BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko 2.1.1 Pengertian Risiko Risiko adalah kombinasi dari kemungkinan dan keparahan dari suatu kejadian. Dalam aspek K3, risiko biasanya bersifat negatif seperti cedera, kerusakan atau gangguan operasi. Ririko yang bersifat negatif harus dihindarkan atau ditekan seminimal mungkin. (Ramli, 2010) Menurut Kasidi (2010) mengutip pendapat Mamhud M. Hanafi, risiko adalah kejadian yang merugikan. Dalam bidang investasi risiko diartikan sebagai kemungkinan hasil yang diperoleh menyimpang dari apa yang diharapkan. Menurut Kasidi (2010) mengutip pendapat Imam Ghozali, risiko dapat didefinisikan sebagai volatilitas outcome yang umumnya berupa nilai dari suatu aktiva atau utang. 2.1.2 Jenis – Jenis Risiko Risiko secara umum (Kasidi, 2010) dapat dikelompokkan menjadi : 1. Risiko spekulatif ( speculative risk ); 2. Risiko murni ( pure risk ). Risiko spekulatif adalah risiko yang mengandung dua kemungkinan, yaitu kemungkinan yang menguntungkan dan kemungkinan yang merugikan. Risiko ini biasanya berkaitan dengan risiko bisnis atau usaha. Contoh : perjudian,
9 Universitas Sumatera Utara
10
pembelian saham, pembelian valuta asing, saving dalam bentuk emas, perubahan tingkat suku bunga perbankan. Risiko
murni
adalah
risiko
yang
hanya
mengandung
satu
kemungkinan, yaitu kemungkinan rugi saja. Contoh : bencana alam seperti banjir, gempa, gunung meletus tsunami, tanah longsor, topan, kebakaran, resesi ekonomi dan sebagainya. Pengelompokan risiko ini menjadi sangat penting, karena setiap kegiatan usaha baik perseorangan maupun sebagai suatu badan akan selalu berhadapan dengan risiko tersebut, baik itu risiko spekulatif maupun risiko murni. Walaupun kategori suatu risiko tidak selalu jelas, namun kebanyakan risiko dapat diklasifikasikan. Suatu risiko tergolong risiko spekulatif atau risiko murni akan sangat tergantung pada pendekatan yang digunakan. Contohnya jika seseorang atau suatu perusahaan ingin membeli asuransu sebagai usaha untuk mengurangi risiko yang dihadapi, maka hanya risiko murni saja yang dapat diasuransikan. (Kasidi, 2010) Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia risiko adalah kemungkinan terjadinya peristiwa yang dapat merugikan perusahaan. Isto menyebut bahwa risiko adalah bahaya yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang (Hoctro, 2008). Menurut Depnaker RI (1999), risiko adalah kemungkinan seseorang untuk mengalami luka atau cedera karena bahaya tertentu. Risiko adalah besarnya
Universitas Sumatera Utara
11
kecenderungan atau kemungkinan untuk terjadinya kecelakaan/kerugian pada periode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu dimana peluang terjadinya keadaan yang tidak diharapkan tersebut. Dapat dideskripsikan dengan frekuensi kejadian atau besarnya kemungkinan kejadian tersebut (Ferlisa, 2008). 2.1.3 Sumber Risiko Sumber risiko dapat diklasifikasikan menjadi: risiko sosial; risiko fisik; dan risiko ekonomi. 1. Risiko sosial. Sumber utama risiko ini adalah masyarakat. Artinya, tindakan orang-orang menciptakan kejadian yang menyebabkan penyimpangan merugikan. Misalnya; vandalisme, huru-hara, peperangan, dan sebagainya. 2. Risiko fisik. Ada banyak sumber risiko fisik, sebagian merupakan fenomena alam dan sebagian karena tingkah laku manusia. Kebakaran adalah penyebab utama cedera fisik, kematian maupun kerusakan harta. Kebakaran dapat disebabkan oleh petir, konsluiting kabel, gesekan benda maupun kecerobohan manusia. Risiko ekonomi. Banyak risiko yang di hadapi oleh manusia bersifat ekonomi, misalnya; inflasi, resesi, fluktuasi harga dan lain-lain. Selama periode inflasi daya beli uang merosot. Para pensiunan dan mereka yang berpenghasilan tetap, tidak mungkin lagi dapat mempertahankan tingkat hidup sebagaimana biasanya. Bahkan pada periode ekonomi yang relatif stabil, daerah-daerah lain mungkin mengalami boom atau resesi. Keadaan ini menempatkan orang-orang
Universitas Sumatera Utara
12
dan pengusaha pada risiko yang sama dengan risiko pada fluktuasi umum kegiatan ekonomi ( Ramli, 2010) 2.2 Manajemen Risiko 2.2.1 Pengertian Manajemen Risiko Manajemen
risiko adalah
suatu
pendekatan
terstruktur
/
metodologi dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman; suatu rangkaian aktivitas manusia termasuk: Penilaian risiko, pengembangan strategi
untuk
mengelolanya
dan mitigasi risiko
dengan
menggunakan
pemberdayaan/pengelolaan sumberdaya. Strategi yang dapat diambil antara lain adalah memindahkan risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung sebagian atau semua konsekuensi risiko tertentu. Manajemen risiko tradisional terfokus pada risiko-risiko yang timbul oleh penyebab fisik atau legal (seperti bencana alam atau kebakaran, kematian, serta tuntutan hukum. Manajemen risiko keuangan, di sisi lain, terfokus pada risiko yang dapat dikelola dengan menggunakan instrumen-instrumen keuangan ( Ramli, 2010). 2.2.2 Sasaran Manajemen Risiko Sasaran dari pelaksanaan manajemen risiko adalah untuk mengurangi risiko yang berbeda-beda yang berkaitan dengan bidang yang telah dipilih pada tingkat yang dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini dapat berupa berbagai jenis
Universitas Sumatera Utara
13
ancaman yang disebabkan oleh lingkungan, teknologi, manusia, organisasi dan politik. Di sisi lain pelaksanaan manajemen risiko melibatkan segala cara yang tersedia bagi manusia, khususnya, bagi entitas manajemen risiko (manusia, staff, dan organisasi) ( Ramli, 2010). 2.2.3 Tujuan Manajemen Risiko 1.
Tujuan Preventive a. Motif ekonomi, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi ekonomi finansial. b. Motif nonekonomi, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi psikologis (kecemasan perasaan) sehingga produkstifitas menurun. c. Motif legal, yaitu berjaga-jaga atas kemungkinan rugi karena melanggar peraturan perundangan yang berlaku.
2.
Tujuan Penanggulangan risiko (represif). a. Motif Kontinyuitas usaha, yaitu usaha penanggulangan agar jalannya usaha tetap terjamin. b. Motif terhindar dari kebangkrutan, yaitu usaha untuk menjamin agar pelanggan loyal dan berkembang. c. Motif laba usaha, yaitu usaha agar laba tingi melalui efisiensi biaya. d. Motif persaingan, yaitu usaha agar
bisnis tetap berkembang melalui
pemenangan persaingan pasar.
Universitas Sumatera Utara
14
e. Motif terhindar dari beban sosial kerja, yaitu usaha agar perusahaan tidak sampai melakukan PHK 2.2.4 Fungsi Manajemen Risiko 1. Fungsi Menemukan Potensi kerugian (Risk Diagnostic) Proses analisis untuk menemukan Risiko potensial 2. Fungsi Pengukuran kerugian (Risk Evaluation) Proses mengukur frekuensi dan tingkat keparahan risiko 3. Fungsi Penanggulangan kerugian (Risk handling) Proses membuat keputusan untuk teknik menanggulangi risiko yang terjadi 2.3 Pengendalian Risiko 2.3.1 Pengertian Pengendalian Risiko Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahapan ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan ( Ramli, 2010). Menurut Ramli (2010), program K3 sesuai klausul 4.3.3 yaitu 1. Organisasi harus menerapkan, menjalankan dan memelihara program untuk mencapai objektif K3. Program harus mencakup minimal :
Universitas Sumatera Utara
15
a. Penentuan tanggung jawab dan wewenang untuk pencapaian objektif pada fungsi dan tingkatan yang relevan dalam organisasi, dan b. Sarana dan jangka waktu yang dipakai untuk mencapai objektif K3 2. Program manajemen K3 harus ditinjau secara berkala dan terencana dan diubah jika perlu untuk memastikan bahwa objektif tercapai. Menurut (Ramli, 2010), organisasi harus mengembangkan standar pelatihan K3 bagi seluruh individu di lingkungannya. Sesuai dengan filosofi K3 dari IASP (International Association of Safety Profesional) pekerja harus dilatih mengenai K3. Pemahaman atau budaya K3 tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibentuk melalui pelatihan dan pembinaan. Pelatihan dimaksud untuk meningkatkan Knowledge, Skill dan Attitude (KSA) sehingga harus dirancang sesuai atau tidaknya dengan kebutuhan masingmasing pekerja. Kebutuhan pelatihan K3 antara satu perusahaan dengan perusahaan lain pasti berbeda sesuai dengan sifat bahaya, skala kegiatan dan kondisi pekerja. Karena itu pelatihan K3 dikembangkan untuk menjawab kebutuhan organisasi, bukan sekedar formalitas belaka.
Universitas Sumatera Utara
16
Untuk mengetahui apakah organisasi memerlukan pelatihan K3 dilakukan melalui proses sebagai berikut. 1. Analisa Jabatan atau Pekerjaan Setiap individu dalam organisasi pasti memiliki tugas atau pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan jabatannya masingmasing. Lakukan identifikasi dan analisa semua pekerjaan atau jabatan yang ada dalam organisasi. Buat daftar pekerjaan yang dilakukan oleh setiap individu atau kelompok kerja. 2. Identifikasi Pekerjaan atau Tugas Kritis Dari berbagai macam pekerjaan atau tugas yang dijalankan seseorang pasti ada diantaranya yang bersifat kritis dan mengandung potensi bahaya besar. Misalnya pekerjaan seorang tukang cat bangunan memiliki berbagai tugas mulai dari membersihkan permukaan yang akan dicat, mencampur cat, melakukan pengecatan di ketinggian dan lainnya. Dari berbagai aktivitas tersebut mungkin dapat diidentifikasi, apa saja tugas atau pekerjaan yang mungkin tergolong berbahaya dan berisiko tinggi. 3. Kajian data-data kecelakaan kerja Informasi kecelakaan yang pernah terjadi merupakan masukan penting dalam merancang peltihan K3. Kecelakaan mengidentifikasikan
Universitas Sumatera Utara
17
adanya penyimpangan atau kelemahan dalam sistem manajemen K3, salah satu diantaranya kurangnya kompetensi atau kepedulian mengenai K3. Untuk itu perlu dilakukan oembinaan dan pelatihan K3. 4. Survei kebutuhan pelatihan Langkah berikutnya adalah melakukan survei mengenai kebutuhn pelatihan di masing-masing tempat kerja atau departemen. Apa saja aktivitas atau pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan apa saja jenis pelatihan yang diperlukan. 5. Analisa kebutuhan pelatihan Lakukan analisa keselamatan pekerjaan (Job Safety Analysis) untuk mengetahui apa saja potensi bahaya yang ada dalam suatu pekerjaan atau tugas 6. Tentukan sasaran dan target pelatihan\ Pelatihan K3 tentu dimaksud untuk memenuhi gap antara kompetensi yang disyaratkan dengan kondisi pekerja. Pelatihan diharapkanakan
memperbaiki
atau
meningkatkan
pengetahuan,
keterampilan dan perilaku. Sasaran dan target pelatihan ini harus ditetapkan sebagai masukan untk merancang format dan silabus pelatihan.
Universitas Sumatera Utara
18
7. Kembangkan objektif pembelajaran Setiap manusia memliki kemampuan dan daya serap berbeda dalam belajar yang dipengaruhi antara lain tingkat pendidikan, pengalaman dan latar belakang. Untuk itu orogram pelatihan K3 harus dapat mengjangkau semua tingkat dan perbedaan yang ada dalam organisasi. Jika perlu program pelatihan K3 diberi peringkat misalnya tingkat oemua, menengah dan lanjutan. 8. Laksanakan pelatihan Setelah program pelatihan disusun dan dirancang termasuk silabus, peserta dan proses pembelajaran maka pelatihan dapat dimulai. Pelatihan dapat dilakukan secara eksternal melalui lembaga [elatihan atau secara internal ang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Pelatihan
eksternal
dan internal
memliki
kelebihan
dan
kekurangan masing-masing. Mengikuti pelatihan eksternal melalui lembaga pelatihan dapat dilakukan untuk program-program K3 yang bersifat umum yang tidak dapat dilakukan sendiri atau jumlah peserta terbatas. Misalnya pelatihan ahli K3 yang mungkin pesertanya terbatas satu atau dua orang.
Universitas Sumatera Utara
19
Untuk pelatihan yang bersifat spesifik sebaiknya dilakukan secara internal, missal pelatihan dan cara kerja aman karena akan lebih hemat sekaligus dapat diaplikasikan secara langsung. 9. Lakukan evaluasi Hasil pelatihan harus dievaluasi untuk menentukan efektivitasnya. Evaluasi dilakukan terhadap seluruh aspek pelatihan seperti system pembelajaran, materi, instruktur serta dampak terhadap peserta setelah kembali ke tempat kerja masing-masing. 10. Lakukan perbaikan Langkah terakhir dalam proses pelatihan adalah melakukan perbaikan berdasarkan hasil evaluasi yang telah dilakukan. Jenis pelatihan K3 dapat di klasifikasikan sebagai berikut 1. Induksi K3 yaitu pelatihan yang diberikan sebelum seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja. Pelatihan ini ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor dan tamu yang berada di tempat kerja. 2. Pelatihan Khusus K3 berkaitan dengan tugas dan pekerjaannya msing-masing. Harus diingat bahwa pelatihan hendaknya disesuiakan dengan kebutuhan msing-masing.
Universitas Sumatera Utara
20
3. Pelatihan Umum K3 yaitu program pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai level terbawah sampai manajemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat awareness yaitu menanamkan budaya K3 di kalangan pekerja (Ramli, 2010) Menurut Ramli (2010) Proses komunikasi dalam K3 adalah proses penyampaian pesan dari pengirim ke penerima dengan tujuan untuk mencapai salah satu sasaran berikut. 1. Untuk bertindak mengenai sesuatu hal, misalnya menghentikan mesin atau memadamkan kebakaran. 2. Untuk menyampaikan informasi misalnya tentang kebijakan K3 dalam perusahaan, sumber bahaya di tempat kerja, prosedur kerja aman dan lainnya. 3. Untuk memastikan tentang sesuatu yang seharusnya dilakukan atau dijalankan, misalnya cara melakukan suatu pekerjaan. 4. Untuk menyenangkan seseorang, misalnya pujian bagi pekerja yang berperilaku aman. Komunikasi dapat dibedakan atas : 1. Komunikasi komunikasi
manusia ini
sering
dengan disebut
manusia
secara
komunikasi
langsung,
personal
atau
Universitas Sumatera Utara
21
komunikasi kelompok. Dalam K3 kedua jenis komunikasi ini banyak dilakukan misalnya melalui kontak individu melalui proses observasu, safety talk, penyuluhan K3 dan pelatihan K3. 2. Komunikasi manusia dengan manusia melalui alat/ media komunikasi seperti telepon, buletin, poster, spanduk, safety letter. Komunikasi ini banyak digunakan di lingkungan kerja misalnya komunikasi antara petugas di ruang control dengan petugas di lapangan komunikasi antara petugas K3 dengan pekerja. 3. Komunikasi manusia dengan alat kerja. Peralatan seperti mesin, unit proses, peralatan adalah benda mati yang dioperasikan oleh manusia. Dalam proses tersebut terjadi komunikasi antara manusia dengan alat kerja. 2.3.2 Tujuan Pengendalian Risiko Risiko yang telah diketahui besar dan potensi akibatnya harus dikelola dengan tepat, efektif dan sesuai dengan kemampuan dan kondisi perusahaan. Pengendaian risiko dapat dilakukan dengan berbagai pilihan, misalnya dengan dihindarkan, dialihkan kepada pihak lain, atau dikelola dengan baik. OHSAS 18001 memberikan pedoman pengendalian risiko yang lebih spesifik untuk bahaya K3 dan pendekatan sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
22
1. Eliminasi 2. Substitusi 3. Pengndalian Teknis (Engineering Cotrol) 4. Pengndalian administratif 5. Penggunaan alat pelindung diri (APD) Menurut Standar AS/NZS 4360, pengendalian risiko secara generik dilakukan dengan pendekatan sebagai berikut. 1. Hindarkan risiko dengan mengambil keputusan untuk menghentikan kegiatan atau penggunaan proses, bahan, alat yang berbahaya. 2. Mengurangi kemungkinan terjadi (reduce likelihood) 3. Mengurangi konsekuensi kejadian(reduce concequence) 4. Pengalihan risiko ke pihak lain (risk transfer) 5. Menanggung risiko yang tersisa. Proses pengendalian risiko menurut AS/NZS 4360 adalah sebagai berikut. 1. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau ditolak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut. Cukup dengan pemantauan dan monitoring berkala dalam pelaksanaan operasi. Misalnya perusahaan telah memilih menerima risiko penggunaan suatu peralatan mekanis dalam proses
Universitas Sumatera Utara
23
produksinya. Hasil analisa risiko menunjukkan bahwa tingkat kebisingan antara 90 dB. 2. Dalam peringkat risiko, dikategorikan sebagai risiko sedang (medium) sehingga dapat diterima perusahaan. Karena itu tidak perlu dilakukan tindakan pengendalian lebih lanjut. Perusahaan cukup melakukan pemantauan berkala baik ditempat kerja maupun terhadap tenaga kerja untuk mengetahui apakah ada efek yang tidak diinginkan. Sebaliknya jika tingkat kebisingan mencapai 100-110 dB, maka risiko ini tidak dapat diterima karena mengandung risiko tinggi terhadap pendengaran dan kesehatan pekerja. Karena itu harus dilakukan tindakan pengendalian. 3. Jika risiko berada diatas batas yang dapat diterima (ALARP) maka perlu dilakukan pengendalian lebih lanjut untuk menekan risiko dengan beberapa pilihan, yaitu : a) Mengurangi kemungkinan ( reduce likelihood) b) Mengurangi keparahan (reduce consequence) c) Alihkan sebagian atau seluruhnya d) Hindari (Avoid) 2.3.3 Strategi Pengendalian Risiko 1. Menekan Likelihood Strategi pertama dalam pengendalian adalah dengan menekan kemungkinan terjadinya (likelihood). Pengurangan kemungkinan ini dapat
Universitas Sumatera Utara
24
dilakukan dengan berbagai pendekayan yaitu secara teknis, administratif dan pendekatan manusia.
Pendekatan Teknis ( Engineering Control ) a. Eliminasi Risiko dapat dihindarkan dengn menghilangkan sumbernya. Jika sumber bahaya dihilangkan maka risiko yang akan timbul dapat dihindarkan. Beberapa contoh teknik eliminasi antara lain : 1.Mesin yang bising dimatikan atau diberhentikan sehingga tempat kerja bebas dari kebisingan. 2. Lubang bekas galian ditengah jalan ditutup dan ditimbun. 3. Penggunaan bahan kimia berbahaya dihentikan. 4. Proses yang berbahaya di dalam perusahaan dihentikan. Perusahaan tidak memproduksi bahan berbahaya sendiri tetapi memesan dari pemasok. Dengan demikian, perusahaan bebas dari kegiatan yang berbahaya. b. Substitusi Teknik substitusi adalah mengganti bahan, alat atau cara kerja dengan yang lain sehingga kemungkinan kecelakaan dapat ditekan. Sebagai contoh penggunaan bahan pelarut yang bersifat beracun diganti dengan bahan lain yang lebih aman dan tidak berbahaya.
Universitas Sumatera Utara
25
c. Isolasi Kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kejadian dapat dikurangi atau dihilangkan menggunakan teknik isolasi artinya sumber bahaya dengan penerima diisolir dengan penghalang (barrier) atau dengan pelindung diri. Jika sumber bahaya dan penerima dipasang barrier atau pelindung diri, maka kemungkinan bahaya dapat dikurangi. d. Pengendalian Jarak Kemungkinan kecelakaan atau risiko dapat dikurangi dengan melakuakn pengendalian jarak antarasumber bahaya (energi) dengan menerima. Semakin jauh manusia dari sumber bahaya semakin kecil kemungkinan mendapat kecelakaan. Pendekatan ini dapat dilakuakn dengan menggunakan kontrol jarak jauh (remote control) dari ruang kendali. Dengan demikian, kontak manusia dengan sumber bahaya dapat dikurangi. 2. Pendekatan Administratif Pengendalian Pajanan Pendekatan ini dilaukan untuk mengurangi kontak antara penerima dengan sumber bahaya. Sebagai contoh untuk mengendalikan proses yang berbahaya di dalam pabrik, dapat dilakukan dengan memasang pembatas operator memasuki area berbahaya hanya sewaktu-
Universitas Sumatera Utara
26
waktuuntuk memeriksa dan melakukan pemantauan berkala. Dengan demikiankemungkinan terjadinya insiden dapat dikurangi. 3. Pendekatan Manusia Memberikan pelatihan kepada pekerja mengenai cara kerja yang aman, budaya keselamatan dan prosedur keselamatan. 2. Menekan Konsekuensi Pendekatan berikutnya untuk mengendalikan risiko adalah dengan menekan keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkannya. Suatu risiko kemungkinan tidak dapat dihilangkan sepenuhnya karena pertimbangan teknis, ekonomis atau operasi. Sebagai contoh, suatu perusahaan yang memproduksi gas Chlorine jelas tidak mungkin sepenuhnya menghilangkan risiko berbahaya yang ada dalam perusahaannya. Oleh karena itu, salah satu pilihan yang dapat dilakukan perusahaan adalah bagaiman mengendalikan risiko sehingga jika terjadi kebocoran gas Chlorine dampak yang ditimbulkannya dapat ditekan seminimal mungkin. Berbagai pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi konsekuensi antara lain : 1. Tanggap darurat ( Contingency Plan) Keparahan suatu kejadian dapat ditekan jika perusahaan memiliki sistem tangap daruart yang baik dan terencana. Sebagai contoh, tangap darurat untuk kebakaran. Jika kebakaran dapat ditanggulangi dengan cepat dn
Universitas Sumatera Utara
27
sedini mungkin maka kerugian yang ditimbulkannya dapat ditekan. Demikian juga dengan cedera. Jika diberikan pertolongan pertama dengan cepat dn tepat, kemungkinan keparahan cedera dapat dihindarkan dan korban mungkin masih dapat diselamatkan. 2. Penyediaan Alat Pelindung Diri (APD) Penggunaan APD bukan untuk mencegah kecelakaan tetapi untuk mengurangi dampak atau konsekuensi dari suatu kejadian. Dengan memakai topi keselamatan, bukan berarti pekerja tidak terkena kejatuhan benda, namun damoak dari kejatuhan tersebut dapat dikurangi. Demikian juga dengan memakai gas masker, bukan berarti tidak bisa terkena gas berbahaya, namun dampaknya berkurang karena telah tersaring oleh masker. 3. Sistem Pelindung Dengan memasang sitem pelindung, dampak kejadian dapat ditekan. Misalnya memasang tanggul disekeliling tangki, jika ada kebocoran atau tumpahan, maka cairan tidak akan menyebar ke daerah sekitarnya sehingga dampak kejadian dapat dikurangi. 3. Pengalihan Risiko Opsi ketiga adalah pengendalian risiko ke pihak lain, sehingga beban risiko yang ditanggung perusahaan menurun. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya :
Universitas Sumatera Utara
28
1. Kontraktual, yang mengalihkan tanggung jawab K3 kepada pihak lain, misalnya pemasok atau pihak ketiga. 2. Asuransi, dengan menutup asuransi untuk melindungu potensi risiko yang ada dalam perusahaan. Dalam Kontrak dapat diatur pembagian atau pengalihan tanggungjawab risiko kepada pihak lain, misalnya degan pemasok barang, tenaga kerja atau jasa. Sebagai contoh suatu perusahaan yang menggunakan bahan kimia beracun dan berbahaya untuk proses produksi. Semula perusahaan tersebut memproduksi bahan tersebut di dalam pabriknya. Untuk menekan risiko dalam proses produksi, perusahaan memutuskan untuk tidak lagi memproduksi bahan tersebut, tetapi membeli produk jadi dari pihak lain. Dengan demikian risiko dalam proses produksi bahan tersebut telah dialihkan kepada pihak lain. Opsi kedua adalah dengan mengalihkan risiko kepada pihak asuransi. Dewasa ini opsi ini banyak digunakan misalnya suransi kebakaran dan kecelakaan. Perusahaan membayar sejumlah premi yang besarnya ditentukan oleh tingkat risiko yang ada dalam perusahaan. Pihak asuransi biasanya akan melakukan penilaian risiko sebelum menutup kontrak asuransinya. Semakin besar risiko, premi asuransi cenderung lebih tinggi. Namun demikian, tidak seluruh risiko dapat dialihkan. Perusahan
Universitas Sumatera Utara
29
masih menaggung sebagian risiko ( residual risk ) yang harus ditanggung sendiri oleh perusahaan. Pengalihan kepada asuransi pada dasarnya hanya berkaitan dengan nilai aset tetapi tidak mencakup berbagai risiko lainnya seperti risiko kehilangan pelanggan, tuntutan hukum akibat kecelakaan, citra perusahaan, dan lainnya ( Ramli, 2010). 2.3.4 Penerapan Pengendalian Risiko Dalam menentukan jenis atau strategi pengendalian juga perlu mempertimbangkan masalah waktu. Ada langkah pengendalian yang dapat segera dilaksanakan, dan ada yang memerlukan waktu dan usaha yang lama. Sebagai contoh, penyediaan APD dapat dengan segera dilaksanakan. Akan tetapi untuk melakukan langkah eliminasi atau perbaikan rancangan akan memerlukan waktu yang lama untuk dapat dilaksanakan. Namun dampak atau sasaran pengendaliannya akan berbeda. Penggunaan APD lebih difokuskan untuk keselamatan manusia secara individu, sedangkan perbaikan rancangan seperti eliminasi dan subtitusi akan menyangkut keselamatan dan kenyamanan tempat kerja secara menyeluruh. 2.4 Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Menurut Depnaker RI (1995) dalam Purba (2005) Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) adalah suatu badan yang dibentuk suatu perusahaan untuk membantu melaksanakan dan menangani usaha-usaha keselamatan
Universitas Sumatera Utara
30
dan kesehatan kerja di lingkungan perusahaan/tempat bekerja yang keanggotaannya terdiri dari pengusaha dan tenaga kerja. P2K3 dibentuk di perusahaan dengan tujuan dapat melaksanakan dan meningkatkan usaha K3 sehingga terciptanya suasana kerja yang aman, nyaman dan sehat agar tenaga kerja dapat bekerja secara efektif dan produktif. 1. Tugas dan Fungsi Pengurus P2K3 a. Tugas P2K3 Tugas pokok P2K3adalah memberikan saran dan pertimbangan kepada pihak pengusaha/pengurus/manajemen di tempat kerja, khususnya dalam masalah keselamatan dan kesehatan kerja dan membantu dalam meningkatkan pengawasan, penyuluhan, pelatihan, pemeliharaan lingkungan kerja sesuai dengan standar/norma yang berlaku serta upaya pencegahan terhadap dampak negative yang mungkin terjadi. b. Fungsi P2K3 Adapun mengenai rincian fungsi P2K3 sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 04 Per.04/MEN/1987, adalah : 1. Menghimpun dan mengolah data tentang keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja 2. Faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja. 3. Alat pelindung diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Universitas Sumatera Utara
31
4. Cara dan sikap yang benar dan aman dalam melaksanakan pekerjaannya c. Membantu pengusaha atau pengurus dalam : A. Mengevaluasi cara kerja, proses dan lingkungan kerja. B. Menentukan tindakan koreksi dengan alternative terbaik. C. Mengembangkan
system
pengendalian
bahaya
terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja. D. Mengevaluasi penyebb timbulnya kecelakaan, penyakit akibat kerja serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan. E. Mengembangkan penyuluhan dan penelitian di bidang keselamatan
dan
kesehatan
kerja,
higiene
perusahaan,
kesehatan dan ergonomi. F. Melaksanakan
pemantauan
terhadap
gizi
kerja
dan
menyelenggarakan makanan di perusahaan. G. Memeriksa kelengkapan peralatan kesehatan kerja. H. Mengembangkan pelayanan kesehatan tenaga kerja. I. Mengembangkan laboratorium keselamatan dan kesehatan kerja, melakukan pemeriksaan laboratorium dan melaksanakan interpretasi hasil pemeriksaan. J. Menyelenggarakan administrasi keselamatan dan kesehatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
32
d. Membantu pimpinan perusahaan menyusun kebijakan manajemen dan pedoman kerja dalam rangka upaya peningkatan keselamatan kerja, higiene perusahaan, kesehatan kerja, ergonomi dan gizi tenaga kerja (Budiono dalam Purba, 2005) P2K3 harus membuat program kerja ( Depnaker RI dalam Purba, 2005) yang meliputi : 1. Evaluasi Mengadakan evaluasi masalah K3 yang ada di perusahaan untuk mendapatkan data tentang bahaya potensi yang ada dari segi proses produksi bahan baku sampai hasil akhir, peralatan/mesin yang digunakan, cara kerja, alat pengaman dan alat pelindung diri yang tersedia, cara pencegahan kebakaran, ketaatan tenaga kerja memenuhi instruksi kerja (cara kerja yang aman, pemakaian alat pelindung diri dan alat pengaman lainnya). Dari data dikumpulkan dan dibuat evaluasi tentang sempurna tidaknya usaha pencegahan kecelakaan yang telah ada dan perlu dibuat rekomendadi cara perbaikannya. 2. Memupuk kerjasama dengan bagian produksi, bagian teknik dan logistic atau unit-unit kerja dalam perusahaan. 3. Analisis kecelakaan
Universitas Sumatera Utara
33
Setiap kecelakaan yang terjadi bagaimanapun kecilnya perlu diteliti dan dianalisa secara mendalam sehingga diketahui penyebab utama dan ikutannya. 4. Statistik kecelakaan Melakukan kegiatan statistik kecelakaan secara baik hal ini akan membantu setiap orang ataupun instansi yang berkepentingan termasuk pihak manajemen dalam mengambil langkah-langkah kearah yang lebih baik lagi. 5. Membuat laporan kegiatan panitia untuk keperluan pimpinan perusahaan dan sebagai bahan laporan ke instansi berwenang. 6. Pendidikan dan pelatihan Mengusahakan pendidikan dan penerangan kepada tenaga kerja mengenai masalah K3, pencegahan kecelakaan, kesehatan lingkungan dan lain-lain dalam usaha menanamkan kesadaran dan penerapan cara kerja yang selamat, sehat dan produktif. Pendidikan dapat berupa kursus berkala, ceramah, pemutaran film, maupun poster, slide, buletin dan majalah. Tenaga pengajar sedapat mungkin dari anggota P2K3 sendiri dan untuk hal khusus dapat meminta bantuan dari Departemen Tenaga Kerja, Dewan K3 ataupun instansi lain. Perlu diadakan pula pelatihan pertolongan pertama pada Kecelakaan (P3K) dan penanggulangan kebakaran.
Universitas Sumatera Utara
34
7. Merencanakan
pertemuan
anggota
P2K3
secara
berkala
sekurang0kurangnya 1 (satu) kali dalam sebulan. Bila diperlukan diadakan siding khusus. 8. Setiap selesai siding agar menyusun suatu kesimpulan untuk pekembangan panitia dan membuat rekomendasi tentang masalah yang dibicarakan untuk manajemen. 9. Memberikan pertimbangan dan saran dari segi K3 dalam rangka perencanaan pengembangan pemakaian proses dan alat-alat baru. 10. Berperan serta dalam kegiatan Dewan K3 di wilayah maupun kegiatan Departemen Tenaga Kerja, sepanjang menyangkut masalah K3. 11. Meningkatkan pengentahuan anggota melalui seminar, ceramah tentang K3, maupun literature dari dalam dan luar negeri secara terus menerus. 12.
Membuat dan memperbaiki cara-cara dan berpedoman kerja yang aman.
2.5 Zero Accident Zero accident berarti tidak ada lagi kecelakaan di lokasi kerja baik itu yang bersifat cedera memerlukan pertolongan pertama atau P3K hingga mengakibatkan fatality atau kematian (Bakribrades, 2011).
Universitas Sumatera Utara
35
2.5.1 Program Zero Accident di Tempat Kerja Program zero accident ialah tanda penghargaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang diberikan pemerintah kepada manajemen perusahaan yang telah
berhasil
dalam
melaksanakan program
Keselamatan
dan
Kesehatan
Kerja sehingga mencapai nihil kecelakaan (zero accident). Penghargaan zero accident diberikan kepada perusahaan yang telah berhasil
mencegah
terjadinya
kecelakaan
kerja
di tempat
kerja tanpa
menghilangkan waktu kerja. Penghargaan zero accident diberikan dalam bentuk piagam dan plakat yang ditetapkan melaui Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia. Dasar Hukum pelaksanaan program zero accident di tempat kerja
1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2. Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan. 3. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 4. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. 5. Kepmenaker RI no 463 Tahun 1993 tentang Pola Gerakan Nasional Membudayakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Universitas Sumatera Utara
36
2.5.2 Kriteria Perusahaan Peserta Program Zero Accident di Tempat Kerja
1. Perusahaan Besar : jumlah tenaga kerja keseluruhan lebih dari 100 orang. 2. Perusahaan Menengah : jumlah tenaga kerja keseluruhan antara 50 orang sampai dengan 100 orang. 3. Perusahaan Kecil : jumlah tenaga kerja keseluruhan sampai dengan 49 orang.
Kriteria/kategori/kelompok kecelakan kerja yang menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident , antara lain :
1. Kecelakaan kerja yang menyebabkan tenaga kerja tidak dapat kembali bekerja dalam waktu 2 x 24 jam. 2. Kecelakaan kerja ataupun insiden tanpa korban jiwa (manusia/tenaga kerja) yang menyebabkan terhentinya proses/aktivitas kerja maupun kerusakan peralatan/mesin/bahan melebihi shift kerja normal berikutnya.
Tidak
termasuk
dalam
kriteria/kategori/kelompok
kecelakaan
kerja
yang
menghilangkan waktu kerja menurut program zero accident di tempat kerja, yaitu :
1. Kehilangan waktu kerja akibat kecelakaan kerja karena perang, bencana alam ataupun hal-hal lain di luar kendali perusahaan. 2. Kehilangan waktu kerja karena proses medis tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
37
Ketentuan pemberian penghargaan zero accident :
1. Bagi perusahaan besar : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 6.000.000 (enam juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja. 2. Bagi perusahaan menengah : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 1.000.000 (satu juta) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja. 3. Bagi perusahaan kecil : tidak terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja berturut-turut selama 3 (tiga) tahun atau telah mencapai 300.000 (tiga ratus ribu) jam kerja tanpa kecelakaan kerja (inseden) yang menghilangkan waktu kerja. 4. Bagi perusahaan sektor konstruksi : perusahaan kontraktor utama yang telah selesai melaksanakan pekerjaan tanpa terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menghilangkan waktu kerja dengan waktu pelaksanaan kegiatan minimal 1 (satu) tahun. Perusahaan sub-kontraktor merupakan pendukung data bagi perusahaan kontraktor utama. Apabila terjadi kecelakaan kerja (insiden) yang menyebabkan hilangnya waktu kerja baik pada perusahaan kontraktor utama maupun pada perusahaan-perusahaan
Universitas Sumatera Utara
38
sub-kontraktor, maka seluruh jam kerja yang telah dicapai menjadi 0 (nol) secara bersama.
Tata cara pengajuan serta penilaian untuk memperoleh penghargaan zero accident
1. Perusahaan telah melaksanakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja serta Audit
Sistem
Manajemen
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja selama 3 (tiga) tahun. 2. Mengajukan permohonan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia c.q. Direktur Jenderal Binawas melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. 3. Melengkapi data pendukung sebagai berikut : a.
Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja tahunan.
b.
Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur tahunan.
c.
Jumlah jam kerja nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun sub-kontraktor (yang dianggap bagian dari perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan.
Universitas Sumatera Utara
39
d.
Jumlah jam kerja lembur nyata keseluruhan tenaga kerja kontaktor maupun
sub-kontraktor
(yang
dianggap
bagian
dari
perusahaan) selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan diperinci dalam jumlah jam kerja lembur kontraktor dan atau sub-kontraktor tahunan. 4. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan terhadap data-data yang diajukan perusahaan. 5. Panitia (tim penilai) melaksanakan pemeriksaan ke lokasi perusahaan meliputi : a.
Dukungan
dan kebijakan manajemen
secara
umum
terhadap
program K3 di dalam maupun di luar perusahaan. b.
Organisasi dan administrasi K3.
c.
Pengendalian bahaya industri.
d.
Pengendalian kebakaran dan hygiene industri.
e.
Partisipasi, motivasi, pengawasan dan pelatihan.
f.
Pendataan, pemeriksaankecelakaan, statistik dan prosedur pelaporan.
6. Hasil penilaian dilaporkan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia untuk selanjutnya ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
40
7. Penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) diserahkan oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia ataupun pejabat lain yang ditunjuk. 8. Biaya
yang
timbul
sebagai
akibat
pemberian
penghargaan zero
accident (kecelakaan nihil) menjadi beban perusahaan bersangkutan. 9. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk pemberian penghargaan zero accident (kecelakaan nihil) dapat dilakukan dengan mempertimbangkan saran-saran dari perusahaan bersangkutan ( Adzim, 2013)
2.6
ISO 9001
ISO 9001 adalah standar internasional yang menetapkan persyaratan untuk Sistem Manajemen Mutu. ISO 9001 pertama kali diterbitkan pada tahun 1986 oleh ISO (International Organization for Standardization), sebuah badan internasional yang terdiri dari badan standar nasional yang beranggotakan lebih dari 160 negara.
Sejak pertama diterbitkan, ISO 9001 mengalami 2 kali perubahan minor (1994, 2008) dan 2 kali perubahan major (2000, 2015). Versi terkini ISO 9001 adalah ISO 9001 2015.
ISO 9001 lebih berisi persyaratan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, di mana cara untuk memenuhi persyaratan tersebut diserahkan ke masing-masing perusahaan tergantung dari jenis dan kompleksitas dari masing-masing industri. Misalnya:
Universitas Sumatera Utara
41
a)
ISO 9001 mewajibkan perusahaan memiliki kebijakan dan sasaran mutu. Perusahaan bisa menetapkan sendiri Kebijakan dan Sasaran Mutu yang sesuai dengan karakter perusahaan.
b)
ISO 9001 mewajibkan perusahaan untuk memiliki sumber daya yang baik. Sumber daya manusia dan infrastruktur. Bentuk evaluasi sumber daya manusia atau cara memastikan bahwa pekerja sudah berkompeten (seperti bukti SIM sebagai bukti bahwa pengemudi sudah memiliki kompetensi mengendarai kendaraan dengan baik dan benar) ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Demikian juga cara menetapkan infrastruktur yang baik, termasuk pemeliharaan infrastruktur ditetapkan oleh perusahaan.
c)
ISO 9001 mewajibkan perusahaan untuk memiliki standar sebagai acuan untuk bekerja, untuk menghindari kesalahan. Bentuk standar acuan bisa ditetapkan oleh perusahaan sesuai karakter unik dari masing-masing perusahaan.
Jadi ISO 9001 tidak menstandarisasi cara, tidak membatasi kreativitas perusahaan. ISO 9001 hanya memberikan pedoman karakteristik Sistem Manajemen Mutu yang baik, dalam bentuk persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan untuk dapat diakui sebagai perusahaan yang telah memenuhi kriteria persyaratan yang telah ditetapkan oleh ISO 9001.
Universitas Sumatera Utara
42
Secara konsep apa yang dituntut oleh ISO 9001 adalah sangat baik dan juga merupakan karaketeristik dari semua perusahaan unggul, walaupun perusahaan tersebut tidak disertifikasi ISO 9001.
1. Perusahaan harus menetapkan Customer bagi perusahaan dan mendefinisikan mutu dari kacamata Customer 2. Perusahaan harus memahami isu internal dan eksternal sebagai masukan untuk membangun Sistem Manajemen Mutu 3. Perusahaan harus memahami keinginan dan tuntutan dari stakeholder sebagai masukan untuk membangun sistem manajemen mutu 4. Perusahaan harus mengidentifikasi risiko dan peluang yang dapat mempengaruhi operasional dan pencapaian tujuan perusahaan. Dan melakukan tindakan untuk mengurangi efek negatif dan menangkap peluang. 5. Perusahaan menetapkan Kebijakan dan Sasaran Mutu 6. Kebijakan Mutu menjadi pedoman dalam menyusun sistem, operasional bisnis perusahaan 7. Perusahaan memiliki program kerja untuk mencapai sasaran mutu 8. Perusahaan harus memahami keinginan pelanggan dan memastikan kesepakatan dengan pelanggan bisa dipenuhi
Universitas Sumatera Utara
43
9. Perusahaan harus memiliki sistem untuk mengatur pekerjaan sehingga perusahaan dapat mengirim produk atau pelayanan tepat waktu sesuai janji dengan Customer
a. Perusahaan harus memiliki sistem untuk memastikan produk atau pelayanan dapat memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan terkait produk b. Perusahaan harus menyediakan dan memastikan bahwa karyawan yang bekerja telah memiliki kompetensi yang sesuai (Sumber Daya Manusia). c. Perusahaan harus menyediakan infrastruktur yang sesuai, dan menjaga kondisi infrastruktur dalam keadaan baik (Mesin/ Infrastruktur). d. Perusahaan harus menetapkan metode pembelian untuk mendapatkan material yang baik, dan melakukan kontrol atas material untuk memastikan material yang akan digunakan adalah material yang berkualitas baik (Material). e. Perusahaan harus menetapkan lingkungan kerja yang baik, sesuai kebutuhan untuk menghasilkan produk dan layanan yang baik (Lingkungan).
Universitas Sumatera Utara
44
f. Perusahaan harus menetapkan metode kerja yang baik, sebagai acuan dalam bekerja untuk menghindari kesalahan (Metode).
10. Perusahaan harus memiliki sistem kontrol untuk memastikan produk atau pelayanan telah memenuhi persyaratan pelanggan dan peraturan terkait produk sebelum diserahkan ke Customer 11. Perusahaan harus memastikan bahwa alat ukur yang digunakan untuk mengukur produk atau pelayanan telah sesuai, misalnya dikalibrasi atau ditera ketika terjadi ketidaksesuaian terhadap produk atau pelayanan, perusahaan memiliki sistem pengendalian terhadap produk atau pelayanan yang tidak sesuai 12. Perusahaan harus memiliki sistem corrective action untuk menganalisa penyebab masalah pada sistem dan melakukan perbaikan terhadap akar penyebab masalah, sehingga masalah tidak terulang 13. Perusahaan harus memeriksa apakah sistem yang telah ditetapkan dijalankan dengan konsisten melalui program audit 14. Perusahaan harus mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk atau layanan perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
45
15. Perusahaan harus melakukan review secara berkala. Review terhadap pencapaian kinerja (sasaran mutu) dan efektifitas sistem manajemen mutu perusahaan. 16. Perusahaan harus memiliki sistem untuk meningkatkan kinerja operational (improvement) 17. Perusahaan harus mengendalikan standar, sehingga hanya standar yang terbaru yang digunakan untuk bekerja 18. Perusahaan harus mengendalikan record, sehingga record mudah dicari, tidak hilang, dan sewaktu-waktu dapat diakses untuk keperluan analisa atau keperluan telusur saat terjadi masalah.
ISO 9001 bersifat sukarela, bukan merupakan kewajiban. Walaupun bersifat sukarela, namun karena apa yang dituntut oleh ISO 9001 bagus, maka beberapa perusahaan mewajibkan supplier mereka untuk mengikuti standar ISO 9001 untuk menjaga perusahaan mendapat pasokan produk atau pelayanan yang baik. Perusahaan bisa saja menggunakan ISO 9001 sebagai acuan dalam mengembangkan Sistem Manajemen perusahaan, walaupun perusahaan tidak berkeinginan untuk mendapatkan sertifikat ISO 9001.
Universitas Sumatera Utara
46
2.7 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) 2.7.1 Pengertian HACCP HACCP adalah singkatan dari Hazard Analysis and Critical Control Point. Dimana ini merupakan sebuah sistem yang akan mengontrol kondisi makanan sesuai dengan tolak ukur yang ditetapkan. Uji makanan ini akan cenderung kepada kemungkinan akan bahaya yang ada dalam makanan tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control Point ini adalah sebuah sistem jaminan mutu makanan. 2.7.2
Tujuan HACCP Keberadaan HACCP ini sangatlah penting karena akan mengawasi
peredaran berbagai produk makanan yang semakin banyak variasinya dewasa ini. Maka dari itulah, kemudian HACCP ini hadir untuk membantu masyarakat dalam memilih makanan. HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) ini juga bisa dikaitkan dengan uji mutu terhadap makanan yang harus dilakukan, karena memang didasarkan pada kesadaran masyarakat akan makanan-makanan yang bisa membahayakan tubuh kita. Selain itu juga didasarkan pada penghayatan akan banyaknya kerugian yang disebabkan oleh olahan makanan-makanan yang berbahaya. Arah tujuan dari HACCP ini juga akan cenderung pada pengurangan resiko bahaya dari makanan. Sehingga kemungkinan HACCP ini bisa gagal, karena ada
Universitas Sumatera Utara
47
resiko yang membuntutinya. Namun resikonya sangat kecil sehingga HACCP ini dipastikan sebagai sistem uji pangan yang sangat efektif.
Universitas Sumatera Utara
48
2.8 Kerangka Pikir Pekerja
Area Produksi
Risiko Kecelakaan Kerja
Pengendalian Risiko 1. Program K3 (Pembentukan Tim P2K3) 2. Pelatihan K3 3. Informasi & Komunikasi
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Keterangan Gambar : Area produksi merupakan tempat dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Area produksi juga merupakan sumber dari berbagai risiko kecelakaan kerja yang sewaktwaktu dapat menimpa pekerja yang berada di area produksi. Untuk menanggulangi segala bahaya dan risiko ditempat kerja, maka perusahaan melakukan beberapa tindakan pengendalian risiko kecelakaan kerja, diantaranya melaksanakan program K3 yaitu pembentukan Tim P2K3 di lingkungan kerja, melaksanakan pelatihan K3 di perusahaan, dan memberikan rambu peringatan dan pemberitahuan serta informasi disekitar lingkungan kerja area produksi terutama di area yang memiliki risiko kecelakaan kerja.
Universitas Sumatera Utara