BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1.PENDIDIKAN NONFORMAL BERBASIS MASYARAKAT
Kesulitan Dan tantangan dalam kehidupan manusia baik yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu, menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggran yang berkaitan dengan pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif di dalamnya.
Bertitik tolak dari permasalahan yang dihadapi, pendidikan luar sekolah berusaha mencari jawaban dengan menelusuri pola-pola pendidikan yang ada, seperti pesantren, dan pendidikan keagamaan lainnya yang keberadaannya sudah jauh sebelum Indonesia merdeka, bertahan hidup sampai sekarang dan dicintai, dihargai dan diminati serta berakar dalam masyarakat. Kelanggengan lembagalembaga tersebut karena tumbuh dan berkembang, dibiayai dan dikelola oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Di sisi lain, masyarakat merasakan adanya
Universitas Sumatera Utara
kebermaknaan dari program-program belajar yang disajikan bagi kehidupannya, karena pendidikan yang diselenggarakan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata masyarakat.
Dalam hubungan ini pendidikan termasuk pendidikan nonformal yang berbasis kepentingan masyarakat lainnya, perlu mencermati hal tersebut, agar keberadaannya dapat diterima dan dikembangkan sejalan dengan tuntutan masyarakat berkaitan dengan kepentingan hidup mereka dalam mengisi upaya pembangunan di masyarakatnya. Ini berarti bahwa pendidikan nonformal perlu menjadikan masyarakat sebagai sumber atau rujukan dalam penyelenggaaraan program pendidikannya.
Hasil kajian Tim reformasi pendidikan dalam konteks Otonomi daerah (Fasli Jalal, Dedi Supriadi. 2001) dapat disimpulkan bahwa apabila pendidikan luar sekolah (pendidikan nonformal) ingin melayani, dicintai, dan dicari masyarakat, maka mereka harus berani meniru apa yang baik dari apa yang tumbuh di masyarakat dan kemudian diperkaya dengan sentuhan-sentuhan yang sistematis dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya.
Strategi itulah yang perlu terus dikembangkan dan dilaksanakan oleh pendidikan luar sekolah dalam membantu menyediakan pendidikan bagi masyarakat yang karena berbagai hal tidak terlayani oleh jalur formal/sekolah. Bagi masyarakat yang tidak mampu, apa yang mereka pikirkan adalah bagaimana hidup hari ini, karena itu mereka belajar untuk kehidupan; mereka tidak mau belajar hanya untuk belajar, untuk itu masyarakat perlu didorong untuk
Universitas Sumatera Utara
mengembangkannya melalui Pendidikan nonformal berbasis masyarakat, yakni pendidikan nonformal dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat (community-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-ubah. Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat adalah model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.
Universitas Sumatera Utara
Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan
masyarakat.
pendidikan
oleh
masyarakat
artinya
masyarakat
ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutuhan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi Peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di dalam Undang-undang no 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Sementara itu dilingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, communitybased education could be defined as an educational process by which individuals (in this case adults) become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an effort to live in and gain more control over local aspects of their communities through democratic participation. Artinya, pendidikan berbasis
Universitas Sumatera Utara
masvarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut: … as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by engaging with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to develop voluntar-ily a range of learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal, social, econornic and political need.” Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan
umum,
untuk
mengembangkan
dengan
sukarela
tempat
pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dengan demikian, pendekatan pendidikan berbasis masyarakat adalah salah satu pendekatan yang menganggap masyarakat sebagai agen sekaligus tujuan, melihat pendidikan sebagai proses dan menganggap masyarakat sebagai fasilitator yang dapat menyebabkan perubahan menjadi lebih balk. Dari sini dapat ditarik pemahaman bahwa pendidikan dianggap berbasis masyarakat jika tanggung jawab perencanaan hingga pelaksanaan berada di tangan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat bekerja atas asumsi bahwa setiap masyarakat secara fitrah telah dibekali potensi untuk mengatasi masalahnya sendiri. Baik masyarakat kota ataupun desa, mereka telah memiliki potensi untuk mengatasi
Universitas Sumatera Utara
masalah mereka sendiri berdasarkan sumber daya vang mereka miliki serta dengan memobilisasi aksi bersama untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut :
1. Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat. 2. Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan. 3. Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumberdari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan-yang berlaku. 4. Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah. 5. Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari
Universitas Sumatera Utara
pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya.
Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat. Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lainlain .
Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur yang digunakan bisa formal dan atau nonformal. Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis. Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan concern terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik,, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan berpartisipasi dan keingin berpartisipasi.
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut. 2. Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri. 3. Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat. 4. Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unhik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup. 5. Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
6. Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan. 7. Accept
diversity
(menerima
perbedaan)
Menghindari
pemisahan
masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan. 8. Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan. 9. Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dalam perkembangannya, community-based education merupakan sebuah gerakan nasional di negara berkemang seperti Indonesia. community-based education diharapkan dapat menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan masyarakat madani (civil society). Dengan sendirinya, manajemen penndidikan
Universitas Sumatera Utara
yang berdasarkan pada community-based education akan menampilkan wajah sebagai lembaga pendidikan dari masyarakat. Untuk melaksanakan paradigma pendidikan
berbasis
masyarakat
pada
jalur
nonformal
setidak-tidaknva
mempersyaratkan lima hal (Sudjana. 1984). pertama, teknologi yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi dan situasi nyata yang ada di masyarakat.
Teknologi yang canggih yang diperkenalkan dan adakalanya dipaksakan sering berubah menjadi pengarbitan masyarakat yang akibatnva tidak digunakan sebab kehadiran teknologi ini bukan karena dibutuhkan, melainkan karena dipaksakan. Hal ini membuat masyarakat menjadi rapuh. Kedua, ada lembaga atau wadah yang statusnya jelas dimiliki atau dipinjam, dikelola, dan dikembangkan oleh masyarakat. Di sini dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam peencanaan, pengadaan, penggunaan, dan pemeliharaan pendidikan luar sekolah. Ketiga, program belajar yang akan dilakukan harus bernilai sosial atau harus bermakna bagi kehidupan peserta didik atau warga belajar dalam berperan di masyarakat. Oleh karena itu, perancangannya harus didasarkan pada potensi lingkungan dan berorientasi pasar, bukan berorientasi akademik semata.
Keempat, program belajar harus menjadi milik masyarakat, bukan milik instansi pemerintah. Hal ini perlu ditekankan karena bercermin pada pengalaman selama ini bahwa lembaga pendidikan yang dimiliki oleh instansi pemerintah terbukti belum mampu membangkitkan partisipasi masyarakat. Yang terjadi hanyalah pemaksaan program, karena semua program pendidikan dirancang oleh instansi yang bersangkutan. Kelima, aparat pendidikan luar sekolah/nonformal tidak menangani sendiri programnya, namun bermitra dengan organisasi-
Universitas Sumatera Utara
organisasi kemasyarakatan. Organisasi-organisasi kemasyarakatan ini yang menjadi pelaksana dan mitra masyarakat dalam memenuhi kebutuhan belajar mereka dan dalam berhubungan dengan sumber-sumber pendukung program.
Pendidikan Berbasis Masyarakat untuk pembangunan masyarakat Dalam upaya mendorong pada terwujudnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat, maka diperlukan upaya untuk menjadikan pendidikan tersebut sebagai bagian dari upaya membangun masyarakat. Dalam hal ini diperlukan pemahaman yang tepat akan
kondisi
dan
kebutuhan
masyarakat.
Pembangunan/pengembangan
masyarakat, khususnya masyarakat desa merupakan suatu fondasi penting yang dapat memperkuat dan mendorong makin meningkatnya pembangunan bangsa, oleh karena itu pelibatan masyarakat dalam mengembangkan pendidikan nonformal dapat menjadi suatu yang memberi makna besar bagi kelancaran pembangunan. pembangunan
Pengembangan masyarakat
masyarakat,
sebagai
pengembangan
istilah-istilah
yang
sosial
dimaksud
atau dalam
pembahasan ini mengandung arti yang bersamaan
. Pengembangan masyarakat, terutama di daerah pedesaan, bila dibandingkan dengan daerah perkotaan jelas menunjukan suatu ketimpangan, sehingga memerlukan upaya yang lebih keras untuk mencoba lebih seimbang diantara keduanya. pengembangan masyarakat, pengembangan sosial atau pembangunan masyarakat tersebut menunjukkan suatu upaya yang disengaja dan diorganisasi untuk memajukan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya yang dilakukan di dalam satu kesatuan Wilayah. Kesatuan wilayah itu bisa terdiri dari daerah pedesaan atau daerah perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pembangunan ini bertujuan untuk terjadinya perubahan kualitas kehidupan manusia dan kualitas wilayahnya atau lingkungannya ke arah yang lebih baik. Agar pembangunan itu berhasil, maka pembangunan haruslah menjadi jawaban yang wajar terhadap kebutuhan perorangan, masyarakat dan Pemerintah baik di tingkat desa, daerah ataupun di tingkat nasional.Dengan demikian maka isi, kegiatan dan tujuan pengembangan masyarakat akan erat kaitannya dengan pembangunan nasional. TR Batten menjelaskan bahwa pengembangan masyarakat ialah proses yang dilakukan oleh masyarakat dengan usaha untuk pertama-tama mendiskusikan dan menentukan kebutuhan atau keinginan mereka, kemudian merencanakan dan melaksanakan secara bersama usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka itu (Batten, 1961).
Dalam proses tersebut maka keterlibatan masyarakat dapat digambarkan sebagai berikut. Tahap pertama, dengan atau tanpa bimbingan fihak lain, masyarakat melakukan identifikasi masalah, kebutuhan, keinginan dan potensipotensi yang mereka miliki. Kemudian mereka mendiskusikan kebutuhankebutuhan mereka, menginventarisasi kebutuhan-kebutuhan itu berdasarkan tingkat keperluan, kepentingan dan mendesak tidaknya usaha pemenuhan kebutuhan. Dalam identifikasi kebutuhan itu didiskusikan pula kebutuhan perorangan, kebutuhan masyarakat dan kebutuhan Pemerintah di daerah itu. Mereka menyusun urutan prioritas kebutuhan itu sesuai dengan sumber dan potensi yang terdapat di daerah mereka.
Tahap kedua, mereka menjajaki kemungkinan-kemungkinan usaha atau kegiatan yang dapat mereka lakukan, untuk memenuhi kebutuhan itu. apakah
Universitas Sumatera Utara
sesuai dengan sumber-sumber yang ada dan dengan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan hambatan yang akan dihadapi dalam kegiatan itu. Selanjutnya mereka menentukan pilihan kegiatan atau usaha yang akan dilakukan bersama.
Tahap ketiga, mereka menentukan rencana kegiatan, yaitu program yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Ini dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa memiliki dikalangan masyarakat. Rasa pemilikan bersama itu menjadi prasarat timbulnya rasa tanggung jawab bersama untuk keberhasilan usaha itu. Tahap keempat ialah melaksanakan kegiatan. Dalam tahap keempat ini motivasi perlu dilakukan. Di samping itu komunikasi antara pelaksana terus dibina. Dalam tahap pelaksanaan ini akan terdapat masalah yang menuntut pemecahan. Pemecahan masalah itu dilakukan setelah dirundingkan bersama oleh masyarakat dan para pelaksana. Tahap kelima, penilaian terhadap proses pelaksanaan kegiatan, terhadap hasil kegiatan dan terhadap pengaruh kegiatan itu.
Untuk kegiatan yang berkelanjutan, hasil evaluasi itu dijadikan salah satu masukan untuk tindak lanjut kegiatan atau untuk bahan penyusunan program kegiatan baru. Semua tahapan kegiatan itu dilakukan oleh masyarakat secara partisipatif. Pengembangan masyarakat yang bertumpu pada kebutuhan dan tujuan pembangunan nasional itu memiliki dua jenis tujuan. Tujuan-tujuan itu dapat digolongkan kepada tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dengan sendirinya mengarah dan bermuara pada tujuan nasional, sedangkan tujuan khusus yaitu perubahan-perubahan yang dapat diukur yang terjadi pada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Perubahan itu menyangkut segi kualitas kehidupan masyarakat itu sendiri setelah melalui program pengembangan masyarakat.
Perubahan itu berhubungan dengan peningkatan taraf hidup warga masyarakat dan keterlibatannya dalam pembangunan. Dengan kata lain tujuan khusus itu menegaskan adanya perubahan yang dicapai setelah dilakukan kegiatan bersama, yaitu berupa perubahan tingkah laku warga masyarakat. Perubahan tingkah laku ini pada dasarnya merupakan hasil edukasi dalam makna yang wajar dan luas, yaitu adanya perubahan pengetahuan, ketrampilan, sikap dan aspirasi warga masyarakat serta adanya penerapan tingkah laku itu untuk peningkatan kehidupan mereka dan untuk peningkatan partisipasi dalam pembangunan masyarakat. Partisipasi dalam pembangunan masyarakat itu bisa terdiri dari partisipasi buah fikiran, harta benda, dan tenaga (Anwas Iskandar, 1975).
Dalam makna yang lebih luas maka tujuan pengembangan masyarakat pada dasarnya adalah pengembangan demokratisasi, dinamisasi dan modernisasi (Suryadi,
1971).
Prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang dikemukakan di sini ialah keterpaduan, berkelanjutan, keserasian, kemampuan sendiri (swadaya dan gotong royong), dan kaderisasi. Prinsip keterpaduan memberi tekanan bahwa kegiatan pengembangan masyarakat didasarkan pada program-program yang disusun oleh masyarakat dengan bimbingan dari lembaga-lembaga yang mempunyai hubungan tugas dalam pembangunan masyarakat. Prinsip berkelanjutan memberi arti bahwa kegiatan pembangunan masyarakat itu tidak dilakukan sekali tuntas tetapi kegiatannya terus menerus menuju ke arah yang lebih sempurna. Prinsip
Universitas Sumatera Utara
keserasian diterapkan pada program-program pembangunan masyarakat yang memperhatikan kepentingan masyarakat dan kepentingan Pemerintah.
Prinsip kemampuan sendiri berarti dalam melaksanakan kegiatan dasar yang menjadi acuan adalah kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sendiri. Prinsip-prinsip di atas memperjelas makna bahwa program-program pendidikan nonformal berbasis masyarakat harus dapat mendorong dan menumbuhkan semangat pengembangan masyarakat, termasuk keterampilan apa yang harus dijadikan substansi pembelajaran dalam pendidikan nonformal. Oleh karena itu, upaya untuk menjadikan pendidikan nonformal sebagai bagian dari kegiatan masyarakat memerlukan upaya-upaya yang serius agar hasil dari pendidikan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dalam upaya peningkatan kualitas hidup mereka
Dalam hal ini perlu disadiri bahwa pengembangan masyarakat itu akan lancar apabila di masyarakat itu telah berkembang motivasi untuk membangun serta telah tumbuh kesadaran dan semangat mengembangkan diri ditambah kemampuan serta ketrampilan tertentu yang dapat menopangnya, dan melalui kegiatan pendidikan, khususnya pendidikan nonformal diharapkan dapat tumbuh suatu semangat yang tinggi untuk membangun masyarakat desanya sendiri sabagai suatu kontribusi bagi pembangunan bangsa pada umumnya.
II.2. KONSEP TENTANG IMPLEMENTASI PROGAM II.2.1. Pengertian Implementasi Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI edisi ketiga 2002) Implementasi sama dengan pelaksanaan atau penerapan. Pengertian implementasi secara sederhana adalah: to implent (mengimplementasikan) berarti to provide the
Universitas Sumatera Utara
means for carrying out; (menyediakan sarana untuk sesuatu); to give practical effect to (menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu), maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai sesuatu proses melaksanakan keputusan kebijakan dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif, atau dekrit persiden. ( Wahab 1990: 50 ) Sedangkan Implementasi dalam pengertian luas, implementasi maksudnya adalah pelaksanaan dan melakukan suatu suatu program kebijaksanaan. Dan dijelaskan bahwa suatu proses interaksi diantara merancang dan menentukan sasaran yang diinginkan Cheema dan Rondinelli dalam Wibawa (1994:19) Makna implementasi adalah:“Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku dan dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatankegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadiankejadian”. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier dalam Wahab (1990:51) Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan dengan tegas mengatakan bahwa
pelaksanaan
kebijakan adalah sesuatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau
rencana
bagus
yang
tersimpan
rapi
dalam
arsip
kalau
tidak
diimplementasikan (Udoji dalam Wahab (1990:45)) Lebih jauh lagi proses implementasi adalah: tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok
Universitas Sumatera Utara
pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan (Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (1990:51) Proses kebijakan negara ini dengan lebih rinci, yaitu: “Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undangundang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan eksekutif yang
penting
atau
keputusan
badan
peradilan.
Lazimnya,
tersebut
mengindentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan/sasaran
yang
ingin
dicapai,
dan
berbagai
cara
untuk
menstrukturkan/mengatur proses implementasinya. Proses ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu, biasanya diawali dengan tahapan pengesahan undang-undang, kemudian output kebijaksanaan dalam bentuk pelaksanaan keputusan oleh intansi pelaksanaan, kesediaan dilaksanakannya keputusankeputusan tersebut oleh kelompok-kelompok sasaran, dampak nyata – baik yang dikehendaki atau yang tidak – dari output tersebut, dampak keputusan dipersepsikan sebagi oleh badan-badan yang mengambil keputusan, dan akhirnya perbaikan-perbaikan
penting
terhadap
undang-undang/peraturan
yang
bersangkutan”. (Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (1990:54))
II.2.2. Program Program merupakan peyelesaian dalam rangkaian kegiatan yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan merupakan unsur pertama yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Program
Universitas Sumatera Utara
akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek antara lain: 1. Adanya tujuan yang ingin dicapai. 2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang akan diambil dalam mencapai tujuan itu. 3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang
dan prosedur yang harus
dilalui. 4. Adanya perkiran anggaran yang dibutuhkan. 5. Adanya strategi dalam pelaksanaan. (Manila, 1996:43,)
II.2.3. Implementasi Program Unsur kedua yang harus dipenuhi dalam proses implementasi program yaitu adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program, sehingga masyarakat merasa ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan, adanya perubahan dan peningkatan dalam kehidupanya. Tanpa memberikan manfaat kepada masyarakat maka program tersebut telah gagal dilaksanakan. Berhasil atau tidaknya suatu program diimplementasikan tergantung dari unsur pelaksanaannya. Unsur pelaksanaan ini merupakan unsur ketiga. Pelaksanaan yang penting artinya, karena pelaksanaan, baik organisasi maupun perorangan bertanggung jawab dalam pengelolaan maupun pengawasan dalam proses implementasi.
Universitas Sumatera Utara
Dalam tahap implementasi, eksekutif melaksanakan rencana yang tercantum dalam anggaran dalam bentuk kegiatan nyata. Setiap program yang dijalankan tentunya membutuhkan anggaran agar program berjalan dengan lancar. Anggaran merupakan kegiatan bagian dari program, dan program merupakan penjabaran dari strategic objectives dan strategic initiatives. Oleh karena itu, eksekutif harus menyadari keterkaitan erat antara implementasi, anggaran, program, strategic objectives dan stratgic intatives dan startegi mewujudkan visi organisasi. Dengan kata lain, dalam implementasi progam, khususnya yang banyak melibatkan banyak organisasi dan instansi pemerintah atau berbagai tingkatan struktur organisasi pemerintah sebenarnya dapat dilihat dari tiga sudut pandang, yakni: 1. Pemrakarsa kebijakan atau pembuat kebijakan (the center atau pusat). 2. Pejabat-pejabat pelaksana di lapangan (the periphery). 3. Aktor-aktor perorangan di luar badan-badan pemerintahan kepada siapa program itu ditujukan, yakni kelompok sasaran (target group) Wahab (1990:49). Dilihat dari sudut pandang pusat, maka fokus analisis implementasi kebijakasanaan itu mencakup usaha-usaha yang dilakukan oleh pejabat-pejabat atasan atau lembaga-lembaga di tingkat pusat untuk mendapat kepatuhan dari lembaga-lembaga atau pejabat-pejabat ditingkat yang lebih rendah atau daerah dalam upaya mereka untuk memberikan pelayanan atau untuk mengubah perilaku kelompok sasaran dari progam bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
II.3. Konsep Pendidikan II.3.1 Pengertian Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan terus menerus oleh manusia dalam menyelarakan kepribadiannya dengan keyakinan dan nilai-nilai yang beredar dan berlaku dalam masyarakat berikut kebudayaannya (Murtiningsih 2006:1) Ciri pendidikan ada pada nilai-nilai kejujuran dan keberanian. Seperti tertuang
dalam
peryataannya:
“Pendidikan
dimaksud
supaya
manusia
mencerminkan lingkungannya dengan tepat lewat pengetahuannya yang diperoleh dengan kecerdasan supaya ia melibatkan diri secara emosional dengan cinta, keramahan, dan keadilan pada sesama. Akhirnya, supaya ia mengembangkan kehendak dan kemampuannya untuk proyek-proyek kemanusian dan tidak mengalami kendala chauvinisme sempit”. (Bertrand Russell dalam (Murtiningsih 2006:1)) Menurut UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,Pendidikan dibagi
Universitas Sumatera Utara
dalam 3 jalur, yaitu: 1. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. 2. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. 3. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
II.3.2. Pendidikan Nonformal 1. Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau
pelengkap
pendidikan
formal dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat. 2. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. 3. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan
keaksaraan,
pendidikan
keterampilan
dan
pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. 4. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan
Universitas Sumatera Utara
majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. 5. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. 6. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
II.4. PENDIDIKAN KESETARAAN II.4.1 Pengertian Pendidikan Kesetaraan Pendidikan kesetaraan merupakan pendidikan nonformal yang mencakup progam Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peserta didik. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil progam pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (UU Sidiknas Pasal 26 Ayat 6). Setiap peserta didik yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B dan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan
Universitas Sumatera Utara
pendidikan yang lebih tinggi. Status kelulusan Paket C mempunyai hak eligibilitas yang sama
dengan lulusan pendidikan formal dalam memasuki lapangan
pekerjaan. II.4.2. Progam Pendidikan Kesetaraan 1. Progam Paket A Progam Paket A adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SD/MI bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan. Pemegang ijazah Progam Paket A memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SD/MI. 2. Progam Paket B Progam Paket B adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SMP/MTs bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan dasar. Pemegang ijazah Progam Paket B memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMP/MTs. 3. Progam Paket C Progam Paket C adalah progam pendidikan dasar pada jalur pendidikan nonformal setara SMA/MA bagi siapapun yang terkendala kependidikan formal atau berminat untuk memilih pendidikan kesetaraan untuk ketuntasan pendidikan menengah. Pemegang ijazah Progam Paket C memiliki hak eligibilitas yang sama dengan pemegang ijazah SMA/MA.
Universitas Sumatera Utara
II.4.3. Tujuan Pendidikan Kesetaraan 1. Memperluas pendidikan dasar Sembilan tahun melalui pendidikan nonformal program Paket A setara SD/MI dan Paket B setara SMP/MTs yang menekankan pada ketrampilan fungsioanal dan kepribadian professional. 2. Memperluas akses pendidikan menengah melalui jalur pendidikan nonformal program Paket C setara SMA/MA yang menekankan pada ketrampilan fungsional dan kepribadian profesional. 3. Meningkatkan mutu daya saing lulusan serta relavansi program dan daya saing pendidikan kesetaraan progam Paket A, Paket B dan Paket C. 4. Menguatkan tata kelola, akutanbilitas dan citra publik terhadap penyelenggara dan penilaian program pendidikan kesetaraan.
II.4.4. Sasaran Pendidikan Kesetaraan 1. Penduduk usia tiga tahun di atas usia SD/MI (13-15 tahun) untuk Paket A dan tiga tahun diatas usia SMP/MTs (16-18 tahun) untuk Paket B. 2. penduduk usia sekolah yang bergabung dalam komunitas elerning, sekolah rumah, dan sekolah alternatif, serta komunitas yang berpotensi khusus seperti pemusik, atlet, pelukis dan lain-lain. 3. penduduk usia sekolah yang terkendala kejalur formal karna berbagai hal berikut: a. Ekonomi seperti penduduk miskin dari kalangan petani, nelayan, penduduk kumuh dan miskin perkotaan, pekerja rumah tangga,
Universitas Sumatera Utara
tenaga kerja wanita, pengerajin, buruh dan pekerja lainnya. b. Kondisi geografis, etnik minoritas, suku terasing dan terisolir. c. Keyakinan
seperti
warga
pondok
pesantren
yang
tidak
menyelenggarakan pendidikan formal. d. Mengalami masalah sosial/hukum seperti anak jalanan, korban NAPZA, dan anak Lapas. e. Penduduk usia 15-44 tahun yang belum tuntas wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. f. Penduduk usia SMA/MA yang berminat mengikuti program Paket C terutama karna masalah ekonomi. g. Penduduk diatas usia 18 tahun yang berminat mengikuti program Paket C karna berbagai alasan.
II.4.5. Kurikulum Pendidikan Kesetaraan Kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan progam Paket A, Paket B dan Paket C dikembangkan berdasarkan pada prinsip berikut; berpusat pada kehidupan beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, menyeluruh dan berkesinambungan, dan prinsip belajar sepanjang hayat. Struktur kurikulum tingkat satuan pendidikan kesetaraan memuat komponen mata pelajaran baik yang diujikan pada ujian nasional (UN) maupun yang tidak diujikan, ketrampilan fungsional, muatan lokal, seni budaya, pendidikan jasmani, olah raga, kesehatan dan pendidikan pengembangan diri. Kedalam muatan kurikulum pada program pendidikan kesetaran dituangkan
Universitas Sumatera Utara
dalam kompetensi yang terdiri dari standar kompetensi (SK) dan kopetensi dasar (KD) pada tingkat atau semester. Standar kopetensi dan kopetensi dasar ditentukan sesuai kebutuhan minimal untuk melanjunkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Sementara, pemenuhan kebutuhan maksimal SK dan KD di isi dengan ketrampilan fungsional. Beban belajar pada pendidikan kesetaraan dinyatakan dalam Satuan Kredit Kompetensi (SKK) yang menujukkan satuan kompetensi yang dicapai oleh peserta didik dalam mengikuti program pemeblajaran melelalui sistim tatap muka, praktek ketrampilan dan kegiatan mandiri yang terstruktur. Kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabus pendidikan kesetaraan ditetapkan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang pendidikan sesuai dengan tingkat kewenangan, berdasar kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dan dikembangkan dilibatkan dengan pemangku kepentingan serta pedoman pada
panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
kesetaraan yang disusun oleh Badan Standarisi Nasional Pendidikan (BSPN). II.4.6. Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki kompentensi pedagogi, personal, professional, sosial serta didukung dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai: 1. Kompetensi pedagogi, personal, professional, dan sosial. Pendidik pada pendidikan kesetaraan harus memiliki kompentensi pedagogi adan adrogogik. Dengan demikian dapat mengelola pembalajaran nonformal menggunakan metode partisipatif, kelas campuran, ketuntasan belajar,
Universitas Sumatera Utara
dan melayani perbedaan individual dalam menerapkan maju keberlanjutan. 2. Kualifikasi Akademik Syarat kulifikasi akademik yang dimiliki pendidik pada pendidikan kesetaraan adalah sebagai berikut: a. Pendidikan minimal D-IV atau S1 yang sederjat untuk Paket A, Paket B dan Paket C. Namun untuk tidak daerah yang tak memiliki sumberdaya manusia (SDM) yang sesuai, pendidikan minimal D-II dan yang sederjat untuk Paket A dan Paket B, dan D-III untuk Paket C b.
Guru SD/MI untuk Paket A, guru SMP/MTs untuk Paket B dan guru SMA/MA untuk Paket C
c. Kyai, Ustad di pondok pesantren dan tokoh masyarakat dengan kompetensi yang sesuai dengan pelajaran yang berkaitan. d.
Nara sumber teknis dengan kompentensi dan kualifikasi dengan mata pelajaran keterampilannya.
Tenaga kependidikan pada pendidikan kesetaran sekurang-kurangnya terdiri atas pengelola kelompok belajar, tenaga administratifdan tenaga perpustakan.
II.4.7. Peserta Didik Peserta didik program Paket A Setara SD/MI adalah warga masyarakat yang: a. Belum menempuh pendidikan di SD/MI dengan prioritas usia usia 13-15, kecuali bagi peserta didik yang menentukan Paket
Universitas Sumatera Utara
A atas pilihan sendiri. b. Putus Sekolah Dasar. c. Tidak menempuh sekolah formal karna pilihan sendiri. d. Tidak dapat bersekolah karna berbagai faktor (waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum, dan keyakinan). Peserta didik program Paket B Setara SMP/MTs adalah warga masyarakat yang: a. Lulus Paket A/SD/MI. b. Belum menempuh pendidikan di SMP/MTs dari kelompok usia 15-44 tahun dengan prioritas usia 16-18 tahun. c. Putus SMP/MTs d. Tidak menempuh sekolah formal karena pilihan sendiri. e. Tiadak dapat bersekolah karna berbagai faktor (waktu, geografi, ekonomi sosial dan hukum, dan keyakinan) Peserta didik program Paket C Setara SMA/MA adalah warga masyarakat yang: a. Lulus Paket B/SMP/MTs. b. Putus SMA/MA, SMK/MAK c. Tidak menempuh sekolah formal karna pilihan sendiri d. Tidak dapat bersekolah karna berbagai faktor ( waktu, geografi, ekonomi, sosial dan hukum dan keyakinan)
Universitas Sumatera Utara
II.4.8. Sarana dan Prasarana Proses belajar mengajar dapat dilaksanakan diberbagai lokasi dan tempat yang sudah ada
baik milik pemerintah, masyarakat maupun pribadi, seperti
gedung sekolah, madrasah, sarana-prasarana yang dimiliki pondok pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar Masyarakat (SKB), mesjid, pusat-pusat majlis taklim, gereja, balai desa, kantor organisasi-organisasi kemasyarakatan, rumah penduduk dan tempat-tempat lainnya yang layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar. 1. Adminitarsi Untuk menunjang kelancaran pengelolaan kelompok belajar diperlukan sarana adminitrasi sebagai berikut: a. Papan nama kelompok belajar. b. Papan struktur organisasi penyelenggara. c. Kelengakapan adminitrasi penyelenggara dan pembelajaran (format terlampir) yang meliputi: a) Buku induk peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan. b) Buku daftar hadir peserta didik, tutor dan tenaga kependidikan. c) Buku keuangan/kas umum d) Buku daftar inventaris. e) Buku agenda pembelajaran. f) Buku laporan bulanan tutor. g) Buku agenda surat masuk dan keluar. h) Buku daftar nilai peserta didik. i) Buku tanda terima ijazah
Universitas Sumatera Utara
II.4.9. Pengelolaan Pengelolaan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat ini dilakukan dengan struktur yang jelas dan dapat kita lihat seperti penjelasan di bawah ini : 1.
Pembinaan dan Pengawasan a. Direktorat pendidikan kesetaraan, Jendral pendidikan luar sekolah melaksanakan
pembinaan
terhadap
penyelenggaran
pendidikan
kesetaran program Paket A, Paket B, dan Paket C. b. Kasubdin provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi PLS membina pelaksanaan penyelenggaraan, kegiatan belajar, evaluasi, dan kegiatan lain yang berkaitan. c. Penilik PLS di kecamatan memantau pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembelajaran secara rutin. 2.
Proses Pelaksanaan a. Tahap Persiapan a) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS di kecamatan mengadakan komunikasi dengan tokoh masyarakat dan kepala desa/ kelurahan. b) Kasubdin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS di Kecamatan dengan para tokoh masyarakat mengadakan sosialisasi program kepada masyarakat luas. c) Kabsudin Kabupaten/Kota yang membidangi PLS dan penilik PLS
di
Kecamatan
dengan
para
tokoh
masyarakat
mengindentifikasi penyelengara program, tempat belajar, calon
Universitas Sumatera Utara
peserta didik dan tutor/pendidik. d) Penyelengara program membuat kesepakatan dengan tenaga pendidik dan peserta didik tentang kegiatan belajar. e) Penyelenggara program menyiapkan tempat kegiatan belajar, modul,
bahan
dan
peralatan
praktek
dan
pendidikan
ketrampilan, dan perlengkapan lain. b. Tahap Pelaksanaan a) Tutor dan peserta didik mulai kegitan belajar sesuai dengan jadwal kegiatan. b) utor dan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar. c) Tutor memberi bimbingan baik secara individu maupun kelompok. d) Tutor melaksanakan kegiatan evaluasi. c. Pasca Pembelajaran a) Penyelenggara dan tutor membantu memfasilitasi peserta didik yang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. b) Penyelenggara dan tutor membantu peserta didik yang telah lulus/tamat belajar untuk menciptakan kegiatan usaha. c) Penyelengara
dan
tutor
membantu
peserta didik
telah
lulus/tamat untuk mendapatkan lapangan kerja. d) Mendata peserta didik yang telah kerja.
Universitas Sumatera Utara
II.4.10. Pembiayaan Pembiayaan penyelenggaran program diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), swadaya masyrakat dan sumber dana lain yang sah dan tak mengikat. Diantra komponen pendanaan yang perlu mendapat perhatian adalah: a. Pengadaan bahan dan peralatan belajar; buku/modul dan alat tulis. b. Pengadaan bahan dan peralatan praktek dan ketrampilan. c. Honorarium pendidik dan tenaga kependidikan. d. Honorarium penyelengara. e. Pelatihan pendidik dan tenaga kependidikan. f.
Evaluasi dan ujian.
g. Beasiswa bagi peserta didik yang cemerlang. h. Monitoring dan evaluasi program.
II.4.11. Dasar Hukum Dasar hukum penyelenggaran pendidikan kesetaraan program Paket A, Paket B, dan Paket C adalah: 1) Undang-Undang Dasar 1945 2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 3) Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 4) Intruksi Persiden :
Universitas Sumatera Utara
•
No. 1 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun
•
No. 5 Tahun 2006 Tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara
5) Keputusan Mendikbud Nomor 0131/U1994 Tentang Program Paket A Dan Paket B 6) Keputusan Mendiknas No 0132/U/2004 Tentang program paket C 7) Surat Edaran Mendiknas No:107/MPN/MS/2006. Tentang Eligibilitas program kesetaraan.
II.4.12.Teori-teori
yang
berkaitan
dengan
Pendekatan
Pendidikan
Kesetaraan Proses pembelajaran pendidikan kesetaraan menggunakan pendekatan induktif, tematik, partisipatif (andragogis), konstruktif dan berbasis lingkungan. a. Indukif; adalah pendekatan yang membangun pengetahuan melalui kejadian atau fenomena empirik dengan menekankan pada belajar dan pengalaman langsung. Pendekatan ini mengembangkan pengetahuan peserta didik dari permasalahannya yang paling dekat dengan dirinya. Membangunm pengetahuan dari serangkaian permasalahan dan fenomena yang dialami oleh peserta didik dan yang diberikan oleh tutor, sehingga peserta didik dapat membuat kesimpulan dari serangkaian penyelesaian masalah yang dibuat. b. Tematik; adalah pendekatan yang mengorganisasikan pengalaman-
Universitas Sumatera Utara
pengalaman dan mendorong terjadinya pengalamn belajar yang meluas tidak hanya tersekat-sekat oleh batasan pokok bahasan, sehingga dapat mengaktifkan peserta didik dan menumbuhkan kerja sama . c. Konstruktif; merupakan suatu pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran berbasis kompetensi, dimana peserta didik membangun pengetahuannya sendiri. Dalam pendekatan ini peserta didik telah mempunyai ide tersendiri tentang suatu konsep yang belum dipelajari. Peran tutor yaitu untuk membetulkan konsep yang ada pada peserta didik atau untuk membentuk konsep baru. d. Partisipatif
andragogis;
adalah
pendekatan
yang
membantu
menumbuhkan kerja sama dalam menemukan dan menggunakan hasilhasil temuannya yang berkaitan dengan lingkungan sosial, situasi pendidikan yang dapat merangsang pertumbuhan dan kesehatan individu, maupun masyarakat.
Kategori Usia Didik Konsep Diri Pengalaman
Kesiapan Belajar
Orientasi Belajar
PEDAGOGI Peserta Anak
ANDRAGOGI Orang Dewasa
Bergantung Pengalaman yang dapat dijadikan sumber belajar lebih terbatas
Lebih Mandiri Pengalaman lebih unik, yang dapat dijadikan sumber belajar lebih kaya. Bergantung pada Diorentasikan pada tugas ketertarikan sesuai rasa peran dan fungsinya ingin tahu, perkembangan dimasyarakat. fisik, dan emosinya Lebih berpusat pada Segera menerapkan subjek, bila tutornya tidak pengetahuan dalam menarik perhatiannya permasalahan yang akan kurang, menunda dihadapinya. Bergeser penerapan pegetahuan dari berpusat pada subjek keberpusat lebih pada
Universitas Sumatera Utara
masalah.
e. Berbasis Lingkungan\Kontekstual; adalah pendekatan yang meningkatkan relevansi dan kebermanfaatan pembelajaran bagi peserta didik sesusai potensi dan kebutuhan lokal. Pendekatan pembelajaran ini harus terkait dengan lingkungan dimana peserta didik hidup dan bekerja. Peserta didik merasa bahwa ilmu pengetahuan yang dipelajarinya terkait langsung dengan kehidupannya sehari-hari.
II.5. PKBM (Pusat Kegitan Belajar Masyarakat) PKBM (Pusat
Kegitan Belajar
Masyarakat)
merupakan
institusi
pendidikan nonformal yang dimiliki dan dikelola oleh masyarakat atau ormas, atau organisasi keagamaan. Pemerintah berperan sebagai faslitator. PKBM didirikan untuk pemberdayaan masyarakat; dalam aspek ekonomi, budaya, sosial. Ia adalah tempat atau pusat belajar masyarakat; oleh, dari dan untuk masyarakat yang netral dan fleksibel. PKBM sebagi lembaga pendidikan nonformal, yang tersebar diberbagai desa dan kota, melayani berbagai program pendidikan nonformal, yang diantaranya adalah pendidikan anak usia dini, keaksaraan fungsional, kursus, dan pendidikan kesetaraan Paket A, B,dan C. PKBM Emphaty Medan merupakan penyelenggara program Paket A, Paket B Dan Paket C yang dilaksanakan oleh Yayasan Empahaty medan yang beralamat Jl. Jamin Ginting No. 807 Padang Bulan Medan Kelurahan Beringin.
Universitas Sumatera Utara
II.6. KERANGKA PEMIKIRAN Sadar akan pentingnya pendidikan para pendiri bangsa merumuskannya dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Ini tercantum dalam UUD 45 Pasal 31 disini tertulis bahawa setiap warga negara berhak dapat pendidikan dan warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Lebih jauh di atur dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 26 mengenai pendidikan nonformal. Pendidikan nonformal diselengarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Menajadi sasaran disini adalah mereka yang tidak merasakan pendidikan formal karna berbagai alasan. Yayasan Emaphaty medan bekerja sama dengan dinas pendidikan dan pemerintah daerah sebagai pengawas dan penyalur dana demi terwujudnya amanat Undang-Undang Dasar. Yayasan Emphaty sebagai penyelengara dan pengelola wajib menerima dan mengorganisasi masyarakat tanpa memungut biaya(gratis) tehadap peserta didik (warga belajar), dan melakukan proses belajar dan menyelengarakan Ujian Nasional UN pendidikan kesetaraan.
Universitas Sumatera Utara
Uraian dalam kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan dalam bagan dibawah ini:
Wajib Belajar 9 Tahun
Pendidikan Non Formal
Masyarakat Luas
PKBM EMPHATY
Program Paket A
Program Paket B
Progam Paket C
Warga Belajar
Universitas Sumatera Utara
II.7. Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional II.7.1. Defenisi Konsep Konsep
merupakan
istilah
atau
defenisi
yang
digunakan
untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1993:33). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan istilah yang digunakan secara mendasar dan penyamaan persepsi tentang apa yang diteliti serta menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian: Ada pun pembatasan konsep dalam penelitian ini adalah: 1. Implementasi adalah suatu kegiatan guna melaksanakan sebuah program baik dilakukan secara individu, kelompok, organisasi, lembaga, maupun pemerintahan. 2. Pendidikan kesetaraan adalah pendidikan nonformal yang mencakup program Paket A Setara SD/MI, Paket B Setara SMP/MTs dan Paket C Setara SMA/MA dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan, ketrampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional peseta didik. 3.
PKBM Emphaty adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yang dikelola oleh Yayasan Emphaty Medan yang beralamat di Jl. Jamin Ginting No. 807 Padang Bulan Medan Kel. Beringin.
Universitas Sumatera Utara
II.7.2. Defenis Oprasional Defenisi oprasional adalah petunjuk bagaimana suatu variabel diukur dengan membaca suatu defenisi oprasional dalam suatu penelitian, seorang peneliti akan tahu pengukuran suatu variabel, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya pengukuran (Singarimbun, 1989:46). Untuk melihat variabel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan program pendidikan kesetaraan PKBM EMPHATY Medan yaitu: 1. Program Paket B 2. Program Paket C
Universitas Sumatera Utara