BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI
2.1
Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka bertujuan untuk mengetahui keaslian karya ilmiah karena
pada dasarnya suatu penelitian berasal dari acuan yang mendasarinya. Tinjauan pustaka dilakukan sebagai titik tolak untuk mengadakan suatu penelitian. Untuk mengetahui keaslian penelitian ini, dipaparkan beberapa tinjauan pustaka yang telah dimuat dalam bentuk skripsi. Ena Putri (2012), dengan penelitiannya Aspek Kejiwaan Tokoh dalam Novel Sebelas Patriot Karya Andrea Hirata (Tinjauan Psikoloogi Sastra) yang di publikasikan oleh Universitas Sebelas Maret memaparkan keadaan tentang psikologi tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Sebelas Patriot dan unsur-nsur instrinsik yang terdapat dalam novel tersebut. Dalam novel Sebelas Patriot tergambar keadaan psikologi tokoh-tokohnya, ditinjau dari segi kejiwaan dan nilai-nilai moral. Megawati (2011), dalam skripsinya yang berjudul : “Eksitensi Tokoh Shangguan Lushi dalam Novel Big Breast and Wide Hips Karya Mo Yan” yang dipublikasikan oleh Universitas Bina Nusantara. Skripsi ini membahas tentang tokoh Shangguan Lushi yang memenuhi standar sebagai individu yang berhak dianggap eksitensinya. Adapun manfaat skripsi ini bagi penulis yaitu adalah tentang eksitensi (keberadaan) sesorang itu harus diakui dimanapun walaupun seseorang tersebut berasal dari kalangan bawah (orang miskin).
Chen Xuemei ( 陈 雪 梅 ) dalam skripsinya yang berjudul Pria menulis tentang wanita dan wanita menulis tentang mereka sendiri pada novel Big Breasts and Wide Hips karya Mo Yan (Department of Chinese and Communition, Huainan Normal University, Huainan 232001, China). Skripsi ini membahas tentang seorang wanita berada dalam perwakilan dua jenis yaitu perempuan dan ibu. Skripsi ini menjelaskan bagaimana seorang perempuan harus memiliki hubungan harmonis kepada seorang pria untuk menjalin sebuah hubungan.
2.2
Konsep Konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret
(Alwi, dkk, 2003: 588). Dengan kata lain, konsep merupakan suatu unsur penelitian yang dipergunakan untuk mengarahkan suatu penelitian. Konsep digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan, menggambarkan, ataupun mendeskripsikan suatu topik pembahasan. Konsep yang dimaksud disini adalah analisis objek dalam novel Fengru Fei Tun yang berupa konflik batin yang dialami oleh tokoh utama wanita dalam cerita. Berdasarkan uraian diatas, peneliti ini akan mempergunakan beberapa konsep sebagai dasar penelitian, sebagai berikut : 2.2.1 Tokoh Menurut Aminudin (2002: 79) tokoh adalah pelaku mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Istilah tokoh mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiayantoro, 1995: 165). Tokoh adalah salah satu unsur yang penting dalam suatu novel dalam ceritaan rekaan.
Menurut Sudjiman (1988: 16) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau perlakuan didalam berbagai peristiwa cerita. Tokoh pada umumnya berwujud manusia, tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang di insankan. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca kualitas moral dan kecenderungan. Kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa dalam cerita. Menurut Sudjiman (1988:17-18) berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh yang memegang peran pemimpin disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral dalam cerita, ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Menurut Nurgiyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama. Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung. Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh
utama juga bisa tidak muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab, namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat dikaitkan dengan tokoh utama. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Penentuan tokoh utama dalam sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui petunjuk yang diberikan oleh pengarangnya. Tokoh utama umumnya merupakan tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu lewat judul ceritanya juga dapat diketahui tokoh utamanya (Aminudin 2008: 80).
2.2.2 Penokohan Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan, artinya dengan karakter dan perwatakan menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watakwatak tertentu dalam sebuah cerita (Nurgiayantoro, 2005:165). Jones dalam Nurgiyatoro (2005:165) mengungkapkan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.
Menurut Staton dalam Nurgiyantoro (2005:165), pengguna istilah “karakter” sendiri dalam berbagai literatur bahasa inggris menyaran pada dua pengertian berbeda, yaitu sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki tokoh-tokoh tersebut. Dengan demikian, menurut Nugriyantoro (2005:165), karakter dapat berarti “perwatakan”. Antara seorang tokoh dengan perwatakan yang dimilikinya, memang merupakan suatu kepaduan yang utuh. Penyebutan nama tokoh tertentu tidak jarang langsung menngisyaratkan kepada perwatakan yang dimiliki. Menurut Jones dalam Nugriyantoro (2005:166), isilah “penokohan” lebih luas pengertiannya daripada “tokoh” dan “perwatakan”, karena “penokohan” sekaligus mencakup masalah siapa tokoh, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehinggga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan sekaligus menyarankan pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita. Menurut Sudijman (1991:581), penokohan adalah penyajian watak tokoh dan pencipta citra tokoh. Tokoh-tokoh perlu mengambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap batinnya agar kualitas tokoh, nalar, jiwanya dikenal pembacanya.
2.2.3 Kepribadian Kata Personality dalam bahasa Inggris berasal dari bahssa Yunani-kuno Proposon atau Persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam
teater. Para artis itu bertingkah laku sesuai dengan ekspresi topeng yang dipakainya, seolah-olah topeng itu mewakili ciri kepribadian tertentu. Jadi konsep awal dari Personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial – kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial. Kepribadian atau Psyche adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan tingkahlaku, kesadaran dan ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Dapat dikatakan bahwa kepribadian itu bersumber dari bentukanbentukan yang kita terima dari lingkungan, misalnya bentukan dari keluarga pada masa kecil kita dan juga bawaan-bawaan yang dibawa sejak lahir. Jadi yang disebut kepribadian itu sebetulnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik, yaitu keseluruhan cara di mana seorang individu beraksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian (personality) bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi. Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku sosial tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Kepribadian adalah organisasi sikap-sikap yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perilaku.
Ada dua faktor yang menentukan kepribadian pada tiap-tiap orang. Faktor tersebut adalah faktor keturunan dan faktor lingkungan. Dua faktor ini sangat kuat dalam proses terbentuknya kepribadian dalam diri seseorang.
2.3
Landasan Teori Teori adalah dasar pijakan seorang peneliti untuk bekerja menganalisis
objek yang akan dikaji dalam menulis sebuah karya ilmiah. Dalam analisis tokoh utama dalam Fengru Fei Tun (2011), peneliti menggunakan teori Carls Rogers untuk menganalisis konflik batin tokoh utama beserta karakter-karakter yang dihadapin oleh tokoh utama dalam novel tersebut.
2.3.1 Psikologi Psikologi berasal dari kata Yunani psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara etimologis psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang jiwa. Menyelidiki dan mempelajari tentang tingkah laku manusia (Atkison, 1996:7). Menurut Kamus Besar Berbahasa Indonesia, psikologi adalah ilmu yang berkaitan dengan proses-proses mental baik normal maupun abnormal dan peng aruhnya pada prilaku ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa. Bimo Walgito (dalam Fananie, 2000: 177) mengemukakan psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia, karena perkataan psyche atau psicho mengandung pengertian “jiwa”. Dengan demikian, psikologi mengandung makna “ilmu pengetahuan tentang jiwa”.
Dalam ilmu psikologi tiga aliran pemikiran revolusi yang mempengaruhi pemikiran personolodis modern. Tiga aliran pemikiran tersebut adalah Psikoanalisis, Behaviorisme, dan Humanistic. Psikoanalisis menghadirkan manusia sebagai bentukan dari naluri-naluri dan konflik-konflik struktur kepribadian (id, ego, dan superego). Behaviorisme mencirikan manusia sebagai kontan yang fleksibel, pasif, dan penurut terhadap stimulus lingkungan. Sedangkan humanistic adalah sebuah “gerakan” yang muncul yang menampilkan manusia yang berbeda dengan gambaran psikoanalisis dan behaviorisme.
2.3.2 Psikologi Sastra Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam sastra. Aspek-aspek kemanusiaan inilah yang merupakan objek utama psikologi sastra sebab semata-mata dalam diri manusia itulah aspek kejiwaan dicangkokkan dan diinvestasikan. Penelitian psikologi sastra dilakukan melalui dua cara. Pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap relefan untuk melakukan analisis (Ratna, 2004: 344). Istilah psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian. Yaitu studi proses kreatif, psikologi pengarang baik sebagai suatu tipe maupun individual, studi tipe-tipe dan hukum-hukum psikologi dalam karya sastra, dan studi yang mempelajari dampak karya sastra terhadap pembaca atau psikologi
pembaca. Dalam penelitian ini peneliti menggabungkan keempat kemungkinan pengertian dalam melakukan penelitian terhadap pembaca atau psikologi pembaca. Fiksi psikologi sastra adalah salah satu aliran sastra yang berusaha mengeksplorasi pikiran sang tokoh utama, terutama pada bagian yang terdalam yaitu alam bawah sadar. Fiksi psikologis sering mengunakan teknik bernama “arus kesadaran”. Istilah ini ditemukan oleh William James pada tahun 1890 dan digunakan untuk mengambarkan kepingan-kepingan inspirasi, gagasan, kenangan dan sensasi yang membentuk kesadaran manusia ( Stanton, 2007: 134).
2.3.3 Konflik Batin Konflik merupakan bagian dari sebuah cerita yang bersumber pada kehidupan. Oleh karena itu, pembaca dapat terlibat secara emosional terhadap apa yang terjadi dalam cerita (Sayuti, 2000: 41-42). Pembaca sebagai penikmat cerita tidak hanya sekedar membaca, melainkan mampu merasakan secara mendalam setiap cerita dan mengkaitkannya dengan peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Wellek dan Warren (1995: 285), menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang dramatik, mengacu pada pertarungan antara dua kekuatan yang seimbang, menyiratkan adanya aksi dan balasan aksi. Konflik akan terjadi apabila tidak adanya kesepakatan atau pengaturan secara teratur antara sebuah keinginan satu dan keinginan yang lain. Konflik juga dapat terjadi jika tidak adanya kesepakatanantara ego satu dan ego yang lain. Hal ini biasanya terjadi pada kehidupan nyata yang kebanyakan orang sering menghindarinya. Namun, dalam dunia sastra, konflik sangatlah dibutuhkan bahkan dapat dibilang penting demi menunjang isi cerita. Jika dalam sebuah cerita
tidak ada konflik, maka dapat dipastikan cerita tersebut tidak akan hidup dan menarik pembaca untuk membacanya karena tidak adanya peristiwa yang bisa dirasakan. Bahkan tidak berlebihan juga bila menuliskarya sastra adalah membangun dan mengembangkan konflik karena semakin banyak dan semakin menarik konflik yang terjadi maka cerita tersebut akan lebih menarik untuk dibaca. Peristiwa dalam sebuah karya sastra sangat erat hubungannya dengan konflik. Peristiwa mampu menciptakan konflik dan konflik mampu memicu terjadinya peristiwa yang lain. Bentuk peristiwa dalam sebuah cerita, dapat berupa peristiwa fisik maupun batin. Peristiwa fisik melibatkan aktivitas fisik, adanya interaksi antara tokoh cerita dengan tokoh yang di luar dirinya, tokoh lain atau lingkungan. Peristiwa batin adalah sesuatu yang terjadi dalam batin, hati, seorang tokoh (Nurgiyantoro, 2007: 123-124). Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa konflik dapat terjadi pada semua aspek kehidupan manusia. Sayuti (2000: 42-43) membagi konflik menjadi tiga jenis. Pertama, konflik dalam diri seorang (tokoh). Konflik ini sering disebut juga dengan psychological conflict atau konflik kejiwaan. Konflik jenis ini biasanya terjadi berupa perjuangan seorang tokoh dalam melawan dirinya sendiri, sehingga dapat mengatasi dan menentukan apa yang akan dilakukannya. Kedua, konflik antara orang-orang atau seseorang dan masyarakat. Konflik jenis ini sering disebut dengan istilah social conflict atau konflik sosial. Konflik seperti ini biasanya terjadi antara tokoh dengan lingkungan sekitarnya. Konflik ini
timbul dari sikap individu terhadap lingkungan sosial mengenai berbagai masalah yang terjadi pada masyarakat. Ketiga, konflik antara manusia dan alam. Konflik seperti ini sering disebut sebagai physical or element conflict atau konflik alamiah. Konflik jenis ini biasanya terjadi ketika tokoh tidak dapat menguasai dan atau memanfaatkan serta membudayakan alam sekitar sebagaimana mestinya. Apabila hubungan manusia dengan alamnya tidak serasi maka akan terjadi disharmoni yang dapat menyebabkan terjadinya konflik itu. Ketiga jenis konflik di atas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok jenis konflik yaitu konflik ekternal dan konflik internal. Konflik eksternal (external conflict) adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya. Konflik eksternal dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konflik fisik (physical conflict) dan konflik sosial (social conflict). Konflik fisik adalah konflik yang disebabkan adanya pembenturan antara tokoh dan lingkungan alam. Misalnya, konflik atau permasalahan yang dialami seorang tokoh akibat adanya banjir besar, kemarau panjang, gunung meletus dan sebagainya. Sedangkan konflik sosial adalah konflik yang disebabkan oleh adanya kontak sosial antarmanusia yang berwujud masalah pemburuhan, penindasan, percekcokan, peperangan, dan lain-lain (Nurgiantoro, 2010). Duverger melalui (Sujai, 2012: 27) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk konflik politik diidentifikasikan menjadi dua kategori yaitu senjata-senjata pertempuran dan strategi politik.
Konflik internal (internal conflict) adalah konflik yang terjadi dalam hati atau jiwa seorang tokoh cerita. Konflik seperti ini biasanya dialami oleh manusia dengan dirinya sendiri. Jenis konflik yang masuk dalam konflik internal yaitu konflik dalam diri seorang tokoh (psychological conflict). Konflik seperti di atas dapat terjadi secara bersamaan karena erat hubungannya dengan manusia yang disebut tokoh dalam karya sastra (Nurgiyantoro, 2007: 124). Menurut Layn (2010:105) penyebab terjadinya konflik adalah: 1. Hubungan masyarakat Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan antar kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. 2. Kebutuhan manusia Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau terhalangi. 3. Negosiasi prinsip Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak yang mengalami konflik tersebut.
4. Identitas Mengasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam misalnya, penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. 5. Kesalahpahaman antar budaya Mengasumsikan bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara komunikasi antara berbagai budaya yang berbeda. 6. Transformasi Konflik Mengasumsikan
bahwa
konflik
disebabkan
oleh
masalah
ketidaksetaraan dan ketidak adilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
2.3.4 Sistem Kepribadian menurut Carl Rogers Dalam kajian psikologi satra yang berusaha mengungkap aspek kepribadian yang dipandang meliputi tiga bagian yang lebih dikenal sebagai pokok-pokok teori, yaitu : 1. Organism Pengertian organisme mencakup tiga hal : a. Makhluk hidup: organisme adalah makhluk lengkap dengan fungsi fisik
dan
psikologinya.
Organisme
adalah
tempat
semua
pengalaman, segala sesuatu yang secara potensial terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai event yang terjadi didalam diri dan dunia eksternal.
b. Realita subyektif: organisme menanggapi dunia seperti yang diamati atau dialaminya. Realita adalah medan presepsi yang sifatnya subjektif, bukan fakta benar-salah. Realita subyektif semacam itulah yang menentukan/ membentuk tingkah laku. c. Holisme: organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahaan pada satu bagian akan mempengaruhi bagian lain. Setiap perubahaan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yakni tujuan mengaktualisasi, mempertahankan, dan mengembangkan diri. 2. Medan fenomena (Phenomenal Field) Keseluruhan pengalamn itu, baik yang internal maupun eksternal, disadari maupun tidak disadari dinamakan medan fenomena. Medan fenomena adalah seluruh pengalaman pribadinya seseorang sepanjang hidupnya didunia, sebagaimana presepsi subyektifnya. Beberapa deskripsi berikut menjelaskan pengertian medan fenomena : a. Meliputi pengalaman internal (presepsi mengenai diri sendiri) dan pengalaman eksternal (presepsi mengenai dunia luar) b. Meliputi pengalaman yang: disimbolkan (diamati dan disusun dalam
kaitannya
dengan
diri
sendiri),
disimbolkan
tetapi
diingkari/dikaburkan (karena tidak kosisten dengan struktur dirinya), dan tidak disimbolkan atau diabaikan (karena diamati tidak mempunyai hubugan dengan struktur diri). Pengalaman yang
disimbolkan disadari, sedang pengalaman yang diingkari dan diabaikan tidak disadari. c. Semua presepsi bersifat subjektif, benar bagi dirinya sendiri. d. Medan fenomena seseorang tidak dapat diketahui oleh orang lain kecuali melalui inferensi emptik, itupun pengetahuan yang diproleh tidak bakal sempurna. 3. Self Self atau konsep self adalah kosep menyeluruh yang jelas dan terorganisir tersusun dari presepsi ciri-ciri mengenai I atau Me (aku sebagai subjek atau aku sebagai objek) dan presepsi I atau Me dengan orang lain dan berbagai aspek kehidupan, berikut dengan nilai-nilai yang terlibat pada presepsi itu. Rogers menilai beberapa corak penting individu yang berfungsi secara penuh, yaitu: a. Memiliki sikap terbuka pada pengalaman. Individu pada taraf ini menjauhkan diri dari tindakan menghindari atau bertahan atas berbagai hal yang terjadi dan berkembang. b. Kehidupan eksistensial yang tumbuh kembang. Taraf ini mendorong individu untuk tidak melakukan distorsi atau pengingkaran atas elemen-elemen medan fenomena. Situasi ini lebih memudahkan individu untuk beradaptasi dengan lingkungannya.
c.
Pertumbuhan kepercayaan terhadap diri dan pribadi. Taraf ini membuat individu memiliki kemampuan untuk menentukan tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi kepribadiannya sehingga tidak menimbulkan inkongruensi.
d. Kebebasan memilih. Kekebasan memilih membuat individu terbebas dari hal-hal yang berpotensi menekan atau menghalangi self untuk tumbuh, menyesuaikan diri atau berkembang. e. Munculnya kreativitas
Kreativitas menandai bahwa individu telah mampu menyesuaikan diri dengan bebas terhadap medan fenomena. Hal ini membuat individu merasa bebas tanpa harus merasa terhalangi dengan situasi bertahan atau situasi yang mengancam. Kreativitas membuat individu lebih mudah melakukan tindakan yang tepat sesuai dengan struktur kepribadian. f. Sikap konstruktif. Sikap ini bersungsi sebagai salah satu penghubung antara self dengan medan fenomena. Hal ini memudahkan self untuk membangun sikap-sikap yang penting dan sesuai dengan medan fenomena. g. Kehidupan yang utuh. Kehidupan yang penuh berarti penerimaan atas medan fenomena secara penuh pula baik untuk aspek-aspek yang mudah diterima (kegembiraan dan keselarasan) atau hal-hal yang tidak mudah diterima (kesedihan dan
kesusahan). Kedua aspek tersebut dianggap sebagai bagian utuh yang dijalani dalam proses hidup tanpa adanya ketertekanan. Penerimaan ini muncul dari sikap terbuka yang menerima apa adanya medan fenomena dan menyikapinya secara tepat agar tidak menimbulkan ketegangan atau persoalan eksistensial yang mendorong munculnya kecemasan.