BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lembaga Pengelolaan Zakat Lembaga
Amil
Zakat
(LAZ)
merupakan
sarana
dalam
proses
penghimpunan dan penyaluran dana zakat kepada masyarakat. Lembaga pengelola zakat di Indonesia terbagi menjadi dua yakni Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh pemerintah. Badan Amil Zakat yang dibentuk di tingkat nasional disebut Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan yang dibentuk di daerah disebut Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) yang terdiri dari BAZDA Provinsi, BAZDA Kabupaten atau Kota dan BAZDA Kecamatan. Pengurus Badan Amil Zakat di setiap tingkatan pemerintahan diangkat dan disahkan oleh kepala pemerintahan setempat atas usul perwakilan kantor urusan agama setempat. Kepengurusan BAZ di setiap tingkatan pemerintahan terdiri atas Dewan Pertimbangan, Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. Badan Amil Zakat dalam operasionalnya, masing-masing bersifat independen dan otonom sesuai tingkat kewilayahannya tetapi dimungkinkan mengadakan koordinasi baik secara vertikal maupun horizontal agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan, penyaluran, dan pemberdayaan dana zakat.
Dalam menjalankan fungsinya terutama penghimpunan dana zakat Badan Amil Zakat memiliki UPZ (Unit Pengumpul Zakat). UPZ ini berada di kantor atau dinas pemerintahan setempat dengan tingkatan masing-masing. Sedangkan Lembaga Amil Zakat berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat adalah institusi pengelola zakat yang dibentuk oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh pemerintah untuk melakukan kegiatan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan Zakat sesuai dengan ketentuan agama. Lembaga pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya secara umum mempunyai dua fungsi yakni (Ridwan, 2005 : 207): a. Sebagai perantara keuangan Amil berperan menghubungkan antara pihak muzakki dengan mustahik. Sebagai perantara keuangan amil dituntut menerapkan azas trust (kepercayaan). Sebagaimana layaknya lembaga keuangan yang lain, azaz kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan keunggulannya masing-masing sampai terlihat jelas positioning organisasi, sehingga masyarakat dapat memilihnya. Tanpa adanya positioning, maka kedudukan akan sulit untuk berkembang. b. Pemberdayaan Fungsi ini sesungguhnya upaya mewujudkan misi pembentukan amil, yakni bagaimana masyarakat muzakki menjadi lebih berkah rezekinya dan ketentraman kehidupannya menjadi terjamin disatu sisi dan masyarakat mustahik
tidak selamanya tergantung dengan pemberian bahkan dalam jangka panjang diharapkan dapat berubah menjadi Muzakki baru. 2.2 Zakat 2.2.1 Pengertian Zakat Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat berarti tumbuh, bersih dan baik. Sedangkan dari segi istilah Fiqh zakat berarti hak yang wajib dikeluarkan dari harta (Zuhayly, 1995 : 82). Pengertian tersebut diperkuat oleh Qardawi (1999 : 34) yang mengungkapkan bahwa zakat berarti sejumlah harta yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang yang berhak. Mazhab Maliki mendefinisikan zakat dengan mengeluarkan sebagian yang khusus dari harta yang khusus pula yang telah mencapai nishab (batas kuantitas yang mewajibkan zakat) kepada orang-orang yang berhak menerimanya, dengan catatan kepemilikan itu penuh dan mencapai hawl setahun, bukan barang tambang dan bukan pertanian (Zuhayly, 1995 : 83). Yang dimaksud dengan nishab adalah kadar yang ditentukan oleh syariat sebagai ukuran mengenai kewajiban mengeluarkan zakat. Sedangkan hawl adalah periode waktu yang telah berlangsung setahun dengan menggunakan tahun Qamariyah. Mazhab Hanafi mendefinisikan zakat dengan menjadikan sebagian harta yang khusus dari harta yang khusus sebagai milik orang yang khusus, yang ditentukan oleh syariat agama karena Allah (Zuhayly, 1995 : 83). Menurut Mazhab Syafi’i, zakat adalah sebuah ungkapan untuk keluarnya harta sesuai dengan cara khusus (Zuhayly, 1995 : 84). Sedangkan menurut Mazhab Hanbali,
zakat ialah hak yang wajib dikeluarkan dari harta yang khusus untuk kelompok yang khusus pula (Zuhayly, 1995 : 84). 2.2.2 Rukun Zakat Menurut Zuhayly (1995 : 97) rukun zakat ialah mengeluarkan sebagian dari nishab dengan melepaskan kepemilikan terhadapnya, menjadikannya sebagai milik orang yang berhak dan menyerahkannya kepadanya atau harta tersebut diserahkan kepada wakilnya yakni orang yang bertugas untuk memungut zakat. 2.2.3
Syarat Zakat
Zuhayly (1995 : 98) menyatakan bahwa zakat mempunyai beberapa syarat wajib dan syarat sah. Menurut kesepakatan ulama, syarat wajib zakat adalah merdeka, muslim, baligh, berakal, kepemilikan harta yang penuh, mencapai nishab dan mencapai hawl. Adapun syarat sahnya adalah niat yang menyertai pelaksanaan zakat. 2.2.4
Golongan yang Berhak Menerima Zakat
Golongan yang berhak mendapat zakat telah diatur dalam ajaran syariat Islam, yakni ada 8 golongan atau asnaf. Hal ini diatur dalam Al-Quran Surat AtTaubah ayat 60. Delapan golongan tersebut adalah : a. Fakir Menurut mazhab Hanafi yang dimaksud dengan fakir adalah orang yang tidak memiliki apa-apa dibawah nilai nishab menurut hukum zakat yang sah (Qardawi, 1999 : 512). Menurut Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali yang di maksud dengan fakir adalah mereka yang tidak mempunyai harta
atau penghasilan layak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya (Qardawi, 1999 : 513). b. Miskin Menurut mazhab Hanafi yang dimaksud dengan miskin ialah mereka yang tidak memiliki apa-apa. Mazhab Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat yang dimaksud dengan miskin adalah yang mempunyai harta atau penghasilan tetapi tidak sepenuhnya mencukupi. (Qardawi, 1999 : 513)
c. Amil Amil menurut Zuhayly (1995 : 282) adalah orang-orang yang bekerja mengumpulkan zakat. Menurut Sayyid Sabiq (1978 : 110) amil adalah orang yang ditugaskan oleh imam, kepala pemerintahan atau wakilnya untuk mengumpulkan zakat, pemungut-pemungut zakat, para penyimpan, dan yang mengurus administrasinya. d. Muallaf Muallaf adalah orang-orang yang diharapkan kecenderungan hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam (Qardawi, 1999 : 563). Menurut Sayyid Sabiq (1978 : 113) muallaf adalah golongan yang diusahakan merangkul dan menarik serta mengukuhkan hatinya dalam keislaman. e. Budak Budak yang dimaksud disini adalah para budak Muslim yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak
memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka meskipun mereka telah bekerja keras (Zuhayly, 1995 : 285). Pemberian zakat terhadap budak adalah salah satu cara Islam untuk menghapus segala bentuk perbudakan (Qardawi, 1999 : 589). f. Gharim atau orang yang memiliki hutang Menurut mazhab Abu Hanifah Gharim adalah orang yang mempunyai hutang, dan dia tidak memiliki apa-apa selain hutangnya itu (Zuhayly, 1995 : 287). Sedangkan menurut Imam Malik, Syafi’i dan Ahmad bahwa orang yang memiliki hutang terbagi kepada dua golongan. Golongan pertama adalah orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan dirinya sendiri. Kedua, orang yang mempunyai hutang untuk kemaslahatan masyarakat (Qardawi, 1999 : 594). g. Fi Sabilillah atau orang yang berjuang di Jalan Allah Sabilillah menurut Sayyid Sabiq (1978 : 122) adalah jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, baik berupa ilmu, maupun amal. Sedangkan menurut Zuhayly (1995 : 287) yang dimaksud dengan Sabilillah ialah para pejuang yang berperang di Jalan Allah yang tidak digaji oleh markas komando karena yang mereka lakukan hanyalah berperang. h. Ibnu Sabil atau orang yang sedang dalam perjalanan Ibnu Sabil menurut Zuhayly (1995 : 289) adalah orang orang yang berpergian (musafir) untuk melaksanakan suatu hal yang baik dan tidak termasuk maksiat. Ibnu Zayid dalam Yusuf Qardawi (1999 : 645) berkata
bahwa Ibnu Sabil adalah musafir, apakah dia kaya atau miskin, apabila mendapat musibah dalam bekalnya, atau hartanya sama sekali tidak ada, atau terkena sesuatu terhadap hartanya, atau ia sama sekali tidak memiliki apa-apa, maka dalam keadaan demikian itu hanya bersifat pasti. 2.2.5 Macam-macam Zakat secara garis besar zakat diklasifikasikan menjadi dua yaitu zakat fitrah dan zakat maal (harta).
2.2.5.1 Zakat Fitrah Menurut Qardawi (1999 : 920) zakat fitrah yaitu zakat yang sebab diwajibkannya adalah Futur (berbuka puasa) pada bulan Ramadhan. Abu Muhammad al-Abhuri dalam M. Yusuf Qardawi (1999 : 920) mengatakan zakat fitrah artinya zakat asal kejadian, karena ia seolah-olah zakat badan. Zakat fitrah diwajibkan pada tahun kedua Hijrah, yaitu tahun diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan kotor dan perbuatan yang tidak ada gunanya, untuk memberi makanan pada orang-orang miskin dan mencukupkan mereka dari kebutuhan dan meminta-minta pada Hari Raya (Qardawi, 1999 : 921). Para ahli fiqh menyebut zakat ini dengan zakat kepala, atau zakat perbudakan atau zakat badan (Qardawi, 1999 : 921). Yang dimaksud dengan badan disini adalah pribadi, bukan badan yang memiliki arti yang sama dengan tubuh. Qardawi (1999 : 931) mengatakan bahwa zakat fitrah merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam selama adanya kelebihan dari makanannya dan
makanan orang yang wajib nafkah baginya pada hari dan malam hari raya, dan kelebihan dari rumahnya, perabot rumah tangganya dan kebutuhan pokoknya. 2.2.5.1.1 Jenis Benda yang Dikeluarkan untuk Zakat Fitrah GolonganSyafi’i dalam Yusuf Qardawi (1999 : 951) mengemukakan bahwa jenis benda yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah makanan pokok yang di makan selama bulan Ramdhan bukan sepanjang tahun. Sedangkan Golongan Maliki mengemukakan bahwa yang dikeluarkan untuk zakat fitrah adalah makanan pokok yang di konsumsi pada sebagian besar bulan Ramadhan. Golongan Maliki dalam mensyaratkan bahwa makanan pokok itu harus yang termasuk ke dalam 9 kelompok yaitu sya’ir, kurma basah, kurma kering, gandum, biji-bijian, salt, padi, susu kering dan keju. Sedangkan sebahagian ulama lainnya menyatakan apabila yang dijadikan makanan pokok itu bukan dari jenis yang sembilan itu maka dapat menggunakan jenis makanan pokok yang lainnya (Qardawi, 1999 : 951). 2.2.5.1.2 Mustahiq Zakat Fitrah Dalam Yusuf Qardawi (1999 : 965) terdapat tiga pendapat yang dikemukakan oleh para ulama. Pedendapat yang pertama adalah pendapat yang masyhur dari golongan Syafi’i yang mengemukakan bahwa zakat fitrah wajib dibagikan kepada delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Pendapat yang kedua memperkenankan membagikannya kepada asnaf yang delapan dan mengkhususkannya kepada golongan fakir. Ini adalah pendapat jumhur. Sedangkan pendapat yang ketiga adalah pendapat golongan Maliki. Mereka
mengatakan bahwa zakat fitrah itu diberikan hanya kepada fakir miskin saja, tidak kepada yang lainnya dari asnaf yang delapan. 2.2.5.2 Zakat Maal Ibnu Asyr dalam Yusuf Qardawi (1999 : 123) mengatakan bahwa maal atau harta pada mulanya adalah emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki. Ibnu Najim mengatakan bahwa maal atau kekayaan adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan dan hal itu terutama menyangkut yang konkret (Qardawi, 1999 : 124). 2.2.5.2.1 Kekayaan yang Wajib Zakat Maal 1. Emas dan Perak Emas dan perak merupakan dua barang tambang yang sudah ditentukan zakatnya dengan syarat : a) pemiliknya Muslim, b) merdeka, c) milik sendiri, d) sampai nishab, e) sampai hawl satu tahun, dan barangnya disimpan. Nishab emas adalah 20 dinar, dan besarnya zakat yang wajib dikeluarkan adalah sebesar 1/40 dari berat emas yang dimiliki (Sabiq, 1978 : 35). Sedangkan nishab perak adalah 200 dirham, dan besarnya zakat yang wajib dikeluarkan adalah 1/40 dari berat perak yang dimiliki. 2. Hewan Ternak Jenis hewan ternak yang disepakati oleh jumhur ulama fiqh untuk dikeluarkan zakatnya terbatas kepada unta, sapi atau kerbau dan kambing atau domba. Sayyid Sabiq (1978 : 80) menyebutkan bahwa tidak wajib zakat pada hewan yang tidak termasuk dalam an’am (unta, sapi, kerbau, kambing dan
domba). Maka tidak wajib zakat pada kuda, bagal dan keledai kecuali untuk diperdagangkan. Beliau bersandar pada hadits riwayat Ahmad dan Abu Daud yang diterima dari Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah bersabda: “telah Saya maafkan bagimu mengenai kuda dan hamba sahaya, dan tidak wajib zakat pada keduanya”. (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu daud dengan sanad yang dapat diterima.) Adapun syarat munculnya kewajiban zakat terhadap hewan ternak menurut Yusuf Qardawi (1999 : 170) adalah : Sampai nishab, telah dimiliki selama satu tahun, digembalakan dan tidak dipekerjakan. Berikut ini akan disajikan nishab untuk hewan ternak. a. Nishab zakat unta Sesuai dengan ijma’ ulama dan hadits-hadits shahih yang bersumber dari Rasulullah, maka nishab unta dapat dilihat pada tebel berikut.
Nishab unta 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 35 36 – 45 46 – 60 61 – 75 76 – 90 91 – 120 121 – 129 130 – 139 140 – 149 150 – 159
Tabel 2.1 Nishab Zakat Unta Banyak zakat yang wajib diKeluarkan 1 ekor kambing 2 ekor kambing 3 ekor kambing 4 ekor kambing 1 ekor anak unta betina berumur 1 tahun lebih 1 ekor anak unta betina berumur 2 tahun lebih 1 ekor anak unta betina berumur 3 tahun lebih 1 ekor anak unta betina berumur 4 tahun lebih 2 ekor anak unta betina berumur 2 tahun lebih 2 ekor anak unta betina berumur 3 tahun lebih 3 ekor anak unta betina berumur 2 tahun lebih 1 ekor anak unta betina berumur 3 tahun lebih ditambah 2 ekor anak unta betina berumur 2 tahun lebih 2 ekor anak unta betina berumur 3 tahun lebih ditambah 1 ekor anak unta betina berumur 2 tahun lebih 3 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih
160 – 169 170 – 179
4 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih 3 ekor anak unta betina umur 2tahun lebih ditambah 1 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih 180 – 189 2 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih ditambah 2 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih 190 – 199 3 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih ditambah 1 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih 200 – 209 4 ekor anak unta betina umur 3 tahun lebih atau 5 ekor anak unta betina umur 2 tahun lebih Sumber : Yusuf Qardawi (1999 : 176) b. Nishab sapi Pendapat masyhur yang diambil dari empat mazhab ialah bahwa nishab sapi itu 30 ekor, di bawah jumlah itu tidak ada zakatnya (Qardawi, 1999 : 195). Nishab sapi dan berapa besar zakatnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 2.2 Nishab Zakat Sapi Banyaknya zakat yang dikeluarkan 1 ekor anak sapi jantan atau betina usia 1 tahun 1 ekor anak sapi betina usia 2 tahun 2 ekor anak sapi jantan 1 ekor anak sapi betina usia 2 tahun dan 1 ekor anak sapi jantan usia 1 tahun 80 – 89 2 ekor anak sapi betina usia 2 tahun 90 – 99 3 ekor anak sapi jantan usia 1 tahun 100 – 109 1 ekor anak sapi betina usia 1 tahun dan 2 ekor anak sapi jantan usia 1 tahun 110 – 119 2 ekor anak sapi betina usia 2 tahun dan 1 ekor anak sapi jantan usia 1 tahun Sumber : Yusuf Qardawi (1999 : 195) Nishab sapi 30 – 39 40 – 59 60 – 69 70 – 79
c. Nishab zakat kambing dan domba Para ulama bersepakat tentang nishab kambing adalah 40 ekor, dan juga berijma’ bahwa kambing itu termasuk juga domba (Qardawi, 1999 : 205). Adapun nishab kambing dan domba serta besarnya zakat yang dikeluarkan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2.3 Nishab kambing dan domba
Nishab kambing dan Banyaknya zakat yang dikeluarkan domba 40 – 120 1 ekor kambing 121 – 200 2 ekor kambing 201 – 399 3 ekor kambing 400 – 499 4 ekor kambing 500 – 599 5 ekor kambing Sumber : Yusuf Qardawi (1999 : 205)
3. Pertanian Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat wajib atas segala makanan yang dimakan dan disimpan, biji-bijian dan buah kering seperti gandum, bijinya, jagung, padi, dan sejenisnya (Qardawi, 1999 : 333). Yang dimaksud dengan makanan adalah sesuatu yang dijadikan makanan pokok oleh manusia pada saat normal bukan pada masa tertentu. Oleh karena itu menurut mazhab Maliki dan Syaf’i pala, kemiri, kenari dan sejenisnya tidak wajib zakat walaupun dapat disimpan karena tidak menjadi makanan pokok. Begitu pula dengan buahbuahan seperti jambu, apel prem dan sejenisnya kerena tidak kering dan disimpan. Dalam Qardawi (1999 : 336) Abu Hanifah berpendapat bahwa semua hasil tanaman yaitu yang dimaksudkan untuk mengeksploitasi dan memperoleh penghasilan dari penanamannya, wajib zakatnya sebesar 10% atau 5%. Iya tidak mempersyaratkan semuanya itu harus berupa makanan pokok, kering, bisa disimpan, bisa ditakar atau bisa dimakan. Oleh karena itu, hal ini berarti semua tanaman wajib zakat tanpa terkecuali. Pendapat ini didukung oleh Umar bin Abdul Aziz, Mujahid, dan Hamad bin Abu Sulaiman. Yusuf Qardawi (1999 : 337) mengatakan bahwa pendapat terkuat untuk dipegang adalah pendapat Abu Hanifah bahwa semua tanaman wajib zakat. Hal
itu didukung oleh keumuman cakupan pengertian nash-nash Al-Quran dan hadits, dan sesuai dengan hikmah satu syariat diturunkan. Nishab zakat hasil pertanian adalah 653 kg. Sedangkan besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 10% apabila menggunakan sistem tadah hujan (di luar penggunaan tenaga manusia yang dibayar). Dan apabila menggunakan sistem irigasi dan tenaga manusia yang dibayar maka besar kadar zakatnya adalah 5%. 4. Zakat Barang Temuan ( Rikaz) Yusuf Qardawi (1999 : 410) berpendapat bahwa rikaz adalah barang temuan, benda-benda yang disimpan di tanah, berbagai macam harta benda yang disimpann orang-orang terdahulu di dalam tanah, seperti emas, perak, tembaga, pundi-pundi berharga dan sejenisnya. Ulama fiqh sepakat bahwa kadar zakat yang wajib dikeluarkan dari harta rikaz atau temuan adalah seperlima bagian atau 20% (Qardawi 1999 : 410). Kesepakatan itu berdasarkan hadits Rasulullah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah, “zakat rikaz adalah seperlima bagian”. 5. Zakat Harta Perdagangan Sayyid Sabiq (1978 : 47) mengatakan bahwa siapa yang memiliki barangbarang perniagaan yang banyaknya cukup satu nishab serta telah berjalan dalam masa satu tahun, hendaklah dia menaksir harganya pada akhir tahun itu lalu mengeluarkan zakatnya, yaitu 1/40 dari harga tersebut. Pendapat tersebut berdasarkan pada hadits yang diriwayatkan Abu Daud dan Baihaqi dari Samurah bin Jundub bahwa “sesungguhnya Nabi menyuruh kami mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kami sediakan untuk perdagangan”.
6. Zakat profesi Penghasilan yang diperoleh oleh seorang pegawai di dalam fiqh dikenal dengan istilah al-mal al-mustasfad (Zuhayly, 1995 : 275). Al-mal al-mustasfad wajib dikeluarkan zakatnya begitu diterima meskipun kepemilikannya belum sampai setahun, berdasarkan pada pendapat sebagian sahabat (Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, dan Mu’awiyah) sebagian tabi’in (Al-zuhri, Al-hasan bashri), serta pendapat Umar bin Abdul aziz, Al-Baqir Al-Shadiq, Al-nashir, dan Dawud AlZhahiri. (Zuhayly, 1995 : 275). Besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah 1/40. 2.2.6 Infaq Infaq berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu. Sedangkan menurut terminologi syariat, infaq adalah mengeluarkan sebagian harta atau pendapatan (penghasilan) untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. Jika zakat ada memiliki syarat khusus yaitu terpenuhi nishab dan hawl-nya serta di berikan pada golongan tertentu, maka infaq tidak. Berdasarkan UU No.23 pasal 1 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat, yang dimaksud dengan infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum. Adapun untuk infaq, peraturan bagi kategori kelompok penerimanya lebih luas dari pada zakat, artinya distribusi infaq dapat diberikan kepada siapa saja yang membutuhkannya. 2.2.7 Pendayagunaan Zakat
Pendayagunaan zakat berkaitan erat dengan pendistribusian zakat. Hal ini dikarenakan jika distribusi zakat dapat dilakukan secara efektif dan tepat sasaran, maka pendayagunaan zakat juga akan memperoleh hasil yang optimal. Dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 373 Tahun 2003 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, dijelaskan mengenai pendayagunaan sebagai berikut : a. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: 1. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan ashnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil. 2. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 3. Mendahulukan mustahiq dalam wilayahnya masing-masing. a. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: 1. Apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan. 2. Terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan 3. mendapat persetujuan tertulis dari Dewan Pertimbangan. Dalam pendayagunaan dana zakat, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pihak penyalur zakat atau lembaga pengelola zakat. Hal tersebut
termaktub di dalam keputusan Menteri Agama RI No. 373 tahun 2003 tentang pengelolaan dana zakat. Adapun jenis-jenis kegiatan pendayagunaan dana zakat: a. Berbasis Sosial Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok mustahik. Ini disebut juga Program Karitas (santunan) atau hibah konsumtif. Program ini merupakan bentuk yang paling sederhana dari penyaluran dana zakat. Tujuan utama bentuk penyaluran ini adalan antara lain : 1. Untuk menjaga keperluan pokok mustahik 2. Menjaga martabat dan kehormatan mustahik dari meminta-minta 3. Menyediakan
wahana
bagi
mustahik
untuk
meningkatkan
pendapatan 4. Mencegah
terjadinya
eksploitasi
terhadap
mustahik
untuk
kepentingan yang menyimpang. b. Berbasis pengembangan ekonomi Penyaluran zakat jenis ini dilakukan dalam bentuk pemberian modal usaha kepada mustahik secara langsung maupun tidak langusng, yang pengelolaannya bisa melibatkan maupun tidak melibatkan mustahik sasaran. Penyaluran dana zakat ini diarahkan pada usaha ekonomi yang produktif, yang diharapkan hasilnya dapat mengangkat taraf kesejahteraan masyarakat. Nasution (2008 : 12) dalam pendistribusian dana zakat, pada masa kekinian dikenal dengan istilah zakat konsumtif dan zakat produktif . Hampir seluruh lembaga pengelolaan zakat menerapkan metode ini. Secara umum kedua
kategori zakat ini dibedakan berdasarkan bentuk pemberian zakat dan penggunaan dana zakat itu oleh mustahik. Masing-masing dari kebutuhan konsumtif dan produktif tersebut kemudian dibagi dua, yaitu konsumtif tradisional dan konsumtif kreatif, sedangkan
yang berbentuk produktif dibagi menjadi produktif
konvensional dan produktif kreatif, adapun penjelasan lebih rinci dari keempat bentuk penyaluran zakat teresebut adalah: 1. Konsumtif Tradisional Maksud pendistribusian zakat secara konsumtif tradisional adalah bahwa zakat dibagikan kepada mustahik dengan secara langsung untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari, seperti pembagian zakat fitrah berupa beras dan uang kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal secara langsung oleh para muzakki kepada mustahik yang sangat membutuhkan karena ketiadaan pangan atau karena mengalami musibah. Pola ini merupakan program jangka pendek dalam rangka mengatasi permasalahan umat. 2. Konsumtif Kreatif Pendistribusian zakat secara konsumtif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk barang konsumtif dan digunakan untuk membantu orang miskin dalam mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi yang dihadapinya. Bantuan tersebut antara lain berupa alat-alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar, bantuan sarana ibadah seperti sarung dan mukena, bantuan alat pertanian, seperti cangkul untuk petani, gerobak jualan untuk pedagang kecil. 3. Produktif Konvensional
Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit. 4. Produktif Kreatif Pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. Prosedur pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha produktif berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 tentang pengelola zakat, Bab V pasal 29 ditetapkan sebagai berikut: a. Melakukan studi kelayakan. b. Menetapkan jenis usaha produktif. c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan. d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan. e. Mengadakan evaluasi. f. Membuat pelaporan. 2.3 Zakat Dalam Usaha Produktif Implikasi zakat adalah memenuhi kebutuhan masyarakat yang kekurangan, memperkecil
jurang
kesenjangan ekonomi, menekan
jumlah permasalahan
sosisal, dan menjaga kemampuan beli masyarakat agar dapat memelihara sektor usaha (wulansari, 5 : 2014). dengan kata lain zakat dapat menjadi pendorong perekonomian karena menjaga konsumsi masyarakat pada tingkat yang lebih rendah, menyediakan permodalan bagi dunia usaha, serta mampu menjadi instrumen distribusi pendapatan. Zakat bukanlah pajak, tetapi pungutan khusus yang hanya diwajibkan bagi umat muslim yang mampu. Zakat merupakan pendapatan khusus pemerintah yang harus dibelanjakan untuk kepentingan-kepentingan khusus seperti untuk membantu pengangguran, fakir miskin, dan sebagainya. Zakat membentuk masyarakat untuk bekerja sama bertindak sebagai lembaga penjamin dan penyedia dana cadangan bagi masyarakat muslim (wulansari, 2014: 7). Zakat terhadap produksi dengan asumsi para muzakki adalah golongan yang umumnya bekerja sebagai produsen, maka manfaat zakat oleh produsen akan dirasakan melalui tingkat konsumsi yang terus terjaga, akibat zakat yang mereka bayarkan dibelanjakan oleh mustahik untuk mengkonsumsi barang dan jasa dari produsen (wulansari, 5 : 2014). Artinya, semakin besar jumlah zakat maka semakin tinggi pula konsumsi masyarakat yang dapat mendorong ekonomi. Saat ini zakat dapat dimanfaatkan untuk kegiatan yang bersifat produktif, tidak hanya yang bersifat konsumtif. Pemanfaatan zakat dalam kegiatan produktif tentunya dapat membantu mustahik dalam jangka waktu yang relatif panjang. Keberadaan zakat yang memang pada mulanya ditujukan untuk memberantas kemiskinan menimbulkan pemikiran-pemikiran dan inovasi dalam penyaluran dana zakat itu sendiri, salah satunya sebagai bantuan dalam usaha produktif.
Zakat yang bersifat produktif mampu mengangkat kedudukan masyarakat mustahik menjadi masyarakat muzakki. Hal ini dikarenakan dengan adanya bantuan modal berupa dana zakat produktif, sehingga para mustahik memiliki usaha yang dapat meningkatkan pendapatannya sehingga mereka terlepas dari belenggu kemiskinan. Bahkan para mustahik yang sudah menjadi muzakki ini memiliki potensi zakat yang cukup besar pula. 2.4 Usaha Mikro dan Kecil Pengertian Usaha mikro dan kecil tidak selalu sama pada setiap negara, tergantung pada konsep yang digunakan negara tersebut. Usaha Mikro dapat mencakup paling sedikit dua aspek yaitu penyerapan tenaga kerja dan pengelompokkan perushaaan dilihat dari jumlah tenaga kerja yang dapat diserap. 2.4.1
Pengertian Usaha Mikro
Adapun beberapa definisi usaha mikro sebagai berikut 1. Berdasarkan Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1, Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Badan Pusat Statistik, Usaha Mikro mempunyai pekerja lima orang, termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar. 3. Bank Indonesia, Usaha Mikro yaitu usaha yang dijalankan oleh rakyat miskin, dimiliki keluarga, sumber daya lokal dan teknologi sederhana. Lapangan usaha mudah untuk exit dan entry.
4. Bank Dunia, Usaha mikro merupakan usaha gabungan atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 10 orang. Usaha mikro merupakan usaha untuk mempertahankan hidup yang kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman beskala kecil. 2.4.2 Pengertian Usaha Kecil Usaha kecil merupakan sebutan yang ringkas dari usaha sekala kecil sebagai terjemahan dari istilah small scale enterprise yang mengacu pada perusahaan yang melakukan aktivitas produktif, mengomninasikan faktor-faktor produksi dan menghasilkan barang dan jasa, memasarkan dan mencetak keuntungan dimana pemilik adalah pengelola sekaligus administrator dari perusahaannya (Pandji, 2011 : 47). Adapun berdasarkan Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 1, usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 2.4.3
Kriteria Usaha Mikro dan Kecil
Adapun kriteria usaha kecil dan mikro sesuai yang termaktub dalam Undang – Undang No. 20 tahun 2008 pasal 6 adalah : a. Kriteria Usaha Mikro adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp50.000.000,00. tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000,00 b. Kriteria Usaha Kecil adalah sebagai berikut: 1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 tidak termasuk dan bangunan tempat usaha. 2. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 2.4.4 Keunggulan Dan Permasalahan Usaha Mikro Dan Kecil Partomo dan soedjoedono (2002 : 13) menyebutkan beberapa keunggulan UMK terhadap usaha besar sebagai berikut : a. Inovasi
dalam
teknologi
yang
telah
dengan
mudah
terjadi
pengembangan produk. b. Hubungan kemanusiaan yang akrab dalam usaha kecil. c. Kemampuan menciptakan kesempatan kerja cukup banyak. d. Fleksibilitas dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap kondisi pasar yang berubah dengan cepat disbanding dengan perusahaan skala besar yang pada umumnya birokratis. e. Terdapatnya dinamisme manajerial dan peranan kewirausahaan. Adapun permasalahn yang sering dihadapi oleh UMK adalah (kuncoro, 2007 : 368) : a. Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dispisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan
b. Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman. c. Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin kuat. d. Masalah akses terhadap teknologi, terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan atau grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah. e. Masalah memperoleh bahan baku, terutama karena adanya persaingan ketat dalam memperoleh bahan baku f. Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi g. Masalah tenaga kerja karena sulit memperoleh tenaga kerja yang terampil. 2.4.5
Kelemahan UMK di Indonesia
Terdapat beberapa kelemahan dalam proses pengembangan UMK (usaha Mikro dan kecil) di Indonesia yang menghambat pertumbuhan dan daya saingnya kurang progresif. Menurut Hubeis (2009 : 2) kelemahan itu disebabkan oleh halhal sebagai berikut : 1. SDM lemah dalam kewirausahaan dan manajerial. 2. Keterbatasan keuangan. 3. Ketidak mampuan aspek pasar. 4. Keterbatasan pengetahuan produksi dan teknologi, prasarana dan sarana. 5. Ketidak mampuan menguasai informasi.
6. Tidak didukung kebijakan dan regulasi memadai, serta perlakuan pelaku usaha besar (usaha besar). 7. Tidak terorganisasi dalam jaringan dan kerja sama. 8. Sering tidak memenuhi standar. 9. Belum memenuhi kelengkapan aspek legalitas. 2.4.6
Strategi Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Dalam era desentralisasi dan globalisasi sekarang, setiap masyarakat di daerah menghadapi tantangan yang berbeda dari lingkungan eksternal. Dalam kaitan ini, pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan kebijakan sama yang berlaku umum dari tingkat pusat. Kebijakan dan strategi yang dikembangkan haruslah sesuai dengan spesifikasi atau kondisi yang dibutuhkan oleh daerah yang bersangkutan. Untuk itu perlu diperhatikan bahwa peran UMK strategis untuk menciptakan tenaga kerja, kesejahteraan dan peningkatan standar hidup masyarakat setempat. Pertumbuhan UMK tergantung dari kondisi lingkungan bisnis yang dibuat sebagai usaha bersama antara UMK, pemerintah, swasta dan masyarakat setempat. Strategi pemberdayaan UMK yang telah diupayakan selama ini dapat diklasifikasikan dalam (Kuncoro, 2010 : 197) : 1. Aspek menejerial, yang meliputi: peningkatan produktivitas/omzet/tingkat utilisasi/tingkat hunian, meningkatkan kemampuan pemasaran dan pengembangan sumber daya manusia.
2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan BUMN dan kewajiban untuk menyalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20% ari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit. 3. Mengembangkan program kemitraan dengan usaha besar baik lewat sistem Bapak angkat, PIR, keterkaitan hulu – hilir (forward linkage), keterkaitan hilir – hulu (backward linkage), modal ventura ataupun subkontrak. 4. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha Bersama), KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan). Lembaga Amil Zakat mempunyai fungsi sebagai lembaga perantara atau Intermediasi dalam aktivitas suatu perekonomian. Jika fungsi ini berjalan baik maka Lembaga Amil Zakat tersebut dapat menghasilkan nilai tambah. Aktifitas ekonomi ditujukan untuk membantu usaha mikro dan kecil agar dapat meningkatkan skala usahanya. Hal ini berarti jika usaha mikro dan kecil dapat memanfaatkan jasa Lembaga Amil Zakat maka akan meningkatkan nilai tambah sehingga upaya peningkatan pendapatan masyarakat salah satunya dapat dilakukan dengan cara yang produktif dengan memanfaatkan jasa intermediasi Lembaga Amil Zakat termasuk usaha produktif yang dilakukan oleh UMK. 2.5 Omset Penjualan Omset atau total revenue (TR) adalah seluruh pendapatan yang diterima perusahaan atas penjualan barang hasil produksinya (Wilson, 2007 : 98).dengan kata lain penerimaan total merupakan hasil perkalian antara harga dengan keseluruhan jumlah barang yang terjual. Secara matematis penerimaan total dapat diketahui melalui rumus berikut :
TR = P x Q TR adalah penerimaan total, sedangkan P adalah harga, dan Q adalah jumlah barang. Penerimaan total dapat meningkat akibat perubahan harga dan perubahan jumlah penjualan barang. Penerimaan total meningkat apabila harga naik sedangkan penjualan tetap atau bertambah, atau jumlah penjualan meningkat sedangkat harga tetap atau meningkat.
P TR0 P1
TR* TR1
P0
Q Q0 Q1 Gambar 2.1 : Kurva Total Revenue TR0 adalah total Revenue yang terjadi karena peningkatan harga dari P0 ke P1 sedangkan jumlah penjualan tetap Q0. Adapun TR1 adalah total revenue yang terjadi akibat pertambahan jumlah penjualan dari Q0 ke Q1 sedangkan harga tetap P0. 2.6 Aset Menurut Yudiati dan Wahyudi (2010 : 37) aset atau kekayaan perusahaan adalah menunjukkan segala bentuk kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan dan merupakan sumberdaya bagi perusahaan dalam menjalankan aktivitas bisnisnya.
Karakteristik aktivitas sebuah perusahaan mempengaruhi bentuk kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Sumber kekayaan memberikan informasi darimana kekayaan perusahaan berasal. Baik yang berasal dari pemilik modal maupun pinjaman dari pihak lain. 2.7 Keuntungan Atau Laba Keuntungan atau laba diperoleh ketika terdapat selisih antara penerimaan total dengan biaya total (wilson, 2007 : 100). Penerimaan total adalah jumlah seluruh penjualan yang diterima atau hasil perkalian antara jumlah penjualan dan harga. Sedangkan biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi sampai barang tersebut dijual. Secara matematis keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
π = TR − TC
π adalah besarnya keuntungan, TR (total revenue) adalah penerimaan total, dan TC (total cost) adalah biaya total. Semakin besar selisih antara penerimaan total dengan biaya total maka semakin besar keuntungan yang diperoleh atas penjualan barang tersebut. Sebaliknya, semakin kecil keuntungan yang diperoleh bila semakin kecil selisih penerimaan total dengan biaya total. Keuntungan nol (zero profit) ketika penerimaan total sama dengan biaya total dan mengalami kerugian ketika penerimaan total lebih kecil dari biaya total.
TR,TC
keuntungan
TC
TR 0
Q Q0
Q*
Q1
Gambar 2.2: Kurva Keuntungan dengan Pendekatan Total Revenue dan Total Cost. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa bertambahnya penjualan total ( TR) meningkat sampai pada titik tertentu(maksimum), kemudian menurun akibat tambahan penjualan. Sebaliknya, kurva biaya total (TC) akan menurun sampai pada titik tertentu dan setelah itu akan mengalami peningkatan akibat tambahan penjualan. Keuntungan diperoleh dengan menjual barang antara Q0 sampai Q1. Keuntungan maksimum dicapai dengan menjual sebanyak Q*, dimana kurva penerimaan total (TR) jauh berada diatas kurva biaya total (TC). Apabila menjual sebanyak Q0 dan Q1 perusahaan berada pada zero profit. Sebaliknya, perusahaan akan mengalami rugi dengan menjual di bawah Q0 dan melebihi Q1. 2.8 Program Senyum Mandiri Senyum Mandiri adalah salah satu program yang dicanangkan oleh LAZ Rumah Zakat untuk memberdayakan umat dari aspek ekonomi. Program ini dijalankan dengan cara memberikan bantuan modal kepada mustahik dengan
sistem hibah atau qardul hasan. Program ini bertujuan untuk membantu pelaku usaha mikro dan kecil yang tidak memiliki modal. Dalam pemberian bantuan modal tidak langsung diberikan oleh pihak Rumah Zakat. Ada beberapa persyaratan yang harus mustahik lengkapi yaitu: 1.
mengisi formulir
2.
mengisi keterangan sudah memiliki usaha atau belum
3.
mengisi keterangan jenis usaha
4.
mengisi formulir tentang kendala usaha
5.
surat keterangan tidak mampu
6.
pernyataan komitmen
Sedangkan prosedur pemberian bantuan modal dari Rumah Zakat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Permohonan bantuan modal dari mustahik kepada Rumah Zakat
Rumah Zakat melakukan penerimaan, seleksi, pemilihan dan melakukan surveylokasi usaha Ketputusan usaha yang layak diberikan bantuan modal
Bantuan diberikan, melakukan monitoring danpembinaan usaha Gambar 2.3 Alur Pemberian Bantuan Modal Setelah memenuhi semua kriteria pihak Rumah Zakat akan melakukan survey ke lokasi usaha. Setelah ditetapkan mustahik yang berhak menerima bantuan modal maka dilakukan monitoring usaha, agar mustahik dapat dilihat
perkembangan usahanya. Monitoring dilakukan dengan adanya kunjungan dari pihak Rumah Zakat kepada Musahik penerima modal yang dilakukan sekali dalam sebulan. Mustahik diwajibkan membuat buku pencatatan usaha, dari buku
tersebut
dapat
dilihat
perkembangan
usaha mustahik yang akan
dilaporkan kepada kantor pusat. Selain adanya monitoring, pihak Rumah Zakat juga mengadakan berbagai pelatihan seperti pelatihan manajerial usaha, pembukuan, pelatihan pengembangan skill dan juga diadakannya
trainning
motivasi. Indikator keberhasilan dari program senyum mandiri salah satunya dilihat dari pendapatan mustahik, dari jangka satu tahun bantuan yang sudah diberikan adakah peningkatan pendapatan. Indikator lain
dilihat
peningkatan managerial
Pihak Rumah
usaha maupun
kelengkapan
usaha.
dari
Zakat setiap hari mengadakan pemantauan terhadap usaha mustahik. 2.9 Kewirausahaan Dalam mendirikan suatu perusahaan, selain membutuhkan tersedianya sumber daya atau faktor-faktor produksi juga diperlukan adanya kewirausahaan yang tangguh dari pengelolanya. Kewirausahaan berasal dari kata dasar wirausaha. Meredith dalam Pandji (2011:27) yang dimaksud dengan wirausaha adalah orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis, menhumpulkan sumber-sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan darinya serta mengambil tindakan yang tepat guna memastikan kesuksesan.
Sedangkan kewirausahaan menurut salim siagian dalam pandji (2011 : 28) adalah semangat, prilaku dan kemampuan untuk memberikan tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan atau masyarakat dengan selalu berusaha mencari pelanggan lebih banyak dan melayani pelanggan lebih baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil resiko, kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen. Dengan kata lain kewirausahaan merupakan suatu proses penciptaan nilai dengan menggunakan berbagai sumber daya tertentu untuk mengeksploitasi peluang. Adapun proses tersebut dibagi dalam beberapa tahapan yaitu : (pandji, 2011 : 28) 1. Identifikasi peluang 2. Pengembangan konsep bisnis baru 3. Evaluasi dan pengumpulan sumber daya yag diperlukan 4. Implementasi konsep 5. Pemanfaatan serta penuaian hasil Adapun beberapa manfaat dari memiliki jiwa kewirausahaan adalah : (pandji, 2011 : 35) 1. Meningkatkan produktivitas. Melalui metode barunya, seorang wirausaha dapat meningkatkan produktivitasnya. 2. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pekerjaan. Wirausaha memberikan lapangan kerja yang cukup besar sehingga dapat memberikan kintribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.
3. Menciptakan teknologi, produk (barang dan jasa) baru. Banyak wirausaha yang memanfaatkan peluang dan menciptakan produk baru. Kalau pun mereka masih memperthankan produk ama, produk tersebut merupakan produk yang sudah diperbaiki. 4. Mendorong inovasi. Meskipun wirausaha terkadang tidak menciptakan sesuatu yang baru, tetapi meereka dapat mengembangkanmetoe atau produk yang inovatif. Sebagai contoh Henry Ford yang pertama kali membuat sistem operasi yang mudah dipakai, Apple yang pertama kali membuat tetapi Microsoft yang mempopulerkan sistem operasi semacam itu di komputer PC. 5. Membantu organisasi bisnis yang besar. Bisnis yang besar seringkali memperoleh komponen dari perusahaan kecil yang memproduksi komponen tersebut. Perusahaan besar tidak memproduksi komponen tersebut karena tidak efisien memproduksi komponen yang kecil, dengan pasar yang kecil. 2.10
Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Wulansari
(2014) yang berjudul “Analisis Peranan Dana Zakat Produktif Terhadap Perkembangan Usaha Mikro Mustahik Penerima Zakat (Studi Kasus Rumah Zakat Kota Semarang)” menyimpulkan bahwa Penghimpunan dana zakat, Rumah Zakat menyediakan berbagai sarana kepada para muzakki, dana zakat yang terhimpun semuanya disalurkan pada program senyum mandiri, senyum juara, senyum sehat dan senyum lestari. Dalam program senyum mandiri menggunakan konsep
pemberian bantuan modal kepada mustahik yang membutuhkan bantuan modal. Sedangkan Berdasarkan hasil Uji Paired T-test dapat diketahui bahwa modal, omset usaha dan keuntungan usaha mustahik adalah berbeda secara signifikan antara sebelum dan sesudah menerima bantuan modal usaha yang diberikan oleh Rumah Zakat. Dan penelitian yang dilakukan oleh Mila Sartika (2008) yang berjudul “Pengaruh Pendayagunaan Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Mustahik Pada Laz Yayasan Solo Peduli Surakarta”. Penelitian ini dilakukan dengan metode regresi sederhana. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dana zakat sebagai variabel independen dan pendapatan mustahik sebagai variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara jumlah dana yang disalurkan terhadap pendapatan mustahik zakat. Ini berarti bahwa jumlah dana zakat yang disalurkan benar-benar mempengaruhi pendapatan mustahik. Dengan kata lain, semakin tinggi dana yang disalurkan maka akan semakin tinggi pula pendapatan mustahik. Ditemukan besarnya pengaruh variabel dana zakat terhadap variabel pendapatan pendapatan mustahik sebesar 10,2 %. Yang berarti sebesar 89,2 % dari pendapatan musatahik dipengaruhi oleh faktor lain. Penelitian selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Garry Nugraha Winoto (2011). Penelitian tersebut berjudul Pengaruh Dana Zakat Produktif terhadap Keuntungan Usaha Mustahik Penerima Zakat (studi kasus BAZ Kota semarang). Hasil penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan total pengeluaran rumah tangga, penerima usaha, pengeluaran usaha dan keuntungan
usaha sebelum dan setelah menerima bantuan modal. Hasil regresi pada tingkat 5% menunjukkan variabel modal usaha berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan usaha setelah menerima bantuan modal. 2.11
Kerangka Konseptual Keberadaan lembaga amil zakat sangat membantu dalam penghimpunan
dan penyaluran dana zakat. Diharapkan dana zakat yang telah terhimpun dapat diberikan kepada mustahik sebagai zakat produktif dan dapat menciptakan muzakki-muzakki baru. Dalam pemberian zakat dengan pola produktif membutuhkan manajemen dan pengawasan yang baik dari lembaga amil zakat. Penelitian ini ditujukan untuk dapat mengetahui sejauh mana peranan dana zakat produktif yang disalurkan oleh lembaga amil Rumah Zakat dapat meningkatkan, omset, Aset, maupun laba usaha mustahik.
ZAKAT
Laz Rumah Zakat Kota Medan
Penyaluran Zakat Produktif
Omset Penjualan
Aset
Keuntungan Penjualan
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual 2.12
Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan permasalahan yang akan dipecahkan
diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: a. Adanya perbedaan omset sebelum dan setelah menerima bantuan dana zakat produktif dari LAZ Rumah Zakat kota Medan. b. Adanya perbedaan jumlah aset sebelum dan setelah menerima bantuan dana zakat produktif dari LAZ Rumah Zakat kota Medan. c. Adanya perbedaan laba usaha sebelum dan setelah menerima bantuan dana zakat produktif dari LAZ Rumah Zakat kota Medan.