11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Audit Internal
2.1.1 Pengertian Audit Internal Audit internal merupakan unsur penting dari struktur pengendalian internal dalam suatu organisasi karena dibuat untuk memonitor efektivitas dari aktivitas internal perusahaan atau organisasi. Institute of Internal Auditor (IIA) dalam Sawyer, et al. (2009: 8) mendefinisikan: “internal audit sebagai suatu fungsi pengendalian independen yang assurance dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai pemberi jasa kepada organisasi. Internal audit melakukan aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi”.
Sedangkan menurut American Accounting Association dalam Sawyer, et al. (2009: 8) mendefinisikan: “suatu proses yang sistematis secara objektif untuk memperoleh dan mengevaluasi asersi tindakan dan kejadian-kejadian ekonomis. Penilaian tersebut dilakukan untuk meyakinkan derajat kesesuaian antara asersi dengan kinerja yang ditetapkan dan mengkomunikasikannya ke pihak yang berkepentingan”.
2.1.2 Tujuan Audit Internal Sukrisno Agoes (2008:222), tujuan pemeriksaan yang dilakukan oleh auditor internal adalah “membantu semua pimpinan perusahaan (manajemen)
11
12
dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian, saran dan komentar mengenai kegiatan yang diperiksanya. Dari beberapa pernyataan tersebut menyebutkan bahwa hal-hal berikut ini termasuk dalam tujuan audit internal menurut Sukrisno Agoes (2008:226) yaitu : 1. 2. 3.
4. 5. 6.
Cukup tidaknya pengendalian internal Kualitas pelaksanaan dalam menjalankan tanggungjawab yang diberikan. Reliabilitas dan integritas informasi keuangan dan operasional, yaitu untuk membantu para anggota organisasi agar dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara efektif. Untuk tujuan tersebut, pengawasan internal menyediaan bagi mereka berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat dan informasi sehubungan dengan aktivitas yang diperiksa. Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan pengaturan. Verifikasi dari perlindungan harta. Keekonomisan dan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya. Dilihat dari tujuannya, audit internal mempunyai ruang lingkup yang luas
dan berjangka panjang sehingga tujuan utama audit internal dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Memeriksa atau menilai baik atau tidaknya pelaksanaan akuntansi dan keuangan,
pengendalian
operasional
lainnya
serta
meningkatkan
efektivitasnya. 2.
Memastikan bahwa kebjakan-kebijakan, rencana-rencana, prosedurprosedur telah dipatuhi dan berjalan sesuai dengan yang ditetapkan.
3.
Memeriksa seberapa jauh data manajemen dapat diandalkan.
4.
Memeriksa sejauh mana asset perusahaan dapat dilindungi.
5.
Memeriksa dan menilai kualitas dan hasil kerja para pegawai.
6.
Memberikan sarana perbaikan dan rekomendasi atas aktifitas perusahaan.
13
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan audit internal ini adalah memberikan kontribusi kepada perusahaan untuk membantu semua kegiatan anggota perusahaan agar dapat menjalankan semua tanggung jawab yang diberikan oleh perusahaan secara efektif. Audit internal membantu manajemen memberikan berbagai analisis, penilaian, rekomendasi, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas yang dikaji.
2.1.3 Independensi Audit Internal Auditor internal harus dapat bersikap independen dan objektif dalam melaksanakan kegiatan pemeriksaan, oleh karena itu auditor internal harus dapat berdiri sendiri tanpa ada intervensi dari pihak mana pun serta tidak boleh memihak kepada siapa pun. Hal ini dapat tercapai apabila audit internal diberikan status dan kedudukan yang jelas. Seperti yang dikemukakan Hiro Tugiman (2006:20), sebagai berikut : “Para audit internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif pada auditor internal”. Independensi dapat diperoleh dari 2 (dua) aspek, yaitu: 1. Status organisasi Status organisasi unit audit internal haruslah memberikan keleluasaan untuk mengetahui atau menyelesaikan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan. Audit internal haruslah memperoleh dukungan dari manajemen senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan kerja sama dari
14
pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. 2. Objektivitas Merupakan sikap mental independen yang harus dimiliki oleh auditor internal dalam melaksanakan suatu pemeriksaan. Audit internal ini tidak boleh menempatkan penilaian yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan penilaian yang dilakukaan oleh pihak lain. Dengan kata lain penilaian tidak boleh berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan oleh pihak lain. Sikap objektif auditor internal mengharuskan pelaksanaan pemeriksaan dengan suatu cara, sehingga mereka akan yakin dengan hasil pemeriksaan yang telah dilaksanakan dan tidak akan membuat penilaian dengan kualitias yang tidak benar atau meragukan. Audit internal tidak boleh ditempatkan dalam keadaan yang membuat mereka tidak dapat membuat penilaian yang objektif dan profesional.
2.1.4 Tanggung Jawab dan Kewenangan Audit Fungsi audit internal terbentuk karena adanya pendelegasian wewenang kepada sejumlah unit organisasi kepada sejumlah unit organisasi oleh pemimpin perusahaan. Fungsi audit internal ada berdasarkan kebijakan yang dibuat oleh manajemen atau dewan direksi. Fungsi audit internal merupakan kegiatan penilaian yang bebas yang dilakukan dengan cara memeriksa akuntansi, keuangan, dan kegiatan lainnya untuk memberikan informasi kepada manajemen dengan menyajikan analisis, penila ian, rekomendasi, dan komentar-komentar
15
yang penting. Fungsi audit internal menurut Hiro Tugiman (2006:11) adalah sebagai berikut : “Fungsi internal auditing atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi, untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilaksanakan. Tujuannya adalah membantu para anggota organisasi agar dapat melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif”. Tanggung jawab audit internal adalah memberikan pelayanan kepada manajemen dalam suatu organisasi dan mempertanggung jawabkan pekerjaannya sesuai dengan kode etik yang berlaku. Tanggung jawab ini juga mencakup pengkoordinasian aktivitas-aktivitas audit internal dengan bagian-bagian lain sehingga pemeriksaan yang objektif dan tujuan organisasi dapat dipakai secara optimal. Menurut Amin Widjaja Tunggal (2007:21) tanggung jawab departemen bagian audit adalah sebagai berikut : 1.
Tanggung jawab direktur audit internal adalah menerapkan program audit interna perusahaan, direktur audit internal mengarahkan personil dan aktivitas-aktivitas departemen audit internal, juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan.
2.
Tanggung jawab auditing supervisor adalah membantu direktur audit internal dalam mengembangkan program audit tahunan dan membantu dalam mengkoordinasi usaha auditing dengan auditor independen agar memberikan cakupan audit yang sesuai tanpa duplikasi usaha.
16
3.
Tanggung jawab senior auditor adalah menerima program audit dan instruksi untuk area audit yang ditugaskan dari auditing supervisor, senior auditing memimpin staf auditor dalam pekerjaan lapangan audit.
4.
Tanggung jawab staf auditor adalah dalam melaksanakan tugas audit pada suatu lokasi audit. Hal ini dapat tercapai apabila audit internal diberikan status dan
kedudukan yang jelas. Seperti yang dikemukakan Hiro Tugiman (2006:20), sebagai berikut : “Para auditor internal dianggap mandiri apabila dapat melaksanakan pekerjaannya secara bebas dan objektif. Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, hal mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status organisasi dan sikap objektif pada auditor internal”.
2.1.5
Kemampuan Profesional Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal
dan auditor internal. Menurut Hiro Tugiman (2006:27) kemampuan profesional yang harus dimiliki oleh bagian audit internal adalah sebagai berikut : “Kemampuan profesional merupakan tanggung jawab bagian audit internal dan setiap auditor internal. Pimpinan audit internal dalam setiap pemeriksaan haruslah menugaskan orang-orang secara bersama atau keseluruhan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas”.
17
Menurut Hiro Tugiman (2006) cakupan kemampuan profesional, yaitu: 1.
Personalia Bagian audit internal harus memberikan jaminan atau kepastian teknis dan
latar belakang pendidikan para auditor internal telah sesuai dengan pemeriksaaan yang akan dilaksanakan. Hiro Tugiman (2006) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagian audit internal, yaitu: a.
Pimpinan audit internal harus menetapkan kriteria pendidikan dan pengalaman yang sesuai dalam mengisi jabatan dibagian audit internal, dengan mempertimbangkan lingkup pekerjaan dan tingkat tanggung jawabnya.
b.
Harus diperoleh kepastian yang pantas dan masuk akal tentang kualifikasi dan kemampuan setiap calon auditor. Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pengisian jabatan
dibagian audit internal, kriteria pendidikan dan pengalaman merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan oleh pimpinan audit internal. Oleh karena itu, pimpinan audit internal harus mengetahui kemampuan dan keahlian yang dimiliki setiap calon auditor yang dipilih supaya tidak terjadi kesalahan dalam pengisian jabatan pada bagian audit internal. 2.
Pengetahuan dan Kecakapan Staf audit internal harus memiliki pengetahuan, kecakapan, dan berbagai
disiplin ilmu yang dibutuhkan dalam melaksanakan tanggung jawab pemeriksaan audit dalam organisasi perusahaan.
18
3. Pengawasan Kepala bagian audit internal bertanggung jawab melakukan pengawasan audit yang pantas. Pengawasan merupakan suatu proses yang berkelanjutan, dimulai dengan perencanaan dan diakhiri dengan kesimpulan hasil audit yang telah dilakukan. Menurut Hiro Tugiman (2006): “bagian audit internal haruslah memberikan kepastian bahwa pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya”. Jadi, Bagian audit internal harus dapat menjamin bahwa pelaksanaan audit internal telah berjalan secara memadai.
2.1.6 Ruang Lingkup Audit Ruang lingkup audit internal mencakup pekerjaan audit apa saja yang harus dilakukan. Oleh karena itu, biasanya manajemen dan direksi memberikan pengarahan secara umum mengenai ruang lingkup pekerjaan dan kegiatan yang akan diaudit. Dalam hal ini, audit internal harus melakukan pengujian dan penilaian atas kelayakan dan aktivitas sistem pengendalian internal perusahaan disamping kualitas personil atau karyawan dalam melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Hiro Tugiman dalam bukunya Standar Profesional Audit Internal (2006), menyatakan bahwa ruang lingkup audit internal adalah menilai keefektifan sistem pengendalian internal perusahaan. Hal ini terlihat dari kutipan berikut:
19
“Ruang lingkup audit internal menilai keefektifan sistem pengendalian internal serta pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan”. Dari pernyataan di atas, jelas bahwa ruang lingkup audit internal adalah melakukan pengevaluasian terhadap keefektifan sistem pengendalian serta menilai pelaksanaan tanggung jawab audit yang telah diberikan. Untuk lebih jelasnya, ruang lingkup audit dapat dilihat dari hal – hal berikut ini: 1.
Fungsi dan Tujuan Audit Fungsi–fungsi audit internal diatur menurut kebijakan manajemen dan
direksi. Fungsi audit internal yang dijelaskan oleh Hiro Tugiman (2006) adalah: “Fungsi audit internal atau pemeriksaan internal adalah suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi yang dilaksanakan”. Dengan demikian, jelas bahwa audit internal sebagai suatu alat manajemen yang berfungsi untuk menilai semua aktivitas perusahaan dengan meningkatkan usaha dalam mencapai tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Adapun tujuan dari audit internal adalah untuk membantu semua anggtota organisasi dalam melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif dengan memberikan analisis penilaian, rekomendasi yang objektif dan komentar penting mengenai aktivitas yang diaudit. Tujuan lainnya adalah meningkatkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang wajar. 2.
Pengevaluasian terhadap Keefektifan Sistem Pengendalian Internal Penentuan sistem pengendalian harus sesuai dengan kondisi perusahaan,
karena pengendalian merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang
20
diawali dengan perencanaan dan diakhiri dengan tugas–tugas yang akan dilaksanakan. Sehubungan dengan itu, manajemen dan pemimpin perusahaan sebaiknya mengadakan konsultasi dengan bagian audit internal untuk melakukan pengevaluasian terhadap kelengkapan dan keefektifan sistem pengendalian internal yang dibuat, sehingga dapat diketahui apakah sistem tersebut cocok atau tidak bila diterapkan di dalam perusahaan. Pengevaluasian terhadap sistem pengendalian yang terdiri dari seluruh sistem, proses, operasi maupun seluruh aktivitas di dalam perusahaan adalah untuk mengetahui apakah tujuan dan sasaran telah dicapai. Sedangkan tujuan peninjauan terhadap keefektifan sistem pengendalian internal adalah memastikan apakah sistem tersebut berfungsi sebagaimana diharapkan. Menurut Mulyadi (2010) yaitu : “ Sistem Pengendalian Intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuranukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.’’ Sementara itu, James M. Reeve, Carl S. Warren, Jonathan E. Duchac dalam bukunya “Principles Of Accounting” memberikan definisi sebagai berikut : “ Internal control is broadly defined as the procedures and processes used by a company to safeguard its assets, process information accurately, and ensure compliance with laws and regulations”. (2008: 348) Dari keempat definisi pengendalian intern tesebut, terdapat beberapa konsep dasar sistem pengendalian intern sebagai berikut :
21
1. Pengendalian intern merupakan suatu kebijakan, prosedur dan proses yang harus dilaksanakan oleh setiap orang dalam suatu entitas. 2. Pengendalian intern digunakan untuk melindungi aset perusahaan, menjaga akurasi dan keandalan laporan keuangan perusahaan serta mendorong kepatuhan terhadap kebijakan manajemen dan hukum yan berlaku. 3. Pengendalian intern dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi dewan direksi dan manajemen. Pengendalian intern tidak dapat memberikan keyakinan mutlak karena adanya keterbatasan bawaan. Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian internal dibuat untuk memberikan keyakinan terhadap proses kinerja organisasi. Namun demikian, dengan sistem pengendalian internal yang ada diarahkan untuk melindungi harta, menjamin ketelitian, dan dipercayainya data akuntansi, serta menjamin ditaatinya kebijakan perusahaan sehingga kegiatan atau operasi perusahaan dapat berjalan efektif dan efisien. 3.
Tanggung Jawab Audit Audit internal bertanggung jawab untuk menentukan apakah sistem –
sistem yang telah dibuat efektif dan apakah objek yang diaudit benar – benar menaatinya. Dapat diketahui bahwa audit internal harus benar – benar melaksanakan tanggung jawab audit yang telah diberikan. Apabila audit internal melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, maka hasil audit akan menjadi berkualitas dan relevan dengan objek yang diaudit.
22
Pihak yang menjalankan audit adalah auditor internal. Menurut Tunggal (2009), tanggung jawab departemen audit adalah: “Tanggung jawab auditor internal adalah menerapkan program audit internal, mengarahkan personel, dan aktivitas – aktivitas departemen audit internal juga menyiapkan rencana tahunan untuk pemeriksaan semua unit perusahaan dan menyajikan program yang telah dibuat untuk persetujuan”. Oleh karena itu, audit yang dilakukan sebaiknya tidak hanya dibatasi pada persoalan akuntansi dan keuangan saja tetapi mencakup semua lini operasi di dalam perusahaan. Dalam hal ini, audit internal yang handal akan mampu mereview pengendalian manajemen yang ada pada setiap aktivitas perusahaan.
2.1.7 Pemeriksaan Kegiatan Audit Menurut Hiro Tugiman (2006:53), tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan audit internal adalah sebagai berikut: 1. Tahap perencanaan audit 2. Tahap pengujian dan pengevaluasian informasi 3. Tahap penyampaian hasil audit 4. Tahap tindak lanjut (follow up) hasil audit Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan audit yang akan dilakukan harus mendapatkan persetujuan dari pengawas. Apabila rencana audit sudah disetujui, maka auditor internal melakukan pengujian dan pengevaluasian informasi. Informasi yang diperoleh dalam melakukan audit tersebut harus dilaporkan kepada manajemen untuk ditindaklanjuti. Berikut penjelasan dari tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan audit, sebagai berikut:
23
1. Perencanaan Audit Tahap perencanaan audit merupakan langkah yang paling awal dalam pelaksanaan kegiatan audit intenal, perencanaan dibuat bertujuan untuk menentukan objek yang akan diaudit atau prioritas audit, arah dan pendekatan audit, perencanaan alokasi sumber daya dan waktu, dan merencanakan hal-hal lainnya yang berkaitan dengan proses audit.Menurut Hiro Tugiman (2006:53), audit internal haruslah merencanakan setiap pemeriksaan. Perencanaan haruslah didokumentasikan dan harus meliputi: a. Penetapan tujuan audit dan lingkup pekerjaan. b. Peroleh informasi dasar (background information) tentang kegiatankegiatan yang akan diperiksa. c. Penentuan berbagai tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan audit. d. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. e. Melaksanakan survey untuk mengenali kegiatan yang diperlukan, risikorisiko dan pengawasan-pengawasan. f. Penulisan program audit. g. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil audit akan disampaikan. h. Memperoleh persetujuan bagi rencana kerja audit. 2. Pengujian dan Pengevaluasian Informasi Pada tahap ini audit intern haruslah mengumpulkan, menganalisa, menginterprestasidan membuktikan kebenaran informasi untuk mendukung
24
hasil audit.Menurut Hiro Tugiman (2006:59), proses pengujian dan pengevaluasian informasi adalah sebagai berikut: a. Dikumpulkannya
berbagai
informasi
tentang
seluruh
hal
yang
berhubungan dengan tujuan-tujuan pemeriksaan dan lingkup kerja. b. Informasi haruslah mencukupi, kompeten, relevan dan berguna untuk membuat suatu dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasirekomendasi. c. Adanya prosedur-prosedur audit, termasuk teknik-teknik pengujian. d. Dilakukan pengawasan terhadap proses pengumpulan, penganalisaan, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi. e. Dibuat kertas kerja pemeriksaan. 3. Penyampaian Hasil Pemeriksaan Laporan audit internal ditujukan untuk kepentingan manajemen yang dirancang untuk memperkuat pengendalian audit internal, untuk menentukan ditaati tidaknya kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh manajemen. Audit internal harus melaporkan kepada manajemen apabila terdapat penyelewengan atau penyimpangan yang terjadi di dalam suatu fungsi perusahaan dan memberikan saran atau rekomendasi untuk perbaikannya. Menurut Hiro Tugiman (2006:68) audit internal harus melaporkan hasil audit yang dilaksanakannya, yaitu: a. Laporan tertulis yang ditandatanngani oleh ketua audit internal. b. Pemeriksa internal harus terlebih dahulu mendiskusikan kesimpulan dan rekomendasi.
25
c. Suatu laporan haruslah objektif, jelas, singkat, terstruktur dan tepat waktu. d. Laporan haruslah mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil dari pelaksanaan pemeriksaan. e. Laporan mencantumkan berbagai rekomendasi. f. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan. g. Pimpinan audit internal me-review dan menyetujui laporan audit. 4. Tindak Lanjut (Follow Up) Hasil Pemeriksaan Proses yang menjadi elemen paling penting dalam pelaksanaan pemeriksaan adalah tindak lanjut temuan pemeriksaan. Hiro Tugiman (2006) menyebutkan, “tindak lanjut (follow up) oleh audit internal diartikan sebagai suatu proses untuk menentukan kecukupan, keefektifan, dan ketepatan waktu dari berbagai tindakan yang dilakukan oleh manajemen terhadap berbagai temuan pemeriksaan yang dilaporkan”. Dari pernyataan tersebut, seorang auditor internalharus terus-menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Dalam hal ini manajemen yang bertanggung jawab untuk menentukan tindakan yang perlu untuk dilakukan sebagai tanggapan terhadap temuan-temuan audit yang dilaporkan. Hal ini bertujuab agar temuan audit dapat diselesaikan dan ditanggulangi secara tepat waktu serta tidak terulang dimasa yang akan datang.
26
Dalam menentukan tindak lanjut, menurut Hiro Tugiman (2006), ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan, antara lain: a. Pentingkah temuan yang dilaporkan. b. Tingkat usaha dan biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi yang dilaporkan. c. Resiko yang mungkin terjadi bila tindakan korektif yang dilakukan gagal. d. Tingkat kesulitan dari pelaksanaan tindakan korektif. e. Jangka waktu yang dibutuhkan. Hiro Tugiman (2006) mengemukakan teknik-teknik yang dapat digunakan dalam penyelesaian tindak lanjut sebagai berikut: a. Pengiriman laporan tentang temuan pemeriksaan kepada tingkatan manajemen yang tepat, yang bertanggungjawab untuk melakukan tindakan-tindakan korektif. b. Menerima dan mengevaluasi tanggapan dari manajemen terhadap temuan pemeriksaan selama pelaksanaan dilakukan atau dalam jangka waktu yang wajar setelah laporan hasil pemeriksaan diterbitkan. c. Menerima laporan perkembangan perbaikan dari manajemen secara periodik, untuk mengevaluasi status usaha manajemen untuk memperbaiki kondisi yang sebelumnya dilaporkan. d. Menerima dan mengevaluasi laporan dari berbagai organisasi yang lain yang ditugaskan dan bertanggung jawab mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan proses tindak lanjut.
27
e. Melaporkan kepada manajemen atau dewan tentang status dari tanggapan terhadap berbagai temuan pemeriksaan.
2.2
Kecurangan (Fraud)
2.2.1 Definisi Kecurangan Menurut SPA (Standar Perikatan Audit) 240 yang diterbitkan IAPI ( berlaku 1 januari 2013) menjelaskan bahwa : “kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan suatu tindakan yang sengaja dilakukan oleh satu atau lebih individu dalam suatu manajemen yang terdiri atas pihak pemerintahan, karyawan, dan pihak ketiga, yang melakukan tindak penipuan untuk mendapatan keuntungan secara ilegal. Sedangkan menurut Black Law definisi kecurangan adalah : 1.
A knowing misrepresentation of the truth or concealment of a material fact to induce another to act to his her or detriment; is usual a tort, but in some cases (esp. when the conduct is willful) it my be a crime,
2.
A miserpresentation made recklessly without belief in its truth to induce another person to act,
28
3.
A tort arising from knowing misrepresentation, concealment of material fact, or reckless misrepresentation made to induce another to act to his or her detriment.
Yang diterjemahkan, kecurangan adalah: 1.
Kesengajaan atas salah pernyataan terhadap suatu kebenaran atau
keadaan yang disembunyikan dari sebuah fakta material yang dapat mempengaruhi orang lain untuk melakukan perbuatan atau tindakan yang merugikannya, biasanya merupakan kesalahan umum dalam beberapa kasus (khusunya dilakukan secara sengaja) memungkinkan merupakan suatu kejahatan. 2.
Penyajian yang salah/keliru (salah pernyataan) yang secara ceroboh/tanpa
perhitungan dan tanpa dapat dipercaya kebenarannya berakibat dapat mempengaruhi atau menyebabkan orang lain bertindak atau berbuat. 3.
Suatu kerugian yang timbul sebagai akibat diketahui keterangan atau
penyajian yang salah (salah pernyataan), penyembunyian fakta material, atau penyajian yang ceroboh/tanpa perhitungan yang mempengaruhi orang lain untuk berbuat atau bertindak yang merugikannya. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kecurangan (fraud) merupakan kecurangan yang dibuat untuk mendapatkan fraud pribadi atau untuk merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk memiliki sesuatu ataupun keuntungan dengan cara curang. Kecurangan dapat melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. 2.2.2 Faktor pemicu Kecurangan (fraud) Menurut SAS 99 (AU316) dikutip oleh Arens (2008) terdapat tiga faktor seseorang melakukan kecurangan yang dikenal sebagai fraud triangel, yaitu :
29
1. Pressure (tekanan) Seperti yang telah dibahas pada bab sebelumnya, tekanan ekonomi merupakan salah satu faktor yang mendorong seseoramg berani melakukan tindakan fraud. Faktor ini berasal dari individu si pelaku dimana dia merasa bahwa tekanan kehidupan yang begitu berat memaksa si pelaku melakukan kecurangan untuk keuntungan pribadinya, biasanya dilakukan karena jaminan kesejahteraan yang ditawarkan perusahaan atau organisasi tempat dia bekerja kurang atau pola hidup yang serba mewah si pelaku merasa terus – menerus kekurangan. Namun, tekanan (pressure) juga dapat berasal dari lingkungan tempatnya bekerja, seperti: a. Lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, misalnya perlakuan terhadap pegawai yang tidak wajar. b. Sistem pengukuran kinerja dan penghargaan yang tidak wajar sehingga `karyawan merasa tidak diperlakukan secara adil. c. Tidak adanya bantuan konsulyasi pegawai. d. Adanya proses penerimaan pegawai yang tidak fair. 2. Opportunity (kesempatan) Merupakan faktor yang sepenuhnya berasal dari luar individu, yakni berasal dari organisasi sebagai korban perbuatan fraud. Kesempatan melakukan fraud selalu ada pada setiap kedudukan. Dengan kedudukan yang dimilki, si pelaku merasa memiliki kesempatan untuk mengambil keuntungan. Ditambah lagi dengan sistem pengendalian dari organisasi yang kurang memadai. 3. Reazionalization (rasionalisasi) Si pelaku merasa memiliki alasan yang kuat yang menjadi dasar untuk membenarkan apa yang dia lakukan. Serta mempengaruhi pihak lain untuk menyetujui apa yang dia lakukan.Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengurangi resiko tersebut adalah : a. Penyaringan
tenaga
kerja
semaksimal
mungkin
diterimanya pegawai yang tidak bermoral baik.
demi
mencegah
30
b. Visi dan misi organisasi ditetapkan secara jelas agar dapat dicapai dengan melibatkan seluruh elemen organisasi. c. Aturan yang jelas mengenai perilaku para pegawai yang disesuaikan dengan lingkungan dan budaya organisasi. d. Gaya manajemen dan sistem pengendalian yang maksimal sehingga dapat memberikan contoh bagi para pegawai bagaimana bekerja sesuai dengan visi dan misi perusahaan. The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “ The Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan (Uniform Occupational Fraud Classification System). ACFE dalam Tuanakotta (2010) membagi fraud (kecurangan) dalam 3 (tiga) jenis atau tipologi berdasarkan perbuatan, yaitu: 1) Kecurangan Laporan Keuangan (Fraudulent Statement) Kecurangan Laporan keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat finansial atau kecurangan non finansial. 2) Penyimpangan atas Aset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value).
31
3) Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara ekonomi (economic extortion). menurut Tuanakotta
(2010) pemicu terjadinya fraud yaitu Pemicu
perbuatan fraud pada umumnya merupakan gabungan dari motivasi dan kesempatan. Motivasi dan kesempatan saling berhubungan. Semakin besar kebutuhan ekonomi seseorang yang bekerja di suatu organisasi yang pengendaliannya internnya lemah, maka semakin kuat motivasinya untuk melakukan fraud. Terdapat empat faktor pendorong seseorang untuk melakukan fraud, yang sering disebut teori GONE (Pusdiklatwas BPKP) yaitu sebagai berikut: 1) Greed (keserakahan) 2) Opportunity (kesempatan) 3) Need (kebutuhan) 4) Expossure (pengungkapan) Faktor greed dan need merupakan faktor yang berhubungan dengan pelaku fraud atau disebut faktor individu. Adapun faktor opportunity dan exposure merupakan faktor yang berhubungan dengan organisasi sebagai korban. Standar audit pada dasarnya mampu mengetahui adanya kesalahan yang disengaja atau
32
tidak disengaja. Menurut Tunggal (2009) bahwa syarat penemuan fraud terdiri dari: 1. Penemuan Fraud Audit internal diharapkan dapat menemukan fraud yang terjadi di dalam perusahaan, sehingga segala aktivitas yang bertentangan dengan prosedur atau kebijakan perusahaan dapat dicegah dan diatasi. Sehubungan dengan itu, temuan – temuan hasil audit harus didasarkan pada: a. Kriteria: yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan dalam melakukan evaluasi. b. Kondisi: yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh audit internal. c. Sebab: yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan antara kondisi yang diharapkan dan kondisi sesungguhnya. d. Akibat: yaitu beragai resiko atau kerugian yang dihadapi oleh organisasi dari pihak yang diaudit atau unit organisasi lain karena terdapatnya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria (dampak dari perbedaan). e. Dalam laporan tentang berbagai temuan, dapat pula dicantumkan berbagai rekomendasi, hasil yang telah dicapai oleh pihak yang diaudit, dan informasi lain bersifat membantu yang tidak dicantumkan di tempat lain.
2.
Bukti yang Cukup dan Kompeten Bukti yang cukup merupakan bukti yang faktual dan meyakinkan,
sehingga orang yang diberi bukti akan mempunyai kesimpulan yang sama dengan auditor. Sedangkan bukti yang kompeten adalah bukti yang dapat dipercaya dan cara terbaik untuk memperolehnya adalah dengan mempergunakan teknik audit yang tepat.
Ruang lingkup fraud auditing merupakan pembatasan – pembatasan tertentu dalam melakukan audit. Menurut Tunggal (2009) ruang lingkup fraud auditing meliputi:
33
1.
Tingkat Materialitas Suatu fraud tetap diangap material secara kualitatif dan tidak menjadi
masalah terhadap beberapa jumlah uang yang tersangkut. Maksud dari definisi ini adalah: a.
Fraud, menurut sifatnya dapat berkembang apabila tidak dicegah
b.
Eksistensi fraud sendiri menunjukan adanya suatu kelemahan dalam pengendalian.
c.
Fraud secara tidak langsung menyatakan masalah integritas mempunyai konsekuensi yang jauh dari jangkauan. Misalnya, manajemen melakukan pembayaran yang ilegal, perusahaan dan eksekutif yang terlibat akan menghadapi konsekuensi hukum dan sangat merugikan publisitas perusahaan. Oleh karena itu, tingkat materialitas merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertimbangan audit internal dalam menentukan jumlah bukti yang cukup. Informasi yang diperoleh dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. 2.
Biaya Manajemen harus menganalisis keadaan biaya secara keseluruhan atau
manfaat dari perluasan audit dan tindakan – tindakan yang diambil untuk mencegah fraud pada masa yang akan datang. Pada dasarnya untuk menguji setiap transaksi dibutuhkan biaya yang sangat tinggi. Dengan demikian jelas, bahwa untuk menemukan dan mengungkapkan fraud diperlukan biaya yang sangat tinggi walaupun hasilnya tidak maksimal. Misalnya, jika terjadi fraud yang melibatkan persekongkolan beberapa karyawan yang menyangkut pemalsuan dokumen, penipuan semacam itu cenderung tidak terungkap dalam audit yang normal
.
34
3.
Informasi yang Sensitif Perusahaan yang mengetahui ruang lingkup fraud, segera membuat
kebijakan untuk menghalangi dan mendeteksi aktivitas fraud. Sifat sensitif dari aktivitas fraud atau dicurigai adanya aktivitas demikian membutuhkan suatu petunjuk formal dalam pelaporan dan praktek penyelidikannya.
4.
Pengembangan Integritas Auditor internal sering diminta untuk melakukan program peningkatan
integritas, dimana prioritas manajemen ditinjau bersama seluruh karyawan. Sehubungan dengan itu, Tugiman (2006) dalam makalah Auditor Internal dalam Mengendus Berbagai Ketidakberesan dalam Perusahaan menyatakan bahwa: “Hal
yang berjalan seiring dengan pengungkapan fraud adalah
peningkatan integritas dalam organisasi”. Dari pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa dengan dengan peningkatan integritas dalam organisasi, kecurangan dengan mudah dapat diungkapkan karena adanya kejujuran dan sikap yang tegas dari karyawan. Selain itu, keinginan untuk menghindari perbedaan pendapat, keinginan untuk menghindari pengambilan alih manajemen, adalah topik yang mungkin perlu ditekankan pada program peningkatan integritas. Pendekatan audit dilakukan agar audit internal dengan mudah melakukan evaluasi atau penilaian terhadap informasi yang diperoleh. Menurut Tunggal (2009) pendekatan audit terdiri dari: 1.
Analisis Ancaman Dalam pendekatan fraud auditing. Analisis ancaman seperti analisis pengungkapan fraud harus dilakukan. Analisis ancaman dapat membantu mengarahkan rencana audit, misalnya melakukan pengawasan pada aktivitas untuk mengetahui kemungkinan terjadinya fraud. Masih dalam makalah yang sama, Tugiman (2006) menyatakan bahwa: “Dalam analisis ancaman, penjualan dan evaluasi kendali adalah cara utama mengevaluasi kemungkinan terjadinya ketidakberesan”.
35
Dari pernyataan di atas, jelas bahwa analisis ancaman merupakan cara yang paling tepat digunakan untuk mengevaluasi terjadinya ketidakberesan atau fraud di dalam perusahaan.
2.
Survei Pendahuluan Tahap pokok dari survei ini adalah melakukan analisis ancaman (threat analysis). Hal ini dilakukan sehubungan dengan penilaian sebagai dasar untuk memformulasikan program audit. Tentunya akan sangat membantu jika masalah yang timbul selama fase ini dapat dikenali. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dengan melakukan
survei pendahuluan, auditor akan memperoleh informasi mengenai latar belakang perusahaan atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan kegiatan audit.
3.
Audit Program Audit internal harus menyusun dan mendokumentasikan program kerja dalam rangka mencapai sasaran penugasan. Tugiman (2006) menyatakan bahwa program audit harus: a.
Membuktikan prosedur audit dalam pengumpulan, analisis, penafsiran, dan penyimpangan informasi yang diperoleh selama audit.
b.
Menetapkan tujuan audit.
c.
Menyatakan lingkup dan pengujian yang diperlukan untuk mencapai tujuan audit.
d.
Mengidentifikasi aspek–aspek teknis, risiko, proses, dan transaksi yang akan diteliti.
e.
Menetapkan sifat dan luas pengujian yang diperlukan.
f.
Merupakan persiapan bagi awal pelaksanaan pekerjaan audit dan perubahan, bila dipandang perul selama pelaksanaan audit.
Dengan demikian, jelas bahwa program kerja harus menetapkan prosedur untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mendokumentasikan informasi selama penugasan. Program kerja ini harus memperoleh persetujuan
36
sebelum dilaksanakan. Perubahan atau penyesuaian atas program kerja juga harus mendapat persetujuan.
4.
Pemilihan Tim Auditor Tim audit harus mengumpulkan informasi mengenai catatan – catatan yang tidak lengkap, ketidakcukupan bukti – bukti, kesalahan penyajian, atau mengubah bukti secara sengaja dalam melaksanakan fraud audit. Dalam hal ini tenaga ahli diperlukan untuk melakukan proses audit yang lebih rumit. Untuk memperoleh informasi khususnya yang berhubungan dengan fraud,
tim auditor akan melakukan wawancara dengan banyak karyawan termasuk mereka yang dicurigai. Sehubungan dengan itu, anggota (fraud auditor) tim audit harus memiliki keterampilan, pengetahuan dan pengalaman yang luas dalam mewawancarai untuk mendokumentasikan hasil diskusi. Pertimbangan dalam penugasan staf adalah bahwa fraud auditing tidak dapat diperkirakan sebelumnya, karena mereka ditemukan dan dibutuhkan tindak lanjut secepatnya. Pertimbangan juga perlu diberikan kepada orang lain yang sering menjadi bagian dari tim fraud auditing yaitu staf dari bagian atau divisi akuntansi perusahaan, pengacara, dan staf legal perusahaan. Dalam keseluruhan kasus yang terjadi, tim audit harus berusaha sekuat tenaga untuk mencapai tujuan, menghindari penuduhan, pengecekan ulang kesaksian dan tindakan secara personal dalam setiap waktu.
37
2.3
Review Penelitian Sebelumnya
Tabel 2.1. Review Penelitian Sebelumnya No 1.
Nama Penelitian Diary Demario Silitonga
Judul Penelitian Pengaruh Audit Internal Terhadap Operasi Penjualan Perusahaan
Variable Indikator Penelitian Dependen : X : Operasi Aktivitas Penjualan Kepatuhan Perusahaan Aktivitas Independen : Pengujian Audit (Verification) Internal Aktivitas Penilaian (evaluiating) \Indepedensi Kompetensi Planning the audit Examining and evaluating information Communicatin g result Following Up Y: Orientasi Konsumen Volume Penjualan Koordinasi & Integrasi 1. Perencanaan operasi penjualan perusahaan 2. Pelaksanaan operasi penjualan 3. Evaluasi
Perbedaan Penelitian Perbedaan penelitian Diary Demario Silitonga dengan penelitian penulis adalah pada variable dependen dan objek penelitiannya. Penulis akan melakukan pengamatan dengan obyek yang lebih luas, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi kepentingan generalisasi permasalahan.
Hasil Penelitian 1. Audit Internal pada PT.INTI telah dilaksanakan dengan “Baik”. Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh nilai rata-rata dari audit internal sebesar 62. Hal tersebut didukung oleh indikator audit internal diantaranya auditor internal menilai kelayakan dan aktivitas pengendalian internal perusahaan seperti penilaian terhadap efisiensi, operasi, dan pelaksanaan operasi. 1. Operasi penjualan pada PT.INTI telah terlaksana
38
kegiatan penjualan Persiapan sebelum menjual Penentuan lokasi operasi penjualan Pendekatan Pendahuluan
2.
Daniel Susanto
Peranan Audit Internal Terhadap Kepatuhan Manajeme n Perusahaan
Dependen : 1.Tujuan audit Kepatuhan internal. Manajemen 2.Kompetensi Perusahaan audit internal Independen : 3.Program Peranan kerja audit Audit 4.Pelakasanaan Internal audit internal 5.Laporan hasil dan tindak lanjut auit internal 6.Manajemen bagian dari audit internal.
dengan cukup baik. 3. Pengaruh audit internal terhadap operasi perusahaan adalah sebesar 19,3% termasuk dalam kategori rendah sekali, sedangkan sisanya sebesar 100% 19,3% = 80,7% merupakan pengaruh variabel lain yang tidak diteliti seperti pengendalian intern (SPI), bagian pemasaran, baliho dan lain sebagainya. Perbedaan penelitian Daniel Susanto dengan penelitian penulis adalah pada variable dependen dan objek penelitiannya. Penulis akan melakukan pengamatan dengan obyek yang lebih luas, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi
1.Audit Internal yang dilaksanakan PT.Otto Pharmaceutical Industries sudah memadai. Dimana audit internal dilaksanakan oleh satuan pengawasan intern, Auditor internal yang independen dan kompeten serta dalam melakasanakan pemeriksaannya
39
kepentingan generalisasi permasalahan.
terlebih dahulu menetapkan tujuan audit internal, tanggung jawab wewenang dan audit internal, program kerja audit internal, pelaksanaan audit internal dan laporan serta tindak lanjut audit internal. 2.Pengendalian intern kepatuhan yang dilakukan oleh PT.Otto Pharmaceutical Industries sudah memadai dimana telah memadainya unsur-unsur pengendalian intern yang meliputi lingkungan pengendalian,pe nafsiran resik, aktivitas pengendalian, dan pemantauan serta dalam unsur-unsur tersebut memperhatikan tujuan pengendalian internal kepatuhan. 3.Audit internal yang dilakukan PT.Otto Pharmaceutical
40
3.
Ratna Amalia
Pengaruh Audit Internal Terhadap Pendeteksi an Fraud (Kecurang an)
Dependen : pendeteksian fraud (kecurangan) Independen : Audit internal
X: Mandiri Objektif Pengetahuan dan kemampuan Pengawasan Ketelitian profesional Keandalan Informasi Kesesuaian dengan kebijakan, rencana, prosedur, dan ketentuan perundangundangan. Perlindungan aktiva Penggunaan sumber daya Pencapaian tujuan Perencanaan kegiatan pemeriksaan Pengujian dan pengevaluasian Pelaporan
Perbedaan penelitian Daniel Susanto dengan penelitian penulis adalah pada variable independen dan objek penelitiannya. Penulis akan melakukan pengamatan dengan obyek yang lebih luas, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi kepentingan generalisasi permasalahan.
Industries telah berperan dalam menunjang pengendalian intern kepatuhan. Ini terbukti dengan hasil pengujian hipotesis yang nilainya 92,06% yang berarti bahwa hasilnya dapat diterima. 1. Audit Internal di GKPRI Jawa Barat sudah baik. Hal ini didukung dengan: Audit Internal (pengawas) diberikan tanggung jawab yang luas untuk menjamin jangkauan audit di lingkungan unit-unit usaha GKPRI Jawa Barat. Dengan diberikan tanggung jawab yang luas maka Audit Internal (pengawas) telah bersikap mandiri dalam menjalankan tanggung jawabnya terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud. Audit Internal
41
hasil pemeriksaan Tindak lanjut pemeriksaan Y: Pemetaan (Mapping) disini bertujuan untuk mengidentifika si titik-titik kritis risiko terjadinya tindak kecurangan. Pengamatan (Observing) bertujuan untuk memperdalam semua titiktitik risiko berdasarkan situasi aktual dilapangan. Verifikasi Transaksi dan Analisis Data (Verifying & Analyzing) bertujuan untuk mempertegas kesimpulan bahwa tindak kecurangan mungkin ada atau rawan terjadi. Komunikasi Informal Audit dengan Pihak Internal dimana komunikasi dalam suasana formal
(pengawas) GKPRI Jawa Barat menerapkan ketelitian profesional di dalam melaksanakan tanggung jawab auditnya. Hal ini menjadikan informasi yang di dapat benarbenar nyata keadaannya, tanpa harus ada rekayasa apapun. Audit Internal (pengawas) GKPRI Jawa Barat ikut berperan aktif dalam pencapaian tujuan GKPRI Jawa Barat. Hal ini akan mempermudah koperasi didalam pencapaian tujuan karena segala sesuatu yang menyebabkan terhambatnya tujuan koperasi akan terungkap oleh Audit Internal (pengawas), yang kemudian akan ditindak
42
merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi korp audit, baik secara verbal maupun tertulis. Media Audit untuk Menerima Masukan/Peng aduan dimana Strategi “Audit Centre” ini merupakan pelengkap dari pengembangan informasi informal.
lanjuti. 2. Pencegahan fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan : Terdapat komitmen yang kuat antara pengurus, pegawai untuk melaksanakan kebijakan anti fraud sehingga pencegahan fraud di unitunit usaha GKPRI Jawa Barat berjalan efektif. 3. Pendeteksian fraud di GKPRI Jawa Barat sudah cukup memadai. Hal ini ditandai dengan : Pengurus GKPRI Jawa Barat sudah membuka media audit (kotak saran) untuk menerima masukan atau pengaduan tindak fraud. Hal ini memudahkan
43
Audit Internal (pengawas) untuk mengumpulkan informasi terkait adanya tindak fraud. 4. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa semakin baik Audit Internal menjalankan perannya sebagai internal control akan membuat pencegahan dan pendeteksian fraud semakin efektif. Audit Internal memiliki pengaruh terhadap pencegahan dan pendeteksian fraud yaitu dibuktikan dengan , maka Ha diterima dan Ho ditolak. Besarnya pengaruh Audit Internal terhadap pencegahan fraud adalah 87,7% dan sisanya sebesar 12,3% sedangkan besarnya pengaruh Audit
44
4.
Dilla Adikuasa
Pengaruh Audit Internal Terhadap penerapan GCG
Dependen : Penerapan Good Corporate Govarnance Independen : Audit Internal
X: 1. Kualifikasi Auditor : a. Indepen densi b. Kompet ensi 2. Pelaksanaa n Kegiatan Audit Internal : a. Program audit internal b. Pelaksa naan audit internal c. Laporan hasil audit internal d. Kegiata n tindak lanjut atas laporan hasil audit internal Tugiman (2003:16) Y:
1. Transparenc
Perbedaan penelitian Dilla Adikuasa dengan penelitian penulis adalah pada variable dependen dan objek penelitiannya. Penulis akan melakukan pengamatan dengan obyek yang lebih luas, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi kepentingan generalisasi permasalahan.
Internal terhadap pendeteksian fraud adalah 56,2% dan sisanya sebesar 43,8% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis. Hasil penelitian : Pelaksanaan Audit
Internal
pada
Bank
Syariah Mandiri dapat dikatakan baik,
hal
ini
dapat tercermin dari : a.
Adanya
kualifikasi auditor internal, dalam
hal
ini
auditor internal yang
bekerja
pada
bank
syariah mandiri umumnya memilki kedudukan unit internal yang
audit terpisah
45
2.
3.
4.
5.
y (Transparan si) Accountabili ty (Akuntabilita s) Responsibilit y (Pertanggun gjawaban) Independenc y (Kemandiria n) Fairness (Kewajaran)
Sedarmayanti (2007:57)
dari
bagian-
bagian lain yang diperiksanya, auditor internal memiliki
latar
belakang pendidikan yang sesuai
dengan
bidangnya dalam melaksanakan audit, selalu ikut serta
dalam
pendidikan keahlian
di
bidang
audit
internal
yang
diselenggarakan oleh ypai atau institusi yang
lain
bertujuan
untuk meningkatkan keahliannya, selama
ini
fungsi
audit
internal dilaksanakan oleh orang yang cukup berpengalaman,
46
dan selama ini auditor internal melaporkan hasil audit dan memberikan rekomendasi kepada pimpinan Pelaksanaan Kegiatan Audit Internal. 5.
Ihsan Kusumah
Peranan Audit Internal Terhadap Pencegaha n Kecuranga n (Fraud)
Dependen : Pencegahan fraud (kecurangan) Independen : Audit internal
X: Tujuan dan ruang lingkup audit internal fungsi dan tanggung jawab audit Kemampuan profesional Independensi dan objektifitas Survey pendahuluan Pelaksanaan audit internal Manajemen audit internal Y: Standar pemeriksaan dalam audit internal Ruang lingkup fraud auditing Pendekatan audit Pelaksanaan
Perbedaan penelitian Ihsan Kusumah dengan penelitian penulis adalah pada dan objek penelitian dan tahun penelitiannya. Penulis akan melakukan pengamatan dengan obyek yang lebih luas dan terbaru, sehingga lebih dapat dijadikan acuan bagi kepentingan generalisasi permasalahan.
Hasil penelitian: Pelaksanaan Audit Internal pada Bank Jabar Banten Cabang Utama dapat dikatakan memadai, hal ini dapat tercermin dari : 1. independensi Pelaksanaan audit internal di PT. Bank Jabar Banten Cabang Utama ini mendapatkan dukungan dari manajemen dan direksi serta di audit. 2. tanggung jawab dan kewenangan audit Kepala bagian audit internal telah membuat uraian tugas yang lengkap
47
audit internal Manajemen audit internal
mengenai tujuan, kewenangan dan tanggung jawab bagi audit internal. 3. Kemampuan profesional Bagian audit internal telah menugaskan staf audit yang memiliki pengetahuan dan kecakapan sehingga pelaksanaan audit dapat di awasi sebagai mana mestinya. 4. Ruang lingkup audit Kegiatan audit telah dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan tujuan audit dalam menilai keefektifan sistem pengendalian internal. 5. Survey pendahuluan Tim audit internal telah melakukan ertemuan pendahuluan, meninjau lokasi penelitian, mempelajari dokumendokumen perusahaan,
48
deskripsi tertulis, serta melakukan prosedur analitis untuk mengumpulkan data atau informasi. 6. Pelaksanaan kegiatan audit Audit internal telah melaksanakan kegiatan audit yg diawali dengan perencanaan audit, pengujian dan pengevaluasian informasi, penyampaian hasil audit serta tindak lanjut hasil audit.
49
2.4
Kerangka Pemikiran
2.4.1 Hubungan antara Audit Internal (X) dan Kecurangan (Y) Audit internal sebagai suatu cara yang digunakan untuk mencegah kecurangan dalam suatu perusahaan yang kegiatannya meliputi menguji dan menilai efektivitas serta kecukupan sistem pengendalian internal yang ada dalam organisasi. Fungsi audit internal ini dalam suatu perusahaan dapat berupa divisi, departemen, fungsi bisnis, proses bisnis, layanan informasi, sistem atau proyek. Tanpa audit internal, dewan direksi atau pimpinan unit tidak akan memiliki sumber informasi internal yang bebas mengenai kinerja organisasi. Dengan terlaksananya kegiatan audit internal diharapkan mampu meningkatkan kualitas dari pengendalian internal sehingga memberikan pengaruh terhadap kecurangan yang dapat merugikan perusahaan dan para pengambil keputusan yang menggunakan laporan keuangan. Audit internal merupakan elemen monitoring dari struktur dari struktur pengendalian internal dalam suatu organisasi yang dibuat untuk memantau efektivitas dari elemen – elemen struktur pengendalian internal lainnya. Institute of Internal Auditor (IIA) dalam Sawyer, et al. (2009: 8) mendefinisikan : “internal audit sebagai suatu fungsi pengendalian independen yang assurance dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi aktivitas organisasi sebagai pemberi jasa kepada organisasi. Internal audit melakukan aktivitas pemberian keyakinan serta konsultasi independen dan objektif, yang dirancang untuk menambah nilai dan memperbaiki operasi organisasi”.
50
Langkah-Langkah Proses Audit Internal Munurut SPAI (2012), yaitu : Dilihat dari Standard For the Profesional of Internal Auditing diatas maka pelaksanaan atau fase-fase auditor internal dalam audit internal meliputi : a.
Perencanaan Audit Auditor internal harus merencanakan setiap pemeriksaan, dalam hal ini
perencanaan tersebut harus didokumentasikan yang meliputi : 1. Penetapan tujuan, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan. 2. Memperoleh informasi dasar (background information) tentang kegiatan yang akan diperiksa. 3. Penentuan tenaga yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan. 4. Pemberitahuan kepada para pihak yang dipandang perlu. 5. Melaksanakan survai secara tepat untuk lebih mengenali kegiatan yang diperlukan, untuk mengidentifikasikan area yang ditekankan dalam pemeriksaan, serta untuk memperoleh berbagai alasan dan saran-saran dari pihak yang akan diperiksa (auditee comments and suggestions). 6. Pembuatan program pemeriksaan. 7. Menentukan bagaimana, kapan dan kepada siapa hasil-hasil pemeriksaan akan disampaikan. 8. Memperoleh persetujuan atas rencana kerja pemeriksaan.
b.
Pengujian dan Pengevaluasian Informasi Auditor internal harus mengumpulkan, menganalisis, menginterprestasikan
dan membuktikan kebenaran informasi meliputi hal-hal sebagai berikut:
51
1. Mengumpulkan berbagai informasi Tentang seluruh hal yang berhubungan dengan tujuan, sasaran dan ruang lingkup pemeriksaan. 2. Informasi harus mencukupi, dapat dipercaya, relevan dan berguna sebagai dasar yang logis bagi temuan audit dan rekomendasi. 3. Prosedur pemeriksaan, termasuk teknik pengujian dan penarikan sampel yang dipergunakan, harus terlebih dahulu diseleksi bila memungkinkan dan diperluas/diubah bila keadaan menghendaki demikian. 4. Proses pengumpulan, analisis, penafsiran dan pembuktian kebenaran informasi haruslah diawasi untuk memberikan kepastian bahwa sikap objektif pemeriksa terus dijaga dan sasaran pemeriksaan dapat dipercaya. 5. Menyiapkan kertas kerja pemeriksaan (audit working paper). Kertas kerja pemeriksaan adalah dokumen pemeriksaan yang harus dibuat oleh auditor dan ditinjau/direview oleh manajer auditor internal. Kertas kerja pemeriksaan harus mencantumkan berbagai informasi yang diperoleh dan telah dianalisis serta harus mendukung dasar temuan audit dan rekomendasi yang akan dilaporkan.
c.
Penyampaian Hasil audit Auditor
internal
harus
melaporkan
hasil-hasil
pemeriksaan
yang
dilakukannya atau yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya. Proses penyampaian hasil pemeriksaan meliputi halhal sebagai berikut:
52
1. Menerbitkan laporan hasil pemeriksaan 2. Auditor internal harus terlebih dahulu mendiskusikan berbagai kesimpulan dan rekomendasi dengan tingkatan manajemen yang tepat, sebelum mengeluarkan laporan akhir. 3. Laporan harus objektif, jelas, singkat, konstruktif dan tepat waktu. 4. Laporan harus mengemukakan tentang maksud, lingkup dan hasil pelaksanaan pemeriksaan, dan bila dipandang perlu, laporan harus pula berisikan pernyataan tentang pendapat pemeriksaan. 5. Laporan
dapat
mencantumkan
berbagai
rekomendasi
bagi
berbagai
perkembangan yang mungkin dicapai, pengakuan terhadap kegiatan atau dilaksanakan secara meluas dan tindakan korektif. 6. Pandangan dari pihak yang diperiksa tentang berbagai kesimpulan atau rekomendasi, dapat pula dicantumkan dalam laporan pemeriksaan. 7. Pengujian auditor internal dan staf yang ditunjuk harus mereview dan menyetujui laporan pemeriksaan akhir, sebelum laporan tersebut dikeluarkan, dan menentukan kepada siapa laporan tersebut akan disampaikan.
d.
Tindak Lanjut Hasil Audit Auditor internal harus terus menerus meninjau atau melakukan tindak lanjut (follow up) untuk memastikan bahwa terhadap temuantemuan pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindakan yang tepat. Auditor internal harus memastikan apakah suatu tindakan korektif yang diusulkan telah dilakukan dan
53
memberikan berbagai hasil yang diharapkan, atau apakah manajemen telah mempertimbangkan masak-masak atas resiko. Dalam usaha mencapai tujuan perusahaan atau organisasi sering mengalami berbagai hambatan baik internal maupun eksternal. Salah satu hambatan internal yang patut diwaspadai adalah kecurangan. Menurut SPA (Standar Perikatan Audit) 240 yang diterbitkan IAPI ( berlaku 1 januari 2013) menjelaskan bahwa : “kecurangan adalah suatu tindakan yang disengaja oleh satu individu atau lebih dalam manajemen atau pihak yang bertanggungjawab atas tata kelola, karyawan, dan pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan tipu muslihat untuk memperoleh satu keuntungan secara tidak adil atau melanggar hukum”. Pada umumnya kecurangan dikelompokan menjadi dua jenis, yakni : 1. Kecurangan laporan keuangan a. Manipulasi, pemalsuan atau perubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyaji laporan keuangan. b. Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan, peristiwa atau informasi signifikan. c. Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau perlengkapan.
54
2. Penyalahgunaan aset Penggelapan atau pencurian aset entitas dimana penggelapan tersebut dapat menyebabkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip – prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Berbagai hal yang dijelaskan di atas tentu memberikan dampak buruk bagi perusahaan karena dapat menghambat perusahaan mencapai tujuannya. Oleh karena itu perusahaan dituntut melakukan aktivitas pencegahan agar kecurangan dapat diminimalisir atau mungkin dihilangkan. Akan tetapi meskipun pihak manajemen telah menetapkan peraturan, sistem, maupun prosedur tetap saja kecurangan masih saja sering terjadi. Hal ini terjadi karena peraturan, sistem dan prosedur tersebut tidak dipatuhi secara sepenuhnya oleh setiap elemen dari perusahaan tersebut. Oleh karena itu, perusahaan juga memerlukan suatu bagian yang dapat menilai dan mengevaluasi dalam hal sistem pengedalian yang ada di dalam perusahaan. Bagian inilah yang dikenal sebagai audit internal. Kecurangan sering diartikan sebagai perbuatan curang yang dilakukan dengan berbagai cara licik dan bersifat menipu serta sering tidak disadari oleh korban yang dirugikan. Di bidang perbankan, dapat diartikan sebagai tindakan sengaja melanggar ketentuan internal (kebijakan, sistem dan prosedur) dan peraturan perundang-undangan yang berlaku demi kepentingan pribadi atau pihak lain yang berpotensi merugikan bank, baik material maupun moril. Dari kasuskasus yang pernah terjadi, kecurangan di perbankan lebih banyak melibatkan pihak intern bank.
55
Unsur-unsur yang melatar belakangi tindakan kecurangan ini antara lain adanya hal yang tidak terduga (surprise), pencurian (theft), tipu daya (trickery), licik (cunning), penyembunyian (concealment), dan pengubahan (conversion). Dari sisi pribadi, gaya hidup mewah menjadi motivasi terjadinya kecurangan. Motivasi lain terjadinya kecurangan yang pernah terjadi adalah dikarenakan masalah tagihan utang yang menumpuk, keserakahan, ketergantungan narkoba dan perselingkuhan. Menurut Effendi (2008) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pendeteksian kecurangan dan harus dimiliki oleh seorang auditor internal agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Pertama, memiliki keahlian (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang memadai dalam mengidentifikasi indikator terjadinya fraud. Kedua adalah memiliki sikap kewaspadaan yang tinggi terhadap kemungkinan kelemahan pengendalian internal dengan melakukan serangkaian pengujian (test) untuk menemukan indikator terjadinya kecurangan. Luhur (2009), di dalam skripsinya ingin mengetahui apakah audit internal yang memadai dapat mencegah terjadinya kecurangan. Penelitian ini lebih mengedepankan elemen-elemen dari audit internal yang membantu mencegah suatu kecurangan. Hasil dari analisis data menunjukkan bahwa pelaksanaan audit internal pada Bank Indonesia Jakarta Pusat sudah cukup memadai, namun perlu ditingkatkan sehingga
kecurangan pada Bank Indonesia Jakarta Pusat dapat
diminim alisir karena gejala kecurangan dapat terdeteksi dengan cepat sebelum kecurangan tersebut terjadi.
56
Dengan dapat dijalankannya semua tugas audit internal dengan baik maka diharapkan evaluasi pengendalian internal perusahaan dapat berjalan lebih maksimal sehingga kesalahan dan kecurangan dapat diminimalisir dan tujuan perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
X Audit Internal
Y Fraud
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
2.5
Hipotesis Penelitian Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan diatas, penulis mencoba
merumuskan hipotesis yang merupakan kesimpulan sementara dari penelitian ini, yaitu sebagai berikut : Ho : tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari peranan audit internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada PT. Bank BRI Cabang Bandung. Ha : terdapat pengaruh yang signifikan dari peranan audit internal terhadap pencegahan kecurangan (fraud) pada PT. Bank BRI Cabang Bandung.