BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Definisi discharge planning Discharge planning atau perencanaan pulang adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan pelayanan kesehatan yang diikuti dengan kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatan sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya Kozier (2004). Sedangkan menurut Carpenito (2002) discharge planning
merupakan proses perencanaan
sistematis yang dipersiapkan bagi pasien untuk menilai, menyiapkan, dan melakukan koordinasi dengan fasilitas kesehatan yang ada atau yang telah ditentukan serta berkerja sama dengan keluarga atau komunitas sebelum dan sesudah pasien pulang. Discharge planning yang efektif seharusnya mencakup pengkajian berkelanjutan untuk mendapatkan informasi yang komperehensif tentang kebutuhan pasien yang berubah-ubah, pernyataan
diagnosa
keperawatan,
8
perencanaan
untuk
9
memastikan kebutuhan pasien sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan (Kozier, 2004). Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima pada suatu pelayanan kesehatan di rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001). 2. Pemberi layanan discharge planning Proses discharge planning harus dilakukan secara komperhensif dan melibatkan multidisiplin yang mencakup semua pemberi layanan kesehatan yang terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada pasien (Potter & Perry, 2005). Seseorang yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan yang berkelanjutan (continuing care coordinator) bagi pasien adalah staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan untuk proses discharge planning bersamaan dengan fasilitas kesehatan, menyediakan pendidikan kesehatan (health education) dan memotifasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta mengimplementasikan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008).
10
Discharge planning menempatkan perawat pada posisi yang penting dalam proses perawatan pasien dan dalam tim discharge planning rumah sakit karena pengetahuan dan kemampuan
perawat
dalam
proses
keperawatan
sangat
berpengaruh dalam memberikan pelayanan kontiniutas melalui discharge planning tersebut. Seorang discharge planners memiliki memonitor
tugas dan
membuat
rencana,
memberikan
mengkoordinasikan,
tindakan
dalam
proses
keperawatan yang berkelanjutan (Bangsbo, 2014). Perawat juga berperan utama sebagai pengelola kasus yang didasarkan pada tanggung jawab praktek dalam keperawatan, serta perawat bertanggung jawab terhadap hasil yang spesifik selama perawatan pasien di rumah sakit (Perry & potter, 2005). Dalam the royal marsden hospital (2004), discharge planning tidak hanya melibatkan perawat atau tim kesehatan lainnya namun keluarga juga ikut terlibat dalam pelaksanaannya. 3. Penerima layanan discharge planning Semua pasien yang di rawat inap memerlukan discharge planning (Discharge Planning Association, 2008). Namun, ada berberapa kondisi yang menyebabkan pasien beresiko tidak
11
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkelanjuatan setelah pasien pulang, seperti pasien yang menderita penyakit terminal atau pasien dengan kecacatan permanen (Perry & potter, 2005). Pasien dan seluruh anggota keluarga harus mendapatkan informasi tentang semua rencana pemulangan pasien tersebut (Medical Mutual of Ohio, 2008). Discharge planning atau rencana pemulangan tidak hanya melibatkan pasien tapi juga keluarga, teman-teman, serta pemberi layanan kesehatan dengan catatan bahwa pelayanan kesehatan dan sosial bekerja sama (The Royal Marsden Hospital, 2004) 4. Tujuan discharge planning The Royal Marsden Hospital (2004) menyatakan bahwa tujuan dilakukannya discharge planning antara lain untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk ditransfer ke rumah atau ke suatu lingkungan yang dapat disetujui, menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk menentukan kebutuhan mereka dalam proses pemulangan, memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas
12
pelayanan kesehatan yang diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien, mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien, teman-teman, dan keluarga dalam memandirikan aktivitas perawatan diri pasien. Discharge planning bertujuan untuk mengidentifikasi kebutuhan spesifik yang berguna untuk mempertahankan atau mencapai fungsi maksimal setelah pulang (Carpenito, 2002). Serta discharge planning juga bertujuan memberikan pelayanan terbaik untuk menjamin keberlanjutan asuhan berkualitas antara rumah sakit dan komunitas dengan memfasilitasi komunikasi yang efektif (Discharge Planning Association, 2008). 5. Manfaat discharge planning Manfaat Discharge planning untuk menurunkan jumlah kekambuhan, penurunan perawatan kembali di rumah sakit, kunjungan kembali ke ruang kedaruratan yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa, membantu klien untuk memahami kebutuhan setelah perawatan di rumah sakit, dan bahan pendokumentasian keperawatan (Doengoes, Moorhouse & Murr, 2007).
13
Manfaat dari pelaksanaan discharge planning menurut Kozier (2004) dalam Fuady, et al (2016) dalam penelitiannya adalah sebagai berikut: a. Mengurangi pelayanan yang tidak terencana (unplanned admission). b. Mengantisipasi terjadinya kegawatdaruratan setelah kembali kerumah. c. Mengurangi LOS (Length Of Stay) pasien di rumah sakit. d. Meningkatkan kepuasan individu dan pemberi layanan. e. Menghemat biaya selama proses perawatan. f. Menghemat biaya ketika pelaksanaan perawatan di luar rumah sakit atau di masyarakat karena perencanaan yang matang. g. Hasil kesehatan yang dicapai menjadi optimal. 6. Prinsip-prinsip discharge planning Ketika
melakukan
discharge
planning
dari
suatu
lingkungan ke lingkungan yang lain, ada beberapa prinsip yang harus diikuti/diperhatikan. Berikut ini adalah beberapa prinsip yang dikemukakan oleh The Royal Marsden Hospital (2004), yaitu :
14
a. Discharge planning harus merupakan proses multidisiplin, dimana sumber-sumber untuk mempertemukan kebutuhan pasien dengan pelayanan kesehatan ditempatkan pada satu tempat. b. Prosedur discharge planning harus dilakukan secara konsisten dengan kualitas tinggi pada semua pasien. c. Kebutuhan pemberi asuhan (care giver) juga harus dikaji. d. Pasien harus dipulangkan kepada suatu lingkungan yang aman dan adekuat. e. Keberlanjutan perawatan antar lingkungan harus merupakan hal yang utama. f. Informasi
tentang
penyusunan
pemulangan
harus
diinformasikan antara tim kesehatan dengan pasien/ care giver, dan kemampuan terakhir disediakan dalam bentuk tertulis tentang perawatan berkelanjutan. g. Kebutuhan atas kepercayaan dan budaya pasien harus dipertimbangkan ketika menyusun discharge planning.
15
Selain prinsip-prinsip tersebut, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan perawat dalam membuat discharge planning (perencanaan pulang) menurut Departemen Kesehatan R.I (2008) sebagai berikut: a. Dibuat pada saat pasien masuk Pengkajian
pada
saat
pasien
masuk
akan
mempermudah proses pengidentifikasian kebutuhan pasien. Merencanakan pulang pasien sejak awal juga akan menurunkan lama waktu rawat yang pada akhirnya akan menurunkan biaya perawatan. b. Berfokus pada kebutuhan pasien Perencanaan pulang tidak berfokus pada kebutuhan perawat atau tenaga kesehatan atau hanya pada kebutuhan fisik pasien. Lebih luas, perencanaan pulang berfokus pada kebutuhan pasien dan keluarga secara komprehensif. c. Melibatkan berbagai pihak yang terkait Pasien, keluarga, dan care giver dilibatkan dalam membuat perencanaan. Hal ini memungkinkan optimalnya sumber-sumber pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah pasien pulang.
16
d. Dokumentasi pelaksanaan discharge planning Pelaksanaan
discharge
planning
harus
didokumentasikan dan dikomunikasikan kepada pasien dan pendamping minimal 24 jam sebelum pasien dipulangkan atau dipindahkan. 7. Unsur-unsur discharge planning Komponen
yang dapat
mendukung terselengaranya
discharge planning yang efektif adalah keterlibatan pasien dan keluarga, kolaborasi antara tim kesehatan, dan dukungan dari care giver/pendamping pasien. Hal lain yang tidak kalah penting adalah mengidentifikasi kesiapan komunitas/keluarga dalam menerima pasien kembali ke rumah (Ngatini, 2015). Discharge Planning Association
(2008)
mengatakan
bahwa unsur- unsur yang harus ada pada sebuah form perencanaan pemulangan antara lain : a. Pengobatan di rumah, mencakup resep baru, pengobatan yang sangat dibutuhkan, dan pengobatan yang harus dihentikan. b. Daftar nama obat harus mencakup nama, dosis, frekuensi, dan efek samping yang umum terjadi.
17
c. Kebutuhan akan hasil test laboratorium yang dianjurkan, dan pemeriksaan lain, dengan petunjuk bagaimana untuk memperoleh pelayanan dan waktu pelaksanaannya. d. Bagaimana melakukan pilihan gaya hidup dan tentang perubahan aktivitas, latihan, diet makanan yang dianjurkan dan pembatasannya. e. Petunjuk perawatan diri (perawatan luka, perawatan kolostomi, ketentuan insulin, dan lain-lain). f. Kapan
dan
bagaimana
perawatan
atau
pengobatan
selanjutnya yang akan dihadapi setelah dipulangkan, nama pemberi layanan, waktu, tanggal, dan lokasi setiap janjiuntuk control. g. Apa yang harus dilakukan pada keadaan darurat dan nomor telepon yang bisa dihubungi untuk melakukan peninjauan ulang petunjuk pemulangan. h. Bagaimana mengatur perawatan lanjutan (jadwal pelayanan di rumah, perawat yang menjenguk, penolong, pembantu jalan/ walker, kanul, oksigen, dan lain-lain) beserta dengan nama dan nomor telepon setiap institusi yang bertanggung jawab untuk menyediakan pelayanan.
18
8. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan discharge planning Program perencanaan pulang (discharge planning) pada dasarnya merupakan program pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan dipengaruhi oleh berberapa faktor yang berasal dari perawat dan juga pasien. Menurut Notoadmodjo (2012) faktor yang berasal dari perawat yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan sebagai berikut: a. Sikap Sikap yang baik yang dimiliki seorang perawat akan mempengaruhi penyampaian informasi yang diberiakan kepada pasien dan keluarga sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat dimengerti oleh pasien dan keluarga. b. Pengendalian emosi Pengendalian emosi yang dimiliki oleh perawat merupakan faktor
yang
mempengaruhi
pelaksanaan
pendidikan
kesehatan (health education). Pengendalian emosi yang baik akan mengarahkan perawat untuk lebih bersikap sabar,
19
sopan, hati-hati dan telaten. Dengan demikian informasi yang disampaikan akan lebih mudah diterima oleh pasien maupun keluarga. c. Pengetahuan Pengetahuan
merupakan
kunci
keberhasilan
dalam
pendidikan kesehatan. Perawat harus memiliki pengetahuan yang baik untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien maupun keluarga. Pengetahuan yang baik akan mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran pasien dan pasien maupun keluarga akan banyak menerima informasi sesuai dengan kebutuhan. d. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu perawat akan berpengaruh terhadap gaya perawat dalam memberikan informasi sehingga informasi yang diberikan akan lebih terarah sesuai dengan kebutuhan pasien. Perawat juga dapat lebih membaca situasi dan keadaan pasien berdasarkan pengalaman yang mereka miliki.
20
Menurut Potter & Perry (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berasal dari pasien sebagai berikut : a. Motivasi Motivasi adalah faktor batin yang menimbulkan, mendasari dan mengarahkan pasien untuk belajar. Bila motivasi pasien tinggi, maka pasien akan giat untuk mendapatkan informasi tentang kondisinya serta tindakan yang perlu dilakukan untuk
melanjutkan
pengobatan
dan
meningkatkan
kesehatannya. b. Sikap positif Sikap positif pasien terhadap diagnosa penyakit dan perawatan akan mempermudah pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan pendidikan kesehatan. c. Emosi Emosi yang stabil akan mempermudah pasien menerima informasi yang disampaikan, sedangkan perasaan cemas atau perasaan negatif lainnya akan mengurangi kemampuan pasien untuk menerima informasi.
21
d. Usia Tahap perkembangan yang berhubungan dengan usia sangat mempengaruhi
penerimaan
informasi
yang
akan
disampaikan. Semakin dewasa usia kemampuan menerima informasi akan semakin baik dan juga di dukung oleh pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. e. Kemampuan belajar Kemampuan dalam belajar yang baik akan memudahkan pasien untuk menerima dan memproses informasi yang diberikan
ketika
dilakukan
pendidikan
kesehatan.
Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan tingkat pendidikan
yang
dimiliki.
Semakin
tinggi
tingkat
pendidikan seseorang umumnya kemampuan belajarnya juga semakin tinggi. f. Kepatuhan Kepatuhan pasien adalah sejauh mana prilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan dari
pendidikan
kesehatan
yang
telah
disampaikan.
Kepatuhan dari pendidikan kesehatan tersebut adalah salah
22
satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari sebuah discharge planning. g. Dukungan Dukungan dari pihak keluarga, kerabat dan teman sangat mempengaruhi proses percepatan kesembuhan seorang pasien. Keluarga yang akan melanjutkan perawatan pasien dirumah setalah pasien dipulangkan sehingga pendidikan kesehatan untuk keluarga sangat diperlukan. Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk mengetahui kondisi pasien dan memberikan edukasi guna membantu mempercepat proses kesembuhan pasien dan dukungan yang
baik
akan
mempengaruhi
keberhasilan
suatu
pendidikan kesehatan dan juga mempengaruhi keberhasilan dari discharge planning. 9. Proses Pelaksanaan discharge Planning Proses discharge planning mencakup kebutuhan fisik pasien, psikologis, sosial, budaya, dan ekonomi. Perry dan Potter (2006) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge
23
planning. Sedangkan pada fase
transisional, kebutuhan
pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan (Perry dan Potter, 2005) Proses discharge planning memiliki kesamaan dengan proses keperawatan. Kesamaan tersebut bisa dilihat dari adanya pengkajian pada saat pasien mulai di rawat sampai dengan adanya evaluasi serta dokumentasi dari kondisi pasien selama mendapatkan perawatan di rumah sakit. Pelaksanaan discharge planning menurut Potter & Perry (2005) secara lebih lengkap dapat di urut sebagai berikut: a. Sejak waktu penerimaan pasien, lakukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan kesehatan untuk pasien pulang, dengan
menggunakan
riwayat
keperawatan,
rencana
perawatan dan pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif yang dilakukan secara terus menerus.
24
b. Kaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga yang berhubungan dengan terapi di rumah, hal-hal yang harus dihindarkan akibat dari gangguan kesehatan yang dialami, dan komplikasi yang mungkin terjadi. c. Bersama pasien dan keluarga, kaji faktor-faktor lingkungan di rumah yang dapat mengganggu perawatan diri (contoh: ukuran kamar, lebar jalan, langkah, fasilitas kamar mandi). d. Berkolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan yang lain dalam mengkaji perlunya rujukan untuk mendapat perawatan di rumah atau di tempat pelayanan yang lainnya. e. Kaji penerimaan terhadap masalah kesehatan dan larangan yang berhubungan dengan masalah kesehatan tersebut f. Konsultasi dengan anggota tim kesehatan lain tentang berbagai kebutuhan klien setelah pulang. g. Tetapkan diagnosa keperawatan yang tepat, lakukan implementasi rencana keperawatan. Evaluasi kemajuan secara terus menerus. Tentukan tujuan pulang yang relevan, yaitu sebagai berikut: 1) Pasien
akan
implikasinya.
memahami
masalah
kesehatan
dan
25
2) Pasien
akan
mampu
memenuhi
kebutuhan
individualnya. 3) Lingkungan rumah akan menjadi aman 4) Tersedia sumber perawatan kesehatan di rumah h. Persiapan sebelum hari kepulangan pasien 1) Anjurkan cara-cara untuk merubah pengaturan fisik di rumah sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi. 2) Berikan informasi tentang sumber-sumber pelayanan kesehatan di masyarakat kepada pasien dan keluarga. 3) Lakukan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga sesegera mungkin setelah pasien di rawat di rumah sakit (contoh: tanda dan gejala, komplikasi, informasi
tentang
obat-obatan
yang
diberikan,
penggunaan perawatan medis dalam perawatan lanjutan, diet, latihan, hal-hal yang harus dihindari sehubungan dengan penyakit atau oprasi yang dijalani) pasien mungkin dapat diberikan leaflet atau buku saku.
26
i. Pada hari kepulangan pasien 1) Biarkan pasien dan keluarga bertanya atau berdiskusi tentang berbagai isu berkaitan dengan perawatan di rumah sesuai pilihan yang dipilih. 2) Periksa order pulang dari dokter tentang resep, perubahan tindakan pengobatan, atau alat-alat khusus yang diperlukan pesan harus ditulis sedini mungkin). 3) Tentukan apakah pasien atau keluarga telah mengatur transportasi untuk pulang ke rumah. 4) Tawarkan bantuan ketika pasien berpakaian dan mempersiapkan seluruh barang-barang pribadinya untuk dibawa pulang. Berikan privasi jika diperlukan. 5) Periksa seluruh kamar mandi dan lemari bila ada barang pasien yang masih tertinggal. Carilah salinan daftar barang-barang berharga milik pasien yang telah ditandatangani dan minta satpam atau administrator yang tepat untuk mengembalikan barang-barang berharga tersebut kepada pasien. Hitung semua barang-barang berharga yang ada.
27
6) Berikan pasien resep atau obat-obatan sesuai dengan pesan dokter. Periksa kembali instruksi sebelumnya. 7) Hubungi kantor keuangan lembaga untuk menentukan apakah pasien masih perlu membayar sisa tagian biaya. Atur pasien atau keluarga untuk pergi ke ruang tersebut. 8) Gunakan alat pengangkut barang untuk membawa barang-barang pasien. berikan kursi roda untuk pasien yang
tidak
bisa
berjalan
sendiri.
Pasien
yang
meninggalkan rumah sakit dengan mobil ambulans akan dipindahkan dengan kereta dorong ambulans. 9) Bantu pasien pindah ke kursi roda atau kereta dorong dengan mengunakan mekanika tubuh dan teknik pemindahan yang benar. Iringi pasien masuk ke dalam lembaga dimana sumber transaportasi merupakan hal yang diperhatikan. 10) Kunci kursi roda. Bantu pasien pindah ke mobil atau alat transportasi lain. Bantu keluarga memindahkan barangbarang pribadi pasien ke dalam kendaraan tersebut.
28
11) Kembali
ke
unit
dan
beritahukan
departemen
penerimaan dan departemen lain yang berwenang mengenai waktu kepulangan pasien. 12) Catat kepulangan pasien pada format ringkasan pulang. Pada beberapa institusi pasien akan menerima salinan dari format tersebut. 13) Dokumentasikan status masalah kesehatan saat pasien pulang.
29
Perawat PP dibantu PA
Perawat PP dibantu PA Keadaan pasien: - Klinis & pemeriksaan penunjang lain - Tingkat ketergantungan pasien
Perencanaan pulang (discharge planning)
Penyelesaian administrasi
-
Program health education: Control & obat/perawatan Nutrisi Aktifitas dan istirahat Perawatan diri
Monitor (sebagai program service safety) Oleh: keluarga dan petugas
Gambar 2.1 Alur pelaksanaan Discharge planning (Nursalam dkk, 2008)
Lainlain
30
Keterangan : PP : Perawat Primer
PA : Perawat Asosiet
Tugas perawat primer -
Membuat perencanaan pulang (discharge planning)
-
Membuat leaflet.
-
Memberikan konseling.
-
Memberikan pendidikan kesehatan.
10. Keberhasilan discharge planning Sebuah discharge planning dikatakan baik apabila pasien yang telah dipersiapkan untuk pulang mendapat penjelasanpenjelasan yang diperlukan, serta instruksi-instruksi yang harus dilakukan dan pasien diantarkan pulang sampai mobil atau alat transportasi lainnya (The Royal Marsden Hospital, 2004). Kesuksesan tindakan discharge planning
menjamin pasien
mampu melakukan tindakan perawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah sakit (Yam, et al., 2012). Keberhasilan tindakan discharge planning dapat dilihat dari kemampuan pasien melakukan tindakan keperawatan lanjutan yang aman dan realistis setelah meninggalkan rumah
31
sakit dan dapat dilihat dari kesiapan untuk menghadapi pemulangan (Perry & Potter, 2005) Discharge planning yang berhasil adalah suatu proses yang terpusat terkoordinasi dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang memberi kepastian bahwa pasien mempunyai suatu rencana untuk memperoleh perawatan yang berkelanjutan setelah meninggalkan
rumah
sakit (Discharge
planning
Association, 2008). Discharge planning membantu proses transisi pasien dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain. Proses tersebut dapat dilihat keberhasilannya dengan beberapa indikator (Potter & Perry, 2005). Indikator hasil yang diperoleh harus ditujukan untuk keberhasilan discharge planning pasien yaitu: a. Pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi kekambuhan, tingkat fungsi obat-obatan dan tindakan pengobatan untuk pemulangan, dan respon yang diambil pada kondisi kegawatdaruratan. b. Pendidikan khusus diberikan kepada pasien dan keluarga untuk memastikan perawatan yang tepat setelah pasien pulang.
32
c. Sistem pendukung di masyarakat dikoordinasikan agar memungkinkan pasien untuk kembali ke rumahnya dan membantu pasien dan keluarga membuat koping terhadap perubagan dalam status kesehatan pasien. d. Melakukan
relokasi
pasien
dan
koordinasi
sistem
pendukung atau memindahkan pasien ke tempat pelayanan kesehatan lain. 11. Readmission (rawat ulang) Readmission adalah suatu kejadian seorang pasien dirawat kembali yang sebelumnya telah mendapat layanan rawat inap di rumah sakit. Readmission merupakan suatu penanda kualitas perawatan pasien di rumah sakit yang diidentifikasi oleh rencana kesehatan yang telah dibuat sebagai kunci dari komponen sebuah pelayanan yang diberikan (Otha et a, 2016). Menurut Lucas et al (2013), readmission dapat dicegah dengan cara pemberian perawatan rawat inap di rumah sakit dengan baik dan membuat suatu perencanaan pulang atau discharge planning untuk pasien harus baik pula. Readmission dapat merugikan pihak rumah sakit maupun pasien rawat inap
33
dikarenakan dapat mencapai cost yang lebih tinggi (Lucas et al, 2013). Readmission sangat berkaitan dengan kualitas pelayanan suatu rumah sakit, misalnya pelayanan pasca oprasi yang menimbulkan pasien kembali dirawat dirumah sakit karena mengalami penyakit bawaan dari oprerasi tersebut, selain itu readmission juga bisa pada penyakit degeneratif dan penyakitpenyakit kronis lainya (Fischer, 2014) B. Penelitian Terdahulu 1. Nazvia Natasia, Sri Andarini, Mulyatim Koeswo., (2015), Hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian discharge planning di RSUD Gambiran Kota Kediri. Metode penelitian ini merupakan penelitian observasional jenis kuantitatif korelasional dengan pendekatan
cross
sectional
study.
Instrumen
penelitian
menggunakan kuesioner dengan skala likert dan observasi menggunakan checklist. Analisa data menggunakan analisis univariat,
bivariat,
dan
multivariat.
Hasil
penelitian
menunjukkan ada hubungan antara faktor motivasi dan supervisi dengan kinerja perawat dalam pendokumentasian
34
discharge planning. Faktor supervisi lebih berpengaruh terhadap pendokumentasian discharge planning dibandingkan dengan faktor motivasi. 2. Muhammad Rofi’i, Rr. Tutik Sri Hariyanti, Hening Pujasari., (2013),
perjanjian
dan
konsensus
dalam
pelaksanaan
perencanaan pulang pada perawat rumah sakit. Metode penelitian ini deskriptif korelasi dengan menggunakan cross sectional.
Sampel
penelitian
ini
adalah
perawat
dan
dokumentasi asuhan keperawatan dengan jumlah masing-masih 147 dengan purposive sampling dan proporsionate sampling. Analisis penelitian ini dengan menggunakan chi square (signifikasi 5%) dan dengan uji regresi logistik ganda. Hasil penelitian ini menunjukan aa hubungan antara faktor personil perencanaan pulang (p=0.01; α = 0.05), keterlibatan dan partisipasi (p=0.025 ; α=0.05), komunikasi (p=0.008; α=0.05), perjanjian dan konsesnsus (p=0.07; α=0.05) dengan pelaksanaan pulang. Faktor yang berpengaruh adalah perjanjian dan konsesnsus (OR = 2,361). 3. Mary T Fox, Malini Persaud, Ilo Maimets, Dina Brooks, Kelly O’brien, Deborah Tregunno., (2013), Effectiveness of early
35
discharge planning in acutely ill or injured hospitalized older adults: a systematic review and meta-analysis. Metode penelitian
ini
menggunakan
sistematic
review
dengan
pendekatan cross sectional. Analisa data menggunakan metaanalisis. Hasil penelitiannya early discharge planning with acutely admitted older adults improves system level outcomes after index hospital discharge. Service providers can use these findings to design and implement early discharge planning for older adults admitted to hospital with an acute illness or injury. 4. Lagen Poglitsch, Michel Emery, & Agisy Darragh., (2011), A qualitative study of determinant of successful discharge for older adult inpatient. Metode penelitian ini menggunakan studi kualitatif ; FGI (focus group interview) dan observasi. Sampel penelitian ini adalah petugas pemberi pelayanan discharge planning. Hasil penelitian ini adalah Faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pulang adalah faktor keterlibatan dan partisipasi, komunikasi, waktu, perjanjian dan konsensus serta personil discharge planning. 5. Eliza LY Wong, Carrie HK Yam, Annie WL Cheung, Michal CM Leung, Frank WK Chan, Fiona YY Wong, Eng-Kiong Yeoh., (2011), Barriers to effective discharge planning: a
36
qualitative study inverstigating the perspectives of frontline healthcare professionals. Metode penelitian yang digunakan adalah FGD (focus group discussions). Sampel pada penelitian ini adalah semua total pemberi pelayanan profesional kesehatan (9 physicians, 13 nurses, 6 occupational therapists, 5 physiotherapists, 8 medical social workers). Analisis penelitian ini menggunakan coded using Nvivo 7.0 A mixed method of thematic analysis and grounded theory. Hasil penelitian ini adalah a systematic approach to develop the structure and key processes of the discharge planning system is critical in ensuring the quality of care and maximizing organization effectiveness. In this study, important views on barriers experienced in hospital discharge were provided. C. Landasan Teori dan Kerangka Teori Discharge planning adalah suatu proses dimulainya pasien mendapatkan
pelayanan
kesehatan
yang
diikuti
dengan
kesinambungan perawatan baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat kesehatannya sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungannya (Kozier, 2004). Discharge planning yang belum optimal menimbulkan dampak bagi pasien. Dampak tersebut adalah meningkatnya angka rawat
37
ulang dan pada akhirnya pasien akan menanggung pembiayaan untuk biaya rawat inap di rumah sakit (Perry & Potter, 2005). Perry dan Potter (2005) membagi proses discharge planning atas tiga fase, yaitu akut, transisional, dan pelayanan berkelanjutan. Pada fase akut, perhatian utama medis berfokus pada usaha discharge planning. Sedangkan pada fase transisional, kebutuhan pelayanan akut selalu terlihat, tetapi tingkat urgensinya semakin berkurang dan pasien mulai dipersiapkan untuk pulang dan merencanakan kebutuhan perawatan masa depan. Pada fase pelayanan berkelanjutan, pasien mampu untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas perawatan berkelanjutan yang dibutuhkan setelah pemulangan (Perry dan Potter, 2005) Menurut Kozier (2004) dalam
Fuady,
et al (2016)
Keberhasilah suatu discharge planning ditandai dengan angka pasien rawat ulang (readmission) menurun, menurunkan jumlah kekambuhan, pasien dan keluarga memahami diagnosa, antisipasi kekambuhan, fungsi obat-obatan dan lainnya, mengurangi LOS, mendapat kesehatan yang lebih optimal, meningkatkan kepuasan dan menghemat biaya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit Muhammadiyah Gamping yogyakarta.
-
SDM : Perawat Pasien/ keluarga
Pelaksanaan discharge planning
- Input Faktor-faktor yang mempengaruhi
Regulasi
- Proses
Fase akut Fase transisional Fase berkelanjutan
- Output
Fasilitas/peralatan
Gambar 2.2 Kerangka Teori (Perry & Potter, 2005 dan Kozier, 2004)
38
Pencapaian pelaksanaan discharge planning : - Unplanned Admission/ readmission - Menurunkan jumlah kekambuhan - Mengantisipasi kegawatan - Mengurangi LOS - Meningkatkan kepuasan - Menghemat biaya - Hasil kesehatan optimal
39
D. Kerangka Konsep Penelitian
INPUT - SDM (perawat yang membuat discharge planning) - Petunjuk Teknis (SOP) - Form discharge planning
PROSES - Kapan? - Siapa? - Bagaimana proses pelaksanaan? pada saat pasien pertama kali masuk ruang rawat inap persiapan sebelum hari kepulangan pasien pada hari kepulangan pasien
-
OUTPUT Faktor readmisi Pemahaman pasien/ keluarga Kelengkapan form Hambatan Pelaksanaan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
E. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta? 2. Apa saja hambatan dalam pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta? 3. Bagaimana rekomendasi dalam pelaksanaan discharge planning di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta?