BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Berpikir Berpikir tidak pernah lepas dari aktivitas kehidupan manusia sehari-hari. Berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri khas yang membedakan manusia dengan hewan. Secara umum berpikir dapat didefinisikan sebagai suatu proses kognitif, yaitu suatu kegiatan mental untuk memperoleh pengetahuan. Dalam proses berpikir terjadi kegiatan yang kompleks, reflektif dan kreatif (Preissen dalam Costa: 1985). Berpikir dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu; menimbang-nimbang dalam ingatan (Depdikbud, 2001). Dalam berpikir terjadi kegiatan manipulasi mental karena adanya rangsangan dari luar yang membentuk suatu pemikiran, penalaran dan keputusan serta kegiatan memperluas aturan yang diketahui untuk memecahkan masalah (Arifin, 2000). Berpikir juga melibatkan penerimaan atau penolakan terhadap gagasan-gagasan, pengelompokkan informasi dalam berbagai bentuk, atau penyusunan ulang pengalaman yang telah diperoleh (Fraenkel, 1980). Dengan kata lain, berpikir dapat menyangkut penggunaan informasi yang diperoleh dalam berbagai bentuk dan cara, seperti mengelompokkan informasi, menerangkan informasi yang telah diperoleh kepada orang lain, menyusun ulang kegiatan yang dimilikinya, atau merefleksikannya, bahkan sekedar mengingat pun bisa dimasukkan ke dalam berpikir (Halimatul, 2001)
8
9
Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari, 2001). Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasikan data dalam kegiatan inkuiri ilmiah. Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional (Johnson, 2000). Menurut penelitian Swartz & Perkins (Hassoubah, 2004), manusia cenderung mengalami empat pola pikir yang tidak efektif atau salah. Keempat kecenderungan berpikir yang salah tersebut adalah tergesa-gesa, acak-acakan, tidak fokus dan sempit. Lebih lanjut lagi Hassoubah (2004) menyatakan bahwa kesalahan pola berpikir seperti ini dapat mempengaruhi pola berpikir kritis seseorang. Berkaitan dengan masalah intelektual individu, Dahar (1996) mengemukakan tingkat perkembangan intelektual versi Piaget yang mencakup : a. Tingkat sensori-motor (pada usia 0 – 2 tahun) Pada tahap ini anak mengatur alamnya melalui indera-inderanya (sensorinya) dan tindakan-tindakanya (motoriknya). Konsep-konsep anak tentang ruang, waktu, kausalitas mulai tumbuh dan berkembang menjelang akhir periode ini. Jadi intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas motorik sebagai reaksi stimulasi sensorik.
10
b. Tingkat pra-operasional (pada usia 2 – 7 tahun) Pada tahapan ini, anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti menambah dan mengurangi. Tingkat pra-operasional terdiri atas dua sub tingkat, yaitu sub tingkat pra-logis (pada usia 2 – 4 tahun) dan sub tingkat berpikir intuitif (pada usia 4 – 7 tahun). c. Tingkat operasional konkret (pada usia 7 – 11 tahun) Anak pada tingkat operasional konkret mengalami permulaan berpikir rasional. Anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkrit. Operasi-operasi itu meliputi : 1) Reversibilitas, yaitu meniadakan setiap operasional logis atau matematis dengan operasi yang berlawanan. Operasi ini merupakan kriteria utama dalam berpikir operasional. 2) Kombinativitas, yaitu menggabungkan dua kelas atau lebih menjadi kelompok yang lebih besar. 3) Asosiativitas, yaitu operasi penggabungan kelas-kelas dalam urutan apa saja. Secara penalaran, operasi ini mengizinkan anak sampai pada jawaban melalui berbagai macam cara. 4) Identitas, yaitu operasi dimana terdapat suatu unsur yang tidak menghasilkan perubahan bila digabungkan dengan unsur atau kelas apapun. 5) Seriasi, yaitu menyusun satu seri objek konkrit dalam urutan yang sesuai dengan ukuran benda-benda tersebut. Ciri lain pada operasional konkret adalah berkurangnya sifat egosentri, baik dalam berkomunikasi maupun dalam proses berpikir.
11
d. Tingkat operasional formal (pada usia 11 tahun ke atas) Ciri utama dari tingkat operasional formal adalah bahwa anak mempunyai kemampuan berpikir abstrak, tanpa membutuhkan pertolongan benda-benda atau peristiwa-peristiwa konkret. Karakteristik lain dari tingkat operasional formal dikemukakan oleh Flavel dalam Dahar (1996), yaitu berpikir hipotesis-deduktif, berpikir proposional, berpikir kombinatorial dan berpikir reflektif. Adapun tahap-tahap berpikir yang terjadi sejak pada tingkat operasional konkret hingga tingkat operasional formal ini seperti diungkapkan Fraenkel (dalam Damayanti, 1993) terdiri dari : a. Tahap berpikir konvergen Pada dasarnya berpikir konvergen sama dengan berpikir logis atau berpikir deduktif. Pada tahap ini seseorang mendapatkan suatu jawaban yang benar setelah mengamati
berbagai
informasi
dan
alternatif
yang
diberikan
lalu
mereorganisasikannya. Hal ini sejalan dengan Purwanto (2004) yang mengatakan bahwa berpikir konvergen bertolak dari suatu teori yang dianggap benar dan bersifat umum kemudian diterapkan kepada fenomena khusus. b. Tahap berpikir divergen Tahap berpikir divergen (induktif) diawali dengan adanya beberapa alternatif jawaban terhadap suatu permsalahan. Alternatif-alternatif jawaban tersebut tidak mengandung kebenaran seratus persen, sehingga untuk memperoleh kesimpulan yang sifatnya pasti tidak dapat dipenuhi. Kesimpulan melalui tahap berpikir divergen tergantung pada tingkat representatif sampel yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan (Purwanto, 2004)
12
c. Tahap berpikir kritis Tahap berpikir kritis merupakan tahap berpikir yang lebih tinggi daripada tahapan berpikir konvergen (deduktif) maupun tahapan berpikir divergen (induktif), karena untuk dapat berpikir kritis menghadapi suatu permasalahan, seseorang harus terlebih dahulu berlatih memilih beberapa alternatif logis sebagai jawaban yang mungkin atas permasalahan tersebut. lalu menemukan kriteriakriteria tertentu untuk memilih alternatif yang paling benar. d. Tahap berpikir kreatif Tahapan berpikir kreatif merupakan tahapan berpikir yang lebih tinggi daripada ketiga tahap berpikir lain yang telah diuraikan sebelumnya. Berpikir kreatif menghasilkan gagasan baru yang tidak dibatasi oleh fakta-fakta, tidak memerlukan penyesuaian dengan kenyataan, tidak memperhatikan bukti, dan bisa saja melanggar aturan logis. Kemampuan berpikir kreatif dipengaruhi oleh kreativitas seseorang dalam menanggapi suatu masalah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wright dan Sartorelli, Swart dan Park (Hariyanto, 2001), terungkap bahwa kemampuan berpikir seseorang dapat ditingkatkan dengan cara: membaca dengan kritis; meningkatkan daya analisis; mengembangkan kemampuan observasi/mengamati; meningkatkan rasa ingin tahu; kemampuan bertanya dan refleksi; metakognisi; mengamati model dalam berpikir kritis; dan diskusi yang kaya. Menurut Glathorn dan Baron (Hanaswati, 2000), cara berpikir siswa dapat ditingkatkan dengan cara memberi masalah yang menuntut siswa memanfaatkan proses-proses pemecahan masalah.
13
B. Berpikir Kritis Proses berpikir kritis merupakan bagian dari berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir ini merupakan kemampuan berpikir yang menekankan pada berpikir sistematis, logis, reflektif, dan evaluatif. Menurut Priyadi (2005) berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi informasi. Informasi tersebut bisa didapatkan dari hasil pengamatan, pengalaman, akal sehat atau komunikasi. Siswa yang menggunakan keterampilan berpikir kritis memikirkan
hubungan
antara
variabel-variabel
dengan
mengembangkan
pemahaman logis, memahami asumsi-asumsi dan bias-bias yang mendasari proses utamanya. Pandangan filosofis menyatakan bahwa keterampilan berpikir kritis adalah keterampilan berpikir yang terarah pada tujuan, yaitu untuk menghubungkan kognitif dengan dunia luar sehingga mampu membuat keputusan, pertimbangan, tindakan dan keyakinan secara sederhana. Dengan demikian seorang pemikir yang kritis menurut pandangan filosofis, adalah seorang yang secara sadar dan rasional memikirkan pemikirannya untuk mengaplikasikan dalam konteks lain (Splitter, 1991) Menurut Ennis berpikir kritis ialah kegiatan mental yang bersifat reflektif dan berdasarkan penalaran yang difokuskan untuk menetukan apa yang harus diyakini dan dilakukan. Reflektif berarti mempertimbangkan secara aktif, tekun dan hatihati terhadap segala alternatif sebelum mengambil keputusan. Dalam pendidikan, berpikir kritis telah terbukti mempersiapkan peserta didik berpikir pada berbagai
14
disiplin ilmu, menuju pemenuhan sendiri akan kebutuhan intelektual dan mengembangkan peserta didik sebagai individu berpotensi. Norris (Cotton, 1991) menyatakan bahwa memiliki semangat yang kritis sama pentingnya dengan berpikir kritis. Semangat kritis diperlukan untuk berpikir secara kritis tentang semua aspek kehidupan, berpikir kritis tentang apa yang kita pikirkan, dan bertindak atas pertimbangan. Selain itu sejumlah pandangan tentang berpikir kritis juga dikemukakan oleh para ahli psikologis dan ahli filsafat kognitif (Huitt, 1998) yang juga berusaha untuk mendefinisikan berpikir kritis, yaitu: 1) Kemampuan untuk menganalisis fakta, menghasilkan dan mengorganisasikan ide, mempertahankan pendapat, membuat hubungan, membuat kesimpulan, mengevaluasi argumen dan menyelesaikan masalah (Chance, 1986) 2) Melibatkan berpikir analitis terhadap tujuan dalam mengevaluasi apa yang dibaca (Hickey, 1990) 3) Sebuah kesadaran dan proses yang disengaja yang digunakan untuk membuat interpretasi atau mengevaluasi informasi dalam satu set sikap reflektif dan kemampuan untuk mempercayai dan bertindak secara bijaksana (Mertes, 1991) 4) Suatu proses yang sistematis dalam memahami dan menilai pendapat. Pendapat itu memberikan suatu pernyataan yang tegas tentang kepemilikkan atas objek atau hubungan diantara dua atau lebih objek dan fakta-fakta untuk mendukung ataupun menyangkal, (Mayer & Goodchils, 1990)
Berpikir kritis dengan mudah dapat dicapai apabila seseorang mempunyai keterampilan yang dapat dianggap sebagai sifat dan karakteristik pemikir yang kritis. Berkaitan dengan kemampuan yang dapat diukur mengenai kemampuan berpikir kritis, terdapat indikator-indikator kemampuan berpikir kritis. Indikator keterampilan berpikir kritis, dibagi menjadi lima kelompok keterampilan berpikir (Ennis dalam Costa, 1985), yaitu memberikan penjelasan sederhana, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, membuat pertimbangan lanjut dan mengatur strategi dan taktik. Lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 2.1.
15
Tabel 2.1 Indikator Keterampilan Berpikir Kritis Menurut Ennis No. 1.
Kelompok Memberikan penjelasan sederhana
Indikator Memfokuskan pertanyaan
Menganalisis argumen
Bertanya dan menjawab pertanyaan 2.
Membangun keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak
Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi
Subindikator Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk mempertimbangkan kemungkinan jawaban Menjaga kondisi berpikir • Mengidentifikasi kesimpulan • Mengidentifikasi kalimatkalimat pertanyaan • Mengidentifikasi kalimatkalimat bukan pertanyaan • Mengidentifikasi dan menangani suatu ketidaktepatan • Melihat struktur dari suatu argumen • Membuat ringkasan • Memberikan penjelasan sederhana • Menyebutkan contoh • Mempertimbangkan keahlian • Mempertimbangkan kemenarikan konflik • Mempertimbangkan kesesuaian sumber • Mempertimbangkan reputasi • Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat • Mempertimbangkan resiko untuk reputasi • Kemampuan untuk memberikan alasan • Kebiasaan berhati-hati • Melibatkan sedikit dugaan • Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan • Melaporkan hasil observasi • Merekam hasil observasi
16
• • • • 3.
Menyimpulkan
Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
• • • •
Membuat dan menentukan hasil pertimbangan
•
•
• • •
4.
Memberikan pertimbangan lanjut
Mendefinisikan istilah da mempertimbangkan suatu definisi
Mengidentifikasi asumsi-
• •
• •
Menggunakan buku-buku yang benar Menggunakan akses yang baik Menggunkan teknologi Mempertanggungjawabkan hasil observasi Siklus logika Euler Mengkondisikan logika Menyatakan tafsiran Mengemukakan hal yang umum Mengemukakan hasil kesimpulan hipotesis 1. Mengemukakan hipotesis 2. Merancang eksperimen 3. Menarik kesimpulan sesuai fakta 4. Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan dan masalah Membuat bentuk definisi Strategi membuat definisi 1. Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut 2. Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja Membuat isi definisi Penjelasan bukan pertanyaan
17
5.
Mengatur strategi dan taktik
asumsi Menentukan suatu tindakan
• • • • •
Berinteraksi dengan orang lain
• • • • • •
Mengonstruksi argumen Mengungkapkan masalah Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin Merumuskan solusi alternatif Menentukan tindakan sementara Mengulang kembali Mengamati penerapannya Menggunakan argumen Menggunakan strategi logika Menggunakan strategi retorika Menunjukkan posisi, orasi, atau tulisan
Teori yang dikemukakan Ennis di atas sangat rinci dan lengkap, namun dalam pelaksanaannya untuk melakukan penelitian terhadap semua indikator dan sub indikator tersebut tidaklah mudah, tentunya akan banyak kendala yang dihadapi, maka dari itu penulis mengambil beberapa indikator dan sub indikator dari masing-masing kelompok yang dianggap dapat mewakili indikator dan sub indikator lainnya, karena tidak semua indikator dan sub indikator tersebut cocok untuk setiap pembelajaran dan juga tidak dapat dilaksanakan dalam segala situasi. Adapun indikator dan sub indikator yang diteliti dapat dilihat pada tabel 2.2. 1. Indikator memfokuskan pertanyaan Dari indikator ini diambil salah satu sub indikatornya, yaitu sub indikator mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan. Sub indikator ini dianggap penting untuk menggali kemampuan siswa dalam mengidentifikasi material lokal yang digunakan dalam praktikum mengidentifikasi larutan penyangga. Setiap siswa tentu memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berbeda dalam
18
mengidentifikasi bahan-bahan tersebut sehingga kemampuan masing-masing siswa akan tampak pada keterampilan mengidentifikasi atau metumuskan pertanyaan. Tabel 2.2 Aspek Keterampilan Berpikir Kritis yang Diteliti No.
Kelompok
Indikator
Subindikator
1.
Memberikan penjelasan sederhana
Memfokuskan pertanyaan Bertanya dan menjawab pertanyaan
Mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan Memberikan penjelasan sederhana
2.
Membangun keterampilan dasar
Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi
Mempertimbangkan kesesuaian sumber
Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Menentukan suatu tindakan
Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja
3.
Menyimpulkan
4.
Memberikan pertimbangan lanjut
5.
Mengatur strategi dan taktik
Melaporkan hasil observasi
Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki
Merumuskan solusi alternatif
2. Indikator bertanya dan menjawab pertanyaan Indikator ini diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu memberikan penjelasan sederhana. Sub indikator ini dianggap penting untuk menggali kemampuan siswa dalam memberikan penjelasan terhadap fenomena yang terjadi di dalam kegiatan praktikum. Selain itu siswa juga diarahkan untuk dapat
19
memberikan penjelasan terhadap setiap langkah-langkah percobaan yang dilakukan dalam percobaan identifikasi larutan penyangga. 3. Indikator mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak Dari
indikator
ini
diambil
salah
satu
sub
indikatornya,
yaitu
mempertimbangkan kesesuaian sumber. Sub indikator ini dianggap penting karena dalam proses berpikir tentunya kita tidak dapat begitu saja mempercayai sumber yang kita peroleh tanpa memeriksa bukti-bukti yang ada ataupun sebaliknya. Selain itu siswa dalam melakukan praktikum identifikasi larutan penyangga berbasis material lokal diarahkan untuk menyesuaikan informasi yang didapat dari hasil praktikum dengan sumber yang ia peroleh. 4. Indikator mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi Indikator ini diwakili oleh sub indikator melaporkan hasil observasi. Sub indikator ini dianggap penting karena kegiatan melaporkan hasil observasi harus dilakukan pada setiap kegiatan praktikum setelah mengamati proses-proses reaksi alamiah yang terjadi. Demikian juga di dalam praktikum identifikasi larutan penyangga dengan menggunakan material lokal, keterampilan siswa dalam melaporkan hasil observasi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Indikator menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi Sub indikator yang diambil dari indikator ini adalah menarik kesimpulan dari hasil penyelidikkan. Sub indikator ini sangat penting karena menarik kesimpulan merupakan tujuan utama dari suatu penelitian. Dalam praktikum identifikasi larutan penyangga berbasis material lokal, keterampilan siswa dapat terlihat dalam
20
menghubungkan korelasi antara material lokal tersebut dengan bahan kimia yang tersedia di dalam laboratorium. 6. Indikator mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan suatu definisi Indikator ini juga diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu mengidentifikasi dan menangani kesalahan ketidakbenaran yang disengaja. Indikator ini dianggap penting agar siswa mampu berpikir kritis dalam mengevaluasi hasil pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain berikut alasannya, sekaligus
dapat
memikirkan
gagasan-gagasan
dalam
memperbaikinya.
Keterampilan ini sangat bermanfaat dalam praktikum identifikasi larutan penyangga dalam mengidentifikasi bahan-bahan material lokal yang akan digunakan dalam percobaan tersebut. 7. Indikator menentukan suatu tindakan Indikator ini diwakili oleh salah satu sub indikatornya, yaitu sub indikator merumuskan solusi alternatif. Sub indikator ini dianggap penting karena akan menggali keterampilan siswa menemukan beberapa gagasan alternatif untuk memecahkan permasalahan yang ditemukan. Solusi alternatif sangat diperlukan apabila solusi utama tidak bisa dilaksanakan. Untuk itu diperlukan gagasan dari siswa untuk merumuskan solusi lain sesuai dengan keterampilan berpikir kritisnya. Keterampilan ini akan dimiliki siswa bila siswa tersebut dapat mengidentifikasi material lokal yang digunakan dalam kegiatan praktikum. Dalam mengidentifikasi larutan penyangga cukup banyak bahan sehari-hari yang sudah dikenal siswa, namun dalam merumuskan solusi alternatifnya tergantung dari keterampilan siswa dalam mengidentifikasi bahan-bahan tersebut.
21
C. Tinjauan terhadap Konsep Metode Praktikum Berbasis Material Lokal Metode praktikum adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan melakukan praktikum berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding atau kontrol, dan menggunakan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar mengajar dengan metode praktikum ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri. Dengan melakukan praktikum, siswa akan menjadi lebih yakin atas suatu hal daripada hanya menerima dari guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa (Rustaman, 2003). Arifin (2000) mengemukakan di dalam pelaksanaan praktikum para siswa hendaknya mendapat kesempatan untuk memahami konsep yang berkaitan dengan percobaan yang dilaksanakan, mampu menyusun alat-alat dengan baik, mampu menggunakan
alat
dengan
tepat,
mampu
melakukan
pengamatan
dan
mengkomunikasikannya secara obyektif. Menurut Arifin (2000) keuntungan dengan menggunakan metode praktikum adalah : 1. Dapat memberikan gambaran yang konkret tentang suatu peristiwa 2. Siswa dapat mengamati proses 3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri 4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah 5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pengajaran lebih efektif dan efisien
22
Di samping itu Hodson (dalam Asriyani, 2009) juga mengemukakan beberapa keunggulan dari penggunaan metode praktikum, antara lain : 1. Meningkatkan motivasi dan ketetarikan siswa dalam bidang IPA. 2. Mengajarkan
keterampilan-keterampilan
yang
harus
dilakukan
di
laboratorium. 3. Membantu perolehan dan pengembangan konsep. 4. Melatih siswa untuk mengembangkan keahlian dalam melakukan berbagai penelitian melalui tahapan metode ilmiah. 5. Melatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang belum pasti. 6. Mengembangkan keterampilan siswa. Hodson juga mengemukakan bahwa sebagian besar guru yang menerapkan metode praktikum dalam pembelajarannya berhasil mencapai tujuan-tujuan tersebut. Crombang (dalam Damayanti, 1999) mengemukakan bahwa praktikum bukanlah semata-mata kegiatan eksperimental yang dikerjakan di laboratorium dengan memerankan pengetahuan yang telah ada, namun hendaknya praktikum dipandang sebagai metode didaktik dalam pendidikan untuk melakukan aktivitas yang berfungsi membina profesi. Walaupun praktikum mempunyai fungsi dan tujuan yang penting, tetapi pembelajaran dengan metode praktikum di SMA masih jarang dilakukan. Banyak yang berpikiran bahwa metode praktikum sulit dilakukan karena membutuhkan alat dan bahan yang tidak mudah untuk diperoleh, tetapi dapat digunakan bahanbahan alternatif yang berada di lingkungan sekitar dan relatif lebih mudah didapat.
23
Praktikum berbasis material lokal adalah praktikum dengan menggunakan alatalat sederhana yang mudah dan murah untuk didapat sehingga tanpa alat-alat praktikum yang memadai pun dapat dilakukan praktikum guna menyempurnakan proses pembelajaran. Padahal aspek berpikir yang didapat dari pembelajaran dengan metode praktikum yang seharusnya ditekankan menjadi terabaikan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan suatu pengembangan prosedur praktikum berbasis material lokal yang dibuat sedemikian rupa sehingga praktikum ini mudah dilakukan, menggunakan alat dan bahan yang mudah diperoleh, murah, dapat dilakukan dimana saja, baik di sekolah maupun di luar sekolah dan tentunya aman dalam pelaksaannya. Berkaitan dengan keterampilan berpikir kritis, Schafersman (1991) mengemukakan bahwa kegiatan praktikum merupakan wahana pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa. Ia mengatakan “science laboratory exercise are all excelent for teaching critical thinking”. Hal senada dikemukakan Jones (1996) yang mengatakan berpikir kritis salah satunya dapat dilakukan melalui kegiatan praktikum.
D. Tinjauan Terhadap Konsep Larutan Penyangga 1. Pengertian Larutan Penyangga Larutan penyangga adalah larutan yang memiliki kemampuan untuk mempertahankan perubahan pH ketika sejumlah tertentu asam atau basa ditambahkan ke dalam larutan penyangga tersebut (Sunarya, 2003). Kemampuan larutan penyangga dalam mengatasi perubahan pH dalam sistem dikarenakan
24
larutan penyangga memiliki komponen asam dan basa. Pada umumnya komponen asam dan basa tersebut berupa pasangan asam basa konjugasi yakni asam lemah/basa konjugasinya atau basa lemah/asam konjugasinya yang berada dalam kesetimbangan. 2. Jenis-jenis Larutan Penyangga a) Larutan penyangga bersifat asam Larutan penyangga yang bersifat asam terbentuk dari suatu asam lemah dan basa konjugasinya. Apabila larutan ini ditambahkan dengan sedikit asam atau basa maupun diencerkan, maka pH larutan ini relatif tidak berubah dan tetap bersifat asam (pH <7). Sehingga, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan penyangga. Di dalam pelarut air, asam lemah HA hanya terurai sebagian kecil membentuk sedikit H+ dan basa konjugasi A-. Adanya basa konjugasi A- dari garam MA ini akan menggeser kesetimbangan asam lemah HA tetapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion H+ yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen asam HA yang berasal dari asam lemah HA dan komponen basa A- yang dianggap berasal dari garam MA saja. Komponen HA/ A- ini yang akan berfungsi sebagai ‘penyangga’ terhadap upaya mengubah pH sistem. b) Larutan penyangga bersifat basa Larutan penyangga yang bersifat basa terbentuk dari basa lemah dan asam konjugasinya. Apabila larutan ini ditambahkan dengan sedikit asam atau basa maupun diencerkan, maka pH larutan ini relatif tidak berubah dan tetap bersifat basa (pH >7). Sehingga, larutan ini dapat berfungsi sebagai larutan penyangga.
25
Di dalam pelarut air, basa lemah B hanya terurai sebagian kecil membentuk sedikit asam konjugasi BH+ dan ion OH-. Sementara garam BHA akan terurai sempurna membentuk banyak asam konjugasi BH+. Adanya asam konjugasi BH+ dari garam BHA ini akan menggeser kesetimbangan basa lemah B tetapi sedikit sekali karena dibatasi oleh konsentrasi ion OH- yang sangat kecil. Dengan demikian, diperoleh komponen basa B yang berasal dari basa lemah B dan komponen asam BH+ yang dianggap berasal dari garam B saja. Komponen B/ BH+ ini yang akan berfungsi sebagai ‘penyangga’ terhadap upaya mengubah pH sistem. 3. Persamaan Henderson-Hesselbach Larutan penyangga terdiri dari asam lemah dan basa konjugasinya atau basa lemah dan asam konjugasinya. Misalkan larutan penyangga yang dibuat terdiri dari asam lemah,HA dan basa konjugatnya A-. maka persamaan kesetimbangan ionisasi asam adalah: HA (aq)
H+ (aq)
+
A- (aq)
Tetapan ionisasinya adalah ൣH+ ൧ሾAି ሿ Ka = ሾHAሿሿ
(1)
Dengan menata ulang persamaan ini diperoleh persamaan untuk konsentrasi ion H+, yaitu [ H+ ]=ࡷࢇ
ሾ۶ۯሿሿ ሾି ሿ
()
26
Persamaan (2) menyatakan konsentrasi ion H+ dalam bentuk Ka asam lemah serta rasio konsentrasi HA dan A-. Persamaan ini diturunkan dari tetapan kesetimbangan, sehingga konsentrasi HA dan A- merupakan konsentrasi pada keadaan setimbang. Karena adanya A- dari garam yang menekan ionisasi HA, konsentrasi tidak akan berbeda secara signifikan dari harga semula yang dihitung untuk membuat penyangga. Jika [HA] dan [A-] mendekati sama, konsentrasi ion hidrogen dari penyangga mendekati sama dengan nilai Ka. Untuk menurunkan persamaan pH penyangga dapat digunakan persamaan di atas dengan sedikit modifikasi. Dengan mengambil logaritma negatif kedua ruas persamaan maka -log [ H+ ] = - log ൬ࡷࢇ
ሾ۶ۯሿሿ ሾࡴሿ ൰ = −ܗܔ ࡷ − ܗܔ ࢇ ሾ ିۯሿ ሾି ሿ
()
Ruas kiri persamaan menyatakan pH. ruas kanan dapat disederhanakan menjadi pKa asam lemah, dimana pKa didefinisikan serupa dengan pH atau pOH. pKa=-log Ka Jadi persamaan di atas dapat ditulis dalam bentuk pH= pࡷࢇ -log
ሾࡴሿሿ ሾ ିۯሿ = ࡷ + ܗܔ ࢇ ሾି ሿ ሾ۶ۯሿሿ
()
Secara lebih umum, persamaan tersebut dapat diungkapkan dalam bentuk pH= pࡷࢇ +log
ሾࢇ࢙ࢇሿሿ ሾ࢙ࢇሿሿ
()
Persamaan di atas digunakan untuk menghitung pH larutan penyangga. 4. Cara kerja larutan penyangga Berdasarkan prinsip Le Châtelier’s jika HX adalah asam lemah, dan X sebagai basa konjugasinya, maka kesetimbangan yang terjadi dalam larutan penyangga
27
adalah jika basa ditambahkan ke dalam larutan penyangga maka basa akan bereaksi dengan H3O+ dan melepas beberapa ion ini dari larutan. Sesuai dengan prinsip Le Châtelier, kesetimbangan akan menyesuaikan dengan bergeser ke arah kanan untuk membentuk ion H3O+ , mencegah perubahan besar pada pH. Begitu juga sebaliknya jika ditambahkan sedikit asam ke dalam larutan penyangga. Cara untuk mencegah kenaikan H3O+ adalah dengan menggeser kesetimbangan ke arah kiri dan membentuk lebih banyak molekul HX. Semakin besar konsentrasi dua komponen larutan penyangga, maka semakin besar kemampuan penyangga untuk mempertahankan pH. Efisiensi penyangga paling besar saat konsentrasi dari dua komponen sama, tapi kondisi ini tidak terlalu penting untuk cara kerja larutan penyangga. Tetapan kesetimbangan pada reaksi di atas dapat dinyatakan dengan [H3O ][X ]/[HX] = Ka . Dari persamaan ini, dapat dilihat dengan mudah saat konsentrasi dari setiap pasangan konjugat adalah sama, [H3O]= Ka
pH dari
larutan penyangga adalah -log(K ). 5. Kapasitas larutan penyangga Kemampuan menyangga dari suatu larutan penyangga didefinisikan dalam bentuk jumlah proton atau ion hidroksida yang dapat dinetralisir tanpa mengubah pH secara signifikan. Suatu penyangga dengan kapasitas tinggi mengandung konsentrasi komponen penyangga yang besar sehingga dapat menetralkan sejumlah besar proton atau ion hidroksida, tetapi menunjukan perubahan pH yang relatif kecil. Perubahan pH larutan penyangga ditentukan oleh rasio [A-]/[HA], sedangkan kapasitas larutan penyangga ditentukan oleh besarnya [HA] dan [A-]. Semakin tinggi konsentrasi komponen asam basa larutan penyangga, maka
28
semakin besar kapasitas larutan penyangga tersebut. selain itu, kapasitas larutan penyangga juga dipengaruhi oleh perbandingan konsentrasi komponen asam basanya. Semakin kecil perubahan perbandingan komponen asam basanya maka semakin kecil perubahan pH yang terjadi. 6. Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari Larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari dapat kita jumpai dalam buah kaleng dan soda kue. Dalam buah kaleng terdapat cairan yang merupakan campuran antara asam sitrat dengan natrium sitrat. Asam sitrat (C6H8O7) ini adalah asam lemah dan ion sitrat (dari natrium sitrat, C6H7O7-) adalah basa konjugasinya. Oleh karena itu asam sitrat dan natrium sitrat pada cairan minuman buah kaleng dapat berfungsi sebagai larutan penyangga sehingga pH dalam cairan buah kaleng dapat dikontrol. C6H8O7 (aq) + H2O (l) Asam Lemah
C6H7O7- (aq) + H+(aq) Basa Konjugasi
Soda kue merupakan zat pengembang kue yang memiliki rumus kimia NaHCO3. Jika soda kue dilarutkan dalam air maka dia akan terurai menjadi Na+ dan HCO3-. Na+ tidak akan mengalami penguraian dengan air sedangkan HCO3akan mengalami penguraian dengan air menghasilkan H2CO3 dan OH-. Walaupun kebanyakan larutan penyangga mengandung dua komponen yang dapat bereaksi dengan H+ dan OH-, ion bikarbonat (HCO3-) adalah salah satu contoh ion tunggal yang dapat berperan sebagai kedua komponen dalam larutan penyangga tersebut. Reaksinya adalah : HCO3- (aq) + H+ (aq) H2CO3 (aq) HCO3- (aq) + OH- (aq) H2O + CO32- (aq)
29
Maka dari itu soda kue jika dilarutkan dalam air dapat berfungsi sebagai larutan penyangga.