BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai UMKM telah banyak dilakukan oleh para ahli, diantaranya adalah sebagai berikut: Khusnul Fatmawati (2015) melakukan penelitian tentang Evaluasi Program OVOP Dalam Rangka Pemberdayaan UMKM di Kampung Wisata Batik Kauman. Hanif Diana Zunairoh (2014) melakukan penelitian tentang Analisis Pengembangan Usaha Mkro, Kecil, dan Menengah di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013. Dian Andhiny Paramasari (2009) melakukan penelitian tentang Strategi Dinas Koperasi Dan UKM Kota Surakarta Dalam Pengembangan Sektor Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah. Berikut adalah matriks penelitian terdahulu. Tabel 2.1 Matriks Penelitian Terdahulu No
Judul dan Nama
.
Pengarang
1.
Aspek
Khusnul Fatmawati
1. Penyadaran
(2015) melakukan
Isi
Relevan
Program OVOP
Membahas
a. Tujuan
yang
masalah yang
penelitian tentang
b. Input
dilaksanakan di
sama seperti,
“Evaluasi Program
c. Proses
Kampung Wisata
permasalahan
OVOP dalam rangka
d. produk
Batik Kauman,
keterbatasan
10
11
Pemberdayaan UMKM di Kampung
2. Peningkatan
dalam tahap
finansial dan
Kapasitas
penyadaran
lokasi
Wisata Batik
a. Tujuan
maupun
program
Kauman”
b. Input
peningkatan
OVOP.
c. proses
kapasitas,
d. Produk
keduanya samasama mempunyai keterbatasan atau belum sesuai yang diharapkan, dimana masih ada kendala utama yaitu keterbatasan SDM, finansial dan lokasi.
2.
Dian Paramasari
Andhiny 1. Perkuatan (2009) 2. Pemberdaya
melakukan penelitian
an tentang 3. Perlindunga
“Strategi
Dinas
n
Strategi
yang Mengangkat
dilaksanakan Oleh
masalah yang
Dinas relevan
Koperasi
dan dengan
UMKM
Kota penelitian,
Koperasi Dan UKM
Surakarta
yang
Kota
merupakan
membahas
Surakarta
Dalam
strategi
Pengembangan
sudah diterapkan pemerintah
Sektor Usaha Mikro,
oleh kementerian dalam
Kecil
pusat.
Akan pengembanga
tetapi,
tidak n usaha batik,
semua
strategi supaya usaha
Menengah”
Dan
yang tentang upaya
12
yang
ada
di tersebut dapat
implementasikan di
berkembang
tinggkat lebih
maju
pemerintah kota. lagi. Karena
harus
disesuaikan dengan kondisi di daerah
serta
besarnya anggaran
yang
tersedia. 3.
Hafid
Diana 1. Aspek
Kondisi UMKM
Mengangkat
Zunairoh
(2014)
di Sukoharjo
masalah yang
mengalami
sama tentang
melakukan
Strategi 2. Aspek
penelitian tentang “
Manajemen
peningkatan,
Pengembanga
Analisis
Pemasaran
pengembangan
n
yang dilakukan
dan
dengan cara
meningkatka
memperluas
n
Pengembangan
3. Aspek
Usaha Mkro, Kecil, dan
Menengah
di
Kabupaten Sukoharjo 2013”
Penjualan
UMKM cara
kualitas
jaringan distribus, produk. Tahun
mempermudah penyediaan bahan baku, melakukan upaya pengembangan dan kreatifitas produk, upaya pengembangan
13
SDM. Pengembangan usaha di prioritaskan pada peningkatan kualitas dan kreativitas produk. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, belum ada yang melakukan penelitian tentang peranan Dinas Koperasi dan UMKM dalam pengembangan usaha batik melalui program OVOP di Kota Surakarta. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait peranan Dinas Koperasi dan UMKM dalam pengembangan usaha batik melalui program OVOP di Kota Surakarta. B. Peranan Dalam kehidupan bermasyarakat, peranan menentukan bagaimana seseorang harus bertingkah laku dalam masyarakat. Peranan tersebut dirumuskan dan diakui oleh masyarakat melalui norma sosial yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Berikut adalah beberapa pengertian mengenai peranan. Miftah Thoha (1997:80) menyatakan bahwa dalam bahasa organisasi peranan diperoleh dari uraian jabatan, uraian jabatan itu merupakan dokumen tertulis yang memuat persyaratan-persyaratan dan tanggung jawab atas suatu pekerjaan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa hak dan kewajiban dalam
14
suatu organisasi diwujudkan dalam bentuk uraian jabatan atau uraian tugas. Oleh karena itu, dalam menjalankan peranannya seseorang atau lembaga, uraian tugas/uraian jabatan merupakan pedomannya. Menurut Kun Maryati dan Juju Suryawati (2001:70) peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Peranan adalah perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Menurut Soerjono Soekanto (1990:268) Peranan merupakan (role) aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan, karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya. Pada dasarnya manusia tidak bisa terlpas dari bantuan orang lain dan tidak juga setiap keinginannya dapat terpenuhi secara mandiri. Tetap membutuhkan orang lain demi memenuhi keinginannya itu sendiri. Hal ini juga terdapat dalam ruang lingkup cakupan peranan, meliputi tiga hal, yaitu (Soerjono Soekanto, 1990:269): 1. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing sesorang dalam
15
kehidupan kemasyarakatan. 2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat. Menurut Narwoko dan Suyatno (2004:160) fungsi peranan adalah sebagai berikut: 1. Memberi arah pada proses sosialisasi. 2. Pewarisan
tradisi,
kepercayaan,
nilai-nilai,
norma-norma
dan
pengetahuan. 3. Dapat mempersatukan kelompok atau masyarakat. 4. Menghidupkan
sistem
pengendali
dan
kontrol,
sehingga
dapat
melestarikan kehidupan bermasyarakat. Peranan merupakan serangkaian perilaku yang diharapkan oleh seseorang. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, tidak bisa memenuhi semua keinginanya secara mandiri, membutuhkan orang lain untuk merealisasikan keinginan tersbut. Pengharapan semacam itu merupakan suatu norma yang mengakibatkan terjadinya suatu peranan. Peranan sosial yang ada dalam masyarakat dapat diklasifikasikan menurut bermacam-macam cara sesuai dengan banyaknya sudut pandang. Berbagai macam peranan dapat disebutkan sebagai berikut (Narwoko dan Suyanto, 2004:160):
16
1. Peranan yang diharapkan (expected roles) Peranan yang diharapkan merupakan cara ideal dalam pelaksanaan peranan menurut penelitian masyarakat. Masyarakat menghendaki peranan yang diharapkan dilaksanakan secermat-cermatnya dan peranan ini tidak dapat ditawar dan harus dilaksanakan seperti yang ditentukan. Peranan jenis ini antara lain peranan hakim, peranan protokoler diplomatik, dan sebagainya. 2. Peranan yang disesuaikan (actual roles) Peranan yang disesuaikan yaitu cara bagaimana sebenarnya peranan itu di jalankan. Peranan ini pelaksanaannya lebih luwes, dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisi tertentu. Peranan yang disesuaikan mungkin tidak cocok dengan situasi setempat, tetapi kekurangan yang muncul dapat dianggap wajar oleh masyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat peranan organisasi saat ini cukup penting dalam segala aspek kehidupan baik dalam keluarga, pemerintah, organisasi sosial, kemasyarakatan dan lain-lain. Organisasi mutlak diperlukan, karena salah satu fungsi organisasi adalah mempermudah penyaluran aspirasi warga. Berdasarkan beberapa pendapat diatas tentang peranan, dapat disimpulkan bahwa peranan yaitu suatu keterlibatan sekelompok orang dalam melakukan usaha, tindakan dan tanggungjawab untuk mencapai tujuan tertentu didalam suatu peristiwa melalui kedudukannya. Peranan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta berarti menunjukan keterlibatan para pegawai Dinas Koperasi dan
17
UMKM Kota Surakarta dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kampung Wisata Batik Kauman Kota Surakarta, yaitu memberikan pelayanan kepada pengusaha kecil dan menengah. Pelayanan teresbut bisa berupa pelayanan informasi, sosialisasi, dan fasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. C. Pengembangan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menyatakan bahwa pengembangan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui pemberian fasilitas bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:854) pengembangan berasal dari kata dasar kembang yang berarti menjadi bertambah sempurna. Kemudian mendapat imbuhan pe- dan –an sehingga menjadi pengembangan yang artinya proses, cara atau perbuatan mengembangkan. Sehingga pengembangan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memajukan suatu objek atau suatu hal agar menjadi lebih baik dan mempunyai hasil guna bagi kepentingan bersama. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengembangan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk meningkatkan atau memajukan produk yang sudah ada agar menjadi lebih baik dan dapat dipertanggungjawabkan untuk kepentingan bersama.
18
D. UMKM Menurut Pasal 1 angka 1, 2, dan 3, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dijelaskan bahwa UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Pengertian UMKM di artikan sebagai berikut: a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Selanjutnya dalam International Journal of Businnes and Management Vol. 8 Tahun 2013, ditulis oleh Sulianto, Agus Suroso, dan Dian Purnomo Jati yang
19
berjudul Potential and Problems of Small Medium Enterprise (SME’s) CoconutSugar: Case Study in Banyumas Regency, Central Java Indonesia, Menyatakan bahwa UMKM adalah: “Small businesses, usually defined as those with only a few or no employees, have been the backbone of ethnic business (Fong et al., 2012). There is no widely accepted statistical demarcation of a small firm. The number of employees might define a small firm (Verhees and Meulenberg, 2004). SMEs in Indonesia defines in three categories, an small enterprises as business that having annual sales fewer than Rp. 50 million, and having asset fewer than Rp. 300 million per year, medium enterprises as business that having volume annual sales between Rp. 50 until Rp.500 billion per year, and having asset between Rp. 300 million until 2,5 billion, medium entreprises as business that having volume of output or sales fewer than Rp. 50 billion, and having asset fewer than Rp. 10 billion per year, all categories are not including land and building (UU No. 20 Tahun 2008).” “Usaha kecil biasanya didefinisikan sebagai mereka yang hanya mempunyai sedikit karyawan atau bahkan tidak sama sekali, yang telah menjadi tulang punggung dalam bisnis (Fong et al., 2012). Tidak ada pembatasan statistik yang diterima dari sebuah perusahaan kecil. Jumlah karyawan yang mendefinisikan hanya sebuah perusahaan kecil (Verhees dan Meulenberg, 2004). UKM di Indonesia yang hanya mendefinisikan kedalam tiga katagori, sebuah usaha kecil yang memiliki penjualan tahunan kurang dari Rp. 50 Juta, dan memiliki aset kurang dari Rp. 300 Juta per tahun, perusahaan menengah sebagai bisnis yang memiliki penjualan tahunan volume antara Rp. 50 Juta samapi Rp. 500 miliar per tahun, dan memiliki aset antara Rp. 300 juta sampai 2,5 miliar, sedangkan usaha yang dikatakan sebagai bisnis yang memiliki ukuran penjualan kurang dari Rp. 50 miliar dan memiliki aset lebih sedikit dari Rp. 10 miliar per tahun, semua kategori tidak termasuk tanah dan bangunan (UU No. 20 Tahun 2008). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Pasal 6 menyebutkan bahwa terdapat berbagai macam kriteria
20
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut. Kriteria untuk Usaha Mikro: a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Sedangkan kriteria untuk Usaha Kecil adalah sebagai berikut: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rpp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 2.500.000.000,- (dua miliar lima ratus juta rupiah). Dan yang terakhir adalah kriteria untuk Usaha Menengah terdiri atas: a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah). Sesuai dengan jurnal internasional, yang terdapat di Business and Management Vol. 5 Tahun 2010, yang ditulis oleh Daniel Agyapon.: “Micro,
21
Small, and Medium Enterprises: Activities, Income Level and Poverty Reduction in Ghana – A Synthesis of Related Literature”, menyatakan bahwa: “Micro, Small, and Medium enterprises play key role in the economic wellbeing of developing countries. They have been identified to play key roles in a society including contributing to jobs through innovations and creativity as well as aiding human resources development. The immediate and the long run effect is that they affect levels of income and ultimately contributing to poverty alleviation” “Usaha mikro, kecil, dan menengah memainkan peran kunci dalam kesejahteraan ekonomi negara-negara berkembang. Mereka punya diidentifikasi memainkan peran kunci dalam masyarakat termasuk berkontribusi terhadap pekerjaan melalui inovasi dan kreativitas sebagai serta membantu pengembangan sumber daya manusia. Efek langsung dan jangka panjang adalah bahwa mereka mempengaruhi tingkat pendapatan dan akhirnya membantu mengurangi kemiskinan” Dalam penelitian ini, usaha batik di Kampung Wisata Batik Kauman dapat digolongkan sebagai usaha kecil, karena usaha batik merupakan usaha perseorangan yang dimiliki oleh individu dan dikelola secara mandiri. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Serta memiliki hasil penjualan lebih dari Rp. 300.000.000,- sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,-. Selain itu usaha batik juga memperkerjakan kurang dari 50 orang dari masyarakat sekitar usaha batik, diharapkan dengan adanya usaaha batik di Kampung Wisata Batik Kauman dapat membantu mempengaruhi tingkat pendapatan dan juga mengurangi kemiskinan.
22
E. Batik Sejarah pembatikan di Indonesia berkaitan dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan kerajaan sesudahnya. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Solo (Surakarta) dan Yogyakarta. Kesenian batik merupakan kesenian lukis yang digoreskan di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluarga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalanya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal di luar kraton dan dikerjakan di tempatnya masing-masing. Menurut Prasetyo (2010:1) batik adalah salah satu cara pembuatan bahan pakaian. Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah pewarnaan sebagaian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai waxresist dyeing. Pengertian kedua adalah kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki ke khasan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007:84) batik adalah corak atau gambar pada kain yang pembuatannya secara khusus dengan menerakan malam kemudian pengolahannya diproses dengan secara teratur. Corak kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menerakan malam pada kain itu kemudian pengolahannya dapat diproses dengan cara tertentu.
23
Dari definisi tentang batik diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa batik adalah corak atau gambar pada kain yang pembuatannya dengan menerakan malam atau lilin dengan memperhatikan nilai keindahan dan memiliki makna dari setiap motif atau coraknya. Kota Surakarta merupakan salah satu tempat wisata belanja kain batik terkenal di Indoensia. Disini banyak sekali terdapat sentra kain batik, yang tersohor antara lain di kawasan Kampung Batik Laweyan dan kawasan Kampung Wisata Batik Kauman. Batik adalah salah satu produk Kota Surakarta dan telah menjadi produk andalan ekspor. Batik solo terkenal dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga jawa yang sudah terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan “Sidomukti” dan “Sidoluruh”. Berikut adalah sentra penjualan batik di Kota Surakarta: a. Kampung Batik Laweyan Laweyan adalah salah satu sentral batik di Kota Surakarta. Kampung ini Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kampung ini dan menjadi ikon Batik Solo. Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, penegembangan batik banyak dilakukan pada masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerajaan Surakarta dan Yogyakarta
24
b. Kampung Batik Kauman Selain laweyan, kauman juga merupakan sentra industri batik di Kota Surakarta. Ratusan lembar kain batik berusia di atas 35 tahun dipamerkan di sejumlah sudut rumah kayu khas Jawa, yang juga sudah uzur. Berbagai peralatan membatik yang usianya tak kala tua juga ada dirumah itu. Untuk menggambarkan kejayaan industri batik tempo dulu dipajang pula ratusan cap yang menandai produsen batik masa itu. Gambaran itulah yang dapat ditemui saat mengunjungi Museum Batik Kauman. Museum ini terletak di sebuah sudut Kampung Kauman yang menjadi salah satu sentra batik di Kota Surakarta. Keberadaannya terasa tepat di tengah perkampungan yang sejak dulu hidup dari industri batik khas Solo. c. Pasar Klewer Pasar klewer merupakan salah satun ikon Kota Surakarta. Pasar ini setiap harinya sangat ramai dikunjungi oleh para pembeli yang datang dari berbagai kota. Pasar klewer juga termasuk tempat yang bersejarah dan memiliki seni yang tinggi. Disini dapat kita temui berbagai macam produksi konveksi yang ada di wilayah Kota Surakarta dan sekitarnya, termasuk juga produksi batik dari Kauman dan Laweyan. Pasar klewer memang tidak bisa dipisahkan dari kerajinan batik solo.
25
F. Program One Village One Product (OVOP) One Village One Product atau yang sering dikenal dengan OVOP adalah suatu program berbasis pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan satu produk kelas global yang unik khas daerah dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Gerakan OVOP pertama kali dilahirkan di Oita, Jepang, diprakasai oleh Dr. Morohiko Hiramatsu. Dr. Morohiko adalah gubernur Oita saat itu dan menjabat dari 1979 hingga 2003 atau 6 kali periode, selama masa kepemimpinannya digunakan untuk mengentaskan kemiskinan warganya dengan menerapkan konsepsi pembangunan wilayah yang disebut dengan OVOP. Inisiatif OVOP dimaksudkan untuk membantu pengembangan kemampuan masyarakat desa pada produk tertentu dan meningkatkan ekonomi pedesaan melalui peningkatan pedapatan masyarakat pada level bawah. Kekhasan pendekatan ini adalah pencapaian pembangunan ekonomi regional melalui nilai tambah produk dengan menggunakan sumber daya lokal yang tersedia melalui pengolahan, kontrol mutu, dan pemasaran. (sumber: http://ppid-kemenkop.com/) OVOP merupakan upaya strategis untuk mengidentifikasi produk lokal dan perluasan pasar. Untuk mengembangkan potensi asli daerah supaya mampu bersaing di tingkat global, OVOP disesuaikan dengan kondisi lingkungan di daerah tersebut, dimana akan dipilih produk unggulan yang unik dan khas produk di daerah tersebut untuk di kembangkan dan untuk menjadi produk unggulan berkelas global.
26
Pendekatan OVOP mulai dipelajari sejak tahun 2006 dan diadopsi oleh bebagai negara, khususnya di Asia. Penerapan OVOP di beberapa negara antara lain: One Factory One Product (Shanghai, China), One Barangay One Product (Phillipines), One Tamboen One Product (Thailand), One Village One Product Movement (Kamboja), Satu Kampung Satu Produk (Malaysia), One Village One Product (Indonesia). Penerapan OVOP di Indonesia dilaksanakan sejak tahun 2008, dengan tujuan untuk mengembangkan potensi industri kecil dan menengah di berbagai sektor, serta memajukan usaha masyarakat dan memasarkan produk-produk lokal yang mampu bersaing serta meraih reputasi internasional. Pelaksanaan program OVOP diutamakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat melalui peningkatan nilai tambah dari kegiatan usahanya. Pada akhirnya, kegiatan ini memberikan kesejahteraan bagi para pelaku usaha (Blue Print OVOP 2010:2). Salah satu kebijakan Presiden Republik Indonesia untuk memacu aktifitas pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah melalui program OVOP yaitu Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Kebijakan tersebut untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Instruksi Presiden tersebut merupakan kelajutan dari Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2006, tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi. Selain ditujukan kepada Menteri koordinator Bidang Perekonomian, Instruksi Presiden tersebut ditujukan kepada 18 menteri. Diantaranya, Menteri
27
Perindustrian, Menteri Pertanian, Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Pekerjaan Umum, Sekertaris Kabinet, 3 (tiga) Kepala Badan, Gubernur, Bupati dan Walikota. Program OVOP telah dicanangkan sebagai program nasional, yang harus dilaksanakan di seluruh negeri ini (Blue Print OVOP, 2010:2). Sedangkan kebijakan yang mendukung program OVOP di tingkat Daerah/Provinsi adalah Instruksi Gubernur Jawa Tengah No. 518/23546 Tanggal 30 Desember 2011 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Pedesaan Melalui Pendekatan OVOP Berbasis Koperasi di Provinsi Jawa Tengah. Instruksi tersebut ditujukan kepada Bupati/Walikota, Kepala Satuan Kepala Perangkat Daerah serta Ketua Kamar Dagang dan Industri daerah Jawa Tengah, Ketua Dewan Koperasi Indonesia wilayah Jawa Tengah dan pemangku kepentingan guna pengembangan komoditas unggulan daerah pedesaan melalui pendekatan sistem OVOP dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi kerakyatan berbasis agrobisnis, pertanian, UMKM, dan industri padat karya. Instrusksi Gubernur Jawa Tengah ini menjadi dasar pelaksanaan program OVOP di seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah termasuk Kota Surakarta. Sementara itu sasaran yang hendak dicapai dalam implementasi Program OVOP (Blue Print OVOP, 2010:3) adalah sebagai berikut. a. Kerjasama dengan berbagai pihak yang saling menguntungkan. b. Membangun sustainability (kesinambungan) berbagai aktivitas di pedesaan/daerah,
yang
antara
lain
dapat
dilaksanakan
melalui
manajemen rantai suplai (supply-chain management), penempatan
28
kelembagaan koperasi dan peningkatan infrastruktur. c. Menghasilkan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan para petani serta masyarakat disekitarnya. d. Meningkatkan posisi tawar (bargaining position) terhadap pasar untuk para pelaku usaha/petani. Sasaran utama program OVOP adalah memberikan kesejahteraan masyarakat Indonesia khususnya bagi mereka yang berada di pedesaan/daerah. Pengentasan kemiskinan dan mengatasi pengangguran sudah menjadikan tekad pemerintah untuk menstabilkan perekonomian nasional serta memberikan peluang bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah berperan lebih aktif dalam era globalisasi. Program OVOP di Indonesia tidak jauh berbeda dengan program OVOP yang dilakukan oleh Jepang, Thailand, Taiwan, Filipina, dan Malaysia. Program OVOP merupakan program nasional yang terintegrasi memiliki prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya. Prinsip program OVOP yaitu (Blue Print OVOP, 2010:20): a. Lokal tapi global (Local Yet Global) Pengembangan program OVOP ditujukan agar masyarakat pelaku usaha dapat menggunakan sumber daya lokal untuk dikembangkan menjadi produk bernilai tambah. Produk unggulan yang dapat menjadi sumber kebanggaan masyarakat setempat dan juga memberikan perluasan pasar bagi para pelaku usaha, sehingga mampu meraih reputasi bisnis internasional namun tetap disukai di pasar lokal.
29
b. Kemandirian dan Kreativitas (Self Reliance Creativity) Unsur kemandirian dan krativitas sangat penting di dalam menjalankan usaha (bisnis). Melalui program OVOP dapat diciptakan kemandirian dan kreativitas yang sesuai dengan bidang masing-masing. Kehadiran penghela program, harus bisa datang sendiri dari warga setempat. Masyarakat di masing-masing desa diberi kewenangan memilih komuditas/produk yang akan mereka kembangkan. Masyarakat setempat diarahkan agar mampu menentukan pilihan dan menyadari bahwa produknya akan merevitalisasi daerahnya. c. Pengembangan Sumber Daya Manusia (Human Resources Development) Melalui program OVOP dapat dilakukan pengembangan sumber daya manusia (SDM) sebagai komponen penting dalam mengkampanyekan program OVOP. Seluruh kegiatan yang dilakukan masyarakat pelaku usaha harus menghasilkan nuansa khas dan unik di daerahnya, mereka harus terpacu mendorong sumber daya manusia disekitarnya agar mampu berinovasi, berkreasi serta mampu melakukan terobosan baru di sektor pertanian, industri, pariwisata, jasa, dan pemasaran produknya, sehingga meningkatkan kualitas, produktivitas, dan daya saing. Dalam International Journal Education and Research Vol 1, yang ditulis oleh Joseph Ndua Ngungi dan Prof. Henry Bwisa: “Factors Iinfluencing Growth of Group Owne Small and Medium Enterprises: a case of one village one product enterprises” (2013). Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
30
UMKM dalam kaitannya dengan UMKM OVOP. Faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Technology Results on technology use by the OVOP groups confirmed that they were using obsolete and inefficient technology thus adversely affecting the development of group owned OVOP SMEs. They were not were also not computer complaint confirming the objective of the study. 2. Quality of products Results strongly confirmed that groups with KEBS certification tended to elcit good comments from customers. This indicated that groups with KEBS certification were ranked highly because of the quality of their products and this had a high effect on the growth of the groups. Majority of the groups are engaged ini value addition of their products. Thus, the objective had been achieved. 3. Access to Finances OVOP group accessed finances from various sources most of them accessing finances from government and majority of the groups got their financial support from commercial bank finances which were adequate. Their group activities were however low due to lack of funds thus strongly confirming achivment of the objective. 4. Availability of Markets Group owned OVOP SMEs growth was influenced by the availability of market. Markets are available for good quality products which gad a positive effect on marketing of their products. Penelitian diatas menjelaskan hasil teknologi yang digunakan oleh kelompok OVOP telah usang dan tidak efisien, sehingga dapat mempengaruhi pengembangan UMKM OVOP. Selanjutnya mengenai kualitas produk yang memiliki sertifikat akan lebih disukai pelanggan dan berindikasi kelompok usaha yang memiliki sertifikat dapat berkembang terus dan mempengaruhi pertumbuhan kelompok, karena mempunyai kualitas produk yang disukai pelanggan, di Indonesia terdapat sertifikat yang dikeluarkan seperti: SNI, BPOM dan MUI. Akses modal dapat diperoleh dari berbagai sumber, kebanyakan kelompok mendapatkan modal dari
31
pemerintah atau bank, asalkan memadai demi tercapainya tujuan kelompok. Ketersediaan pasar juga mempengaruhi pertumbuhan kelompok UMKM OVOP. Kualitas produk yang bagus akan memberikan efek positif dalam pasar. Berikut ini adalah tahapan perluasan pengembangan OVOP di Indonesia: Tabel 2.2 Tahapan perluasan pengembangan OVOP di Indonesia Tahun Pertama (Koordinasi) Tahun 2010 No Keterangan 1 Identifikasi potensi yang diusulkan daerah untuk dikembangkan dengan pendekatan OVOP. 2 Rapat koordinasi dan evaluasi penetapan lokasi pengembangan OVOP yang memenuhi kriteria. 3 Penyusunan rencana tindak pengembangan OVOP di masing-masing daerah potensi yang ditetapkan. 4 Identifikasi peran koperasi dan UKM penghela di daerah potensi yang ditetapkan. 5 Sosialisasi konsep pengembangan OVOP di lokasi terpilih. 6 Tindak lanjut rencana aksi yang sudah ditetapkan yang mungkin dilakukan pada tahun pertama. 7 Penyusunan rencana tindak pengembangan OVOP di masing-masing daerah potensi yang ditetapkan. Tahun Kedua (Kerjasama) Tahun 2011 1 Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri pengolahan/prosesing (Value Chain). 2 Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha/business mathing serta promosi produk lokal, nasional dan internasional. 3 Peningkatan supply chain produk unggulan OVOP. 4 Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan, dan studi banding. Tahun Ketiga (Kelanjutan) Tahun 2012 1 Peningkatan nilai tambah produk unggulan melalui industri pengolahan/prosesing (Value chain). 2 Peningkatan akses pasar produk yang dihasilkan melalui temu usaha/business mathing serta promosi produk lokal dan internasional. 3 Peningkatan supply chain produk unggulan OVOP.
32
4
Peningkatan kapasitas SDM melalui pendampingan, penyuluhan, pelatihan, dan studi banding. Tahun Keempat (Peningkatan berkelanjutan) Tahun 2013 1 Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai dengan potensi ekonomi daerah. 2 Peningkatan nilai tambah produk melalui industri pengolahan/prosesing dan packaging. 3 Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan potensin alam) di tingkat provinsi. 4 Peningkatan promosi produk unggulan OVOP secara nasional dan internasional (fair and events, festival) Tahun Kelima (lanjutan) Tahun 2014 1 Peningkatan dan perluasan pendampingan komunitas masyarakat lokal sesuai dengan potensi ekonomi daerah. 2 Peningkatan nilai tambah produk me lalui industri pengolahan/prosesing dan packaging. 3 Peningkatan promosi ekonomi masyarakat secara menyeluruh (budaya, produk dan potensin alam) di tingkat provinsi. 4 Peningkatan promosi produk unggulan OVOP secara nasional dan internasional (fair and events, festival) Sumber: Deputi Mentreri Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK yang diolah Sistem OVOP tersebut terdiri dari beberapa tahap diantaranya input, proses, dan output. Input meliputi penyerapan SDM competence, penyediaan bahan baku (local resource base), permodalan (KSP/USP), banking. Proses, merupakan pelaksanaan pengembangan produk unggulan daerah itu sendiri yang ditunjang dengan kelembagaan dan jaringan usaha, teknologi penggunaan, packing product (kemasan), brand product. Output, merupakan pemasaran (marketing) dari produk unggulan daerah tersebut yang mencakup pemasaran lokal, regional dan internasional/ekspor. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dari gambar berikut ini:
33
Gambar 2.1 Sistem Program One Village One Product (OVOP) INPUT
1. Penyerapan SDM Competence 2. Penyediaan bahan baku lokal(local resources base) 3. Permodalan (KSP/USP, Banking)
PROSES
Produk unggulan daerah
OUTPUT
MARKETING 1. Lokal 2. Regional 3. Internasional/ek spor
1. Kelembagaan dan jaringan usaha 2. Teknologi pengolahan 3. Packing product (kemasan) 4. Brand product Sumber: Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Tengah Selanjutnya perlu ditentukan kriteria produk yang sesuai dengan program OVOP, agar program OVOP dapat berjalan dengan baik. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut (Blue Print OVOP, 2010:20): 1. Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan secara turun-temurun. 2. Merupakan komuditas/produk khas dan unik dari desa/daerah setempat. 3. Berbasis pada sumber daya alam (SDA) setempat/lokal. 4. Memiliki tempilan dan kualitas produk yang baik. 5. Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun internasional. 6. Memiliki nilai tambah produk yang tinggi.
34
7. Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat. Dengan ditetapkannya kriteria, sasaran, dan tujuan harapannya bisa memudahkan pemerintah dalam melakukan pengembangan UMKM melalui program OVOP. Pada akhirnya apabila program OVOP tersebut sukses di kembangkan, akan memberi efek positif pada daerahnya. Seperti, meningkatnya perekonomian, bertambahnya kesejahteraan masyarakat setempat, dll. G. Peranan Dinas Koperasi dan UMKM dalam Pengembangan Usaha Batik melalui Program One Village One Product (OVOP) Peranan dalam pengembangan usaha batik dapat diartikan sebagai wewenang. Pelaksana tugas yakni dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta, dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Uraian tugas Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta, yaitu memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada pengusaha kecil dan menengah. Pelayanan teresbut bisa berupa pelayanan informasi, pemberian fasilitas UMKM, dan penyelenggaraan sosialisasi. Peranan Dinas Koperasi dan UMKM adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan kebijakan pemberdayaan UMKM Program ini dimaksudkan sebagai upaya untuk penciptaan iklim usaha bagi UMKM. Dalam kenyataannya persoalan iklim usaha bagi UMKM seringkali sangat terkait atau tergantung dengan sektor lainnya. Oleh sebab itu perlu dukungan penciptaan iklim yang kondusif melalui dukungan
35
kebijakan-kebijakan yang responsif terhadap persoalan dan kepentingan UMKM, sehingga UMKM dapat tumbuh dan berkembang baik dari sisi lembaga dan usahanya. 2. Kelembagaan Program ini dimaksudkan untuk menumbuhkan koperasi yang anggotanya UMKM, dengan menerapkan skala ekonomi dan nilai-nilai serta prinsipprinsip perkoperasian. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan melalui program ini antara lain penguatan organisasi UMKM melalui kelompok usaha bersama (KUBE), paguyuban pedagang, kluster produk UMKM. Bilamana kelempok tersebut sudah siap untuk berkoperasi, maka Dinas Koperasi dan UMKM siap untuk membantu untuk memperoleh badan hukum koperasi. 3. Peningkatan produktifitas UMKM Program ini dimaksudkan untuk mendorong kegiatan produktif UMKM sehingga
tumbuh
dan
berkembangnya
wirausaha-wirausaha
yang
berkeunggulan kompetitif dan memiliki produk yang berdaya saing melalui pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan mutu, dan lainlain. Diprogramkan diklat-diklat praktis, dalam rangka penciptaan wirausaha baru. 4. Pemberdayaan dan penataan usaha mikro Program
ini
dimaksudkan
untuk
memfasilitasi
dan
memperkuat
keberadaan serta peran usaha mikro dan sektor informal terutama
36
pedagang kaki lima (PKL). Melalui kerjasama dengan Dinas Pengelolaan Pasar dan khususnya bidang PKL. 5. Penguatan jaringan pasar produk UMKM a. Kegiatan lokal Dengan dibukanya pasar baru di Kota Surakarta, yaitu Gladak Langen Boga dan Night Market Ngarsopuro, serta memanfaatkan sarana City Walk ajang pameran dagang sehingga kegiatan tersebut akan memperluas penjualan (pasar) produk-produk UMKM. b. Kegiatan pemasaran regional dan internasional Program ini dimaksudkan untuk memfasilitasi UMKM dalam memperluas pangsa pasar, memperkenalkan produk unggulan daerah dengan cara mengikutsertakan UMKM dalam pameran dagang baik bertaraf regional maupun internasional. 6. Perkuatan modal sebagai stimulan usaha Program ini dimaksudkan untuk memberikan stimulan usaha guna memperluas usaha melalui kredit bergulir bagi UMKM yang belum bankable. 7. Peningkatan SDM pengelola usaha UMKM Salah satu kelemahan pengelola UMKM adalah rendahnya sumber daya manusia, oleh karena itu program peningkatan SDM pengelola UMKM agar propesional dalam pengelolaan usaha dan sekaligus mewujudkan wirausaha baru termasuk dalam prioritas kegiatan Dinas Koperasi dan
37
UMKM yang diwujudkan dalam bentuk: a. Pelatihan kewirausahaan b. Pelatihan manajemen koperasi dan umkm c. Pelatihan handycraft d. Pelatihan akutansi e. Pelatihan dalam bidang teknologi informasi Disamping diklat-diklat yang diselenggarakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM, di Kota Surakarta juga terdapat Solo Techno Park, sebagai tempat untuk meningkatkan SDM Koperasi dan UMKM juga sekaligus sebagai tempat trade center produk-produk koperasi dan UMKM di Kota Surakarta. H. Kerangka Berfikir Kerangka dasar pemikiran digunakan sebagai dasar atau landasan dalam mengembangkan berbagai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian, serta hubungan dengan perumusan masalah yang telah dirumuskan. Dalam kerangka pemikiran ini dapat diketahui mengenai peranan Dinas Koperasi dan UMKM dalam pengembangan usaha batik melalui program One Village One Product (OVOP) di Kota Surakarta. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan salah satu jenis usaha yang banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Terbukti bahwa sekarang usaha mikro kecil menengah yang ada di Indonesia masih kesulitan dalam berkembang, dan berjalan lamban, hal ini sudah sering terdengar di publik.
38
Hambatan yang sering terjadi adalah kemampuan pemasaran produk yang masih lemah, permodalan atau finansial yang masih terbatas, ketrampilan manajerial serta sumber daya manusia yang terbatas. Di Kota Surakarta yang temasuk salah satu produk unggulan saat ini yang mau dikembangkan dan mempunnyai nilai jual sekaligus pelesatarian budaya adalah industri batik. Batik merupakan salah satu warisan nenek moyang jaman dahulu, selain itu batik juga merupakan salah satu komoditi yang potensial untuk dikembangkan di Kota Surakarta. Komoditi usaha batik bisa menjadi sumber pendapatan utama dan menyerap tenaga kerja dari sebagian penduduk yang tinggal disekitar kawasan usaha batik, khususnya adalah Kampung Wisata Batik Kauman. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta merupakan instansi yang berwenang di bidang pengembangan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kota Surakarta, dimana pihak Dinas Koperasi dan UMKM kota Surakarta mempunyai peranan untuk mengembangkan industri batik kauman melalui program pengembangannya, yaitu program One Village One Product (OVOP). Program OVOP merupakan program pemerintah yakni melalui pendekatan pengembangan di daerah untuk menghasilkan produk unggulan. Di setiap wilayah hanya menghasilkan satu produk unggulan dan terfokus untuk pengembangan produk tersebut. Pemerintah Kota Surakarta, yaitu Dinas Koperasi dan UMKM Kota Surakarta melaksanakan program OVOP di Kampung Wisata Batik Kauman. Berikut adalah peranan yang dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM
39
Surakarta dalam pengembangan usaha batik melalui program OVOP sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta: 1. Pengembangan kebijakan pemberdayaan UMKM. 2. Kelembagaan. 3. Peningkatan produktifitas UMKM. 4. Pemberdayaan dan penataan UMKM. 5. Penguatan jaringan pasar produk UMKM. 6. Perkuatan modal sebagai stimulan usaha. 7. Peningkatan SDM pengelola usaha UMKM. Berdasarkan hal pertimbangan tersebut diatas, maka hal ini akan berdampak baik pada pelaku industri batik di Kampung Wisata Batik Kauman karena secara otomatis mereka akan mendapat dukungan dari pemerintah untuk mengembangkan industri mereka. Dengan adanya dukungan dari pemerintah tersebut diharapkan para pelaku usaha dapat berkembang. Dengan berkembangnya Kampung Wisata Batik Kauman secara tidak langsung maka kesejahteraan masyarakat disekitar akan meningkat, penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran, serta pemerataan pendapatan masyarakat. Untuk memperjelas kerangka pemikiran diatas akan dijelaskan dalam gambar dibawah ini.
40
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Pemikiran Perkembangan UMKM yang berjalan lamban dan belum bisa berkembang secara maksimal
Produk unggulan daerah Kota Surakarta saat ini yang mau dikembangkan yaitu usaha batik
Peranan Dinas Koperasi dan UMKM dalam pengembangan usaha batik melalui program OVOP di Kota Surakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 6 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta, sebagai berikut: 1. Pengembangan kebijakan pemberdayaan UMKM. 2. Kelembagaan. 3. Peningkatan produktifitas UMKM. 4. Pemberdayaan dan penataan UMKM. 5. Penguatan jaringan pasar produk UMKM. 6. Perkuatan modal sebagai stimulan usaha. 7. Peningkatan SDM pengelola usaha UMKM.
1. Penyerapan tenaga kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Pemerataan pendapatan masyarakat.