BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI
Bab dua berisi tentang penelitian sebelumnya yang meneliti tentang kata negasi, baik yang berbahasa Mandarin ataupun yang berbahasa Indonesia. Kemudian berisi tentang konsep yang dipakai dalam penelitian ini, meliputi : pengertian kata, pengertian kata negasi dan jenis-jenisnya, ciri-ciri kata negasi bù dan méi, serta pengertian kalimat dan jenis-jenisnya. Selain itu, bab ini juga diisi tentang landasan teori yang dipakai penulis untuk meneliti kata negasi bù dan méi. 2.1 Tinjauan Pustaka Di Cina penelitian mengenai kata negasi bù dan kaat negasi méi sudah pernah dilakukan, diantaranya Li Ying (1992) membahas “Bù” de Fǒu Dìng Yì Yì dalam jurnal Yu Yan Jiao Xue Yu Yan Jiu. Dia menjelaskan bahwa bù menyatakan pembicara negasi subyektif; bù menyatakan subjek negasi inisiatif yang terdapat dalam kalimat, lain daripada itu bù tidak memiliki arti yang lain. Sedangkan méi menyatakan keadaan yang obyektif. Sedangkan Li Tie Gen (2003) lebih mendalam lagi meneliti kata negasi bù dan kata negasi méi, dalam penelitiannya yang berjudul “Bù”, “Méi (Yǒu)” de Yòngfǎ Jí Qí Suǒ Shòu de Shíjiān Zhìyuē menjelaskan bahwa fungsi negasi bù dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu negasi kepastian dan negasi naratif. Negasi kepastian adalah kepastian negasi terhadap suatu kenyataan, atau disebut juga dengan negasi obyektif. Negasi naratif adalah negasi terhadap suatu tindakan sikap subyektif, subyektif menjelaskan suatu kejadian yang telah lewat yang tidak
Universitas Sumatera Utara
terjadi atau yang akan datang yang tidak bisa terjadi, atau disebut juga dengan negasi subyektif. Fungsi negasi méi juga dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu fungsi waktu mutlak dan fungsi waktu relatif. Dalam kalimat waktu relatif, méi dapat digunakan untuk menegasikan kalimat pada waktu yang sudah terjadi dan yang belum terjadi. Peneliti lain meneliti bù dan méi melalui pola kalimat, melihat bahwa perbedaan bù dan méi meliputi: (1) perbedaan makna kata. Méi digunakan untuk menegasikan jarak suatu tindakan; bù dapat digunakan untuk menegasikan tindakan itu sendiri, juga dapat digunakan untuk menegasikan tindakan objek yang bersangkutan. Selain itu bù juga dapat digunakan untuk menegasikan hubungan subjek-predikat, atau menegasikan sifat, kondisi, dan lain-lain. (2) perbedaan penunjuk waktu. Méi mengandung makna “yang telah lewat”, digunakan untuk menegasikan yang telah lewat; bù tidak memiliki kandungan penunjuk waktu, banyak digunakan untuk menegasikan “sekarang” dan “yang akan datang”, seperti yang dikatakan oleh Liang Wen Qin (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Xiàndài Hànyǔ Zhōng de “Bù” hé “Méi”. Di Indonesia penelitian mengenai negasi juga sudah pernah diteliti, diantaranya Sudaryono dalam penelitiannya yang telah dipresentasikan dalam buku yang berjudul Negasi dalam Bahasa Indonesia : Suatu Tinjauan Sintaksis dan Semantik (1993) menemukan adanya tiga macam konstituen yang lazim dipakai sebagai pengungkap negasi, yaitu (1) tidak, bukan, dan berbagai variannya, (2) a-, non-, dan seterusnya, dan (3) jangan, belum, dan lainnya. Pengungkap negasi yang pertama dan kedua disebut konstituen negatif formal
Universitas Sumatera Utara
bebas dan terikat, karena keduanya memiliki tugas formal sebagai pengungkap negasi dan berwujud sebagai morfem bebas dan terikat. Kelompok ketiga disebut konstituen negatif paduan. Karena di samping menyatakan negasi, konstituenkonstituen itu menyatakan hal lain, yaitu perintah, larangan, dan lainnya. Bambang Wibisono dan Akhmad Sofyan (1997) membahas
Negasi
Bahasa Madura dalam Jurnal Ilmiah Masyarakat Linguistik Indonesia. Mereka menjelaskan bahwa bentuk konstituen negasi dalam bahasa Madura berupa morfem bebas, yaitu taq untuk menyatakan tidak, enjaq untuk menyatakan tidak, banne untuk menyatakan bukan, dan jhaq untuk menyatakan jangan. Konstituen negasi taq, enjaq, dan banne digunakan dalam kalimat negatif deklaratif dan negatif interogatif, sedangkan konstituen negasi jhaq hanya dipakai dalam kalimat negatif imperatif. Secara sintaksis, konstituen negasi dalam bahasa Madura berfungsi menegasikan konstituen yang mengikutinya, apakah berupa kata, frasa, dan klausa. Secara semantis, konstituen negasi dalam bahasa Madura berperan sebagai penanda makna kenegatifan. Secara pragmatis, konstituen negasi dalam bahasa Madura digunakan sebagai
sarana untuk mengingkari, meyangkal,
menolak ajakan, melarang, dan menegas. Konstituen negasi enjaq dan taq walaupun bermakna sama, namun mempunyai perilaku sintaksis yang berbeda. Keduanya tidak dapat saling bersubstitusi. Konstituen enjaq terdapat dalam kalimat jawaban penyangkalan dan tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran konstituen taq, sedangkan taq dapat hadir tanpa disertai konstituen enjaq. Nenden Susi Elvina (2002) dalam skripsinya yang berjudul Negasi dalam Bahasa Melayu Deli: Tinjauan Sintaksis menemukan bahwa konstituen negasi
Universitas Sumatera Utara
dalam bahasa Melayu Deli hanya berbentuk morfem bebas, yaitu tide untuk menyatakan tidak, bukan untuk menyatakan bukan, jangan untuk menyatakan tidak boleh, usah untuk menyatakan jangan, belum untuk menyatakan belum, dan tiade untuk menyatakan tidak ada. Secara morfologis, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli dapat mengalami proses penambahan afiks dan reduplikasi walaupun bersifat terbatas. Dari segi fungsi, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli mempunyai dua fungsi yaitu sebagai fungsi standar yang hanya mengungkapkan negasi dan sebagai negasi gabungan disebabkan fungsinya yang lain. Secara semantis, konstituen negasi dalam bahasa Melayu Deli mempunyai kemampuan makna mengingkari, menyangkal, menolak, menegaskan, melarang, dan menyatakan proses peristiwa keadaan. 2.2 Konsep Konsep merupakan penjelasan tentang variabel-variabel dalam sebuah judul skripsi. Dalam konsep peneliti akan memaparkan hal-hal apa saja yang berkaitan dengan kata negasi serta jenis-jenis kata negasi. Pertama-tama penulis akan memaparkan tentang pengertian kata, pengertian negasi, kemudian penulis juga akan memaparkan jenis-jenis negasi baik dalam bahasa Indonesia maupun dalam bahasa Mandarin. Selain itu, penulis juga memaparkan tentang pengertian kalimat dan jenis-jenisnya. 2.2.1
Pengertian Kata Secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar
dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar
Universitas Sumatera Utara
melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi, atau komposisi. Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis kata, khususnya yang termasuk kelas terbuka (nomina, verba, dan ajektifa) dapat mengisi fungsi-fungsi sintaksis. Sedangkan kata-kata dari kelas tertutup (numeralia, preposisi, konjungsi) hanya menjadi bagian dari frase yang mengisi fungsi-fungsi sintaksis itu (Chaer, 2009: 37-38). Menurut Suparto (2003: 21) kata adalah bagian yang terkecil dari bahasa yang mempunyai arti dan dapat berdiri sendiri. Kata adalah dasar dari pembentukan kalimat. Misalnya, kalimat wǒ jiějiě zài yǎ jiā dá gōng zuò terbentuk dari gabungan lima kata, yaitu: wǒ 1 kata
jiě jiě 1 kata
zài 1 kata
yǎ jiā dá 1 kata
gōng zuò 1 kata
Menurut arti dan tata bahasanya, kata dalam bahasa Mandarin bisa dibagi menjadi dua bagian, yaitu kata konkret/Shí Cí dan kata abstrak/Xū Cí (function of word). Kata konkrit/Shí Cí adalah kata yang mempunyai arti yang konkrit, yang dapat berdiri sendiri menjadi bagian dari kalimat. Kata konkrit/Shí Cí terdiri dari kata benda, kata kerja, kata kerja keinginan, kata sifat, kata bilangan, kata bantu bilangan, dan kata ganti. Kata abstrak/Xū Cí (function of word) adalah kata yang tidak mempunyai arti yang konkrit dan tidak dapat berdiri sendiri menjadi bagian kalimat. Kata abstrak/Xū Cí terdiri dari kata keterangan, preposisi, kata sambung, kata bantu, kata seru, dan kata tiruan bunyi.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun kata abstrak/Xū Cí tidak mempunyai arti kata yang konkrit dalam kalimat, tetapi mempunyai arti dalam tata bahasa. Contoh: wǒ shū ‘saya buku’ → tidak dapat mengungkapkan informasi wǒ de shū → ditambahkan de menyatakan ‘buku milik saya’ Contoh lain : nǐ qù ma? ‘apakah Anda pergi?’ nǐ qù ba! ‘Anda pergi yah!’ Kedua kalimat di atas mempunyai modus (nada pembicaraan) yang berbeda sehingga arti yang diutarakan juga berbeda. Urutan kata dalam bahasa Mandarin memiliki tempat yang sangat penting. Kadang-kadang, dua buah kalimat menggunakan kata yang sama, tetapi keduanya mempunyai arti yang berbeda. Contoh : wǒmen dōu bú qù. (Tata bahasa Mandarin itu mudah, 2003:13) ‘di antara kita tidak ada yang pergi’. wǒmen bù dōu qù. ‘di antara kita ada yang pergi dan ada yang tidak pergi’. Contoh di atas membuktikan jika urutan katanya berbeda maka artinya juga berbeda. 2.2.2
Pengertian Negasi Menurut Alwi (2003: 378) pengingkaran atau negasi adalah proses atau
konstruksi yang mengungkapkan pertentangan isi makna suatu kalimat, dilakukan dengan penambahan kata ingkar pada kalimat. Pengingkaran kalimat dilakukan dengan menambahkan kata ingkar yang sesuai di awal frasa predikatnya. Menurut Givon (dalam Sudaryono, 1993: 33) pengingkaran atau penyangkalan ialah pengingkaran atau penyangkalan terhadap kebenaran,
Universitas Sumatera Utara
kefaktualan, dan pranggapan yang dinyatakan oleh lawan bicara atau pembicara sendiri. Menurut Chaer (2006: 119) kata negasi adalah kata-kata yang digunakan untuk menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal. Kalimat negatif dibentuk dari kalimat (klausa) positif dengan cara menambahkan kata-kata negasi atau kata sangkalan ke dalam klausa (kalimat) dasar itu. Muis (2005: 51) menyatakan bahwa kalimat ingkar atau menyangkal adalah kalimat turunan yang dibentuk dari kalimat inti dengan menggunakan unsur menyangkal (negatif) dalam frasa verba dan pola intonasi akhir menurun. Dalam bahasa Mandarin, kata negasi disebut dengan 否定词 ‘fǒu dìng cí’. Lai Hui (2000: 68) dalam jurnal Fouding Ju Fenlei Tan Xi mengatakan: 否定句是以句义对立为分类标准,具有与肯定句相对立的意义; 同时 也有一定的形式标准,通常是用否定副词来表达这种否定的意义。 ( fǒu dìng jù shì yǐ jù yì duì lì wéi fēn lèi biāo zhǔn, jù yǒu yǔ kěn dìng jù xiāng dùi lì de yì yì, tóng shí yě yǒu yí dìng de xíng shì biāo zhǔn, tōng cháng shì yòng fǒu dìng fù cí lái biǎo dá zhè zhǒng fǒu dìng de yì yì: kalimat negasi adalah pertentangan arti kalimat menurut standarnya, mempunyai arti yang berlawanan dengan kalimat positif ; bersamaan dengan itu juga mempunyai bentuk standar yang pasti, biasanya menggunakan kata negasi untuk menyatakan arti negasi ini.) 2.2.3
Jenis-jenis Kata Negasi Kata penyangkal atau kata negasi adalah kata-kata yang digunakan untuk
menyangkal atau mengingkari terjadinya suatu peristiwa atau adanya suatu hal. Kata penyangkal yang ada dalam bahasa Indonesia (Chaer, 2006: 119-121) adalah tidak, tak, tiada, tanpa dan bukan.
Universitas Sumatera Utara
Kata penyangkal tidak dengan fungsi menyatakan ‘ingkar’ digunakan di depan kata kerja dan kata sifat. Kata penyangkal tak dengan fungsi untuk menyatakan ‘ingkar’ dapat digunakan di depan kata kerja atau kata sifat, sebagai varian dari kata tidak. Contoh : (6) Mereka tidak (tak) datang. (Sintaksis Bahasa Indonesia, 2009: 206) (7) Anak itu tidak (tak) pandai. (Sintaksis Bahasa Indonesia, 2009: 207) Kata penyangkal tiada digunakan untuk menyatakan ‘tidak pernah’ digunakan di depan kata kerja. Selain itu, kata penyangkal tiada juga digunakan untuk menyatakan ‘tidak ada’ digunakan di depan kata benda. Kata penyangkal tanpa sama artinya dengan ‘tidak dengan’. Kata penyangkal ini digunakan di depan kata benda atau di depan kata kerja. Contoh : (8) Kalau tiada uang jangan pergi. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 120) (9) Aku tiada berkata begitu. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 120) Kata penyangkal bukan digunakan untuk mengingkari kebenaran sesuatu digunakan di depan kata benda. Selain itu, kata penyangkal bukan juga digunakan untuk mengingkari sesuatu, yang disertai dengan pembetulannya yang digunakan di depan kata benda dan di depan kata kerja. Kata penyangkal bukan juga digunakan untuk menegaskan ‘apakah orang yang diajak bicara sependapat dengan si pembicara’ digunakan pada akhir kalimat tanya. Kata penyangkal bukan yang disertai kata penyangkal tidak dengan fungsi menghapuskan pengingkaran digunakan di depan kata kerja atau kata sifat. Kata penyangkal bukan yang
Universitas Sumatera Utara
disertai kata hanya pada klausa pertama, dan kata tetapi juga atau melainkan juga pada klausa kedua digunakan untuk menyatakan penegasan penambahan. Contoh : (10) Ini bukan mangga. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 120) (11) Dia bukan menulis melainkan menggambar. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 120) (12) Kamu murid kelas dua, bukan? (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 121) (13) Aku bukan tidak percaya kepadamu. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 121) (14) Saya bukan hanya mendengar, melainkan juga menyaksikan sendiri kejadian itu. (Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia, 2006: 121) Alwi (2003: 378-380) menambahkan kata ingkar jangan dan belum sebagai jenis kata negasi dalam bahasa Indonesia. Kata ingkar jangan digunakan hanya untuk mengingkarkan kalimat verbal dan adjektival imperatif. (15) Jangan tutup pintu itu! (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003: 380) Kata ingkar belum digunakan pada kalimat berpredikat verbal, adjektival, dan numeral tak tentu, jenis deklaratif dan interogatif. Kata ingkar belum tidak pernah digunakan dalam kalimat eksklamatif, karena kalimat eksklamatif selalu menyatakan perasaan yang dalam tentang sesuatu pada saat yang timbul secara tiba-tiba, sedangkan kata belum mengandung ciri makna proses, peristiwa, atau keadaan yang melibatkan jangka waktu tertentu. Contoh : (16) Saya belum makan. (Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003: 379) (17) Uangnya belum banyak.(Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, 2003: 379)
Universitas Sumatera Utara
Kata penyangkal atau kata negasi yang ada dalam bahasa China modern (Shu Xiang, 2010: 82-559) adalah bù, méi, méi yǒu, wèi, bié, bú yào, bú yòng, dan fēi. Kata negasi bù adalah kata negasi yang paling umum digunakan. Kata negasi bù dengan fungsi ‘ingkar’ digunakan di depan kata kerja dan kata sifat, menyatakan negasi terhadap tindakan atau kualitas seuatu dan negasi terhadap sifat suatu benda. Contoh : (18) wǒ qù bú Saya tidak pergi (Xiandai Hanyu Babai Ci, 2010: 90) (19) zhè màozi bú dà ini topi tidak besar Topi ini tidak besar. (Xiandai Hanyu Babai Ci, 2010: 90) Kata negasi méi, méi yǒu dengan fungsi ‘ingkar’ digunakan di depan kata kerja, menyatakan negasi terhadap kejadian yang telah terjadi. Kata negasi méi dan méi yǒu memiliki arti dan penggunaan yang sama. Kata negasi wèi dengan fungsi ‘ingkar’ menyatakan negasi terhadap keadaaan yang belum muncul atau tindakan yang belum berlangsung. Contoh : (20) wǒ saya
méi yǒu tidak ada
bān pindah
jiā rumah
Universitas Sumatera Utara
(21) wǒ yǐ qián cóng lái jiàn wèi saya sebelumnya selalu belum melihat Saya sebelumnya belum pernah melihat kamu.
guò pernah
nǐ kamu
Kata negasi bié, bú yào, dan bú yòng dengan fungsi ‘ingkar’ menyatakan larangan atau membujuk untuk mencegah suatu maksud. Kata-kata negasi tersebut dapat melakukan pencegahan terhadap suatu hal yang telah terjadi, juga dapat melakukan pencegahan terhadap suatu hal yang belum terjadi. Contoh : (22) zháo jí cuī tā le , nǐ yuè cuī tā yuè bié jangan mendesak dia sudah , kamu semakin mendesak dia semakin cemas Jangan mendesak dia, semakin kamu desak semakin cemas dia. (Hanyu Jiao Cheng Di San Ce Xia, 2006: 35) (23) bú yào
pà
shuō
cuò
jí shǐ
shuō
cuò
le
yě
jangan
takut
bicara
salah
meskipun
bicara
salah
sudah
juga
méi guānxi tidak apa-apa
Jangan takut salah bicara, mesipun salah bicara juga tidak apa-apa. (Hanyu Jiao Cheng Di San Ce Xia, 2006: 127) (24) nǐ dài lǐ wù lái bú yòng kamu tidak perlu membawa hadiah datang Kamu tidak perlu datang membawa hadiah. (Hanyu Jingdu Keben Yi Nian Ji Shang Ce, 2006: 132) Kata negasi fēi adalah kata negasi yang istimewa. Umumnya digunakan di depan predikat kata benda, digunakan pada hubungan positif negasi subjek dan
Universitas Sumatera Utara
objek, menyatakan negasi penilaian. Bentuk “fēi ... bù ...” menyatakan kejadian harus begini. (25) zhè jiā gōng sī fēi fǎ ini ‘rumah’ kantor bukan berhukum Kantor ini mengelola bisnis ilegal. (Hanyu Jiao Cheng Di San Ce Xia, 2006: 112)
jīng yíng mengelola
(26) zhè shì tā yào zhī dào le , shuō fēi ini kejadian dia harus tahu sudah , bukan ngomong Kejadian ini dia harus sudah tahu, harus ngomong kepadanya. (Hanyu Jiao Cheng Di San Ce Xia, 2006: 20) 2.2.4
bù kě tidak boleh
Ciri-ciri Kata Negasi Bu dan Mei
Ciri-ciri Kata Negasi Bu a. Kata negasi bù biasanya menjelaskan kata kerja atau kata sifat. Contoh : (27) wǒ saya
bú tidak
qù pergi ke
yín háng Bank
(28) nǐmen zhè tào fángzi zhēn kalian ini ‘buah’ kamar sungguh Kamar kalian ini sungguh tidak jelek.
bú tidak
cuò salah
b. Kata negasi bù tidak dapat secara langsung menggunakan kata benda (*menyatakan tidak boleh disebut). Contoh :
Universitas Sumatera Utara
(29) * lǎo shī guru
bù tidak
(30) * péng yǒu teman
bù tidak
Ada beberapa kata benda abstrak yang dapat diterangkan dengan kata penyangkal bù, contoh : (31) bù tidak
dào dé bermoral
(32) bù tidak
mín zhǔ demokratis
c. Kata negasi bù bisa berdiri sendiri dalam menjawab pertanyaan. Contoh : (33) nǐ
xué
yīng ma ? . wǒ xué hàn yǔ Bù yǔ kamu belajar bahasa kah ? Tidak . Saya belajar bahasa Mandarin Inggris Apakah kamu belajar bahasa Inggris? Tidak. Saya belajar bahasa Mandarin.
d. Kata negasi bù bisa dipakai pada akhir kalimat yang menyatakan pertanyaan. Contoh :
Universitas Sumatera Utara
(34) tā xiàn zài shēn tǐ hǎo dia sekarang badan bagus Sekarang badannya sehat tidak?
bù tidak
? ?
e. Kata negasi bù bisa dipakai dengan kata jiù untuk menyatakan alternatif. Contoh : (35) xià yuè wǒ qù mǎ lái xī yà jiù qù yìn ní bú yang akan bulan saya tidak pergi Malaysia pasti pergi Indonesia datang Jika bulan depan saya tidak pergi ke Malaysia, pastilah ke Indonesia.
f. Kata negasi bù tidak dapat diulang (direduplikasi). Ciri-ciri Kata negasi Mei a. Kata negasi méi biasanya menjelaskan kata kerja. Contoh : (36) wǒ hái xué zhè ge méi saya masih belum belajar ini Saya masih belum belajar tata bahasa ini.
yǔ fǎ tata bahasa
b. Kata negasi méi biasanya menjelaskan pada sebagian kata sifat, menyatakan negasi dari kejadian atau penyelesaian perubahan bentuk sifat. Contoh : (37) nǐ de kamu ‘menyatakan kepunyaan’ Penyakitmu masih belum sembuh,
bìng sakit
méi belum
hǎo , bagus ,
Universitas Sumatera Utara
hái bù néng dào hù wài huó dòng masih tidak bisa sampai luar rumah kegiatan masih tidak bisa melakukan kegiatan di luar rumah.
. .
(38) tiān
yuè lài yuè
cháng
le
,
bā diǎn hái hēi méi zhōng hari makin lama panja sudah , jam masih belum hitam makin ng delapan Hari makin lama makin panjang, jam delapan malam masih belum gelap.
ne ‘modus ne’
c. Kata negasi méi tidak dapat dipakai pada kata benda (*menyatakan tidak boleh disebut). Contoh : (39) * méi belum
nǐ kamu
(40) * méi belum
shū buku
d. Kata negasi méi dipakai dengan kata yǒu untuk menyatakan negasi dari kata “ada” atau “mempunyai”. Contoh : (41) yīn wèi
méi
Karena
tidak
yǒu mempunyai
líng qián
,
uang receh ,
jiù xiàng dà jiě jiè le liǎng kuài maka terhadap kakak pinjam sudah dua yuan maka saya meminjam uang dua yuan kepada kakak.
qián uang
Universitas Sumatera Utara
(42) zhè jiàn shì gēn tā méi ini ‘buah’ kejadian dengan dia tidak Kejadian ini tidak ada hubungannya dengan dia.
yǒu ada
guānxi hubungan
e. Kata negasi méi tidak dapat diulang (direduplikasi). 2.2.5
Pengertian Kalimat Menurut Muslich (1990: 115) kalimat adalah bagian terkecil teks atau
wacana yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan. Dalam wujud lisannya kalimat diiringi alunan nada, disela dengan jeda, diakhiri intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam bahasa tulis, kalimat dimulai dengan huruf kapital, diakhiri tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru, serta kemungkinan di dalamnya ada spasi, koma, tidak koma, titik dua, atau sepasang garis apit pendek. Menurut Suparto (2003: 23) kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan dengan satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Dalam penggunaannya, kalimat merupakan bagian yang terkecil dari bahasa. Contoh : wǒ kàn wán le zhè běn shū. ‘Saya sudah selesai membaca buku ini.’ Kalimat tersusun atas kata dan frasa dengan kaidah tatabahasa tertentu, bisa mengungkapkan suatu arti yang lengkap, antar kalimat mempunyai pemberhentian yang cukup besar (tanda titik), dan merupakan satuan bahasa yang memiliki intonasi tertentu (Yong Xin, 2005: 5). Contoh :
Universitas Sumatera Utara
wǒ qù bēi jīng. ‘Saya pergi ke Beijing.’ 2.2.6
Jenis-jenis Kalimat Menurut Yong Xin (2005: 5-7), kalimat bisa dikelompokkan menjadi
beberapa jenis, yaitu : 1. Berdasarkan rumit tidaknya struktur kalimat a. Kalimat Tunggal Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya mengandung suatu predikat utama. Contoh : (43) wǒ
xué xí
hàn yǔ
Saya belajar Bahasa Cina
b. Kalimat Majemuk Kalimat majemuk adalah kalimat yang mengandung beberapa kalimat tunggal atau klausa. Contoh : (44) wǒ
cóng
guǎng lái, wǒ péng cóng shàng zhōu yǒu hǎi saya dari Guang datang , saya teman datang Shang Zhou Hai Saya berasal dari Guangzhou, teman saya berasal dari Shanghai.
lái datang
2. Berdasarkan fungsinya a. Kalimat Deklaratif Kalimat deklaratif menjelaskan suatu hal atau mendeskripsikan sesuatu. Contoh :
Universitas Sumatera Utara
(45) zhāng dàifu zài shǒu dū yī yuàn Zhang dokter di ibu kota Rumah Sakit Dokter Zhang bekerja di Rumah Sakit ibu kota.
gōng zuò bekerja
b. Kalimat Interogatif Kalimat interogatif menyatakan pertanyaan. Contoh : (46) tā Dia
qù pergi
nǎr ? kemana?
c. Kalimat Imperatif Kalimat imperatif menyatakan permohonan, perintah, pembujukan, atau larangan. Contoh : (47) shì nèi xī yān ! jìn zhǐ ruangan dalam dilarang merokok ! Dalam ruangan dilarang merokok ! d. Kalimat Seru Kalimat seru mengekspresikan emosi yang kuat. Contoh : (48) zhè lǐ ini dalam
de fēng jǐng Menyatakan pemandangan ‘kepunyaan’ Betapa indahnya pemandangan disini ah !
duōme betapa
měi indah
ā! ah !
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan struktur kalimatnya a. Kalimat S-P Kalimat S-P terdiri dari subyek dan predikat, disebut juga kalimat dua bagian. Contoh : (49) wǒ saya
péng yǒu teman
zài
bēi jīng
yǔ yán
di
Beijing
bahasa
xué yuàn fakultas
xué xí
hàn yǔ
belajar
Bahasa Mandarin
Teman saya belajar bahasa Mandarin di Beijing fakultas bahasa. b. Bukan kalimat S-P Tidak terdiri dari subyek dan predikat, disebut juga kalimat satu bagian. Ada 2 macam kalimat bukan kalimat S-P yaitu kalimat tanpa subyek dan kalimat satu kata. Contoh : (50) guā dà fēng bertiup besar angin Angin bertiup kencang. → kalimat tanpa subyek
le sudah
(51) zhù yì ! Awas ! → kalimat satu kata 4. Berdasarkan jenis predikatnya a. Kalimat Berpredikat Kata Benda Kalimat berpredikat kata benda adalah kalimat yang predikatnya kata benda atau frasa kata benda. Contoh :
Universitas Sumatera Utara
(52) jīn tiān Hari ini
xīng qī Hari
rì Minggu
b. Kalimat Berpredikat Kata Kerja Kalimat berpredikat kata kerja adalah kalimat yang predikatnya kata kerja atau frasa kata kerja. Di belakang kata kerja kadang-kadang ada obyek, tetapi kadang-kadang tidak ada obyek. Contoh : (53) wǒ yǒu yī běn hàn yīng cí diǎn saya mempunyai satu buah Mandarin Inggris kamus Saya mempunyai sebuah kamus bahasa Mandarin-Inggris. (54) wǒmen Kami
míng tiān besok
kǎo shì ujian
c. Kalimat Berpredikat Kata Sifat Kalimat berpredikat kata sifat adalah kalimat yang predikatnya kata sifat atau frasa kata sifat. Kata sifat dalam bahasa Mandarin dapat langsung menjadi predikat, tidak perlu bantuan kata kerja shì. Contoh : (55) tā Dia
jīn tiān hari ini
fēi cháng sangat
gāo xìng gembira
d. Kalimat Berpredikat S-P Kalimat berpredikat S-P adalah kalimat yang predikatnya frasa S-P. Contoh :
Universitas Sumatera Utara
(56) zhè lǐ fēng jǐng zhēn ini dalam pemandangan sungguh Pemandangan disini sungguh indah.
měi Indah
2.3 Landasan Teori Hadidjaja (1956) menyebut kata negasi sebagai kata tambahan. Secara struktural kata tambahan berada di depan atau di belakang kata yang diterangkan. Kata-kata negasi sebagai kata tambahan selalu terletak di depan bentuk yang dinegatifkan. Secara semantis dalam kaitannya dengan kalimat negatif deklaratif dan negatif interogatif, negasi bertugas untuk menyatakan ingkar dan pertanyaan ingkar (lihat Hadidjaja, 1968: 56). Dalam kaitannya dengan kalimat negatif imperatif, negasi bertugas untuk menyatakan larangan (Alwi, 2003: 353). Bentuk negatif imperatif ditandai oleh negasi jangan yang mendahului struktur deklaratif. Dilihat dari segi bentuk, kalimat imperatif dapat berbentuk positif dan negatif. Kalimat negatif imperatif lazim disebut sebagai kalimat larangan. Secara gramatikal, kata-kata negasi digunakan untuk menegatifkan predikat, baik predikat tersebut berupa frasa verbal, adjektival, nominal dan numeral (Alwi, 2003: 381). Penegasian juga dapat dilakukan terhadap modalitas (negative of the modality) dan “peristiwa negasi” (negation of the event) (Alwi, 1992: 47). Bagian tuturan yang dikenai negasi ditentukan oleh makna pengungkap modalitas yang digunakan. Secara sintaksis, konstituen negatif berfungsi sebagai pemeri (qualifier) bagi verba atau konstituen predikat dalam suatu klausa atau kalimat. Sebagai
Universitas Sumatera Utara
pemeri, konstituen negatif bukan merupakan konstituen inti suatu klausa atau kalimat, melainkan menjadi bagian dari konstruksi yang mengisi fungsi sintaksis tertentu. Pemerian yang dilakukan oleh konstituen negatif berupa penyangkalan terhadap konstituen yang dilekati. Dengan pengingkaran itu, suatu praanggapan yang semula benar menjadi tidak benar, yang semula faktual (sesuai dengan fakta) menjadi tidak faktual (Sudaryono, 1993: 12-24).
Universitas Sumatera Utara