BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jambu Biji Merah Jambu biji (Psidium guajava L.) termasuk dalam Famili Myrtaceae merupakan buah yang cukup dikenal masyarakat Indonesia, padahal sebenarnya tanaman ini berasal dari daerah Amerika Tengah terutama Meksiko dan Peru. Tanaman ini sekarang sudah menyebar ke seluruh dunia, terutama di daerah tropis. Tanaman jambu biji sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang buruk misalnya kekeringan, lahan batu dan pH rendah (Hadiati dan Apriyanti, 2015). Jambu biji merupakan salah satu produk hortikultura yang termasuk komoditas internasional. Lebih dari 150 negara telah membudidayakan jambu biji, di antaranya Jepang, India, Taiwan, Brazil, Australia, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Buah jambu biji unggulan Indonesia adalah jambu biji merah. Jambu biji merah banyak mengandung kandungan gizi penting seperti vitamin C, A dan riboflavin, protein, serat serta mineral juga banyak terkandung dalam buah tersebut (Parimin, 2007). Jambu biji dapat dikonsumsi segar ataupun diolah menjadi jus, pulps, selai, jelly, atau manisan buah kering. Daging buah jambu biji merah berwarna merah hingga merah muda dengan rasa yang lebih manis dan segar dibandingkan buah jambu biji putih. Kandungan vitamin C buah jambu biji merah enam kali lebih banyak daripada jeruk manis, sepuluh kali kandungan vitamin C dari buah pepaya, 17 kali 8
Universitas Sumatera Utara
9
kandungan vitamin C dari buah jambu air, dan 30 kali kandungan vitamin C dari buah pisang. Vitamin C sangat baik sebagai zat antioksidan. Kandungan vitamin C pada jambu biji merah yaitu 183,50 mg/100 g, kalium sebesar 284 mg/100g, selain itu jambu biji merah juga merupakan buah yang memiliki kandungan serat yang tinggi, yaitu 5,40 mg/100 g (United State Departement of Agriculture, 2001). Selain itu, jambu biji merah juga kaya serat, khususnya pektin (serat larut air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel atau jeli. Manfaat pektin lainnya adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat kolesterol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida darah serta tekanan darah penderita hipertensi. Pada buah jambu biji merah juga ditemukan likopen, zat karotenoid yang terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang berkhasiat mencegah berbagai penyakit kanker. Karena kandungan likopen yang tinggi ini, di Indonesia jus buah jambu biji merah sering kali dipergunakan untuk meningkatkan kadar trombosit penderita penyakit demam berdarah (Parimin, 2007). Penampakan buah jambu biji dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Jambu biji (Psidium guajava L.). (Sumber : Parimin, 2007)
Universitas Sumatera Utara
10
Tanaman jambu biji merah dapat tumbuh pada dataran rendah sampai dataran tingi lebih dari 1000 m dpl dengan curah hujan antara 1000-2000 mm pertahun, suhu optimum 23o-28o C dan pH tanah 4,5-7,5 sehingga orang Belanda menyebutnya ongkruid vergaat niet yang berarti gulma tidak akan luluh. Jambu biji merah memiliki batang yang cukup kokoh dengan ketinggian mencapai 5-10 meter. Batang pokok jambu biji ini tidak ada yang lurus, warnanya coklat muda sampai putih abu-abu dan mudah terkupas berganti kulit baru seirama dengan gejolak membesarnya batang. Permukaan batang cukup licin dan bersih dengan sifat kayu yang halus, liat, dan tidak mudah patah (Parimin, 2007). 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.) Bentuk buah jambu biji dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bulat dan lonjong. Diantara kedua bentuk itu ada pula yang bentuknya agak bulat dan bagian dekat tangkai buahnya agak meruncing. Ukuran buah ditentukan oleh banyak faktor, diantaranya sifat aslinya, umur pohon, keadaan kesuburan, dan kandungan air tanah pada waktu jambu biji berbuah. Sistematika tatanama (taksonomi) tanaman jambu biji merah (Parimin, 2007) sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Myrtales
Famili
: Myrtaceae
Universitas Sumatera Utara
11
Genus
: Psidium
Spesies
: Psidium guajava L.
Pada waktu masih muda, buah jambu biji sangat keras, tetapi setelah matang buah tersebut menjadi lunak dan menimbulkan aroma yang spesifik dengan rasa yang manis. Untuk jenis tertentu, kulit buah berwarna hijau berbelang kuning saat muda dan berubah menjadi kuning belang-belang saat matang. Ada pula berkulit merah saat mudadan merah tua saat tua. Warna daging buah pada umumnya putih biasa, putih susu, merah muda, merah menyala, serta merah tua. 2.1.2 Komposisi Gizi Jambu Biji Merah Jambu biji merah merupakan buah yang kaya akan manfaat baik kandungan vitamin, mineral, maupun senyawa kimia nongizi. Tanin termasuk salah satu senyawa non-gizi yang dikandung dalam jambu biji. Senyawa ini menimbulkan rasa sepat dalam buah, tetapi mempunyai fungsi memperlancar sistem pencernaan. Sirkulasinya dalam darah berguna untuk menyerang virus (Wirakusumah, 2007). Kandungan energi dan gizi dari jambu biji merah dapat dilihat pada Tabel 2.1
Universitas Sumatera Utara
12
Tabel 2.1 Kandungan Energi Dan Gizi dari Jambu Biji Merah Komponen Energi (kal) Protein (gram) Lemak (gram) Karbohidrat (gram) Vitamin A (Re) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin B3 (mg) Vitamin C (mg) Vitamin E (mg) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Serat (mg) Niacin (gram) Magnesium (mg)
Jumlah 51,00 0,82 0,6 11,88 4,00 0,05 0,05 1,2 183,50 1,12 20,00 25,00 0,31 5,40 1,10 10,0
Sumber : United State Departement of Agriculture (2001)
2.1.3 Kegunaan dan Manfaat Jambu Biji Merah Selain sebagai bahan pangan, beberapa bagian dari tanaman jambu biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat resep pengobatan, seperti : mengobati diare, disentri, demam berdarah, gusi berdarah, dan sariawan. Jambu biji mengandung vitamin C yang cukup tinggi, yaitu tiga kali lebih banyak dari jeruk manis yang hanya 49 mg per 100 g. Vitamin C sangat baik sebagai antioksidan. Namun, sebagian besar vitamin C jambu biji merah terkonsentrasi di kulit dan daging bagian luarnya yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji mencapai puncaknya saat menjelang matang. Dilihat dari kadar kemanisannya, jambu biji matang optimal akan memiliki rasa lebih manis dibandingkan dengan saat matang dan kurang manis saat lewat matang.
Universitas Sumatera Utara
13
Melihat kandungan vitamin C jambu biji merah dapat mencukupi kebutuhan vitamin C orang dewasa yang sebesar 70-75 mg per harinya per 100 gr jambu biji merah. Selain itu, jambu biji juga kaya akan serat, khususnya pektin (serat larut air) yang dapat digunakan untuk pembuatan gel/jeli. Manfaat pektin lainnya adalah menurunkan kolestrol dengan cara mengikat kolestrol dan asam empedu dalam tubuh serta membantu pengeluarannya. Jambu biji mengandung tanin yang menimbulkan rasa sepat pada buah, namun bermanfaat memperlancar sistem pencernaan dan sirkulasi darah serta menyerang virus. Jambu biji merah juga mengandung kalium yang berfungsi meningkatkan keteraturan denyut jantung, mengaktifkan kontraksi otot, mengatur pengiriman zat-zat gizi ke sel tubuh, serta menurunkan kadar kolestrol total dan tekanan darah tinggi. Pada jambu biji merah juga ditemukan likopen, yaitu zat karotenoid (pigmen penting dalam tanaman) yang terdapat dalam darah serta memiliki aktivitas antioksidan yang bermanfaat memberikan perlindungan pada tubuh dari beberapa jenis kanker. Suwarto (2010) mengatakan bahwa jambu biji merah mengandung vitamin A yang tinggi. Pada jambu biji yang berdaging buah merah mengandung karoten 3,1 mg per 100 gram daging buah, sedangkan pada jambu biji berdaging buah putih tidak terdeteksi adanya karoten (pada panjang gelombang 450 nm). Jambu biji berdaging buah merah mengandung asam panthotenat lebih tinggi (0,17 mg) dari yang berdaging buah putih (0,13mg). Kandungan tiamin rata jambu biji berdaging buah merah lebih tinggi (0,059 mg) dari pada yang berdaging buah putih (0,03 mg). Menurut Dzakiy yang dikutip
Universitas Sumatera Utara
14
oleh Agustinus (2009), buah jambu biji merah memiliki kandungan vitamin C yang lebih tinggi dari jambu biji putih. 2.2 Agar-agar Tepung Agar-agar merupakan salah satu hasil olahan produk laut yang banyak ditemukan diperairan dan dibudidayakan di Indonesia. Agar-agar diproduksi dari rumput laut yang sebagian besar tergolong dalam kelas Rhodophyceae, namun sebaliknya tidak semua ganggang merah dapat digunakan untuk memproduksi produk berupa agar agar. Agarophyte adalah kelompok rumput laut yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan agar-agar. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2015) mendefinisikan agar-agar tepung sebagai polisakarida berupa tepung yang diperoleh dari ekstraksi rumput laut agarophyte, dengan atau tanpa bahan tambahan yang diizinkan, bersifat koloid bila dilarutkan dalam air mendidih dan menjendal bila didinginkan.. 2.2.1 Struktur dan Sifat Fisika Kimia Agar-Agar Tepung Karakteristik fisik agar-agar dalam bentuk kering adalah berwarna putih hingga kuning pucat, berbau khas agar-agar. Karakteristik kimia dari agar-agar meliputi kandungan gizi, sifat kelarutan dan daya cerna. Agar-agar larut di dalam air panas tetapi tidak larut dalam air dingin. Agar-agar berbentuk padat pada suhu 32 ºC-39 ºC dan tidak dapat mencair pada suhu lebih rendah dari 85 ºC. Agar-agar kaya akan karbohidrat dan kalsium, namun sedikit mengandung lemak dan protein. Walaupun begitu, karbohidrat dalam agar-agar tersusun dari beberapa polisakarida dan turunannya yang sukar dicerna. Struktur agar-agar terdiri atas dua komponen utama, yaitu agarosa dan agaropektin. Agarosa
Universitas Sumatera Utara
15
merupakan suatu polimer netral dan agaropektin merupakan suatu polimer sulfat. Agarosa adalah suatu polisakarida netral yang terdiri dari rangkaian D-galaktosa dengan ikatan β-1,3 dan L-galaktosa dengan ikatan α-1,4. Agaropektin bersifat lebih kompleks dan mengandung polimer sulfat. Rasio kedua polimer sangat bervariasi dan persentase agarosa dalam ekstrak agar-agar berkisar antara 50% sampai 80% (FAO 2003). Faktor yang mempengaruhi kualitas agar-agar, antara lain teknik ekstraksi, jenis rumput laut, kondisi musim, letak atau wilayah asal rumput laut dan parameter lingkungan lainnya. Namun beberapa tahun terakhir mulai banyak penelitian untuk melihat aspek penyimpanan atau penanganan rumput laut paska panen, karena terbukti turut mempengaruhi kualitas dan kuantitas ekstrak agaragar yang dihasilkan. 2.2.2 Aplikasi Agar Agar Tepung Secara umum agar-agar diaplikasikan pada berbagai bidang yaitu 91% untuk kebutuhan pangan dan 9% untuk kebutuhan bacteriological dan biotechnology. Agar-agar telah dinyatakan aman oleh FDA atau dikenal dengan istilah Generaly Recognized As Safe (GRAS), dan Acceptable Daily Intake (ADI) yaitu agar-agar dinyatakan not limited (tidak dibatasi) (WHO/FAO 1974, Imeson 2010). Oleh karenanya aplikasi penggunaan agar-agar dalam bidang pangan menjadi sangat luas. Standar mutu agar-agar telah ditetapkan oleh Food Chemical Codex (FCC). Indonesia juga telah menetapkan standar mutu agar-agar yang dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tabel 2.2 di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 2.2 Standar Mutu Agar-Agar Menurut Food Chemical Codex Spesifikasi Persyaratan FCC Kandungan arsen Maks. 3 ppm (0,003%) Kandungan abu total Maks. 6,5 % berat kering Kandungan abu tak larut asam Maks. 0,5% berat kering Kandungan Gelatin Tidak ada Kandungan Protein Maks. 3% Bahan tidak larut 1-4% Sumber : Glicksman (1983) ; Venugopal (2009)
Standart mutu agar-agar juga telah ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional melalui Standar Nasional Indonesia No. 2802 : 2015. Standar ini menetapkan syarat mutu dan keamanan pangan agar-agar tepung, bahan baku, bahan penolong, dan proses pengolahan agar-agar tepung. Standar ini berlaku untuk agar-agar dalam bentuk tepung dan tidak berlaku untuk produk yang mengalami pengolahan lebih lanjut. Adapun standar mutu agar-agar tepung tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Standar Mutu Agar-Agar Tepung menurut SNI 2802 : 2015 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Organoleptik (kenampakan bau dan Normal atau konsisten) dengan score min. 7 2. Air % b/b Maks. 22 3. Kadar abu % b/b Maks. 6,5 4. Abu tidak larut asam % b/b Maks. 0,5 5. Pati Negatif 6. Absorpsi air Minimal 5 kali 7. Bahan tambahan makanan: Sesuai SNI 7.1 Pewarna tambahan 01-02227.2 Bahan tambahan lain 1987* Sumber : BSN (2015) * atau revisinya
Agar-agar digunakan secara luas dalam berbagai industri, antara lain industri makanan, obat - obatan, tekstil, kertas, susu, mikrobiologi, dan kosmetika. Pada industri makanan, agar-agar digunakan sebagai bahan pengental, misalnya pada pembuatan permen. Selain itu, agar-agar juga berfungsi sebagai bahan
Universitas Sumatera Utara
17
penstabil dalam pembuatan makanan, serta sebagai bahan penjernih dalam pembuatan bir. Agar agar juga mampu memperbaiki tekstur dari produk kering seperti keju krim dan yoghurt. Agar-agar digunakan juga sebagai gel elektroforesis, kromatografi, immunologi, dan immobilisasi enzim. Selain itu digunakan sebagai thickener, gelling agent, stabilizier, lubricant, emulsifier, dan absorbant (Poncomulyo, 2006). Pada industri kulit, agar-agar digunakan pada proses akhir untuk memantapkan permukaan yang halus dan kekuatan kulit. Pada industri polywood agar-agar diperlukan dalam pembuatan perekat tingkat tinggi. Sementara dalam industri obat-obatan dan farmasi, agar-agar telah lama digunakan dalam pembedahan atau operasi (Winarno, 2008). Agar-agar kaya akan karbohidrat, tetapi sedikit mengandung lemak dan protein, kandungan kalsium agar-agar paling tinggi dibanding mineral lainnya. 2.3 Selai Selai merupakan salah satu hasil dari produk makanan. Menurut Saptoningsih dan Jatnika (2012) selai adalah salah satu jenis makanan awetan berupa sari buah atau buah yang dihancurkan dan ditambah gula, serta dimasak hingga kental atau berbentuk setengah padat. Tekstur kental pada selai diakibatkan adanya reaksi antara pektin dalam buah dengan gula dan asam. Proporsi campuran dari selai adalah 45% bagian serat buah dan 55% bagian dari gula. Namun proporsi tersebut dapat disesuaikan dengan selera dan cita rasa yang diinginkan. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan
Universitas Sumatera Utara
18
sehingga hasil akhirnya mengandung total padatan terlarut minimum 65% (Fachruddin, 2008). Selai memiliki konsistensi gel atau semi gel yang diperoleh dari interakasi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pektin yang ditambah dari luar, gula sukrosa, dan asam. Interaksi ini terjadi pada suhu tinggi dan bersifat labil setelah suhu diturunkan. Pembuatan selai ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain pengaruh panas dan gula pada pemasakannya, serta keseimbangan proporsi gula, pektin, dan asam. Agar-agar memiliki kemampuan gelasi yang cukup baik, bila bandingkan dengan bahan pengental lainnya, agar-agar jauh lebih efisien karena ada konsentrasi rendah (1-5%) saja telah mampu membentuk larutan yang sangat kental (Poncomulyo dkk, 2006). Agar-agar juga memiliki daya stabilitas yang cukup baik terhadap suhu dan pH, sehingga kekurangan pektin yang labil pada suhu rendah dan pH rendah dapat digantikan oleh agar agar. Penambahan asam dalam pembuatan selai berguna untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel dalam pembuatan selai hanya terbentuk pada pH rendah. Asam-asam yang dapat digunakan adalah asam sitrat, asam asetat, dan cairan asam dari perasan jeruk nipis. Penambahan asam yang berlebihan akan menyebabkan pH menjadi rendah, sehingga air keluar dari gel (sineresis), sebaliknya jika pH tinggi, akan menyebabkan gel pecah (Buckle et al. 1987 dalam Kornalius 2006). Pentingnya menjaga keamanan konsumen, pemerintah telah menetapkan standart kualitas untuk produk selai. Selai yang bermutu baik mempunyai ciri-ciri
Universitas Sumatera Utara
19
warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, cita rasa buah alami, tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan. Kriteria mutu selai yang ditetapkan oleh pemerintah dapat dilihat pada tabel 2.4 berikut : Tabel 2.4 Kriteria Mutu Selai Buah Syarat Mutu Kadar air maksimum Kadar gula minimum Kadar pectin maksimum Padatan tak terlarut minimum Serat buah Kadar bahan pengawet Asam asetat Logam berbahaya (Hg,Pb,As) Rasa Bau
Standar 35% 55% 0,7% 0,5% Positif 50 mg/kg Negatif Negatif Normal Normal
Sumber : SII. NO. 173 Tahun 1978 yang diacu dalam Fachruddin, 2008
Selai buah merupakan salah satu produk pangan semi basah yang cukup dikenal dan disukai oleh masyarakat. Food & Drug Administration (FDA) mendefenisikan selai sebagai produk olahan buah-buahan, baik berupa buah segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran ketiganya pemanfaatan buah menjadi produk selai dapat mendatangkan keuntungan yang cukup besar. Selai yang dihasilkan juga dapat disimpan dalam waktu relatif lama. Pembuatan selai tentunya harus sesuai dengan standar nasional yang berlaku agar terpenuhi syarat dan layak dikonsumsi oleh masyarakat. Berikut syarat mutu selai buah menurut Standart Nasional Indonesia 3746 : 2008 di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
20
Tabel 2.5 Syarat Mutu Selai Buah (SNI 3746-2008) No Kriteria Uji Satuan 1 Keadaan -Bau - Rasa -Warna -Tekstur 2 Serat Buah 3 %(b/b) Padatan terlarut 4 Cemaran logam -timbal mg/kg -tembaga mg/kg mg/kg -seng mg/kg -timah 5 Cemaran Arsen mg/kg 6 Cemaran Mikrobia koloni/g - Angka lempeng total APM/g - Bakteri bentu Koloni/g - k E.coli Koloni/g - Staphyloccoccus aureus - Clostridium sp. Koloni/g - Kapang/khamir *dikemas dalam kaleng
Persyaratan Normal Normal Normal Normal Positif Min 65 Maks 1,5 Maks 10,0 Maks 40,0 Maks 250,0* Maks 1,0 Maks 1,0 x 102 <3 Maks 2 x 10 <10 Maks 5 x 10
Sumber : BSN (2008)
2.4 Bahan-bahan dalam Pembuatan Selai Bahan- bahan dalam pembuatan selai terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama adalah bahan dasar untuk mendapatkan produk makanan sedangkan bahan tambahan yaitu senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa simpan dan bukan merupakan bahan utama.
Universitas Sumatera Utara
21
2.4.1 Jambu Biji Merah Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan selai. Buah yang digunakan harus benar-benar matang sehingga diperoleh selai dengan aroma yang baik. Meskipun demikian, pengolahan selai buah juga dapat menggunakan campuran antara buah setengah matang dan buah yang benar-benar matang. Buah yang setengah matang akan memberikan pektin dan asam yang cukup sedangkan buah yang matang akan memberikan aroma yang diinginkan (Fachruddin, 2008). 2.4.2 Gula Menurut istilah umum gula adalah jenis karbohidrat yang sering digunakan sebagai pemanis. Gula terlibat dalam pengawetan dan pembuatan ragam produk - produk makanan. Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk menyempurnakan rasa asam, cita rasa, memperoleh tekstur kekentalan dan flavor yang ideal. Penambahan gula juga berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan memerangkap air. Kadar gula yang tinggi (minimum 40%) bila ditambahkan ke dalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan akan terperangkap sehingga yang tersedia untuk dipergunakan oleh mikroba menjadi rendah. 2.4.3 Air Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat
Universitas Sumatera Utara
22
keberhasilan produk yang diinginkan. Air yang digunakan harus mempunyai syarat-syarat tidak bewarna, tidak berbau, jernih, tidak mempunyai rasa dan tidak mengandung besi dan mangan, serta tidak mengganggu kesehatan dan tidak memyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Winarno, 2008). Air yang biasa digunakan untuk mengencerkan setiap 1 liter buah jambu biji adalah 0,25:1 untuk selai oles, hingga 2:l atau 4:1 untuk sari buah. 2.4.4 Gum Gum diperlukan untuk membentuk gel (kekentalan) pada produk selai. Jumlah gum yang ideal untuk pembentukan gel berkisar antara 0,75-1,5 % (Imeson 2010). Kadar gula tidak lebih dari 65 % dan konsentrasi gum tidak lebih dari 1 % sudah dapat menghasilkan gel dengan kekerasan yang cukup baik. Beberapa jenis buah secara alami memiliki kandungan pektin yang cukup tinggi. Buah-buahan yang akan matang mengandung pektin cukup banyak. Makin matang buah, kandungan pektin akan menurun karena adanya enzim yang memecah pektin menjadi asam pektat dan alkohol. Oleh karena itu, untuk memperoleh pektin yang cukup sebaiknya buah yang digunakan dikombinasikan antara yang setengah matang dan yang matang penuh (Fachruddin, 2008). Untuk beberapa buah yang memiliki kandungan pektin rendah, tambahan gum atau hidrokoloid lain sangat diperlukan untuk membantu terbentuknya tekstur atau kekentalan selai yang diinginkan. Agar-agar
memiliki
kemampuan
gelasi
yang
cukup
baik,
bila
dibandingkan dengan bahan pengental lainnya, agar-agar jauh lebih efisien karena pada konsentrasi rendah 1-5% saja telah mampu membentuk larutan yang sangat
Universitas Sumatera Utara
23
kental (Winarno, 2008). Agar-agar juga memiliki daya stabilitas yang cukup baik terhadap suhu dan pH, sehingga kekurangan pektin yang labil pada suhu rendah dan pH rendah dapat digantikan oleh agar-agar. 2.4.5 Asam Sitrat Asam sitrat adalah asam organik yang mempunyai rumus kimia C6 H8O7 dan merupakan asam trikarboksilat yang mempunyai rasa asam yang menyenangkan dan ditemukan dalam berbagai makanan yang berfungsi sebagai pemberi asam, mencegah kristalisasi gula, serta penjernih gel yang dihasilkan. Penambahan asam bertujuan mengatur pH dan menghindari pengkristalan gula, pH optimum yang dikehendaki dalam pembuatan selai berkisar 3,10-3,46. Asam yang biasa digunakan dalam pembuatan selai adalah asam sitrat, asam tartat, dan asam malat. Penggunaan asam tidak mutlak, tetapi penambahannya dilakukan untuk menambah cita rasa dari makanan. Apabila terlalu asam akan terjadi sineresis yakni keluarnya air dari gel sehingga kekentalan selai akan berkurang bahkan dapat sama sekali tidak terbentuk gel (Fachrudin, 2008). 2.5 Pengolahan Selai Proses pembuatan selai meliputi tiga tahap utama yaitu persiapan bahan, pemasakan dan pengisian serta pasteurisasi (Suryani et al, 2004). a. Sortasi Sortasi adalah memilih hasil panen yang telah dilakukan untuk membedakan hasil panen yang baik dan hasil panen yang jelek. Sortasi bahan baku akan menentukan hasil akhir karena sortasi yang baik akan memperoleh
Universitas Sumatera Utara
24
bahan baku selai dengan kualitas yang diinginkan. Sortasi dilakukan berdasarkan penampakan fisik buah, ukuran buah, dan tingkat kematangan. Jambu biji yang diolah menjadi selai dipilih yang sudah matang dan segar, tidak ada cacat, lecet, maupun busuk. b. Pencucian Pencucian akan mengurangi atau menghilangkan bahan-bahan sejenis malam (lilin) yang melapisi kulit pada beberapa jenis hasil pertanian seperti buahbuahan, untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan yang dapat menunjukkan adanya populasi mikroorganisme, untuk menghilangkan adanya sisa-sisa insektisida. Air yang digunakan untuk mencuci harus bersih, sebaiknya digunakan air yang mengalir dan bersih. Pencucian dapat digunakan dengan berbagai cara yaitu dengan cara basah atau kering, penyemprotan angin, perendaman bak perendaman atau disemprot air. Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran yang menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat. c. Penghancuran Penghancuran dilakukan dengan blender, penambahan sedikit air dalam penghancuran ditujukan agar memudahkan proses penghancuran. Proses penghancuran dilakukan sampai halus. d. Pemasakan Pengaruh panas dan penambahan bahan tambahan selama proses pemasakan akan mempengaruhi kualitas selai yang dihasilkan. Pemasakan
Universitas Sumatera Utara
25
diperlukan untuk mencampur rata hancuran buah dan bahan tambahan serta menguapkan sebagian air sehingga diperoleh struktur gel. Suhu pemasakan pada proses pembuatan selai biasanya 103-105oC. Pemasakan yang terlalu lama akan menghasilkan selai yang keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang lama akan menghasilkan selai yang encer. e. Pengemasan Proses pengisian produk ke dalam kemasan merupakan faktor penting untuk menunjang keawetan produk. Pengisian hendaknya dilakukan dalam kondisi higienis. Hal ini dilakukan ntuk menghindari terjadinya kontaminasi produk yang dapat menyebabkan produk jadi mudah berjamur. Proses penutupan wadah yang benar juga bertujuan untuk menghindari kontaminasi produk. Jumlah mikroorganisme dari selai dan produk serupa dipengaruhi oleh sejumlah faktor yaitu kandungan gula yang tinggi biasanya 65-73%, keasaman yang tinggi (pH 3,1-3,5), nilai aw sekitar 0,75-0,83, suhu tinggi saat pemanasan (105-106 oC) dan tekanan gas oksigen yang rendah selama penyimpanan. Menurut (Suryani et al. 2004) selai yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu konsistensi, warna cemerlang, distribusi buah merata, tekstur lembut, flavor buah alami dan tidak mengalami sineresis serta kristalisasi selama penyimpanan. Menurut Buckle et al. (1987) dalam Kornalius (2006) kerusakan utama yang sering terjadi pada selai adalah : 1) Terbentuknya kristal-kristal karena banyaknya bahan terlarut, gula tidak cukup melarut hingga terbentuk kristal.
Universitas Sumatera Utara
26
2) Gel besar dan kaku, disebabkan oleh kadar gula yang rendah. 3) Gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula yang tinggi dan tidak seimbang dengan kandungan padatan. 4) Pengeluaran air dari gel (sineresis) karena terlalu banyak asam. Proses pembuatan selai secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Skema Pembuatan Selai secara Umum (Fachruddin 2008)
2.6 Resep Dasar dan Cara Pembuatan Selai Lembaran Jambu Biji Merah Resep dasar dalam membuat selai jambu biji merah antara lain : 1. Buah jambu biji yang sudah matang. 2. Gula pasir 750 g-1 kg per kg hancuran buah 3. Asam sitrat 3 g/kg hancuran buah. 4. Natrium benzoat 0,5 g/kg hancuran buah. 5. Air 1 gelas per kg hancuran buah.
Universitas Sumatera Utara
27
Adapun proses pembuatannya sebagai berikut : 1. Buah dicuci terlebih dahulu, lalu dipotong-potong dan ditambahkan sedikit air, lalu dihancurkan dengan blender. 2. Hancuran buah beserta gula dipanaskan, lalu ditambahkan asam sitrat. Setelah mendidih, ditambahkan natrium benzoat. Pemanasan dihentikan setelah terbentuk gel. 3. Busa yang terdapat pada permukaan selai dibuang. 4. Selai siap dikemas (Fachruddin, 2008). 2.7 Daya Terima Makanan Uji penerimaan atau uji daya terima produk ini digunakan untuk mengevaluasi daya terima produk atau untuk menentukan apakah satu atau lebih produk tertentu lebih diterima daripada produk lainnya. Pengujian daya terima produk harus diterapkan menggunakan konsumen sebagai panelisnya. Oleh karena itu, uji daya terima produk ini sering dipandang sebagai salah satu fungsi dari penelitian pasar dalam industri pangan. Walaupun demikian analisis sensori dapat juga merupakan uji daya terima produk dalam skala terbatas untuk mendapatkan indikasi tentang daya terima suatu produk. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
28
Penilaian daya terima menggunakan uji organoleptik metode hedonik meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur. Penilaian organoleptik disebut juga penilain dengan indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian secara sederhana. Penilaian organoleptik banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Susiwi (2009) mengemukakan bahwa uji penerimaan meliputi uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji hedonik panelis diminta untuk menyatakan tanggapan pribadinya tentang tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Tingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik yang dapat direntangkan atau diciutkan dengan rentangan skala yang dikehendaki. Kemudian dalam analisis data skala hedonik tersebut ditransformasikan dalam skala numerik dan dilakukan analisis statistik. 1. Penampilan dan Cita Rasa Makanan Cita rasa makanan mencakup aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pengecap. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen. Rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen.
Universitas Sumatera Utara
29
Rasa dipengaruhi oleh beberrapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. 2. Konsistensi atau Tekstur Makanan Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sesitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita. Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu. 3. Rasa dan Aroma Makanan Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa. Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah
Universitas Sumatera Utara
30
menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim. 2.8 Uji Organoleptik Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan. Penginderaan diartikan sebagai suatu proses fisio-psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indera akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indera yang berasal dari benda tersebut. Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penilaian yang sangat teliti. Pada beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitive. Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran (Susiwi, 2009). Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Pada hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.
Universitas Sumatera Utara
31
Panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti. 2.9 Panelis Menurut Susiwi (2009) untuk penelitian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti. Penilitain organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panelpanel ini dapat berbeda bergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu : 1. Panel Perseorangan Panel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien, penel perseorangan
Universitas Sumatera Utara
32
biasanya digunakan untuk mendeteksi perjuangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya. 2. Panel Terbatas Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bisa lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. 3. Panel Terlatih Panel terlaitih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik. 4. Panel Agak Terlatih Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya. 5. Panel Tidak Terlatih Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bsngsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel
Universitas Sumatera Utara
33
tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita. 6. Panel Konsumen Panel konsumen terdiri dari 30 orang hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu. 2.10 Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep penelitian ini adalah bagaimana selai lembaran dengan bahan dasar dari jambu biji merah dapat mempengaruhi daya terima yang meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. Kemudian selai lembaran dari jambu biji merah di uji berdasarkan nilai gizinya.
Daya terima selai lembaran dari jambu biji merah (warna, aroma, tekstur, dan rasa) Selai lembaran dari jambu biji merah Nilai gizi selai lembaran dari jambu biji merah
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara