BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Definisi PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) menurut GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease) adalah penyakit paru kronik ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun berbahaya.3 Data yang ada mengenai prevalensi dan morbiditas PPOK diperkirakan dibawah dari angka yang sebenarnya dikarenakan PPOK tidak selalu dikenal dan didiagnosis sebelum tanda klinik muncul. Tahun 1991 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat empat belas juta orang menderita PPOK, meningkat 41,5% dibandingkan tahun 1982. Kejadian meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok (90% penderita PPOK adalah perokok atau bekas perokok).3 WHO memperkirakan pada tahun 2020, PPOK menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian terbanyak, dengan tiga juta angka kematian dan beban PPOK pada masyarakat akan menduduki tingkat ke-3 meningkat dari sebelumnya rangking ke-6 (tahun 1990). Saat ini PPOK merupakan penyakit non-infeksi kedua terbanyak.3 Di Indonesia tidak ada yang akurat tentang kekerapan PPOK. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) dari waktu ke waktu tampak bahwa
sekitar
sepertiga morbiditas dan mortalitas di Indonesia adalah penyakit paru, termasuk didalamnya PPOK. Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan
Universitas Sumatera Utara
Republik Indonesia (SKRT) 1992, PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab tersering kematian di Indonesia. Pada SKRT 1995 menduduki peringkat kelima. Diperkirakan di Indonesia terdapat 4,8 juta penderita PPOK dengan prevalensi 5,6%. 2 Hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi utama pada PPOK yang diakibatkan oleh obstruksi saluran nafas kecil dan emfisema. Terjadinya peningkatan penebalan pada saluran nafas kecil dengan peningkatan formasi folikel limfoid dan penimbunan kolagen dalam dinding luar saluran nafas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan nafas. Lumen saluran nafas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai beratnya sakit. Karateristik PPOK adalah peradangan kronis mulai dari saluran nafas, parenkim paru sampai struktur vaskuler pulmonal. Diberbagai bagian paru dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8) dan neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti leukotrien B4, IL8, TNF dll yang mampu merusak struktur paru dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada dua proses lain yang juga penting yaitu ketidakseimbangan proteinase dan anti proteinase di paru dan stres oksidatif.3,13,14 Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala ringan hingga berat. Gejala utamanya adalah sesak nafas, batuk, wheezing dan peningkatan produksi sputum.15, Gejala bisa tidak tampak sampai kira-kira 10 tahun
Universitas Sumatera Utara
sejak awal merokok. Dimulai dengan sesak nafas ringan dan batuk sesekali. Sejalan dengan progresifitas penyakit gejala semakin lama semakin berat.15 Foto toraks tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis PPOK tetapi dapat digunakan untuk menyingkirkan penyakit lain yang juga dapat menimbulkan gejala obstruksi saluran nafas ( bronkiektasis, kanker paru dan lain-lain).16 Spirometri dapat dengan akurat digunakan untuk mendiagnosa PPOK dan menilai derajat keparahan penyakit. Spirometri sekarang menjadi baku emas untuk mendiagnosa PPOK. Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu kurang dari 80% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai unutk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.1,15,17 Panduan mengenai derajat/klassifikasi PPOK telah dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti American Thoracic Society (ATS), European Respiratory Society (ERS), British Thoracic Society (BTS) dan terakhir adalah Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Keempat panduan tersebut hanya mempunyai perbedaan sedikit, kesemuanya berdasarkan rasio VEP1/KVP dan nilai VEP1. Tujuan penatalaksanaan PPOK terutama suportif, paliatif, meredakan gejala, meningkatkan kapasitas fungsional dan memperbaiki kualiti hidup pasien. Salah satu strategi penatalaksanaan PPOK adalah dengan rehabilitasi paru. Program rehabilitasi
Universitas Sumatera Utara
paru tersebut meliputi edukasi, instruksi teknik pernafasan dan konservasi energi, fisioterapi dada, dukungan psikososial dan latihan rekondisi.6,7 Tabel 2.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 18,19 Derajat I 50≤ VEP1
Ringan 70≤ VEP1
Ringan 60≤VEP1<80
Derajat II 35≤ VEP1<50
Sedang 50≤ VEP1<70
Sedang 40≤ VEP1<60
Derajat III VEP1 < 35
Berat VEP1<50
Berat VEP1<40
ATS 1995
ERS 1995
BTS 1997
Derajat 0 (beresiko) Derajat I (Ringan) 80≥VEP1 Derajat IIa (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat IIb 30≤VEP1<50
Derajat III (Berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP1<30 GOLD 2001
Derajat I (Ringan) 80≥VEP1 Derajat II (Sedang) 50≤VEP1<80 Derajat III (Berat) 30≤VEP1<50 Derajat IV (Sangat berat) VEP1 <50 & gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP1<30 GOLD 2008
2.2. OTOT DAN MEKANISME PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak (air trapping). Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65%. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas.20 Hipoksia jaringan dan inflamasi sistemik yang menetap merupakan faktor penyebab disfungsi otot rangka. Disfungsi otot rangka pasien PPOK menyebabkan kelemahan otot rangka yang mempengaruhi toleransi latihan dan kualitas hidup pasien. Disfungsi otot rangka meliputi perubahan anatomi dan fungsi. Perubahan anatomi terjadi pada komposisi serat otot dan atropi sementara perubahan fungsi berupa perubahan kekuatan, ketahanan dan aktivitas enzim.21 Kelemahan otot perifer ditemukan pada pasien PPOK sehingga membatasi kapasitas fungsional dan menurunkan kualitas hidup. Perubahan metabolik jaringan otot terutama disebabkan oleh hipoksia, muscle wasting dan perubahan kapasitas glikolisis. Keseimbangan biokimia tersebut dapat diperburuk oleh nutrisi kurang.22 Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar C-reactive protein (CRP), tumor nekrosis factor-α
(TNF-α),
interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respon sistemik ini menggambarkan progresivitas
Universitas Sumatera Utara
penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka (muscle wasting). Muscle wasting adalah kehilangan fat-free mass index (FFMI) yaitu 0,16 kg/m2 pada laki-laki dan 0,15 kg/m2 pada perempuan ditemukan pada 25% pasien PPOK derajat 2 dan 3 serta 35% derajat 4. kehilangan absolut atau relatif FFMI menyebabkan perubahan metabolisme protein tubuh dan otot yaitu penurunan respon lipolitik setelah stimulasi beta-adrenergik. Muscle wasting akan menurunkan masukan nutrisi, meningkatkan konsumsi energi dan terapi dengan kortikosteroid dan mempengaruhi otot pernafasan mengakibatkan kelemahan otot nafas sehingga terjadi gagal nafas saat eksaserbasi.22 Pengurangan massa otot pada pasien PPOK terutama pada ekstremitas bawah. Faktor yang berperan pada proses pengecilan adalah Adenosine triphospate (ATP), TNF-∝, interferon γ (IFγ) dan apoptosis. Jalur ATP berperan dalam peningkatan proteolisis pada berbagai tipe otot sering merupakan respon terhadap asidosis, infeksi atau asupan kalori yang tidak adekuat. Selama keadaan ini, otot dan kulit akan kehilangan protein dalam jumlah besar dibandingkan organ viseral sedangkan otak tidak terpengaruh. Pengaruh TNF-∝ pada sel otot rangka berupa pengurangan kandungan protein dan hilangnya adult myosin heavy chain. IFγ mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan serat otot baru yang terbentuk, degenerasi serat otot yang baru dibentuk dan ketidak mampuan memperbaiki kerusakan otot rangka. Proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis juga berperan pada pengecilan otot.22
Universitas Sumatera Utara
Penurunan proporsi serat otot, atropi serabut otot tipe I dan tipe IIa vastus lateralis serta terjadi peningkatan serat IIb mengakibatkan penurunan berat badan. Penurunan serabut otot tipe I dan peningkatan relatif serabut tipe II didapatkan pada otot rangka perifer pasien PPOK stabil. Hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme otot rangka penderita PPOK.22 Penurunan massa sel tubuh mencapai lebih dari 40% merupakan manifestasi sistemik pada PPOK. Ketidakseimbangan proses pemecahan dan penggantian protein juga berperan dalam proses penurunan massa sel tubuh. Massa lemak bebas yang hilang dapat mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer, kapasitas latihan dan status kesehatan. Penurunan berat badan mempunyai efek negatif terhadap prognosis pasien PPOK. Kehilangan berat badan yang terjadi yaitu sekitar 5% dari berat badan sebelumnya dalam waktu 3 bulan atau 10% dalam waktu 6 bulan terjadi pada 25-40% pasien PPOK. Kaheksia pada PPOK berhubungan dengan kelemahan otot, disfungsi diafragma, gagal nafas, menurunnya kualiti hidup dan kematian.23
2.3. SESAK NAFAS PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK Sesak nafas pada PPOK terjadi oleh karena berbagai mekanisme. Perbedaan mekanisme ini berbadasarkan bentuk neuropsikologi: reseptor → saraf afferen → proses di susunan saraf pusat (SSP) → saraf efferen → sesak nafas.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme sesak nafas pada PPOK oleh karena kebutuhan ventilasi yang meningkat akibat peningkatan ruang rugi fisiologi, hipoksia, hiperkapnia, onset awal asidosis laktat, penekanan pergerakan saluran nafas, hiperinflasi, kelemahan otot nafas dan kelemahan otot ekstremitas oleh karena efek sistemik, deconditioning dan nutrisi yang buruk. Untuk mengukur derajat sesak nafas dapat menggunakan prinsip psikofisik. Dua tujuan untuk mengukur sesak nafas adalah untuk membedakan pasien sesak nafas yang lebih ringan dan sesak nafas yang lebih berat dan untuk mengevaluasi perubahan sesak nafas setelah pemberian pengobatan. Salah satu dari kuesioner untuk mengukur derajat sesak nafas adalah skala Medical Research Council (MRC) yang dikembangkan oleh Fletcher dkk. Skala ini terdiri atas lima poin. Skala ini berdasarkan satu pandangan tentang tindakan yang bisa menimbulkan sesak nafas, seperti berjalan. Skala MRC telah terbukti mampu mengklassifikasikan keparahan sesak nafas.21
2.4. LATIHAN PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK Sejarah rehabilitasi pertama kali dikembangkan pada penderita PPOK, kemudian diterapkan pada penyakit paru kronik misalnya penyakit interstisial, fibrosis kistik, bronkiektasis, bentuk dada abnormal, persiapan operasi dan evaluasi setelah operasi. Rehabilitasi dapat juga digunakan pada paska trauma akut, penderita
Universitas Sumatera Utara
yang menggunakan ventilator yang lama dan penderita dengan gejala respirasi yang tidak stabil.24 Rehabilitasi paru pada penderita PPOK merupakan pengobatan standar yang bertujuan untuk mengontrol, mengurangi gejala dan meningkatkan kapasitas fungsional secara optimal. Tujuan utama adalah mengembalikan tubuh untuk hidup mandiri. Rehabilitasi paru mencakup usaha yang holistik untuk memulihkan keadaan pasien debilitating dan disabling untuk mencapai fungsi yang optimal. Pada tahun 1974, Committee of the American College of Chest Physician mendefinisikan rehabilitasi paru sebagai suatu seni dari ilmu kedokteran praktis yang disesuaikan secara individu, multidisiplin yang diformula berdasarkan diagnosis yang tepat, terapi, emosional atau pemulihan baik secara fisiopatologi maupun psikopatologi dari penyakit paru dan usaha pemulihan pasien mencapai kapasitas fungsional tertinggi sesuai dengan kelemahan dan kondisi secara keseluruhan. Menurut National Institute of Health (NIH) dan European Respiratory Society (ERS) adalah pelayanan multidimensi terus menerus langsung terhadapa pasien dengan penyakit paru dan keluarganya bisa secara interdisiplin tim ahli dengan tujuan mencapai dan mempertahankan tingkat maksimal individu serta fungsinya dalam masyarakat.24 Penderita yang dianjurkan untuk mendapatkan rehabilitasi paru adalah penderita dengan penyakit paru kronik, stabil dengan pengobatan standar, dapat dijangkau dengan pelayanan kesehatan primer, dapat dimotivasi secara aktif dan terdapat keterbatasan faal paru. Lamanya program rehabilitasi paru antara 4-12 minggu. Tempat rehabilitasi paru bisa dilakukan di rumah sakit maupun di rumah.
Universitas Sumatera Utara
Strijbos dkk melaporkan perbaikan yang sama dalam penampilan latihan dan sesak setelah melakukan rehabilitasi di rumah sakit dan di rumah.25 Latihan pernafasan merupakan salah satu program rehabilitasi yang manfaatnya masih diperdebatkan. Purse-lip breathing sering dilakukan oleh pasien secara spontan, selama purse-lip breathing diaktifkan otot perut selama ekspirasi ternyata dapat memperbaiki pertukaran gas yang dapat dilihat dengan membaiknya saturasi oksigen arteri. Purse-lip breathing juga memperbaiki pola nafas, meningkatkan volume tidal dan mengurangi sesak nafas.26 Latihan pernafasan dilakukan untuk mendapatkan pengaturan nafas yang lebih baik dari pernafasan sebelumnya yang cepat dan dangkal menjadi pernafasan yang lebih lambat dan dalam. Tujuan latihan pernafasan : 1. Mengatur pola pernafasan dan kecepatan pernafasan sehingga mengurangi air trapping 2. Memperbaiki kemampuan pergerakan dinding dada 3. Memperbaiki ventilasi tanpa meningkatkan energi pernafasan 4. Melatih pernafasan agar sesak berkurang 5. Memperbaiki pergerakan diafragma 6. Meningkatkan rasa percaya diri penderita sehingga lebih tenang. Teknik latihan nafas yang digunakan adalah pursed-lip breathing, pernafasan diafragma dan posisi membungkuk. Penderita PPOK yang mengalami hiperinflasi letak diafragma lebih rendah dan datar. Pada keadaan itu pergerakan otot-otot pernafasan tidak efektif. Pernafasan pursed-lip breathing bertujuan memberikan
Universitas Sumatera Utara
manfaat subjektif pada penderita yaitu mengurangi sesak, rasa cemas dan tegang karena sesak. Pernafasan pursed lip breathing dilakukan dengan cara penderita duduk dan bernafas dengan cara menghembuskan melalui mulut yang hampir tertutup (seperti bersiul) selama 4-6 detik. Cara itu diharapkan dapat menimbulkan tekanan saat ekspirasi sehingga aliran udara melambat dan meningkatkan tekanan dalam rongga perut yang diteruskan sampai bronkioli sehingga kolaps saluran nafas saat ekspirasi dapat dicegah. Pernafasan diafragma dilakukan dengan cara meletakkan tangan kanan pada dinding dada dibawah klavikula dan tangan kiri diletakkan diatas umbilikus. Penderita disuruh inspirasi selama 2 detik kemudian udara dihembuskan secara perlahan selama 10 detik, waktu ekspirasi perut ditekan maksimal an diharapkan tekanan ekspirasi di mulut meningkat. Pernafasan diafragma adalah suatu teknik pernafasan yang diajarkan dalam program rehabilitasi ternyata kurang efisien. Kurang efisiennya latihan pernafasan ini karena dilibatkannya otot pernafasan tambahan dalam proses kontraksi otot pernafasan sewaktu inspirasi.27 Ada tiga tipe kategori latihan pernafasan yaitu normokapnia hiperpnea, resistive loading training dan thresold loading training. Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan belum jelas keunggulan dari metode yang satu terhadap metode yang lain.29 Metode
dari
normokapnia
hiperpnea
membutuhkan
individu
untuk
mempertahankan tingkat target yang tinggi dari ventilasi sampai 30 menit. Untuk mencegah hipokapnia, seseorang bernafas biasa melalui ruang hampa udara. Sesi
Universitas Sumatera Utara
latihan hanya dilakukan 3-5 kali perminggu untuk mencapai 70-90% dari maksimal ventilasi. Efek latihan dievaluasi dengan melihat perubahan waktu kelelahan selama latihan. Latihan ini harus dilakukan di rumah sakit dan memerlukan biaya yang tinggi.30 Metode dari resistive loading training adalah dengan menggunakan alat sederhana yang bisa dibawa dan digunakan satu per orang. Metode ini dilakukan dengan inspirasi dan ekspirasi melalui diameter lubang yang berbeda. Untuk suatu aliran udara dengan lubang yang kecil maka beban yang lebih besar tercapai.30 Ada beberapa contoh dari alat ini yaitu Respirex 2 dan Tri-Gym.
Gambar 2.1 Respirex 230
Gambar 2.2. Tri-Gym31
Tri-Gym merupakan alat latihan pernafasan untuk inspirasi dan ekspirasi. Terdiri atas dua katup untuk inspirasi dan ekspirasi yang didalamnya terdiri dari beberapa angka yang dipergunakan untuk menunjukkan tahanan yang diinginkan dan terdapat tiga tabung silinder untuk menunjukkan kecepatan aliran udara. Pada alat ini juga terdapat tiga buah bola yang berbeda warna untuk menunjukkan perbedaan tekanan yang melewati alat. Alat ini murah dan mudah untuk digunakan.31 Metode dari thresold loading training juga dengan menggunakan alat dan bisa dipegang dengan tangan. Dengan metode ini dapat menghasilkan tekanan negatif
Universitas Sumatera Utara
yang adekuat pada saat dimulainya inspirasi dengan mengatasi beban pada alat. Alat ini terdiri dari pegas dan membutuhkan suatu tekanan inspirasi agar katup inspirasi terbuka dan memungkinkan untuk menghirup udara.30 Contoh dari alat ini yaitu:
Gambar 2.3. Thresold IMT 30 Latihan pernafasan dilakukan 20-30 menit perhari ( sekaligus atau 2x sehari ) dengan frekwensi minimal 3x perminggu selama 4-12 minggu. Tujuan latihan pernafasan dengan menggunakan alat ini adalah untuk meningkatkan kekuatan dan daya tahan otot melalui perubahan struktur serat-serat otot.32 Latihan pernafasan pada penderita PPOK akan menurunkan tekanan inspirasi maksimal dan tekanan transdiafragma.
Penurunan
tekanan
inspirasi
maksimal
akan
menyebakan
berkurangnya sesak nafas. Bertambahnya kekuatan otot inspirasi dapat mengurangi sesak nafas sedangkan bertambahnya kekuatan otot ekspirasi dapat membantu pengeluaran sekret.33 Menurut Ramirez-Sarmiento dkk menyatakan bahwa proporsi serat otot tipe I meningkat 38% dan serat otot tipe II meningkat 21% dari otot-otot interkostalis eksternal setelah dilakukan latihan pernafasan. Akibat perubahan seratserat otot itu akan menyebabkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan otot sehingga sesak nafas berkurang dan dapat meningkatkan aktivitas dan kualitas hidup
Universitas Sumatera Utara
penderita PPOK.32 Leth dan Bredley dalam penelitiannya setelah dilakukan lima minggu latihan pernafasan didapati kenaikan otot 55% dan kenaikan daya tahan 81 sampai 96%.33
2.5. KAPASITAS FUNGSIONAL PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Kualitas hidup adalah tingkat keadaan individu dalam lingkungan kemampuan, keterbatasan, gejala dan sifat psikososial untuk berfungsi dalam berbagai peran yang diinginkan dalam masyarakat dan merasa puas akan peran tersebut. Kualitas hidup dapat dijadikan hasil pengukuran yang menggambarkan pandangan individu akan kesejahteraan dan penampilannya pada beberapa bidang misalnya kemampiuan fisik, okupasi, psikologis, interaksi sosial, hobi dan rekreasi. Kualitas hidup penderita PPOK merupakan ukuran penting karena berhubungan dengan keadaan sesak yang akan menyulitkan penderita melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari atau terganggu status fungsionalnya seperti merawat diri, mobilitas, makan, berpakaian dan aktivitas rumah tangga.34 Pada sistem Internasional Classification of Impairment and Handicap (ICIDH) WHO, penyakit paru diklasifikasikan menjadi empat tingkat yaitu patologi, impairment, disability dan handicap. Impairment saluran nafas merupakan hilangnya atau abnormalitas psikologis, struktur anatomi atau fungsi akibat penyakit saluran nafas. Impairment merupakan keadaan patologi dan dapat ditentukan dengan pengukuran laboratorium. Pada penyakit saluran nafas, impairment menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan udara yang terperangkap pada uji faal paru atau penurunan otot quadriceps pada uji fungsi otot. Disabilty saluran nafas akibat penyakit paru menunjukkan ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas normal. Pada keadaan ini terjadi penurunan fungsi dinamis dan keterbatasan kerja fisik. Pada rehabilitasi paru ditentukan oleh uji lapangan seperti uji jalan dalam waktu yang ditentukan dan kuesioner indeks sesak untuk mengukur derajat sesak. Handicap saluran nafas adalah suatu akibat impairment dan disability sehingga pasien tidak mampu berperan dalam masyarakat seperti yang diharapkan, misalnya penurunan kinerja latihan saat uji jalan dalam waktu yang ditentukan merupakan disabilty tetapi kumpulan ketidakmampuan untuk memepertahankan pekerjaan adalah handicap.34 Pada tahun 1976, McGravin dkk memperkenalkan uji jalan 12 menit untuk mengevaluasi ketidakmampuan pasien PPOK. Kemudian dimodifikasi oleh Guyan dkk dengan uji jalan 6 menit. Uji jalan 6 menit dikembangkan kemudian ternyata hasilnya sebaik uji jalan 12 menit. Uji ini untuk menilai status fungsional pasien PPOK. Uji ini layak digunakan, objektif, murah dan mudah untuk dilakukan terutama pada pasien dengan pendidikan rendah. Indikasi uji jalan 6 menit adalah untuk mengukur status fungsional, memprediksi mortalitas dan morbiditas penyakit serta untuk mengukur respon pengobatan.34 Uji jalan 6 menit mempunyai korelasi bermakna dengan komsumsi oksigen maksimum (r=0,73) dan mempunyai korelasi bermakna dengan pengukuran kualitas
Universitas Sumatera Utara
hidup. Jika dibandingkan dengan pengukuran VEP1 pada PPOK, uji jalan 6 menit mempunyai reproduksibiliti lebih baik.36 Hubungan yang lemah ditemukan antara uji jalan 6 menit dengan VEP1. McGravin dkk yang pertama kali melaporkan hubungan yang jelek antara jauhnya berjalan dengan VEP1 (r=0,28). Penjelasan yang terbaik untuk pengamatan ini adalah uji jalan 6 menit tidak hanya tergantung pada fungsi pernafasan tapi juga kardiovaskular, nutrisi dan kondisi otot perifer. VEP1 menggambarkan keterlibatan sistem pernafasan sedangkan uji jalan 6 menit menggambarkan efek sistemik dari penyakit.34 Pada penelitian terhadap 112 penderita PPOK berat yang stabil, perubahan kecil yang bermakna setelah latihan adalah 54 meter (CI:95%,37-71m). Pada penelitian lain mendapatkan nilai pada 117 laki-laki sehat yaitu rata-rata 580 m dan 173 perempuan sehat 500 m.36 Penelitian lain yang menggambarkan manfaat latihan dan latihan otot diafragma didapatkan rata-rata peningkatan 50 m (20%).35
2.6.PEMERIKSAAN FAAL PARU PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK Pemeriksaan faal paru merupakan baku emas untuk menunjang diagnosis PPOK. Pemeriksaan ini juga berguna untuk menilai manfaat pengobatan. . Derajat beratnya PPOK juga ditentukan oleh pemeriksaan faal paru. Pemeriksaan spirometri merupakan sebagian dari pemeriksaan faal paru, yaitu pemeriksaan terhadap fungsi ventilasi.36,38 Ada empat volume paru utama dan empat kapasitas paru utama yang dapat diukur dengan pemeriksaan spirometer.37,39
Universitas Sumatera Utara
Pada pengukuran spirometri penderita PPOK, didapat penurunan volume ekspirasi paksa 1 detik (VEP1) dan penurunan kapasitas vital paksa (KVP). Nilai VEP1/KVP selalu kurang dari 80% nilai normal. VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai unutk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Pemeriksaan VEP1 dan rasio VEP1 dan KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, dapat diulang dan akurat untuk menilai obstruksi saluran nafas.1,40
Universitas Sumatera Utara
2.7.KERANGKA KONSEP Inflammasi sistemik
PPOK
Peningkatan TNFα, CRP, IL-6, IL-8 - Penurunan faal paru - Sesak nafas - Batuk - Wheezing - Produksi sputum meningkat
Penurunan proporsi otot:tipe I dan IIa <<, IIb
Penurunan massa otot rangka
Disfungsi otot rangka Perubahan anatomi
Perubahan fungsi
Penurunan kapasitas fungsional dan kualitas hidup Rehabilitasi Paru
Latihan Pernafasan
- Mengurangi air trapping - Memperbaiki pergerakan dinding dada - Memperbaiki ventilasi - Sesak berkurang - Memperbaiki pergerakan diafragma - Meningkatkan rasa percaya diri Peningkatan kapasitas fungsional dan kualitas hidup
Universitas Sumatera Utara