Ʃ) 2
𝑒
(𝑥− 𝜇)Ʃ−1 (𝑥− 𝜇) 2
(2.4)
Dimana -∞ < xi < ∞, I = 1,2,…p.
Universitas Sumatera Utara
Sifat khusus dari distribusi normal akan membutuhkan penjelasan secara berulang kali dari model dan metode statistik. Sifat ini memungkinkan untuk memanipulasi distribusi normal menjadi lebih mudah.Pernyataan dibawah ini benar untuk vektor acak berdistribusi normal multivariat : 1. Kombinasi linear dari komponen-komponen X adalah distribusi normal multivariat 2. Semua himpunan bagian dari komponen-komponen dari X memiliki distribusi normal multivariat 3. Kovarians nol menakibatkan komponen-komponen yang bersangkutan independen 4. Distribusi bersyarat dari komponen-komponen adalah multivariat normal Untuk melakukan pemeriksaan data normal multivariat, dapat dilakukan dengan cara mengkonstruksikan plot chi-kuadrat dengan langkah-langkah sebagai berikut : a. Menghitung jarak tergeneralisasi : dj2 = (Xj -𝑋̅ ) 𝑆 −1 (Xj - 𝑋̅ )
j = 1,2,…,n
(2.5)
b. Mengurutkan dj2 d2(1) < d2(2) …< d2(n)
(2.6) 1
1
1
(𝑗− 2)
2
2
𝑛
c. Membuat plot dj2;χ2p((j- )/n)) dimana χ2p((j- )/n) adalah persentil 100
untuk
distribusi chi-kuadrat dengan derajat kebebasan p. d. Plot ini merupakan garis lurus bila data berdistribusi normal multivariat. Kelengkungan menunjukkan penyimpangan dari normalitas. Atau menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dengan kriteria pengujian : Kriteria Pengujian :
Universitas Sumatera Utara
Angka signifikansi > 0,05 , maka data berdistribusi normal
Angka signifikansi < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal Jika sebuah variabel mempunyai sebaran data yang tidak normal, maka
perlakuan yang memungkinkan agar menjadi normal : 1. Menambah jumlah data 2. Menghilangkan data yang menjadi penyebab tidak normalnya data 3. Dilakukan transformasi data 4. Uji Data Outlier Data outlier adalah data yang secara nyata berbeda dengan data yang lain. Outlier adalah kasus dengan nilai ekstrem pada kombinasi variabel yang koefisien korelasinya terlalu berpengaruh, nilai rata-rata dari kelompok. Outlier dapat ditemukan antara situasi univariat dan multivariat, diantara dikotomus dan variabel kontinue, antara variabel dependen dan variabel independen, dan antara input dan output dari analisis. Multivariat analisis cukup sensitif terhadap keberadaan data yang bernilai sangat ekstrem (outlier). Oleh karena itu, data terlebih dahulu perlu dideteksi pakah mengandung outlier atau tidak. Memasukkan outlier pada kasus multivariat analisis akan membuat uji statistik menjadi lebih sulit ditafsirkan. Terutama adalah suatu outlier dapat memperlihatkan kesalahan tipe I atau kesalahan tipe II. Data outlier bisa terjadi karena beberapa faktor : 1. Kesalahan dalam pemasukan data. 2. Kesalahan pada pengambilan sampel.
Universitas Sumatera Utara
3. Terdapat data-data ekstrem yang tidak bisa dihindarkan keberadaannya. Langkah-langkah menemukan outlier : 1. Membuat titik pencar untuk setiap variabel 2. Membuat diagram pencar untuk setiap pasangan variabel 3. Hitung nilai standar Zjk =
(𝑋𝑗𝑘−𝑍𝑘) √𝑠𝑘𝑘
untuk j = 1,2,...,n dan setiap kolom k = 1,2,...,p.
Periksa standarisasi ini untuk nilai besar atau nilai kecil. Sebuah data dikatakan outlier, jika nilai z lebih besar dari +2.5 atau lebih kecil sama dengan -2.5 Menangani Data Outlier 1. Memeriksa ketepatan data Kasus yang menyebabkan adanya outlier adalah karena data yang dimasukkan tidak tepat. Periksa nilai untuk suatu penelitian agar nilai yang dimasukkan tepat. 2. Menghapus kasus outlier Alternative kedua adalah dengan mengeluarkan kasus yang dikenal sebagai outlier dari analisis. Kekurangan cara ini adalah sampel ditukar dengan mengeluarkannya dari kasus (Johnson and Wichern ,2007). 2.2 Rumah Sakit 2.2.1 Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit berasal dari kata latin hospitium yang berarti suatu tempat tamu diterima. Dilihat dari konsep fungsi rumah sakit yang tradisional yaitu sebagai tempat pengobatan di luar tempat tinggal pasien(Anjaryani, 2009). Defenisi struktural rumah sakit adalah suatu fasilitas yang memberikan perawatan rawat inap dan pelayanan untuk observasi, diagnose, dan pengobatan aktif
Universitas Sumatera Utara
untuk idividu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis dan rehabilitasi yang memerlukan pengaruh dan pengawasan seorang dokter setiap hari dan defenisi fungsional rumah sakit komunitas adalah suatu institusi dengan tujuan untuk menyelenggarakan perawatanan kesehatan pribadi dengan memanfaatkan sumber yang dimiliki secara efektif untuk kepentingan masyarakat. Menurut WHO (2008), rumah sakit adalah institusi yang merupakan bagian integral dari organisisi kesehatan dan organisisi social, berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap, baik kuratif maupun preventif bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, kegiatan pelayanan medis serta perawatan. Institusi pelayanan ini juga merupakan latihan personil dan riset kesehatan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit adalah pusat dimana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran terselenggara. a.
Rumah sakit adalah suatu alat organisasi yang terdiri dari tenaga medis professional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan
pelayanan
kedokteran,
asuhan
keperawatan
yang
berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. b.
Rumah sakit adalah tempat dimana orang sakit mencari dan menerima pelayanan kedokteran serta tempat dimana pendidikan klinik untuk mahasiswa kedokteran, perawat dan tenaga profesi kesehatan lainnya terselenggara.
Universitas Sumatera Utara
c.
Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan menyelenggarakan kegiatan pelayanan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Menurut Pohan (2006) rumah sakit merupakan tempat penyelenggara layanan
kesehatan menyeluruh yang dipadukan dengan penggunaan penemuan teknologi kedokteran keperawatan terkini, dengan demikian rumah sakit menjadi tumpuan harapan manusia untuk dapat hidup sehat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan (rehabilitative) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Soejitno, 2002). Rumah sakit dalam suatu sistem dapat dilihat pada gambar berikut:
Masukan
Proses
Pelanggan
Luaran
Pelayanan
(sehat
&
ICU
Dokter,
Akhir
Pasien
Medik,
sakit),
Hasil
sembuh &
Pasien
/cacat/
puas
UGD,
meningg
atau
Karyawan,
Rawat
al
tidak
Sarana dan
Inap,
puas,
prasarana,
Rawat Rumah Lingkaran Luar peralatan Jalan, sakit Sanak saudara, pihak asuransi, peraturan pemerintah, hukum, masyarakat, dsb. Laborator maju ium, Gambar 2.1 Alur Rumah Sakit Sebagai Suatu Sistem Administr asi
atau mundu r
Universitas Sumatera Utara
Selain itu juga dipengaruhi faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang memengaruhi penyelenggaran pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang paling terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manejemen institusi kesehatan tersebut (Puspita, 2009). 2.2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Palayanan kesehatan secara paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Fungsi utama rumah sakit adalah memberikan pelayanan kepada pasien secara diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik bersifat bedah maupun non bedah (Tjandra, 2003). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit mempunyai fungsi: a.
Penyelenggraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standart pelayanan rumah sakit
b.
Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melaui pelayanan kesehatan yang paripurna
c.
Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d.
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan
dalam
rangka
peningkatan
pelayanan
kesehatan
dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009,
berdasarkan pembedaan tingkat menurut kemampuan unsur pelayanan kesehatan yang dapat disediakan, ketenagaan, fisik dan peralatan, maka rumah sakit pemerintah pusat atau daerah diklasifikasikan menjadi: a.
Rumah Sakit kelas A, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialitik luas.
b.
Rumah Sakit kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialialistik dan subspesialistik luas.
c.
Rumah Sakit kelas C, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
d.
Rumah Sakit kelas D, adalah rumah sakit yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar.
2.3 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit 2.3.1 Pengertian Kualitas pelayanan Tjiptono (2004) menyatakan bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Defenisi kualitas jasa atau kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan.
Universitas Sumatera Utara
Tjiptono (2004) menyatakan kualitas pelayanan harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti bahwa kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia pelayanan, melainkan berdasarkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati pelayanan perusahaan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas pelayanan. Menurut Elisa (2007) ada dua faktor utama yang memengaruhi kualitas pelayanan yaitu expected service dan perceived sevice, dimana apabila pelayanan yang dirasakan atau diterima (perceived service) sesuai atau melebihi dengan yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan baik dan memuaskan, begitu pula sebaliknya jika pelayanan yang diterima lebih rendah dari yang diharapkan maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Pohan (2003) menyatakan palayanan kesehatan yang berkualitas adalah suatu pelayanan yang dibutuhkan. Dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi pelayanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien maupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Menurut Azwar (1996) kualitas pelayanan kesehatan menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang satu pihak dapat minimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara penyelenggraanya sesuai dengan standar dan kode profesi yang telah ditetapkan. 2.3.2 Kualitas Pelayanan Rumah Sakit Kualitas pelayanan rumah sakit adalah derajat kesempurnaan rumah sakit untuk memenuhi permintaan konsumen akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
Universitas Sumatera Utara
standar profesi dan standar pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit dengan wajar, efesien dan efektif serta diberikan aman dan memuaskan sesuai norma, etika, hukum dan sosial budaya dengan memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen (Lumenta, 2000). Kualitas pelayanan rumah sakit merupakan produk jasa yang diberikan pihak rumah sakit kepada kliennya. Pelayanan kesehatan yang diberikan rumah sakit merupakan tolak ukur dari kualitas rumah sakit tersebut. Bila suatu rumah sakit telah berhasil memberikan pelayanan kesehatan dengan baik sehingga dapat memberikan kepuasan kepada kliennya itu berarti rumh sakit tersebut telah memiliki kualitas yang baik (Lestari, 2004). Kualitas pelayanan rumah sakit bukan hanya ditinjau dari sudut pandang aspek medis yang berhubungan langsung antara pelayanan medis dan pasien saja tetapi juga sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manejemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya (Wijono, 2000). 2.3.3 Dimensi Pengukuran Kualitas Pelayanan Tjiptono (2005) mengukur mutu pelayanan dalam lima dimensi dan mengembangkan model yang komprehensif dari mutu pelayanan kesehatan yang berfokus pada aspek fungsi dari pelayanan, yaitu : 1.
Reliability (kehandalan)
Kemampuan untuk memberikan jenis pelayanan yang tepat, terpercaya, akurat dan konsisten sesuai dengan yang telah dijanjikan kepada konsumen, misalnya penerimaan pasien yang cepat, tepat dan tidak berbelit, pelayanan pemeriksaan,
Universitas Sumatera Utara
pengobatan, perawatan serta perawat menjelaskan apa yang harus dipatuhi atau tidak bisa dilanggar oleh pasien. 2.
Responsiveness (daya tanggap)
Kesadaran atau keinginan karyawan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan dengan cepat dan bermakna terhadap konsumen misalnya penyediaan sarana yang sesuai untuk menjamin terjadinya proses yang tepat (Kotler, 2000). 3.
Assurance (jaminan)
Pengetahuan atau wawasan, sopan santun, percaya diri dari pemberi pelayanan, serta respek terhadap konsumen. Kemampuan karyawan untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang telah dikemukakan terhadap pasien misalnya kepercayaan pasien terhadap jaminan kesembuhan dan keamanan. 4.
Empathy (empati)
Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan pelanggan. Kesediaan karyawan untuk peduli memberikan perhatian kepada pasien, misalnya karyawan mencoba mendekatkan diri pada pasien, jika pasien mengeluh maka harus dicari solusi untuk mengatasi keluhan tersebut dengan menunjukkan rasa peduli yang tulus dan penuh kesabaran (Kotler, 2000). 5.
Tangibles (faktor fisik) Fasilitas fisik, perlengkapan, serta penampilan petugas. Yang termasuk aspek
tangible adalah gedung, tarif rumah sakit, kebersihan serta penataan ruangan serta perlengkapan yang menunjang pelayanan. Goonroons (2000) memaparkan tiga dimensi utama atau faktor yang dipergunakan konsumen dalam menilai kualitas, ketiga dimensi tersebut diantaranya Outcome-
Universitas Sumatera Utara
Related (Technical quality), Process-Related (Functional Quality), dan Image-Related Dimentions. Ketiga dimensi ini kemudian dijabarkan sebagai berikut: 1.
Professionalism and skill, yaitu merupakan outcome-related, dimana pelanggan menganggap bahwa penyedian jasa, para karyawan, sistem operasional dan sumber daya fisiknya memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan secara professional.
2.
Attitudes and behavior yaitu merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa karyawan dalam memberikan pelayanan selalu memperhatikan mereka dan berusaha membantu memecahkan masalah pelanggan secara spontan dan dengan senang hati.
3.
Accessibility and flexibility merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa penyedin jasa, lokasi, jam kerja, karyawan, dan sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pelanggan dapat mengakesnya dengan mudah. Selain itu juga dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan permintaan dan keinginan pelanggan.
4.
Reliability and trustworthiness merupakan process related. Pelanggan meyakini apapun yang terjadi atau telah disepakati, mereka bisa mengandalkan penyedia jasa, karyawan dan sistem dalam memenuhi janji-janjinya dan bertindak demi kepentingan pelanggan.
5.
Service recovery merupakan process related. Pelanggan meyakini bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan, penyedia jasa akan
Universitas Sumatera Utara
segera dan secara aktif mengambil tindakan untuk mengendalikan situasi dan menemukan solusi yang tepat. 6.
Serviscape merupakan process related. Pelanggan merasa bahwa kondisi fisik dan aspek lingkungan service encounter lainnya mendukung pengalaman positif atas proses jasa.
7.
Reputation and credibility merupakan image related. Pelanggan menyadari bahwa bisnis penyedia jasa dapat dipercaya.
2.4 Pelayanan Rawat Inap 2.4.1 Pelayanan Rawat Inap Pelayanan rawat inap adalah suatu jasa pelayanan perawatan dan pengobatan serta rehabilitasi pasien di rumah sakit yang melayani. Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Menurut Crevans (2000) bahwa pasien yang masuk pada pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses transformasi, yaitu : a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan kenyakinan dirawat tinggal dirumah sakit. b. Tahap Diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya. c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam program perawatan dan terapi.
Universitas Sumatera Utara
d. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan pengaruh serta respon pasien atas pengobatan. e. Tahap Control, yaitu setelah dianalisa kondisinya, pasien dipulangkan. Pengobatan diubah atau diteruskan, namun dapat juga kembali ke proses untuk di diagnosa ulang. Jadi rawat inap adalah pelayanan pasien yang perlu menginap dengan cara menempati tempat tidur untuk keperluan observasi, diagnosa dan terapi bagi individu dengan keadaan medis, bedah, kebidanan, penyakit kronis atau rehabilitasi medik atau pelayanan medik lainnya dan memerlukan pengawasan dokter dan perawat serta petugas medik lainnya setiap hari. 2.4.2 Kualitas Pelayanan Rawat Inap Jacobalis (1990) menyampaikan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di ruang rawat inap rumah sakit dapat diuraikan dari beberapa aspek, diantaranya adalah: a. Penampilan keprofesian atau aspek klinis Aspek ini menyangkut pengetahuan, sikap dan perilaku dokter dan perawat dan tenaga profesi lainnya b. Efisiensi dan efektivitas Aspek ini menyangkut pemanfaatan semua sumber daya di rumah sakit agar dapat berdaya guna dan berhasil guna c. Keselamatan pasien Aspek ini menyangkut keselamatan dan kemanan pasien
Universitas Sumatera Utara
d. Kepuasan pasien Aspek ini menyangkut kepuasan fisik, mental dan sosial pasien terhadap lingkungan rumah sakit, kebersihan, kenyamanan, kecepatan pelayanan, keramahan, perhatian, biaya yang diperlukan dan sebagainya Menurut Muslihuddin (1996), mutu asuhan pelayanan rawat inap dikatakan baik, apabila : a. Memberikan rasa tentram kepada pasiennya yang biasanya orang sakit b. Menyediakan pelayanan yang benar-benar profesional dari setiap strata pengelola rumah sakit. Pelayanan bermula sejak masuknya pasien ke rumah sakit sampai pulangnya pasien Dari kedua aspek ini dapat diartikan sebagai berikut : a. Petugas menerima pasien dalam melakukan pelayanan terhadap pasien harus mampu melayani dengan cepat karena mungkin pasien memerlukan penanganan segera b. Penanganan pertama dari perawat harus mampu membuat menaruh kepercayaan bahwa pengobatan yang diterima dimulai secara benar c. Penanganan oleh para dokter dan perawat yang profesional akan menimbulkan kepercayaan pasien bahwa mereka tidak salah memilih rumah sakit d. Ruangan yang bersih dan nyaman, memberikan nilai tambah kepada rumah sakit e. Peralatan yang memadai dengan operator yang professional f. Lingkungan rumah sakit yang nyaman.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Persepsi 2.5.1 Definisi Persepsi Persepsi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh proses pengindraan, yaitu proses diterimnya stimulus oleh alat indra, lalu diteruskan ke otak, dan baru kemudian individu menyadari tentang sesuatu yang dipersepsikan (Sunaryo, 2004). Sedangkan menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan melampirkan pesan. 2.5.2 Syarat Terjadinya Persepsi Syarat timbulnya persepsi yakni, adanya objek, adanya perhatian sebagai langkah pertama untuk megadakan persepsi, adanya alat indra sebagai reseptor penerima stimulus yakni saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak dan dari otak dibawa melalui saraf motoris sebagai alat untuk mengadakan respons (Sunaryo, 2004). Secara umum, terdapat beberapa sifat persepsi, antara lain bahwa persepsi timbul secara spontan pada manusia, yaitu ketika seseorang berhadapan dengan dunia yang penuh dengan rangsangan. Persepsi merupakan sifat paling asli yang merupakan titik tolak perubahan. Dalam mempersepsikan tidak selalu dipersepsikan secara keseluruhan, mungkin cukup hanya diingat. Persepsi tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi atau bergantung pada konteks dan pengalaman (Baiqhaqi, 2005). 2.5.3 Macam-Macam Persepsi Terdapat dua macam persepsi, yaitu
Universitas Sumatera Utara
1. External Perception Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang datang dari luar diri individu 2. Self Perception Persepsi yang terjadi karena adanya rangsangan yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri. Dengan persepsi, individu dapat menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan lingkungan yang ada di sekitarnya maupun tentang keadaan diri individu (Sunaryo, 2004). 2.5.4 Faktor yang Memengaruhi Persepsi Seseorang Menurut Siagian (1995) ada beberapa faktor yang memengaruhi persepsi seseorang yaitu : a. Diri orang yang bersangkutan, dalam hal ini orang yang berpengaruh adalah karakteristik individual meliputi dimana sikap, kepentingan, minat, harapan
dan
pengalaman yang pernah dialami. b. Sasaran persepsi, yang menjadi sasaran persepsi dapat berupa orang, benda, peristiwa yang sifat sasaran dari persepsi dapat mempengaruhi persepsi orang yang melihatnya. Hal-hal lain yang ikut mempengaruhi persepsi seseorang adalah gerakan, suara, ukuran, tindakan dan lain-lain dari sasaran persepsi. Sasaran persepsi dalam penelitian ini adalah petugas kesehatan yang memberikan saran kepada pasien untuk di rawat inap merupakan jenis pasien rujukan. c. Faktor situasi, dalam hal ini tinjauan terhadap persepsi harus secara kontekstual artinya perlu dalam situasi yang mana persepsi itu timbul. Berdasarkan penjelasan diatas faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan dibedakan atas jenis pasien yaitu pasien kemauan sendiri
Universitas Sumatera Utara
yang persepsinya dipengaruhi oleh diri sendiri berdasarkan pengalaman yang pernah dialami pasien, sedangkan pasien rujukan yang persepsinya dipengaruhi sasaran persepsi dalam hal ini petugas kesehatan yang merujuk pasien dan faktor situasi yang diterima sehingga menimbulkan persepsi. Sementara
menurut
Walgito
(2002)
dalam
persepsi
individu
mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus mempunyai arti individu yang bersangkutan dimana stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Berkaitan dengan hal itu faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu : 1. Adanya objek yang diamati Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat indera (reseptor), dan dapat datang dari dalam yang langsung mengenai syaraf penerima (sensori) yang bekerja sebagai reseptor. 2. Alat indera atau reseptor Alat indera (reseptor) merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu harus ada syaraf sensori sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Dan sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf sensori. 3. Adanya perhatian Perhatian merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam suatu persepsi. Tanpa adanya perhatian tidak akan terbentuk persepsi.
Universitas Sumatera Utara
2.5.5 Pengukuran Persepsi Mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap. Walaupun materi yang diukur bersifat abstrak, tetapi secara ilmiah sikap dan persepsi dapat diukur, dimana sikap terhadap obyek diterjemahkan dalam sistem angka. Dua metode pengukuran sikap terdiri dari metode Self Report dan pengukuran Involuntary Behavior (Azzahy, 2008). 1. Self Report merupakan suatu metode dimana jawaban yang diberikan dapat menjadi indikator sikap seseorang. Namun kelemahannya adalah bila individu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan maka tidak dapat mengetahui pendapat atau sikapnya. 2. Involuntary Behaviour dilakukan jika memang diinginkan atau dapat dilakukan oleh responden, dalam banyak situasi akurasi pengukuran sikap dipengaruhi kerelaan responden. Jika merujuk pada pernyataan di atas, bahwa mengukur persepsi hampir sama dengan mengukur sikap, maka skala sikap dapat dipakai atau dimodifikasi untuk mengungkap persepsi sehingga dapat diketahui apakah persepsi seseorang positif, atau negatif terhadap suatu hal atau obyek.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Konsep Persepsi tentang pelayanan Kelompok pasien
rawat inap :
-
-
Rujukan Kemauan sendiri
Kehandalan Daya tanggap Jaminan Empati Faktor Fisik
Gambar 2.2 Kerangka konsep Penelitian
2.7 Hipotesis Penelitian a.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri secara komposit terhadap kualitas pelayanan kesehatan b.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri terhadap kehandalan (reliability) c.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri terhadap daya tanggap (responsiveness) d.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri terhadap jaminan (assurance)
Universitas Sumatera Utara
e.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri terhadap empati (emphaty) f.
Ada perbedaan persepsi antara pasien rawat inap rujukan dengan kemauan
sendiri terhadap faktor fisik (tangibles)
Universitas Sumatera Utara