BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Imunisasi 1. Pengertian Imunisasi
adalah
suatu
cara
untuk
meningkatkan
kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terkena pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit (Matondang, 2005). Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal untuk mencapai kekebalan di atas ambang perlindungan (Dinkes Prop Jateng, 2005). 2. Tujuan Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Matondang, 2005). 3. Manfaat Imunisasi a. Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan kemungkinan kecacatan atau kematian. b. Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit, mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman. 6
c. Untuk negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara. (Saroso, 2007). 4. Jenis Imunisasi Ada 5 jenis imunisasi menurut Hasuki irfan (2007), yang diwajibkan oleh pemerintah. Yaitu imunisasi dasar atau PPI (Program Pengembangan Imunisasi) antara lain : a. Imunisasi BCG (bacille calmette-guerin) 1) Tujuan Imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberculosis (TBC) pada anak. 2) Kriteria Penyakit Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Tuberculosis paling ering mengenai paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ-organ lainnya seperti selaput otak, tulang, kelenjar superfisialis, dan lain-lain. Seseorang yang terinfeksi Mycobacterium tuberculosis tidak selalu menjadi sakit tuberculosis aktif. Beberapa minggu (2-12 minggu) setelah
terinfeksi
Mycobacterium
tuberculosis
terjadi
respon
imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji tuberkulin. (Ranuh, 2008). 3) Vaksin Vaksin TBC mengandung kuman BCG (bacillus calmette-guerin) yang
dibuat dari bibit penyakit atau virus hidup yang sudah dilemahkan. 4) Waktu pemberian BCG diberikan pada umur <2 bulan. 5) Dosis pemberian Diberikan 0,1 ml untuk anak di atas 1 tahun, pada bayi baru lahir 0,05 ml. 6) Kontraindikasi a) Reaksi uji tuberkulin >5mm b) Menderita infeksi HIV. c) Menderita gizi buruk. d) Menderita demam tinggi. e) Menderita infeksi kulit yang luas. f) Pernah sakit tuberkulosis g) Kehamilan h) Leukimia 7) Efek samping a) Kemerahan pada daerah injeksi b) Bengkak pada daerah injeksi 8) Tempat dan cara penyuntikan BCG di berikan secara intracutan. b. Hepatitis B 1) Tujuan Imunisasi Hepatitis B bertujuan untuk untuk mendapatkan kekebalan
aktif terhadap penyakit Hepatitis B. 2) Kriteria Penyakit Infeksi virus Hepatitis B (VHB) menyebabkan sedikitnya satu juta kematian/tahun. Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis dengan 4 juta kasus baru/tahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis tetapi 80-95% akan menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan menjadi sirosis dan atau karsinoma hepatoselular (KHS). Di negara endemis, 80% KHS disebabkan oleh VHB. Risiko KHS ini sangat tinggi bila infeksi terjadi di usia dini. Di lain pihak, terapi antivirus belum memuaskan, terlebih pada pengidap yang terinfeksi secara vertikal atau pada usia dini. Di kawasan yang prevalens infeksi VHBnya tinggi, infeksi terjadi pada awal masa kanak-kanak baik secara vertikal maupun horosontal. Oleh karena itu, kebijakan utama tata laksan VHB adalah memotong jalur transmisi sedini mungkin. Vaksinasi universal bayi baru lahir merupakan upaya paling efektif dalam menurunkan prevalens VHB dan KHS.
3) Vaksin Vaksin terbuat dari bagian virus Hepatitis B yang dinamakan HbsAg, yang dapat menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit. 4) Waktu pemberian Imunisasi Hepatitis B-1 diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah bayi lahir, kemudian Hepatitis B-2 di usia 1 bulan (4
minggu) dari imunisasi pertama, dan Hepatitis B-3 diberikan pada usia 3-6 bulan. Pada penelitian di Thailand, anak-anak yang telah mendapatkan imunisasi dasar Hepatitis-B tiga kali sebelum umur 1 tahun, pada umur 5 tahun 90,7% diantaranya masih mempunyai titer antibodi Hepatitis B protektif atau diatas ambang pencegahan (titerantibodi anti-HbsAg >10µg(mcg)/mL). (Wahab, 2002). 5) Efek samping a) Muncul demam ringan. b) Reaksi lokal yang ringan dan sementara. 6) Tempat dan cara penyuntikan Hepatitis B disuntikkan secara Intra Muscular di daerah paha luar. 7) Dosis Hepatitis B diberikan dengan dosis 0,5 ml.
c. Imunisasi DTP (difteria, tetanus, pertusis) 1) Tujuan Imunisasi DTP bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap serangan penyakit difteria, tetanus, pertusis. 2) Kriteria Penyakit a) Difteria Difteria adalah suatu penyakit akut yang bersifat toxin-mediated dan disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Nama
kuman ini berasal dari bahasa yunani cfyo/jferayang berarti leather hide. Anti-toksin ditemukan pertama kali pada akhir abad ke 19 sedang toksoid dibuat sekitar tahun 1920. Corynebacterium diphteriae adalah basil gram positif. Produksi toksin terjadi hanya
bila
kuman
tersebut
mengalami
lisogenisasi
oleh
bakteriofag yang mengandung informasi genetik toksin. Hanya galur toksogenik yang dapat menyebabkan penyakit berat. Ditemukan 3 galur bakteri yaitu gravis, intermedius dan mitis dan semuanya dapat memproduksi toksin, tipe gravis adalah yang paling virulen. Seorang anak dapat terinfeksi difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut memproduksi toksin dan menghambat sintesis protein selular dan menyebabkan destruksi jaringan setempat dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas. Toksin yang terbentuk pada membran tersbut kemudian diabsorbsi ke dalam aliran darah dan dibawa ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini menyebabkan komplikasi berupa miokarditis dan neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria. b) Tetanus Tetanus adalah penyakit akut bersifat fatal, gejala klinisnya disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi bakteri Clostridium tetani. Kuman ini berbentuk batang dan bersifat anaerobik, gram positif
yang
mampu
menghasilkan
spora
dengan
bentuk
drumstick. Kuman ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak dapat hidup dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya spora tetanus sangat tahan panas, dan kebal terhadap beberapa antiseptik. Spora tetanus dapat tetap hidup dalam autiklaf bersuhu 121 ˚C selama 10-15 menit. Kuman tetanus terdapat dalam kotoran dan debu jalan, usus dan tinja kuda, domba, anjing, kucing, tikus dan lainnya. Kuman tetanus masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana anaerob, kemudian menghasilkan toksin (tetanospasmin) dan disebarkan malalui darah dan limfe. Toksin tetanus kemudian akan menempel pada reseptor di sistem syaraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus mempengaruhi pelepasan neurotransmitter, yang berakibat penghambatan impuls inhibisi. Akibatnya terjadi konstraksi serta spastisitas otot yang tak terkontrol, kejang dan gangguan sistem syaraf otonom. c) Pertusis Pertusis atau batuk rejan (batuk seratus hari)adalah penyakit akut yang disebabkan oleh Bordetella pertussis. Ledakan kasus pertusis pertama kali terjadi sekitar abad ke 16. sebelum ditemukan vaksinnya pertusis merupakan penyakit tersering yang menyerang anak dan merupakan penyebab utama kematian (diperkirakan sekitar 300.000 kematian terjadi setiap tahun). Bordetella
pertussis
adalah
bekteri
gram
negatif
dan
membutuhkan medai khusus untuk isolasinya. Kuman ini menghasilkan beberapa antigen antara lain toksin pertusis (PT), filament hemagglutinin (FHA), pertactine aglutinogen fimbriae, adenil siklase, endotoksin, dan trakea sitotoksin. Produk toksin ini berperan dalam terjadinya penyakit pertusis dan kekebaan terhadap satu atau lebih komponen toksin tersebut akan menyebabkan serangan penyakit yang ringan. Terbukti bahwa kekebalan terhadap Bordetella pertussis tidak bersifat permanen. Pertusis juga merupakan penyakit yang bersifat toksin-mediated, toksin yang dihasilkan (melekat pada bulu getar saluran nafas atas)
akan
menyebabkan
melumpuhkan gangguan
bulu
aliran
getar sekret
tersebut saluran
sehingga pernafasan,
berpotensi menyebabkan sumbatan jalan nafas dan peneumonia. 3) Vaksin Vaksin ini terbuat dari toksin bakteri yang telah dilemahkan (toksoid) 4) Waktu pemberian Imunisasi DTP diberikan 3 kali, DTP-1 diberikan pada usia 2 bulan, DTP-2 diberikan pada usia 4 bulan, DTP-3 diberikan pada usia 6 bulan. Ulangan booster di berikan 1 tahun setalah DTP-3. Menunjukkan perlunya mempertahankan imunitas kepada penyakit DTP seumur hidup, karena dengan pemberian tiga kali meningkatkan kemampuan proteksi >87% dibandingkan yang tidak mendapatkan imunisasi DTP secara lengkap. Bilapun terjangkit gejalanya akan
lebih ringan tanpa komplikasi yang berarti. (Wahab, 2002). 5) Dosis pemberian Diberikan dengan dosis 0,5 ml. 6) Kontraindikasi a) Riwayat anafilaksis pada pemberian sebelumnya. b) Ensefalopati sesudah pemberian sebelumnya. 7) Tempat dan cara penyuntikan DTP di berikan secara intra muscular 8) Efek samping a) Timbul bercak merah. b) Demam ringan. c) Pembengkakan di lokasi penyuntikan. d. Polio 1) Tujuan Untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit Polio. 2) Kriteria Penyakit Kata Polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa latin yang berarti medulla spinalis. Penyakit ini disebabkan oleh virus poliomyelitis pada medula spinalis yang secara klasik menimbulkan kelumpuhan. Pada tahun 1789 underwood yang berasal dari Inggris pertama kali menulis tentang kelumpuhan anggota badan bagian bawah (Ekstremitis Inferior) pada anak, yang kemudian dikenal sebagai Poliomielitis. Pada permulaan abad ke 19 dilaporkan terjadi
wabah di Eropa dan beberapa tahun kemudian terjadi di Amerika serikat. Pada saat itu banyak terjadi wabah penyakit pada musim panas dan gugur. Pada tahun 1952 penyakit Polio mencapai puncaknya dan dilaporkan terdapat lebih dari 21.000 kasus polio paralitik. Angka kejadian kasus polio secara drastis menurun setelah pemberian vaksin yang sangat efektif. Di Amerika serikat kasus terakhir virus polio liar ditemukan pada tahun 1979. Di Indonesia imunisasi polio sebagai program memakai oral polio vaccine (OPV) dilaksanakan sejak tahun 1980 dan tahun 1990 telah mencapai UCI (Universal of Child Immunization). 3) Vaksin Oral Polio Vaccine berisi virus hidup yang sudah di lemahkan (attenuated). 4) Waktu pemberian Dosis awal bayi baru lahir, polio-2 diberikan pada usia 2 bulan, polio-3 diberikan pada usia 4 bulan, kemudian polio-4 diberikan pada usia 6 bulan. Vaksin polio oral (sabin) mengandung tiga tipe virus polio hidup yang dilemahkan (virus polio 1,2 dan 3). WHO merekomendasikan pemberian vaksin polio oral trivalen sebagai vaksin pilihan untuk pemberantasan polio. Hasil penelitian di negara-negara maju menunjukkan bahwa angka seronkorvensi sesudah tiga dosis vaksin polio oral (sabin) yang cukup tinggi (>90%) untuk ketiga tipe virus. (Wahab, 2002).
5) Dosis ppemberian diberikan dengan dosis 2 tetes atau 0,1 ml 6) Kontraindikasi a) Demam. b) Muntah. c) Diare. d) Sedang dalam pengobatan kortikosteroid. e) Keganasan. f) HIV e. Imunisasi Campak 1) Tujuan Imunisasi campak bertujuan untuk mencegah penyakit campak. 2) Kriteria Penyakit Penyakit campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus campak yang sangat menular pada anak-anak, ditandai dengan panas, batuk, pilek, konjungtivitis dan ditemukan spesifik enantem (koplik’s spot), didikuti dengan erupsi makulopapular yang menyeluruh. Bertahun-tahun kejadian penyakit campak terjadi pada anak-anak balita meminta banyak korban tetapi masyarakat belum menyadari bahayanya. Bahaya penyulit penyakit campak di kemudian hari adalah kurang gizi sebagai akibat diare berulang dan berkepanjangan pasca campak, syndrom subakut panensifilitis (SSPE) pada anak lebih dari 10 tahun, munculnya gejala penyakit tuberkulosis paru
yang lebih parah pasca mengidap penyakit campak yang berat yang disertai pneumonia. 3) Vaksin Vaksin ini berasal dari virus hidup yang dilemahkan. 4) Waktu pemberian Campak diberikan pada umur 9 bulan. 5) Dosis pemberian Diberikan secara subcutan dengan dosis 0,5 ml. 6) Efek samping a) Kemerahan pada daerah injeksi b) Demam ringan 7) Kontra indikasi a)
Anak yang sakit parah
b)
Anak yang menderita TBC tanpa pengobatan
c)
Anak yang menderita kurang gizi dalam derajat berat. (Ranuh,
2008) 5. Jadwal Imunisasi
L
P1
1 BCG HB1
2
3
4
5
Umur (bulan) 6 7 8 9 10
HB2 DPT1 DPT2 DPT3 P2 P3 P4
11
HB3
CAMPAK
12
15
18
B. Pengetahuan 1. Definisi Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar melalui mata dan telinga. 2. Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan atau kognitif merupakan domain penting bagi pembentukan perilaku seseorang. Pengetahuan yang mencakup domain kognitif mencapai 6 tingkatan, yakni : a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. 0leh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan objek.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. d. Analisis (analysis) Suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. e. Sintesis (synthesis) Sintesis
adalah
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan dalam masyarakat dipengaruhi beberapa faktor antara lain : a. Pengalaman Dapat di peroleh sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah di peroleh dapat memperluas pengetahuan seseorang
b. Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan ataupengetahuan seseorang. Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan
yang
lebih
luas
dibandingkan
dengan
seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. c. Keyakinan biasanya keyakinan di peroleh turun temurun dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini biasa mempengaruhi pengetahuan seseorang, baik pengetahuan itu sifatnya positif maupun negatif. d. Fasilitas Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. e. Sosial budaya Kebudayaan
setempat
dan
kebiasaan
keluarga
mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu. f. Paparan media massa (Sukadinata, 2003) Melalui bermacam-macam media, baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa (TV, radio, majalah, dan lain-lain) akan memperoleh informasi yang banyak, dibanding dengan orang yang tidak terpapar media massa.
4. Sumber Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003), sumber dari pengetahuan didapat melalui penginderaan. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. 5. Cara Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari suatu subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).
C. Sikap Sikap merupakan reaksi suatu respon yang masih tertutup dari sesorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat di tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional tarhadap stimulus sosial. New comb, salah seorang ahli psikologis sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Diagram dibawah ini dapat lebih menjelaskan uraian tersebut.
Stimulus Rangsangan
Proses Stimulus
Reaksi tingkah laku (Terbuka)
Sikap (tertutup)
Gambar 2.1. Proses terbentuknya sikap dan reaksi Sikap itu masih merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan tehadap objek. a. Komponen pokok sikap Dalam bagian lain Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap ini mempunyai 3 komponen pokok, yaitu : 1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar tentang penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat mengimunisasi anaknya untuk mencegah supaya anaknya tidak terkena polio. Ibu ini mempunyai sikap tertentu terhadap objek yang berupa penyakit polio.
b. Berbagai tingkatan sikap Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan. 1) Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya : sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah tentang gizi. 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (Valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya : seorang ibu yang mengajak ibu yang lain (tetangganya, saudaranya dan sebagainya) untuk pergi menimbangkan anaknya ke posyandu, atau mendiskusikan tentang gizi, adalah suatu bukti bahwa si ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak. 4) Bertanggung jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya, seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapat tentangan dari mertua atau
orangtuanya sendiri. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara lagsung dan tidak langsung. Secara kangsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. Misalnya, apabila rumah ibu luas, apakah boleh dipakai untuk kegiatan posyandu? Atau, saya akan menikah apabia saya sudah berumur 25 tahun (sangat setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju) (Notoatmodjo, 2003)
D. Praktik Suatu sikap optimis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata di perlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas (Notoatmodjo, 2003) Praktik
pemberian imunisasi dasar adalah kemauan seseorang untuk
memberikan imunisasi dasar kepada balitanya. Adapun praktik bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bisa merubah perilaku seseorang sehingga orang tersebut memberikan imunisasi dasar kepada balita. Faktor yang memperngaruhi perilaku kesehatan ada 3 yaitu sebagai berikut : a.
Faktor
Predisposing
yaitu
faktor
pencetus
yang
mempermudah
terjadinya perilaku yang mencakup faktor demografi terdiri dari karakteristik,
pengetahuan, sikap, kepercayaan, norma sosial dan unsur lain yang terdapat dalam diri individu atau kelompok. b. Faktor Reinforcing yaitu faktor penguat terdiri dari lingkungan sosial antara lain : teman seprofesi, tokoh masyarakat atau tokoh yang disegani bidangnya, tokoh di organisasinya. c. Faktor Enabling yaitu faktor pemungkin, faktor yang memungkinkan terjadinya perubahan perilaku individu, kelompok yang dikarenakan antara lain tersedianya sarana prasarana, kemampuan sumber daya atau pendapatan (Lawrence Green, 1991 dalam buku ”Health Promotion Planning an Educational and Environmental Approach).
E. Kerangka Teori Faktor Predisposing : Pengetahuan Sikap Kepercayaan Norma sosial Faktor Reinforcing : Lingkungan sosial Tokoh masyarakat Tokoh organisasi
Kelengkapan imunisasi dasar
Faktor Enabling : Sarana prasarana Sumber daya Gambar 2.2. Kerangka Teori Sumber : L. Green dalam Notoatmodjo, 2005
F. Kerangka Konsep
Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar Kelengkapan imunisai dasar Sikap ibu tentang imunisasi dasar
Gambar 2.3. Kerangka konsep
G. Hipotesis Hipotesa dalam penelitian ini yaitu hipotesa alternatif (Ha) yaitu : 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu terhadap kelengkpan imunisasi dasar. 2. Ada hubungan antara sikap ibu terhadap kelengkapan imunisasi dasar.