BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Musculoskletal Disorders Menurut Tarwaka yang disebut Gangguan muskuloskletal disorder (MSDS) itu adalah Penerimaman beban pada otot secara statis dan berulang-ulang dalam waktu yang lama, akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament dan tendon.Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu keuhan sementara (reversible) dan keluhan menetap (persistent). Ganngguan otot skeletal pada umumnya terjadi karena kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang. Sebaliknya, keluhan otot kemungkinan tidak terjadi apabila kontraksi otot hanya berkisar antara 15-20% dari kekuatan otot maksimum. Namun apabila kontraksi otot melebihi 20%,
maka peredaran darah keotot berkurang menurut tingkat
kontraksinya yang dipengaruhi oleh besarnya tenaga yang diperlukan.Suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan sebagai akibatnya terjadi penimbunan
asam
laktat
yang
menyebabkan
timbulnya
rasa
nyeri
otot.
(Suma’mur,1982;Grandjean,1993) Beberapa faktor penyebab terjadinya Gangguan
Muskuloskletal adalah
sebagai berikut (Peter Vi, 2000, dikutif oleh Tarwaka) :
1.
Peregangan otot yang berlebihan
Universitas Sumatera Utara
Peregangan otot yang berlebihan (Over Exertion) pada umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerja menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti mengangkat, mendorong, menarik dan menahan beban yang berat.Peregangan otot yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering dilakukan, maka dapat mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot, bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot. 2. Aktivitas berulang Aktivitas berulang adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus seperti pekerjaan mencangkul, membelah kayu besar, angkat-angkut dsb. Keluhan otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja secara terus menerus tanpa memperoleh kesempatan relaksasi. 3. Sikap Kerja Tidak Alamiah Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagianbagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat, dsb. Semakin jauh posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi tubuh, maka semngkin tinggi pula resiko terjadinya keluhan otot skletal. Sikap kerja tidak alamiah ini pada umumnya karena karakteristik tuntutan tugas, alat kerja dan stasiun kerja tidak sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan pekerja (Grandjen,1993:Anis & McCnville,1964:Waters&Anderson,1991:Manuaba,2000)
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penerapan Program Ergonomi Beberapa sikap kerja yang ditemui pada bagian pencetakan batu-bata adalah sikap setengah duduk atau jongkok secara terus menerus, serta ketidak seimbangan gerakan tubuh kanan dan kiri. Sikap kerja seperti ini adalah tidak alamiah yang disebabkan karena Metode , kebiasaan kerja yang salah serta akibat dari tidak adanya fasilitas kerja. Menurut (International Ergonomic Association) dalam Buchari et all (2004) Istilah ergonomi berasal dari bahasa latin yaitu ergon dan nomos. Ergonomi merupakan studi tentang aspek manusia dalam lingkungan kerjanya ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, teknik, manajemen dan desain/perancangan. Dalam ergonomi dibutuhkan studi tentang sistem dimana manusia, fasilitas kerja dan lingungan kerja saling berinteraksi dengan tujun utama menyesuaikan suasana kerja dengan manusia. International Ergonomic Association membagi ergonomi dalam 3 katagori utama yaitu: Physical ergonomics, Cognitive ergonomics dan organizational ergonomics , dalam hal ini yang erat kaitanya dengan penelitian ini adalah physical ergonomics yaitu bagian ilmu ergonomi yang membahas tentang anatomi tubuh manusia, antropometri, fisiologi dan karakteristik biomekanikal sehubungan dengan aktifitas fisik. Topik yang berhubungan dengan hal ini menyangkut pembentukan postur kerja, pengangkatan beban, gerakan kerja berulang, penyakit pada otot rangka akibat kerja (work related muskuloskletal disorders/WMSD), pengaturan tempat kerja, keselamatan dan kesehatan kerja. Menurut Buchari et all (2004) yang dikutip dari (OSHA-Occupational Safety and Health Administration, 1999) :
Universitas Sumatera Utara
Suatu penyakit akibat kerja jenis work muskuloskletal disorders (WMSD) yang pada awalnya disebabkan kelelahan otot akibat ketidak ada kesesuaian antara operator dengan alat pendukung kerja pada perusahaan dapat dikendalikan melalui berbagai cara diantarnya Enginering control yaitu suatu cara pengendalian dengan cara melakukan perubahan fisik kerja melalui perubahan desain atau mendesain kembali stasiun kerja, peralatan, fasilitas, mesin, bahan dan proses yang menyebabkan terjadinya kelelahan otot. 1. Work practice control yaitu suatu cara pengendalian dengan cara melakukan perubahan fisik kerja dengan merubah bentuk aktifitas fisik kerja yang meliputi prosedur dan metoda kerja secara sehat dan aman seperti bekerja dengan postur sealami mungkin , menerapkan pengadaan waktu istirahat pendek (micro breaks). 2. Administrative control yaitu suatu cara pengendalian dengan cara melakukan perubahan fisik kerja dengan merubah jadwal kerja agar operator lebih sedikit terpapar factor yang tidak ergonomis dalam bekerja antara lain dengan system rotasi, kerja tim dan variasi kerja. 2.3 Pengendalian Gangguan Muskulosketal Pada Pekerja Postur kerja sering disebut juga sebagai posisi atau sikap tubuh dalam bekerja. Postur kerja pada bagian pencetakan batu-bata menuntut sikap tubuh dengan posisi setengah duduk atau jongkok sambil mundur kebelakang secara repetitive dan dalam waktu lama dengan posisi jangkauan tertumpu pada bagian tubuh sebelah kanan dan kepala menunduk.
Universitas Sumatera Utara
Posisi jongkok sambil mundur dan sedikit membungkuk secara “repetitive” lama, juga posisi tubuh yang selalu miring kekanan akan mempercepat terjadinya gangguan muskuloskletal, karena kaki akan cepat terasa sakit atau nyeri karena menahan beban tubuh. Posisi punggung yang membentuk sudut 100 sampai 130 derajat dengan paha dan alas duduk lebih dianjurkan karena pada posisi ini tekanan antar ruas tulang belakang akan lebih berkurang. Ada beberapa alternative untuk menanggulangi gangguan Muskuloskletal pada para pekerja pencetak batu bata tersebut : 1. Perubahan terhadap metode kerja, ini dilakukan berupa perubahan alur atau urutan proses pencetakan batu-bata. Perubahan ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan gerakan tubuh pekerja pada saat mencetak batu-bata. Pada metode lama posisi bahan baku diletakkan
di sebelah kanan sehingga
pekerja harus terus menerus memutar badannya kearah kanan untuk mengambil bahan baku yang akan dicetak. Pada rancangan perbaikan pemutaran tubuh juga tidak bisa dihindarkan oleh karena itu disusun sebuah metoda kerja baru agar terjadi penyeimbangan terhadap badan pekerja dengan cara mengubah urutan kerja secara zig-zag. 2. Pekerja sebaiknya bekerja dengan posisi duduk pada sebuah tempat duduk atau bangku
yang tergandeng dengan sebuah gerobak tempat bahan baku yang
posisinya tepat
didepan pekerja atau operator, gerobak atau kereta tersebut
mempunyai roda sehingga memudahkan bagi pekerja untuk mendorong kereta tersebut kebelakang dengan kedua kakinya. Pada postur kerja ini kaki terutama betis tidak menahan berat tubuh terhadap gravitasi bumi melainkan telah disangga oleh bangku tersebut dan memudahkan mereka untuk mudur dengan sedikit
Universitas Sumatera Utara
dorongan kebelakang, jangkauan tangan pekerja sudah berada didepan sehingga tidak mengakibatkan ketidak seimbangan posisi tubuh. Dalam hal ini alternatif kedualah yang akan dilakukan peneliti, yaitu dengan perancangan dan penggunaan alat bantu kerja berupa kereta beroda sederhana.Pada akhirnya seergonomis apapun postur duduk pada kursi maupun pada bangku yang diterapkan menggerak-gerakkan punggung merupakan suatu hal yang baik untuk relaksasi otot punggung dan perut. Bertahan pada satu posisi duduk dalam jngka waktu lama sangat tidak dianjurkan (Moore, 1995) 2.4 Pasilitas Kerja / Alat Bantu Kerja Alat Bantu kerja adalah bagian dari Fasilitas Kerja. Fasilitas kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan penyesuaian sikap kerja seperti sikap kerja duduk, membungkuk dan jongkok yang menyebabkan keluhan rasa sakit pada bagian tubuh (Hamonangan 2006) Perancangan fasilitas kerja haruslah memperhatikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisiensi dan mengurangi keluhan nyeri.Mengingat dimensi tubuh manusia berbeda-beda, maka diperlukan penyesuaian fasilitas kerja yang harus selalu mempertimbangkan antropometri pemakainya (user oriented). Dengan fasilitas kerja yang ergonomis maka pekerja dapat bekerja dengan nyaman,aman dan produktif. Sebaliknya apabila fasilitas kerja tidak ergonomis maka akan timbul keluhan nyeri pada pekerja. Suatu desain fasilitas kerja disebut ergonomis apabila secara antropometri, faal, biomekanik dan psikologis kompatibel dengan pemakainya. Dalam mendisain fasilitas
Universitas Sumatera Utara
kerja yang sangat penting untuk diperhatikan satu disain berpusat pada manusia pemakainya atau human centered design (Sutalaksana,1999). Dalam perancangan fasilitas kerja terdapat aspek-aspek yang mempengaruhi meliputi 1. Memperhatikan perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan prinsip-prinsip ekonomi gerak dengan tujuan pokok meningkatkan efisiensi dan produktifitas kerja. 2. Mempertimbangkan kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia. Data antropometri akan menunjang dalam proses perancangan fasilitas kerja dengan tujuan mencari keserasian hubungan fasilitas kerja dan manusia pemakainya. 3. Mempertimbangkan pengaturan tata letak fasilitas kerja yang digunakan, pengaturan ini bertujuan untuk mencari keserasian hubungan fasilitas kerja dn manusia yang memakainya. Ergonomi diperlukan untuk evaluasi produk. Selain fungsional, desain juga harus mampu memberikan keselamatan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan bagi manusia pada saat memakai dan mengoperasionalkan hasil produk desain tersebut. Jenis kursi yang dapat disesuaikan (adjustable chair) sangat baik untuk bekerja yang bersifat sedentary namun jika hal ini sulit untuk dilaksanakan maka kursi yang sesuai anthropometri suatu etnis dapat diberikan. Pada pemilihan kursi atau bangku kerja pada sistem kerja manusia adalah salah satu elemen yang perlu diperhatikan adalah ketinggiannya dimana hal ini akan saling berinteraksi dengan permukaan kerja.
Universitas Sumatera Utara
Kursi atau bangku harus stabil tidak goyang dengan jumlah kaki empat. Kursi atau bangku beroda sebaiknya digunakan pada permukaan lantai berkarpet atau permukaan yang rata untuk menjaga kestabilannya. Sandaran tangan dan punggung tidak merupakan suatu keharusan adakalanya mengganggu kebebasan gerak pekerja seperti pada alat bantu yang akan dibuat pada proses pencetakan batu-bata ini. Salah satu cara mengendalikan gangguan muskuloskeletal disorder pada pekerja pencetak batu-bata ini adalah dengan perancangan fasilitas kerja menggunakan alat batu kerja berupa Kereta beroda sederhana atau gerobak beroda sederhana. Urutan pekerjaan bisa dilakukan dengan urutan biasa ataupun zig-zag karena posisi bahan baku terdapat di bagian depan dan untuk melakukan proses pengambilan bahan baku, operator cukup menurunkan bahan sesuai dengan kapasitas cetakan. Untuk melakukan proses pencetakan selanjutnya, pekerja dapat mendorong kereta sederhana tersebut ke belakang dengan menggunakan kedua kaki. Kereta sederhana ini dilengkapi dengan empat buah roda yang berada di bagian kanan dan kiri, sehingga cukup memberikan ruang untuk jalur atau rel roda dan tempat kaki pekerja. Selain itu, untuk memindahkan bahan baku dari kereta sorong ke bak bahan baku di kereta sederhana dapat digunakan sekop.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Rancangan Alat Bantu Kereta Sederhana (Tampak Atas)
Universitas Sumatera Utara
Bahan Baku
Operator dengan posisi duduk
Tempat Pencetakan
Gantungan Cetakan
Gambar 2. Rancangan Alat Bantu Kereta Sederhana (Tampak Samping) Ukuran antropometri akan membentuk dasar untuk tinggi kereta atau gerobak beroda tersebut. Untuk sekedar pembatasan maka daerah penyesuaian adalah 5-th persentil wanita dan 95-th persentil pria. (Eko Nurmianto, 1988). 2.5 Antropometri Istilah antropometri berasal dari kata anthro yang berarti manusia dan merti yang berarti ukuran. Secara defenitif antropometri dapat dinyatakan sebagai suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Data antropometri akan menentukan bentuk, ukuran dan dimensi yang tepat yang berkaitan dengan produk yang dirancang dan manusia yang akan mengoprasikan/menggunakan produk tersebut. Dalam kaitan ini perancang produk harus mampu mengakomodasi dimensi tubuh dari populasi terbesar yang akan menggunakan produk hasil rancangannya tersebut. Secara umum sekurang-kurangnya 90%-95% dari populasi yang menjadi target dalam kelompok pemakai produk haruslah mampu menggunakan dengan selayaknya.
Universitas Sumatera Utara
Antropometri merupakan suatu kumpulan numerik yang berhubungan dengan karkteristik fisik tubuh manusia seperti ukuran, bentuk dan kekuatan serta penerapan angka tersebut untuk penanganan masalah disain (Stevenson 1984 dan Nurmianto 1991). Dalam rangka untuk mendapatkan suatu perancangan yang optimum dari suatu ruang dan fasilitas akomodasi maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor seperti panjang dari suatu tubuh manusia baik dalam posisi statis, maupun dinamis, berat dan pusat massa (centre of gravity) dari suatu segmen/bagian tubuh, bentuk tubuh, jarak untuk pergerakan melingkar (angular motion) dari tangan, kaki dan sebagainya (Nurmianto, 1998). Ada dua bentuk pengukuran pada antropometri yaitu pengukuran statis (structural) yaitu tubuh manusia yang berada dalam posisi diam, dan pengukuran dinamis (fungsional) yaitu tubuh diukur dalam berbagai posisi tubuh yang sedang bergerak. Data antropometri diterapkan untuk membahas dan merancang barang serta fasilitas secara ergonomi agar didapat kepuasan si pengguna. Kepuasan tersbut dapat berupa kenyamanan maupun kesehatan yang ditinjau dari sudut pandang ilmu anatomi, fisiologi, fisikologi, kesehatan dan keselamatan kerja, perancangan dan manajemen. Dalam mengukur data antropometri ini banyak ditemui perbedaan atau sumber variabelitas yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran yang pada akhirnya akan digunakan dalam perancangan suatu produk. Beberapa sumber variabelitas yang merupakan faktor yang mempengaruhi dimensi tubuh manusia yang menyebabkan adanya
perbedaan
antara
satu
populasi
dengan
populasi
lain
yaitu
(Stevenson,1989:Nurmianto 1991): a. Keacakan/random
Universitas Sumatera Utara
b. Jenis kelamin c. Suku bangsa (ethnic variabelity) d. Usia e. Pakaian f. Faktor kehamilan pada wanita g. Cacat tubuh secara fisik 2.5.1 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Penetapan Data Antropometri Adapun pendekatan dalam penggunaan data antropometri adalah sebagai berikut (Nurmianto,1991) a. Pilihlah simpangan baku yang sesuai sebagai dasar perancangan yang dimaksud b. Carilah data pada rata-rata dan distribusi dari dimensi yang dimaksud untuk populasi yang sesuai. c. Pilihlah nilai persentil yang sesuai sebagai dasar perancangan d. Pilihlah jenis kelamin yang sesuai Penerapan data antropometri ini akan dapat dilakukan jika tersedia nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (standart deviasi) dari suatu distribusi normal (Nurmianto, 1991). Adapun distribusi normal ditandai dengan adanya nilai rata-rata dan simpangan baku yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus 1 dan 2 sebagai berikut : X = ∑×
…………………………………………………………………..
(1) n Dimana : X
= rata-rata
∑X
= Jumlah data yang akan dihitung
Universitas Sumatera Utara
n
= jumlah sampel
∑ (×i - ×)² σ× = √ i= 1
…………………………………………………
(2) n–1 Dimana : σ×
= Simpangan baku (Standart Deviasi)
×
= rata-rata
×
= nilai data
n
= jumlah sampel
Untuk uji keseragaman data digunakan uji dengan menggunakan peta kontrol dengan tingkat keyakinan 99% (3σ) untuk masing-masing kriteria. Adapun rumus pengujian keseragaman data tersebut dapat dilihat pada rumus 3 berikut: BKA= X + 3σ×
……………………………………………………………………
(3) BKB= X – 3σ× Jika X min>BKB dan Xmax < BKA maka data seragam. Dimana : BKA = batas atas BKB = batas bawah Sedangkan persentil adalah suatu nilai yang menyatakan bahwa persentase tetentu dari sekelompok orang yang dimensinya sama dengan atau lebih rendah dari nilai tersebut.Misalnya 95% populasi adalah sama dengan atau lebih rendah dari 95% persentil: 5% dari populasi berada sama dengan atau lebih rendah dari 5 persentil.
Universitas Sumatera Utara
Besarnya nilai persentil dapat ditentukan dari tabel probabilitas distribusi normal pada gambar 1: Dalam pokok bahasan antropometri, 95 persentil menunjukkan tubuh berukuran besar, sedangkan 5 persentil tubuh berukuran kecil. Jika diinginkan dimensi untuk akomodasi 95 % populasi maka 2,5 dan 97,5 persentil adalah batas rentang yang dapat dipakai dan ditunjukkan pada gambar 1 dan 2 serta tabel antropometri masyarakat Indonesia (lampiran …) (Nurmianto,1991)
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Aplikasi Data Antropometri Dalam Perancangan Fasilitas Kerja Data antropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan ataupun fasilitas kerja akan dibuat (Sritomo Wignjosoeharto,2000).Agar rancangan
nantinya
bisa
sesuai
dengan
ukuran
tubuh
manusia
yang
akan
mengoprasikannya, maka prinsip-prinsip yang harus diambil didalam aplikasi data antropometri tersebut harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai berikut : a. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrim Disisni rancanag produk dibuat agar bisa memenuhi 2(dua) sasaran produk, yaitu : -
Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau terlalu kecil bila dibandingkan dengan rataratanya
-
Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain (mayoritas dari populasi yang ada)
Agar bisa memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran yang diaplikasikan ditetapkan dengan cara : - Untuk dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk umunya didasarkan pada nilai persentil yang terbesar seperti 90-th,95-th atau 99-th persentil. Sebagai contoh kasus bisa dilihat pada penetapan ukuran minimal dari lebar dan tinggi dari pintu darurat, dan lain-lain. -
Untuk dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan nilai persentil yang paling rendah (1-th,5-th,10-th persentil) dari distribusi data antropometri yang ada. Sebagai contoh dalam penetapan jarak jangkauan dari
Universitas Sumatera Utara
suatu mekanisme kontrol yang harus dioperasikan oleh seorang pekerja. Secara umum aplikasi data antropometri untuk perancangan produk ataupun fasilitas kerja menetapkan nilai 5-th persentil untuk dimensi maksimum dan 95-th untuk dimensi minimumnya. b. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Diantara Rentang Tertentu Disini rancangan bisa diubah-ubah ukurannya sehingga fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Seperti dalam rancangan kursi mobil yang letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarannya bisa diubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan. Untuk mendapatkan rancangan fleksibel, maka data antropometri yang umum diaplikasikan dalam rentang nilai 5-th samapi dengan 95-th persentil. c. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-Rata Pada prinsipnya perancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran manusia. Problema pokok yang dihadapi dalam hal ini justru sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Disini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang berukuran ekstrim akan dibuatkan rancangan tersendiri. Berkaitan dengan aplikasi data antropometri yang diperlukan dalam proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, maka ada beberapa rekomendasi yang bisa diberikan yaitu : •
Pertama kali harus ditetapkan anggota tubuh mana yang nantinya akan difungsikan untuk mengoprasikan rancangan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
•
Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi, diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk tersebut.
•
Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti, misalnya apakah rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran yang fleksibel (adjustable) ataukah ukuran rata-rata.
•
Pilih persentase populasi yang harus diikuti: 90-th, 95-th,99-th ataukah nilai persentil yang dikehendaki.
•
Untuk setiap dimensi tubuh yang telah diidentifikasikan, selanjutnya tetapkan nilai ukuran dari tabel data antropometri yang sesuai.
2.6 Standar Nordic Questionaire Ada beberapa cara yang telah diperkenalkan dalam melakukan evaluasi ergonomik untuk mengetahui hubungan antara tekanan fisik dengan resiko keluhan otot skeletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja motivasi, harapan dan toleransi kelelahan. Salah satunya adalah melalui Standard Nordic Questionaire. Melalui kuesioner ini dapat diketahui bagian-bagian otot yang mengalami keluhan dengan tingkat keluhan mulai dari Tidak Sakit (TS), Agak Sakit (AS), Sakit (S), Sangat Sakit (SS). Dengan melihat dan menganalisis peta tubuh seperti pada gambar 2.5, maka dapat diestimasi jenis dan tingkat keluhan otot skeletal yang dirasakan oleh pekerja.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.7 Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai variable penelitian, Sugiono (2008). Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi sub variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item instrument yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang perlu dijawab. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap diungkapkan dengan kata-kata yang mempunyai degradasi dari sangat positif sampai sangat negative berupa kata-kata antara lain : Pernyataan Positif
Pernyataan Negatif
Sangat Setuju (SS) = 5
Sangat Setuju
(SS) = 1
Setuju
(S) = 4
Setuju
(S) = 2
Netral
(N) = 3
Netral
(N) = 3
Tidak Setuju
(TS) = 2
Tidak Setuju
(TS) = 4
Sangat Tidak Setuju (STS)= 1
Sangat Tidak Setuju (STS) = 5
Dalam hal ini, Nordic Standard Questionaire menyatakan setiap item pertanyaan dengan bentuk pernyataan atau sikap yang diungkapkan dengan kata dan bobot sebagai berikut: Sangat Sakit
(SS) = 4
Sakit
(S)
=3
Universitas Sumatera Utara
Agak sakit
(AS) = 2
Tidak Sakit
(TS) = 1
2.8 Kerangka Konsep
Alat Bantu Kerja (Kereta BerodaSederhana) Keterangan : _________
Gangguan Muskuloskletal
: Variabel Independen (Bebas) : Variabel dependen (Terikat)
Universitas Sumatera Utara