BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian
2.1.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan keuangan dibuat untuk memberikan informasi mengenai kondisi keuangan suatu entitas dalam suatu periode sebagai gambaran dari kinerja entitas yang bersangkutan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang komprehensif dapat menjadi fasilitas dalam mewujudkan transparansi dan akuntabilitas publik. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah setidaknya terdiri dari Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas dan Laporan Surplus/Defisit. Bagi pihak eksternal, laporan keuangan pemerintah daerah yang berisi informasi keuangan daerah akan digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik. Sedangkan bagi pihak internal, laporan keuangan pemerintah daerah digunakan untuk penilaian kinerja (Mardiasmo, 2004). Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ditujukan untuk memenuhi tujuan umum pelaporan keuangan namun tidak untuk memenuhi kebutuhan khusus pemakainya. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah harus mampu memberikan informasi yang dibutuhkan pihak internal dan eksternal. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah selain sebagai alat pengendalian dan penilaian kinerja, juga sebagai salah satu bentuk mekanisme pertanggungjawaban serta dasar bagi pengambilan keputusan. Oleh karena itu, Laporan Keuangan
9
Pemerintah Daerah harus dilengkapi dengan pengungkapan yang memadai mengenai informasi yang dapat mempengaruhi keputusan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah ditujukan untuk memenuhi tujuan umum pelaporan keuangan namun tidak terbatas pada kepentingan pemakainya. Berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004 pasal 66 ayat 1, keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis dan efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kapatutan dan manfaat untuk masyarakat. Oleh karena itu pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada output, dengan menggunakan konsep nilai uang (value for money) serta prinsip tata pemerintahan yang baik (Good government governance). Pendekatan anggaran kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output) dari perencanaan alokasi biaya (input) yang telah ditetapkan (PP Nomor 58 Tahun 2005, pasal 39). Kinerja mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik dan harus berpihak pada kepentingan publik, yang artinya memaksimalkan penggunaan anggaran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat daerah. Laporan Keuangan yang diterbitkan harus berdasarkan Standar Akuntansi yang berlaku agar Laporan Keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan Laporan Keuangan tahun sebelumnya atau dibandingkan dengan Laporan Keuangan entitas lain. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005: “Laporan Keuangan merupakan laporan terstruktur mengenai posisi keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan”.
10
Tingkat keandalan laporan keuangan berhubungan erat dengan keadaan sistem akuntansi yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan seluruh SKPD dan pertimbangan-pertimbangan lain menyangkut sumber daya pendukung, antara lain ketersediaan dan kemampuan SDM, dukungan teknologi informasi (information technology), SOP (Standard Operating Procedure) pengelolaan keuangan daerah, bagan perkiraan standar dan lembaga atau unit kerja pendukung. (Sony Yuwono, Dwi Cahyo Utomo, Suheiry dan Azrafiany, 2008). Dasar hukum pengelolaan keuangan daerah sekarang:
UU Nomor 17 Tahun 2003
: Keuangan Negara
UU Nomor 1 Tahun 2004
: Perbendaharaan Negara
UU Nomor 32 Tahun 2004
: Pemerintahan Daerah
UU Nomor 33 Tahun 2004
: Perimbangan Keuangan Daerah Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
PP Nomor 24 Tahun 2005
: Standar Akuntansi Pemerintah
PP Nomor 58 Tahun 2005
: Pengelolaan Keuangan Daerah
PP Nomor 8 Tahun 2006
: Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
2.1.2 Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Laporan keuangan yang berkualitas menunjukkan bahwa Kepala Daerah bertanggungjawab sesuai dengan wewenang yang dilimpahkan kepadanya dalam pelaksanaan tanggung jawab mengelola organisasi. Definisi kualitas menurut Iman Mulyana (2010) adalah:
11
“Kualitas diartikan sebagai kesesuaian dengan standar, diukur berbasis kadar ketidaksesuaian, serta dicapai melalui pemeriksaan” Berdasarkan pengertian diatas, kualitas merupakan suatu penilaian terhadap output pusat pertanggungjawaban atas suatu hal, baik itu dilihat dari segi yang berwujud seperti barang maupun segi yang tidak berwujud, seperti suatu kegiatan. Menurut Masmudi (2002) definisi laporan keuangan adalah: “Laporan keuangan sektor publik pada hakekatnya merupakan suatu bentuk pertanggungjawaban pemerintah kepada rakyat atas pengelolaan dana publik baik dari pajak, retribusi atau transaksi lainnya” Laporan keuangan merupakan suatu pernyataan entitas pelaporan yang terkandung di dalam komponen laporan keuangan. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah adalah pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. Tujuan laporan keuangan sektor publik, berbeda dengan sektor swasta. Laporan keuangan sektor swasta mempunyai tujuan untuk mengukur laba, sedangkan tujuan laporan sektor publik menurut Goverment Accounting Standard Board (2009) adalah sebagai berikut: 1. Mempertanggungjawabkan pelaksanaan fungsinya 2. Melaporkan hasil operasi 3. Melaporkan kondisi keuangan 4. Melaporkan sumberdaya jangka panjang
12
Secara umum para pengguna laporan keuangan sektor publik memerlukan informasi yang dapat membantunya untuk membuat keputusan-keputusan ekonomi, sosial dan politik dan mengadakan evaluasi atas penggunaan sumbersumber oleh pemerintah. Pengguna laporan keuangan juga memperhatikan terhadap rencana-rencana serta hasil dari pelaksanaan rencana-rencana tersebut, termasuk kinerja pemerintah dan kondisi keuangannya. Halim (2007) menyatakan bahwa: “keuangan daerah dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai peraturan perundangan yang berlaku”. Pemerintah daerah selaku pengelola dana publik harus menyediakan informasi keuangan yang diperlukan secara akurat, relevan, tepat waktu, dan dapat dipercaya. Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk memiliki sistem informasi akuntansi yang handal. Karakteristik kualitatif laporan keuangan Indra Bastian, Ph.D.M.B.A.,Akt. (2003) dapat dikategorikan sebagi berikut: 1. kualitas tertinggi; dapat dipahami dan berguna 2. kualitas primer; relevan (nilai prediksi, nilai umpan balik, tepat waktu), andal (daya uji, netral, tepat saji) 3. kualitas sekunder; konsisten, komparatif 4. kendala; materialitas, konservatif, biaya manfaat
13
Beberapa kualitas penting informasi yang terkandung di dalam laporan keuangan menurut SAP yaitu dapat dipahami (understandability), relevansi (relevance), keterandalan (reliable) dan dapat diperbandingkan (comparibility). Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh para pemakai. Untuk maksud ini, pemakai diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis, akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekuan yang wajar. Namun demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut sulit untuk dapat dipahami oleh pemakai tertentu. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, antara lain menetapkan bahwa Laporan Keuangan Pemerintah pada gilirannya harus diaudit oleh BPK. Tugas Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah melaksanakan pemeriksaan keuangan, kemudian hasil dari pemeriksaan BPK akan dikeluarkan pendapat atau opini yang merupakan pernyataan profesional pemeriksa atas pemeriksaan laporan keuangan. Pemeriksaan Keuangan yang bertujuan untuk menilai kewajaran penyajian informasi keuangan meliputi Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan yang disusun dan disajikan oleh Pemerintah Daerah. Hasil penilaian tersebut dituangkan dalam bentuk pernyataan pendapat/opini auditor BPK RI tentang kewajaran penyajian informasi keuangan.
14
Pemeriksaan ini adalah untuk meningkatkan bobot pertanggungjawaban pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemberian opini menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah didasarkan pada pertimbangan atas: a. Kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan; b. Efektivitas Pengendalian Intern; c. Kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan; dan d. Pengungkapan yang Lengkap (Full Disclosure). Sebagaimana yang telah diatur di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, BPK RI memberikan empat jenis opini, yaitu : 1. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion). Adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika laporan keuangan diberikan opini jenis ini, artinya auditor meyakini berdasarkan bukti-bukti audit yang dikumpulkan, pemerintah daerah tersebut dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik, dan kalaupun ada kesalahan, kesalahannya dianggap tidak material dan tidak berpengaruh signifikan terhadap pengambilan keputusan. 2. Pendapat Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion). Adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang diperiksa menyajikan secara wajar dalam semua hal yang material, Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan
15
Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Sebagian Pemeriksa memberikan julukan little adverse (ketidakwajaran yang kecil) terhadap opini jenis ini, untuk menunjukan adanya ketidakwajaran dalam item tertentu, namun demikian ketidakwajaran tersebut tidak mempengaruhi kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. 3. Pendapat Tidak Wajar (Adverse Opinion). Adalah pendapat yang menyatakan bahwa laporan keuangan pemerintah daerah yang diperiksa tidak menyajikan secara wajar Laporan Realisasi APBD, Laporan Arus Kas, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Jika laporan keuangan mendapatkan opini jenis ini, berarti auditor meyakini laporan keuangan pemerintah daerah diragukan kebenarannya, sehingga bisa menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. 4. Pernyataan Menolak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion). Adalah pendapat yang menyatakan bahwa Auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan, jika bukti pemeriksaan/audit tidak cukup untuk membuat kesimpulan. Opini ini bisa diterbitkan jika auditor menganggap ada ruang lingkup audit yang dibatasi oleh pemerintah daerah yang diaudit, misalnya karena auditor tidak bisa memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk bisa menyimpulkan dan menyatakan laporan sudah disajikan dengan wajar.
16
2.1.3 Good Government Governance 2.1.3.1 Pengertian Good Government Governance Dalam pengertiannya bahwa pemerintah atau Government adalah merupakan salah satu unsur dari tiga unsur berdirinya sebuah negara disamping rakyat dan wilayah. Selanjutnya unsur pemerintah merupakan sebuah kekuatan (power) untuk menjalankan pemerintahan dengan melayani kepentingan rakyat serta bertugas/berhak menjalankan roda pemerintahan dengan peraturan perundangan serta peraturan lainnya untuk mengatur rakyat dengan tujuan tercapainya kesejahteraan rakyat itu sendiri. Pengertian secara harafiah bahwa pemerintah atau government dalam bahasa inggris berarti The Authoritative direction and administration of the affairs of men/women in nation, state, city, etc. atau dalam bahasa Indonesia berarti Pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-orang dalam sebuah Negara, Negara bagian, kota dan sebagainya. Atau sebagai The Governing Body of a Nation state, city, etc. atau sebagai lembaga/badan yang menyelenggarakan pemerintahan Negara, Negara bagian, kota dan sebagainya. (rasyidahannajwa.blogspot.com/2012/12/dasardasar-good-governance.html?m=1#!/2012/12/dasar-dasar-good-governance.html) Sedangkan
istilah kepemerintahan dalam
bahasa
inggris disebut
Governance yang berarti Act, fact, manner, of governing, jika diterjemahkan berarti tindakan, fakta, pola, dari kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Governance merupakan suatu proses atau kegiatan, oleh kooiman (1993) berarti merupakan serangkaian kegiatan (proses) interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan
17
kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan –kepentingan pribadi. Menurut Prof. Bintoro Tjokroamidojojo (2000) dalam Buku Paradigma Baru Management Pembangunan, mengemukakan bahwa Governance berarti; memerintah, menguasai, mengurusi, mengelola. Dalam praktek terbaiknya disebut Good Governance (kepemerintahan yang baik) yang disampaikan dalam PP nomor 101 tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS. Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “reveinting government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler adalah: (Mardiasmo, 2004) 1. Pemerintah katalis: fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. 2. Pemerintahan milik masyarakat: memberi wewenang (kepada masyarakat) daripada melayani. 3. Pemerintah yang kompetitif: menyuntikan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. 4. Pemerintah yang digerakan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakan oleh misi. 5. Pemerintah yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan masukan. 6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan (masyarakat), bukan birokrasi.
18
7. Pemerintah wirausaha: mampu memberikan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. 8. Pemerintah antisipatif: berupaya mencegah daripada mengobati. 9. Pemerintah desentralisasi: dari hirarki menuju partisipatif dan tim kerja. 10. Pemeritah berorientasi pada (mekanisme) pasar: mengadakan perubahan dan mekanisme pasar (sisten insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Konsep reveinting government muncul sebagai kritik atas kinerja pemerintahan selama ini dan sebagai antisipasi atas berbagai perubahan yang akan terjadi. Selain itu, yang terpenting adalah adanya perubahan pola pikir dan mentalitas penyelenggaraan pemerintah yang masih menggunakan paradigma lama, konsep tersebut hanya akan menjadi slogan kosong tanpa membawa perubahan apa-apa. Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “government” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaraan berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam “governance” mengandung makna bagaimana suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumber daya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatif dan kemitraan. (www.sofian.staff.ugm.ac.id)
19
Tuntutan gencar yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintahan yang baik adalah sejalan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping adanya pengaruh globalisasi. Pola-pola lama penyelenggaraan pemerintah tidak sesuai lagi dengan tatanan masyarakat yang telah berubah. Oleh karena itu, tuntutan ini merupakan hal yang wajar dan sudah seharusnya direspon oleh pemerintah dengan melakukan perubahan yang terarah pada terwujudnya penyelenggaraan pemerintah yang baik. 2.1.3.2 Prinsip-prinsip Good Government Governance Menurut Prajogo (2001) terdapat 3 prinsip utama yang saling berkaitan, ketiga prinsip tersebut yaitu: 1. Accountability 2. Transparency 3. Participation Accountability
(Akuntabilitas),
merupakan
kemampuan
untuk
mempertanggungjawabkan semua tindakan dan kebijakan serta fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Transparency (transparansi), mewajibkan adanya suatu informasi yang diberikan kepada semua pihak secara terbuka, tepat waktu serta jelas atas semua tindakan dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Participation
(partisipasi),
mendorong
setiap
warga
untuk
mempergunakan hak dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
20
Pemakaian istilah Good Government Governance direkomendasikan oleh Bank Dunia sebagai pilihan dari Good Government Governance atau Clean Government yang terkesan hanya berkaitan dengan lembaga eksekutif saja. Sedangkan Good Governance berlaku terhadap seluruh lembaga negara dalam penyelenggaraan negara, dimana dalam membangun dimulai sejak: rekruitmen, pendidikan, penempatan, pelaksanaan, pembinaan, pengawasan, pembentukan budaya institusinya (institusional culture). Keseimbangan antara hak dan kewajiban setiap penyelenggara negara (right and obligation) sebagai keharusan yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sedangkan, dalam dunia usaha bisnis good governance dengan prinsip kurang lebih sama, meliputi: transparency, responsibility, accountability, fairness dan indepedency. Bank Dunia mengungkapkan sejumlah karakteristik Good Governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum yang jelas. United Nation Development Program (UNDP) memberikan beberapa karakteristik
pelaksanaan
Good
Governance
Sedamaryanti (2003) meliputi: 1. Participation 2. Rule of law 3. Transparency 4. Responsiveness 5. Consensus orientation
21
sebagaimana
dikutip
oleh
6. Efficiency and effectiveness 7. Equity 8. Accountability 9. Strategic vision Good Government Governance atau tata kepemerintahan yang baik merupakan
tuntutan
yang
muncul
akibat
praktik-praktik
pengelolaan
kepemerintahan yang dinilai kurang baik. Beberapa faktor yang mendukung buruknya pengelolaan kepemerintahan di Indonesia seperti tingginya KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pelanggaran HAM, tingkat pengangguran yang tinggi, kemiskinan dan hutang luar negeri yang tinggi. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009, Bab 14 tentang Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa: 1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas. 2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel. 3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat. 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. 5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan diatasnya.
22
Menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 20 tentang Azas Penyelenggaraan Pemerintahan: 1. Kepastian Hukum 2. Tertib Penyelenggaraan Negara 3. Kepentingan Umum 4. Keterbukaan 5. Proporsionalitas 6. Profesionalitas 7. Akuntabilitas 8. Efisiensi 9. Efektifitas Menurut UU Nomor 30 Tahun 2003 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu: 1. Kepastian Hukum 2. Keterbukaan 3. Kepentingan Umum 4. Proporsionalitas Keseluruhan prinsip Good Government Governance tersebut saling memperkuat, terkait, dan tidak dapat berdiri sendiri kemudian dapat disimpulkan bahwa terdapat empat unsur/prinsip utama yang dapat memberikan gambaran administrative public yang berciri kepemerintahan yang baik, yaitu:
23
Sedarmayanti, (2007):
Akuntabilitas, adanya kewajiban bagi aparatur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat segala tindakan dan kebijakan yang ditetapkannya.
Transparansi, kepemerintahan yang baik akan bersifat transparan terhadap rakyatnya, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Keterbukaan, menghendaki terbukanya kesempatan bagi rakyat untuk mengajukan tanggapan dan kritik terhadap pemerintah yang dinilai tidak transparan.
Aturan Hukum, adanya jaminan kepastian hukun dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijakan publik yang ditempuh.
2.1.3.3 Tujuan Good Government Governance Good
Government
Governance
penting
bagi
suatu
organisasi
pemerintahan dalam rangka: 1. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi 2. Mempengaruhi kebijakan 3. Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah 4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah 5. Mengembangkan SDM 6. Berfungsi
sebagai
sarana
komunikasi
antar
anggota
(www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/GoodGovernancekoesnadihardjasoemantri)
24
masyarakat
2.1.3.4 Perwujudan Good Government Governance Dalam rangka mewujudkan Good Government Governance diperlukan manajemen penyelenggaraan pemerintah yang baik dan handal, yakni manajemen yang kondusif, responsif dan adaptif, sehingga dapat menciptakan administratif publik dengan pendekatan pelayanan publik yang relevan bagi masyarakat. Perlunya pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terstruktur dan terlegimitasi. Reformasi pemerintahan yang sedang berjalan di Indonesia, perubahan paradigma memiliki relevansi yang signifikan, khususnya dalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat, meningkatkan partisipasi masyarakat, serta upaya pencegahan dan pemberantasan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Keberhasilan pemerintah era reformasi nasional dewasa ini harus dapat diukur dari kinerja mengatasi krisis ekonomi, mewujudkan kedaulatan rakyat dalam seluruh sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, menegakan hukum secara berkeadilan, serta perwujudan masyarakat madani Indonesia, disamping harus melakukan pembangunan kualitas manusia sebagai pelaku Good Government Governance. Diharapkan pemerintah dapat lebih berperan sebagai pengarah fasilitator dan motivator bagi masyarakat dan dunia swasta agar mereka sungguh-sungguh berfungsi sebagai bagian dari pelaku utama dalam kegiatan pembangunan. Menurut Mardiasmo (2005) dalam Halim (2007) dikemukakan bahwa dari sembilan prinsip UNDP yang telah dijelaskan paling tidak terdapat tiga hal yang dapat diperankan oleh akuntansi sektor publik, yaitu terwujudnya value for
25
money, transparansi dan akuntabilitas. Oleh karena itu, upaya-upaya perwujudan Good Governance dapat dimulai dengan membangun landasan demokratis penyelenggaraan negara. Lima upaya yang akan dikemukakan untuk menggambarkan sejauh mana perubahan menuju Good Government Governance terjadi di daerah: 1. Upaya merampingkan organisasi dalam pemerintahan menuju kepada birokrasi 2. Upaya memberikan insentif terhadap prestasi 3. Upaya memberantas KKN 4. Upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik 5. Upaya mendorong partisipasi Masyarakat membutuhkan pemimpin di masa yang akan datang, yang memiliki visi dan dapat dipercaya, dapat menunjukan kepada mereka realitas yang ada dan memberi inspirasi dan komitmen untuk menuju perubahan yang lebih baik. Era keterbukaan seperti saat ini, semestinya memberikan kesempatan untuk menerapkan pendekatan yang lebih baik. Inovasi seharusnya tidak boleh dibatasi oleh kekuasaan, kemampuan bahasa, pendidikan, besarnya organisasi maupun luasnya jaringan. Walaupun pada akhirnya perubahan yang nyata akan tergantung pada para pelaku perubahan itu sendiri, namun perubahan yang terjadi dalam praktek governance di tingkat lokal terlepas dari peran penting pemerintah pusat. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberi contoh keteladanan yang menjadi sinyal bagi pemerintah di bawahnya bahwa mereka serius untuk melakukan perubahan. Proses governance membutuhkan adanya kompetisi dan
26
cara kerja baru, berbagai tantangan dan masalah harus dapat diatasi dengan sikap dan budaya yang berbeda. Konfigurasi baru dalam struktur manajemen harus mendukung adanya perilaku dan kompetensi baru yang dibutuhkan untuk perubahan. Kaitannya dengan teknologi informasi, perolehan dan penyebarluasan informasi dapat difasilitasi melalui media internet, penggunaan internet dalam rangka meningkatkan kinerja governance sudah menjadi perhatian banyak pihak, termasuk pemerintah. Hal ini dibuktikan melalui peningkatan anggaran yang dialokasikan untuk membuat website atau membangun jaringan internet antar instansi. Pemerintah saat ini sudah merencanakan mengembangkan Governmentonline backbone bagi kepentingan semua instansi pemerintah sebagai langkah penerapan e-government. 2.1.4 Hubungan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terhadap Good Government Governance Kota Bandung “Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintah yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk”. Sedamaryanti (2007) Merespon kondisi tersebut, Good Governance perlu segera dilakukan agar permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Penyajian laporan keuangan pemerintah tidak hanya saja dibuat, akan tetapi laporan keuangan tersebut harus transparan, dapat dipertanggungjawabkan dan dipublikasikan.
27
Menurut Sedamaryanti (2007) “Adanya manajemen yang kondusif, responsif dan adaptif sehingga dapat menciptakan administrasi publik dengan pendekatan fasilitas pelayanan publik yang
relevan
bagi
masyarakat
dapat
mewujudkan
Good
Government
Governance”. Berdasarkan uraian yang telah disajikan adanya suatu hubungan yang positif antara kualitas laporan keuangan terhadap penyelenggaraan Good Government Governance, oleh karena itu maka peranan kualitas laporan keuangan yang akuntabel, transparan, tersedia dan mudah dijangkau oleh masyarakat atau pengguna laporan keuangan menjadi suatu upaya dalam mewujudkan Good Government Governance atau menjadi upaya tata kelola pemerintahan yang baik. 2.2
Kerangka Pemikiran Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel
dan
transparan,
pemerintah
daerah
wajib
menyampaikan
pertanggungjawaban yang berupa laporan keuangan daerah. Tujuan penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental Accounting Standard Board (GASB, 1998) adalah sebagai berikut: (1) Membantu memenuhi kewajiban pemerintah untuk menjadi akuntabel secara publik; (2) Membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan keuangan yang mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan
28
atau sumber daya untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka menyandarkan pada laporan sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan tersebut, pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna dan keputusan yang mereka buat. Menurut UU Nomor 17 Tahun 2003, pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan oleh kepala daerah setidak-tidaknya meliputi: 1. Laporan Realisasi Anggaran 2. Neraca 3. Laporan Arus Kas, dan 4. Catatan atas Laporan keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, pasal 4 menyatakan azas umum pengelolaan keuangan daerah adalah sebagai berikut: (1)
Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat.
(2)
Secara tertib sebagaimana dimaksud adalah bahwa keuangan daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan buktibukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3)
Taat pada peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud adalah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
29
(4)
Efektif sebagaimana dimaksud merupakan pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.
(5)
Efisien sebagaimana dimaksud merupakan pencapaian keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
(6)
Ekonomis sebagaimana dimaksud merupakan pemerolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang rendah.
(7)
Transparan sebagaimana yang dimaksud merupakan prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang keuangan daerah.
(8)
Bertanggungjawab
sebagaimana
dimaksud
merupakan
perwujudan
kewajiban seseorang untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. (9)
Keadilan
sebagaimana
dimaksud
adalah
keseimbangan
distribusi
kewenangan dan pendanaan dan/atau keseimbangan distribusi hak dan kewajiban berdasarkan pertimbangan yang objektif. (10) Kepatuhan sebagaimana dimaksud adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional. (11) Manfaat untuk masyarakat sebagaimana dimaksud adalah bahwa keuangan daerah diutamakan untuk penentuan kebutuhan masyarakat.
30
Laporan keuangan merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan Good Government Governance (Sadjiarto, 2000). Hal ini dikarenakan melalui laporan keuangan maka unsur akuntabilitas dalam mencapai Good Government Governance dapat terpenuhi (Wiratraman, 2009). Perhatian yang besar terhadap pengukuran kinerja disebabkan oleh opini bahwa pengukuran kinerja dapat meningkatkan efisiensi, keefektifan, penghematan dan produktifitas pada organisasi sektor publik (Halacmi, 2005). Pengukuran kinerja ini dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian kinerja yang telah dilakukan organisasi dan sebagai alat untuk pengawasan serta evaluasi organisasi. Pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga terjadi upaya perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa mendatang (Bastian, 2006). Penelitian yang dilakukan Mandell (1997) mengungkapkan bahwa dengan melakukan pengukuran kinerja, pemerintah daerah memperoleh informasi yang dapat meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dengan peningkatan kinerja maka kualitas Laporan Keuangan Daerah Pemerintah Daerah akan meningkat sejalan dengan penerapan Good Government Governance yang juga meningkat. Terselenggaranya Good Government Governance (kepemerintahan yang baik) merupakan prasyarat bagi pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita-cita bangsa dan negara. Mewujudkan Good Government Governance diperlukan pengembangan dan penerapan sistem pertanggungjawaban yang tepat, jelas, terstruktur dan
31
terlegitimasi sehingga kinerja pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Kualitas Laporan Keuangan Daerah
2.3
Akuntabel, Transparan dan Partisipatif
Terhadap Good Govenment Governance
Hipotesis Penelitian Sehubungan dengan permasalahan dalam kerangka pemikiran, maka perlu
merumuskan suatu hipotesis sebagai berikut: Hipotesis I Ho: kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah (variabel independent (X)) tidak berpengaruh terhadap Good Government Governance Kota Bandung (variabel dependent (Y)). Ha: kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah (variabel independent (X)) berpengaruh terhadap Good Government Governance Kota Bandung (variabel dependent (Y)).
32