BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Daerah aliran sungai (DAS) merupakan suatu area yang berfungsi sebagai daerah penampung air hujan, daerah resapan air, daerah penyimpanan air hujan, penangkapan air hujan dan pengaliran air yang kesemuanya itu membentuk sebuah sungai (Efendi, Nur, 2014). Asdak, (2002) mengatakan bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh pungung-punggung bukit yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan dimaksud dinamakan Daerah Tangkapan Air (DTA) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur-unsur utama adalah sumber daya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam. Dalam konsep DAS, terbagi menjadi 2, yaitu hulu DAS (up stream) dan hilir DAS (down stream). Konsep DAS merupakan dasar dari semua perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari DAS-DAS kecil atau Daerah Tangkapan Air (DTA). Secara umum DTA dapat didefinisikan suatu wilayah yang dibatasi alam, seperti punggung bukitbukit atau gunung, maupun batas buatan, seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut memberi kontribusi aliran ke titik
7
8
kontrol (outlet) atau suatu kawasan yang berfungsi sebagai daerah penadah air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sumber air di wilayah daerah tersebut (Suripin, 2002). Usaha-usaha
pengolahan
DTA
adalah
sebuah
bentuk
pengembangan wilayah yang menempatkan DTA sebagai suatu unit pengolahan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumber daya alam di suatu DTA secara rasional untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Suripin, 2002). Pengolahan DTA hendaknya terintegrasi dari daerah hulu sampai hilir yang melibatkan semua pihak terkait (stakeholder) dengan prinsip satu sungai, satu rencana dan satu pengelolaan yang terpadu, pengelolaan DTA bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DTA Anonim (2012a) dalam Hatas (2014).
B. Analisis Penggunaan Lahan Penggunaan lahan menurut Su Ritohardayo (2001) dalam Zamroh, MRH (2014) adalah manusia dan lingkungannya, dimana fokus lingkungan adalah lahan, sedangkan sikap dan tanggap kebijakan manusia terhadap lahan akan menetukan langkah-langkah aktivitasnya, sehingga akan meninggalkan bekas di atas lahan sebagai bentuk penggunaan lahan. Dalam tipe penggunaan lahan yang dipertimbangkan sebaiknya dibatasi
9
kepada yang relevan dengan keadaan fisik, ekonomi, dan sosial secara umum yang menonjol di daerah yang disurvei. Penggunaan lahan merupakan proses yang dinamis, mengalami perubahan secara terus-menerus, sebagai hasil dari perubahan pola dan besarnya aktifitas manusia. Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Dari aspek hidrologi, perubahan lahan akan berpengaruh langsung terhadap karateristik penutupan lahan, sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS. Fenomena ini ditujukan oleh respon hidrologi DAS yaitu yang dapat dikenal melalui produksi air, erosi, dan sedimentasi Seyhan (1990) dalam Komariah (2014).
C. Pengertian Erosi Erosi merupakan kejadian dimana terkikisnya tanah oleh air, baik air hujan maupun air limpasan Asdak (1995). Erosi merupakan tiga proses yang
berurutan,
yaitu
pelepasan
(detachment),
pengangkutan
(transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah oleh penyebab erosi Asdak (1995) dalam Ridho (2015). Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Erosi tanah yang disebabkan oleh air meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu :
10
a. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah. b. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin. c. Tahap pengendapan pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup lagi untuk mengangkut partikel.
D. Pengertian Sedimentasi Sedimentasi merupakan proses terangkutnya partikel-partikel tanah atau hasil dari pelapukan oleh air, angin, es dan gletser yang kemudian diendapkan di suatu tempat. Dalam hidrologi sedimentasi merupakan proses terangkutnya material tanah oleh air yang disebabkan oleh erosi, tanah yang terangkut tersebut nantinya akan mengendap di bagian badan sungai ketika terjadi penurunan kecepatan aliran air dan menyebabkan pendangkalan (Modouw, LJL, 2012). Besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di DTA yang diukur pada periode waktu dan tempat tertentu disebut hasil sedimen (Sediment Yield). Soemarto, CD (1987) mendefinisikan Sedimentasi sebagai pengangkutan, melayangnya (suspensi) atau mengendapnya material fragmental oleh air.
E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sedimentasi Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi (Strand dan Pemberton. 1982,dalam Budi Indra. 1999), adalah :
11
1. Jumlah dan intensitas hujan Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika intensitasnya rendah dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi cenderung tinggi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang tinggi juga. 2. Formasi geologi dan jenis tanah Tanah yang mempunyai nilai erodibilitas tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi, sebaliknya tanah dengan erodibilitas rendah berarti tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi. 3. Tata guna lahan Dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman di sekitar DAS maka akan meningkatkan cadangan air tanah dan mengurangi aliran permukaan. Sebaliknya, apabila pada DAS dengan tata guna lahannya terganggu atau rusak, maka akan mengurangi kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran permukaan akan meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya sedimentasi erosi di bagian hulu. Erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi karena sedimentasi merupakan akibat lanjut dari erosi itu sendiri.
12
4. Topografi Tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan, kerapatan parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai pengaruh pada sedimentasi.
F. Transpor Sedimen dan Dampak Sedimentasi 1. Transpor Sedimen Proses sedimentasi meliputi proses erosi, transportasi (angkutan), pengendapan (deposition), dan pemadatan (compaction) dari sedimen itu sendiri. Proses tersebut berjalan sangat kompleks, dimulai dari jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel tanah menjadi partikel halus lalu menggelinding bersama aliran permukaan, sebagian akan tertinggal diatas tanah dan sebagian yang lain akan masuk kedalam sungai dan akan terbawa aliran menjadi angkutan sedimen (Loebis, dkk, 1993). Ada tiga macam angkutan sedimen yang terjadi di dalam alur sungai Pangestu Hendra (2013) yaitu: a. Wash Load Wash load atau sedimen cuci terdiri dari partikel lanau dan debu yang terbawa masuk ke dalam sungai dan tetap tinggal melayang sampai mencapai laut, atau genangan air lainnya. Sedimen jenis ini hampir tidak mempengaruhi sifat-sifat sungai
13
meskipun jumlahnya yang terbanyak dibanding jenis-jenis lainnya terutama pada saat-saat permulaan musim hujan datang. Sedimen ini berasal dari proses pelapukan DAS yang terutama terjadi pada musim kemarau sebelumnya. b. Suspended Load Suspended load atau sedimen layang terutama terdiri dari pasir halus yang melayang di dalam aliran karena tersangga oleh turbulensi aliran air. Pengaruh sedimen ini terhadap sifat-sifat sungai tidak begitu besar. Tetapi bila terjadi perubahan kecepatan aliran, jenis ini dapat berubah menjadi angkutan jenis ketiga. Gaya gerak bagi angkutan jenis ini adalah turbulensi aliran dan kecepatan aliran itu sendiri. Dalam hal ini dikenal kecepatan pungut atau “pick up velocity”. Untuk besar butiran tertentu bila kecepatan
pungutnya
dilampaui,
material
akan
melayang.
Sebaliknya, bila kecepatan aliran yang mengangkutnya mengecil di bawah kecepatan pungutnya, material akan tenggelam ke dasar aliran. c. Bed Load Bed load, tipe ketiga dari angkutan sedimen adalah angkutan dasar di mana material dengan besar butiran yang lebih besar akan bergerak menggelincir, menggelinding atau rotate satu di atas lainnya pada dasar sungai, gerakannya mencapai kedalaman
14
tertentu dari lapisan sungai. Tenaga penggeraknya adalah gaya seret drag force dari lapisan dasar sungai. 2. Proses Transpor Sedimen Saat sedimen memasuki badan sungai, maka berlangsunglah transport sedimen. Kecepatan transport sedimen merupakan fungsi dari kecepatan aliran sungai dan ukuran partikel sedimen. Partikel sedimen ukuran kecil seperti debu dan tanah liat dapat diangkut aliran air dalam bentuk terlarut (wash load). Sedang partikel yang lebih besar, misalnya pasir akan bergerak dengan cara melompat. Partikel yang lebih besar lagi misalnya kerikil akan bergerak dengan cara merayap atau menggelinding didasar sungai (bed load) seperti pada gambar 2.1 dibawah ini.
Gambar 2.1. Transpor sedimen dalam aliran air sungai (Sumber Asdak, 2010)
15
3. Dampak Sedimentasi Dampak dari proses sedimentasi di sungai adalah terjadinya pengendapan sedimen di dasar sungai yang menyebabkan naiknya dasar sungai, kemudian menyebabkan tingginya muka air sehingga berakibat sering terjadi banjir yang menimpa lahan-lahan yang tidak dilindungi. Sedimen tanah tidak hanya berpengaruh negatif pada lahan, tetapi juga di daerah hilirnya dimana material sedimen diendapkan. Proses
sedimentasi
dapat
memberikan
dampak
yang
menguntungkan dan merugikan. Dikatakan menguntungkan karena pada tingkat tertentu adanya aliran sedimen ke daerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir. Tetapi, pada saat yang bersamaan aliran sedimen dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan (Asdak, 2004).
G. Hasil Sedimen (Sediment Yield) Hasil sedimen merupakan besarnya sedimen yang berasal dari erosi yang terjadi di daerah tangkapan air. Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS dan tergantung pada transpor partikel-partikel tanah yang tererosi dari daerah tangkapan air. Hasil sedimen dari suatu daerah aliran tertentu dapat ditentukan dengan pengukuran pengangkutan sedimen terlarut (suspended sediment) pada titik kontrol dari alur sungai. Sedimen yang sering dijumpai dalam
16
sungai baik terlarut maupun tidak terlarut adalah merupakan produk dari pelapukan batuan induk yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama perubahan iklim. Hasil pelapukan batuan-batuan tersebut dikenal sebagai partikel-partikel tanah, oleh karena itu pengaruh dari tenaga kinetis air hujan (Anonim, 2012b). Menurut ukurannya, sedimen dibedakan menjadi beberapa jenis seperti pada tabel berikut (Asdak, 2007). Tabel 2.1 Sedimen Menurut Ukurannya Jenis Sedimen
Ukuran Partikel (mm)
Liat
<0,0039
Debu
0,0039 ‒ 0,0625
Pasir
0,0625 ‒ 2,00
Pasir Besar
2,00 ‒ 64
(Sumber : Asdak, 2007)
H. ArcGIS 10.3 ArcGIS adalah salah satu software yang dikembangkan oleh Environment Science Research Institute (ESRI) yang merupakan kompilasi fungsi-fungsi dari berbagai macam software Geografic Information System (GIS) yang berbeda seperti GIS desktop, server, dan GIS berbasis web. ESRI yang berpusat di Redlands, California, adalah salah satu perusahaan yang mapan dalam pengembangan perangkat lunak untuk GIS. Dengan ArcGIS, kita dapat memiliki kemampuan-kemampuan
17
untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab query (baik data spasial maupun non spasial). Produk utama dari ArcGIS adalah ArcGIS desktop. ArcGIS desktop sendiri teridiri atas 5 aplikasi dasar yaitu : 1. ArcMap ArcMap merupakan aplikasi utama yang digunakan dalam ArcGIS yang digunakan untuk mengolah, membuat (create), menampilkan (viewing), memilih (query), editing, (composing dan publishing) peta. 2. ArcCatalog ArcCatalog adalah aplikasi yang berfungsi untuk mengatur atau mengorganisir berbagai macam data spasial yang digunakan dalam pekerjaan SIG. Fungsi ini meliputi tool untuk menjelajah (browsing), mengatur (organizing), membagi (distribution) dan menyimpan (documentation) data-data Sistem Informasi Geografis (SIG). 3. ArcToolbox ArcToolbox terdiri dari kumpulan aplikasi yang berfungsi sebagai tools atau perangkat dalam melakukan berbagai macam analisis keruangan. 4. ArcGlobe Aplikasi ini berfungsi untuk menampilkan peta-peta secara 3D ke dalam bola dunia dan dapat dihubungkan langsung dengan internet. 5. ArcScene ArcScene merupakan aplikasi yang digunakan untuk mengolah dan menampilkan peta-peta ke dalam bentuk 3D.
18
Ada beberapa fasilitas yang dapat di gunakan pada extract di ArcGIS versi 10.3. Extract bertujuan untuk membuat data baru dengan mengekstrak input data (shapefile, features dan attributte dalam suatu feature class atau tabel) berdasarkan perpotongan spasial atau pencarian (query) atribut, yaitu : 1. Clip Merupakan proses mengekstrak suatu feature dengan feature yang dijadikan batasan wilayah clip. 2. Select Merupakan proses pemilihan suatu feature dengan mengunakan Structured Query Language (SQL) berupa expression yang ditentukan. 3. Split Merupakan proses memisahkan satu layers menjadi beberapa layer dengan menggunakan satu polygon yang terpecah-pecah. 4. table selet Merupakan proses pemilihan table dalam sebuah layer dengan menggunakan expresi dalam SQL.
I. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian, Departemen Pertanian Amerika
19
Serikat (USDA) bekerja sama dengan Universitas Purdue pada tahun 1954 (Kurnia, 1997). Model tersebut dikembangkan berdasarkan hasil penelitian erosi pada petak kecil (Wischmeier plot) dalam jangka panjang yang dikumpulkan dari 49 lokasi penelitian. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dibuat model penduga erosi dengan menggunakan data curah hujan, tanah, topografi, dan pengolahan lahan Arsyad (2000) dalam Komariah (2014). Secara deskriptif model tersebut diformulasikan sebagai berikut (Suripin, 2004) : Ea = R × K × LS × CP ...................................................... (2.1) Dimana : Ea
= Banyaknya
tanah
tererosi
per
satuan
luas
waktu
(ton/ha/tahun) R
= Faktor erosivitas hujan dan aliran permukaan
K
= Faktor erodibilitas tanah
LS
= Faktor panjang dan kemiringan lereng
C
= Faktor penutup lahan
P
= Faktor tindakan dan konservasi tanah
Pada awalnya model penduga erosi USLE dikembangkan sebagai alat bantu para ahli konservasi tanah untuk merencanakan kegiatan usaha tani pada suatu landscape (skala usaha tani). Akan tetapi mulai tahun 1970, model ini menjadi sangat populer sebagai penduga erosi lembar
20
(sheet erosion) dan erosi alur (rill erosion) dalam rangka mengaplikasikan kebijakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain Wischmeier (1976) dalam Komariah (2014). Model USLE juga telah secara luas digunakan di Indonesia. Disamping digunakan sebagai penduga erosi wilayah (DAS), model USLE juga digunakan sebagai landasan pengambilan kebijakan pemilihan teknik konservasi tanah dan air yang akan diterapkan, walaupun ketepatan penggunaan model tersebut dalam memprediksi erosi DAS masih diragukan (Kurnia, 1997). Hal ini disebabkan karena model USLE hanya dapat memprediksi rata-rata kehilangan tanah dari erosi lembar dan erosi alur, tidak mampu memprediksi pengendapan sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar sungai Wischmeier (1976) dalam Komariah (2014). Adapun metode USLE ini pernah digunakan sebelumnya dalam penelitian untuk menghitung luas erosi di Gunung Sanggabuana Jawa Barat oleh Zulfikri Arzi dalam penelitianya yang berjudul Prediksi Erosi Menggunakan Metode USLE di Gunung Sanggabuana Jawa Barat. Studi ini dilakukan di Gunung Sanggabuana yang secara administratif komplek Gunung Sanggabuana terletak di 4 kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten tersebut terbagi menjadi 3 kabupaten yang berbatasan secara
21
langsung di puncak gunung dan 1 kabupaten terletak di timur wilayah penelitian yang berbatasan langsung dengan waduk Jatiluhur. Komplek Gunung Sanggabuana masuk kedalam wilayah administrasi Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Bogor. Luasan terbesar dari komplek Gunung Sanggabuana terdapat di Kabupaten Karawang yang berada di Kecamatan Pangkalan yaitu sebesar 9.509 ha atau 52,95% dari total seluruh komplek tersebut. Di Kabupaten ini
terdapat
6
desa
yaitu
Desa
Cipurwasari,
Cigunungsari,
Mekarbuana,Cintalaksana, cintawargi, dan Kutamaneuh. Persentase kedua tersebut yaitu Kabupaten Bogor yang terletak di Kecamatan Cariu yaitu 3.715 ha atau 20,69%. Di Kabupaten ini terdapat 3 desa yaitu Desa Buanajaya, Antajaya, dan Cikutamahi. Kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Purwakarta dan Cianjur yang hanya memiliki 1.629 ha (17,29%) dan 3.106 ha (9,07%) wilayah gunung ini yaitu Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Cikalong Kulon. Kabupaten Purwakarta terdiri atas 5 desa yaitu Desa Kutamanah, Kertamanah, Ciiririp, Sukasari, dan Parung Banteng dan Kabupaten Cianjur terdiri atas 1 desa yaitu Desa Cigunung Herang. Secara geografis komplek Gunung Sanggabuana terletak di 6.50°6.62° LS dan 107.15°-107.30° BT. Berdasarkan analisis penelitian yang dilakukan dengan metode USLE maka dapat ditemui prediksi erosi diwilayah penelitian terdiri atas 5 klasifikasi. Klasifikasi tersebut yaitu normal untuk prediksi 0-15 ton/ha/tahun, rendah untuk prediksi 15-60
22
ton/ha/tahun, sedang untuk prediksi 60-180 ton/ha/tahun, berat untuk prediksi 180-480 ton/ha/tahun, dan sangat berat untuk prediksi >480 ton/ha/tahun. Prediksi erosi normal terdapat di hampir seluruh wilayah penelitian kecuali Desa Bunajaya. Luasannya merupakan yang terbesar dibandingkan kategori lainnya yaitu 9.076 ha atau 50,53% dari seluruh wilayah penelitian. Prediksi erosi rendah terdapat di sekitar prediksi normal. Luasannya masih tergolong besar dibandingkan dengan kategori lainnya yaitu 3.633 ha atau 20,22% dari seluruh wiayah penelitian. Prediksi erosi sedang sebagian besar terdapat di barat daya, utara, dan timur wilayah penelitian. Luasannya yaitu 1.957 ha atau 10,89% dari seluruh wilayah penelitian. Predikisi erosi berat terdapat di barat daya, utara dan selatan wilayah penelitian. Luasannya yaitu 1.152 ha atau 6,41% dari seluruh wilayah penelitian. Prediksi erosi sangat berat cukup besar ditemui di wilayah penelitian. Letaknya sebagian besar terdapat di utara wilayah penelitian. Luasannya yaitu 2.208 ha atau 12,29% dari seluruh wilayah penelitian. Maka untuk mengurangi perluasan erosi di Gunung Sanggabuana perlu memprioritaskan rehabilitasi lahan, pengolahan tanaman, vegetasi penutup tanah, dan konservasi tanah.