BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rumah Sakit dengan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif 2.1.1 Pengertian RS PONEK Rumah sakit mampu PONEK 24 jam adalah rumah sakit yang mampu menyelenggarakan pelayanan kedaruratan maternal dan neonatal secara komprehensif dan terintegrasi 24 jam dalam sehari, 7 hari dalam seminggu. Hal ini harus terukur melalui Penilaian Kinerja Manajemen dan Penilaian Kinerja Klinis (Kemenkes RI,2013).
2.1.2 Lingkup Pelayanan RS PONEK 24 Jam Ruang lingkup pelayanan PONEK terdiri dari Penilaian Kinerja Klinis dan Penilaian Kinerja Manajemen. Penilaian kinerja manajemen dan klinis dilakukan berdasarkan kelas rumah sakit yang dibedakan menjadi kelas D,C,B dan A/RS Pendidikan. Ruang lingkup pelayanan PONEK dari penilaian kinerja klinis dimulai dari garis depan/UGD dilanjutkan ke kamar operasi/ruang tindakan sampai ke ruang perawatan. Secara singkat dapat dideskripsikan sebagai berikut: a.
Stabilisasi di UGD dan persiapan untuk pengobatan definitif;
b.
Penanganan kasus gawat darurat oleh tim PONEK RS di ruang tindakan;
c.
Penanganan operatif cepat dan tepat meliputi laparotomi dan seksio sesaria;
d.
Perawatan intermediate dan intensif ibu dan bayi;
e.
Pelayanan asuhan Ante Natal risiko tinggi.
Syarat minimal pelayanan yang harus disediakan oleh RS PONEK adalah:
6
7
a.
Mampu memberikan Pelayanan Kesehatan Maternal Fisiologis dan Risiko Tinggi pada masa antenatal, intranatal dan postnatal;
b.
Mampu memberikan pelayanan neonatal fisiologis dan risiko tinggi pada level IIB (Asuhan Neonatal dengan Ketergantungan Tinggi)
. Secara rinci ruang lingkup pelayanan PONEK dari penilaian kinerja klinis terdapat pada buku Asuhan Neonatal Essensial dan buku paket pelatihan PONEK: protokol bagi tenaga pelaksana. Untuk gambaran secara ringkas mengenai lingkup pelayanan PONEK dari penilaian kinerja klinis berdasarkan kelas RS terdapat pada lampiran dari proposal penelitian ini. Penetapan kriteria RS PONEK 24 jam juga berdasarkan pada standar kinerja manajemen. Penetapan kriteria pada standar ini sama dengan ruang lingkup kinerja klinis yakni disesuaikan berdasarkan kelas RS. Ruang lingkup berdasarkan standar kinerja manajemen merupakan ketersediaan input yang harus ada di RS penyelenggara program PONEK. Berikut ini merupakan kriteria RS PONEK 24 Jam berdasarkan standar kinerja manajemen untuk RS Kelas D dan C, antara lain: a.
Sumber Daya Manusia Memiliki tim PONEK esensial yang terdiri dari 2 orang dokter Spesialis
Kebidanan dan Kandungan, 2 orang dokter Spesialis Anak, 2 orang dokter Instalasi Gawat Darurat, 3 orang bidan (1 koordinator dan 2 penyelia) dan 2 orang perawat. Dalam kondisi khusus, apabila dokter spesialis tersebut tidak ada di wilayah rujukan maka masing-masing tenaga dokter dapat digantikan oleh dokter umum yang memiliki kompetensi yang diperlukan terkait obstetri dan neonatal emergensi dengan pemberian kewenangan khusus oleh Direktur RS. Secara ideal tim PONEK dapat ditambah dengan SDM antara lain 1 Dokter spesialis anesthesi, 1 Perawat anesthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat (tiap shift 2-3 perawat jaga), 1 Petugas laboratorium
8 (setingkat analis), 1 Petugas Radiologi, 1 Pekarya kesehatan, 1 Petugas administrasi, 1 Konselor laktasi, 1 Tenaga Elektromedik Jumlah Tim PONEK yang tersedia di RS PONEK 24 jam juga harus memenuhi kriteria antara lain Dokter spesialis anak yang telah mengikuti pelatihan khusus neonatologi, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anestesi dan konselor laktasi harus tersedia/dapat dihubungi 24 jam. Selain itu Dokter dan perawat harus terlatih dalam asuhan neonatal (ASI, resusitasi neonatus, kegawatdaruratan neonatus). Tim UGD sebaiknya sebagai pemeriksa awal dan cepat untuk menemukan kegawatdaruratan dan melakukan tindakan stabilisasi untuk penyelamatan jiwa, sedangkan tindakan definitif sebaiknya dilakukan di kamar bersalin. Untuk rasio perawat : pasien = 1 : 2-4 dalam setiap tugas jaga. b.
Prasarana dan sarana Dalam rangka program menjaga mutu pada penyelenggaraan PONEK harus
dipenuhi beberapa hal yakni ruang rawat inap yang leluasa dan nyaman, ruang tindakan gawat darurat dengan instrumen dan bahan yang lengkap, ruang pulih/observasi pasca tindakan, protokol pelaksanaan dan uraian tugas pelayanan termasuk koordinasi internal. Dengan kriteria sebagai berikut: 1) Kriteria Umum a) Struktur fisik Dalam pengaturan struktur fisik atau kondisi bangunan dalam pemberian pelayanan PONEK, spesifikasi ruang tidak kurang dari 15-20 m2, lantai harus ditutup dengan lantai porselen atau plastik, dinding harus ditutup dengan porselen atau dicat dengan bahan yang bisa dicuci atau dilapis keramik, langit-langit di cat dengan cat yang bisa dicuci, unit harus memiliki area untuk menyiapkan susu formula dan area laktasi, minimal
9 tersedia 6 outlet listrik untuk setiap pasien, harus ada 1 lemari dan meja untuk penyimpanan bahan di ruangan dan harus tersedia kulkas khusus untuk susu formula dan ASI. b) Kebersihan Kebersihan ruangan sangat mempengaruhi kualitas layanan sebuah fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk dapat memonitor kondisi kebersihan sebuah ruangan khususnya ruangan PONEK maka perlu diperhatikan beberapa hal yakni cat dan lantai harus berwarna terang sehingga kotoran dapat terlihat dengan mudah, ruang harus bersih dan bebas debu, kotoran, sampah atau limbah rumah sakit. Hal tersebut berlaku pula untuk lantai, mebel, perlengkapan, instrumen, pintu, jendela, dinding, steker listrik dan langit-langit. c) Pencahayaan Pencahayaan harus memadai dan sesuai dengan area dalam ruangan baik cahaya alami atau buatan atau listrik, semua jendela harus diberi kawat nyamuk agar serangga tidak masuk, listrik harus berfungsi baik, kabel dan steker tidak membahayakan dan semua lampu berfungsi baik dan kokoh, tersedia lampu emergensi dan harus ada cukup lampu untuk setiap neonatus. d) Ventilasi Ventilasi dapat mencakup sumber alami (jendela), harus cukup jika dibandingkan dengan ukuran ruang, kipas angin atau pendingin ruang harus berfungsi baik, diperlukan pendingin ruangan, suhu ruangan dipertahankan pada 24-260C, pendingin ruang harus dilengkapi filter (sebaiknya anti bakteri).
10 e) Pencucian tangan Pada area pencucian tangan harus tersedia 1 wastafel (uk 50 cm x 60 cm x 15 cm) dengan campuran air panas dan dingin (bila memungkinkan), kran harus dapat dibuka dengan siku, wastafel harus dilengkapi dengan dispenser sabun atau disinfektan yang dikendalikan dengan siku atau kaki, wastafel, keran air dan dispenser harus dipasang pada ketinggian yang sesuai (dari lantai dan dinding), tidak boleh ada saluran pembuangan air yang terbuka, pasokan air panas harus cukup, harus ada handuk (kain bersih) atau tisu sekali pakai untuk mengeringkan tangan, diletakkan di sebelah westafel, di ruangan perawatan neonatus, untuk setiap 3 inkubator harus tersedia 1 wastafel. 2) Kriteria khusus ruangan a) Area cuci tangan di ruang obstetri dan neonatus Di ruang dengan lebih dari satu tempat tidur, jarak tempat tidur dengan wastafel paling jauh 6 meter dan paling dekat 1 meter. b) Area resusitasi dan stabilisasi di ruang obstetri dan neonatus /UGD Untuk area resusitasi dan stabilisasi pada ruangan obstetri dan neonatus di UGD memiliki luas paling kecil ruangan berukuran 6 m2 dan ada di dalam Unit Perawatan Khusus. Kamar di Unit Gawat Darurat harus terpisah dari kamar gawat darurat lain. Sifat privasi ini penting untuk kebutuhan perempuan bersalin dan bayi. Tujuan kamar ini ialah memberikan pelayanan darurat untuk stabilisasi kondisi pasien, misalnya syok, henti jantung, hipotermia, asfiksia dan apabila perlu menolong partus darurat serta resusitasi. Pada kamar perlu dilengkapi dengan meja resusitasi bayi, inkubator dan peralatan resusitasi lengkap. Dengan sarana
11 pendukung meliputi toilet, kamar tunggu keluarga, kamar persiapan peralatan (linen dan instrumen), kamar kerja kotor, kamar jaga, ruang sterilisator dan jalur ke ruang bersalin terletak saling berdekatan dan merupakan bagian dari unit gawat darurat. Masing - masing area resusitasi untuk maternal dan neonatal paling kecil berukuran 6 m2. c) Ruang maternal Ruang maternal disediakan khusus dalam memberikan pelayanan bagi ibu hamil dengan risiko tinggi, bersalin dan dalam masa nifas. Pemberian pelayanan kegawatdaruratan maternal diberikan secara khusus di UGD dan stabilisasi di kamar bersalin. Untuk mempercepat pemberian pelayanan kesehatan ibu di rumah sakit maka kamar bersalin minimal terletak atau berlokasi berdekatan dengan Kamar Operasi dan UGD. Luas minimal: 6 m2 per orang. Berarti bagi pasien 1 pasien, 1 penunggu dan 2 penolong, diperlukan 4 x 4 m2 = 16 m2. Paling kecil, ruangan berukuran 12 m2 ( 6 m2 untuk masing-masing pasien). Harus ada tempat untuk isolasi ibu di tempat terpisah sehingga tiap ibu bersalin harus punya privasi agar keluarga dapat hadir. Ruangan bersalin tidak boleh merupakan tempat lalu lalang orang. Bila kamar operasi juga ada dalam lokasi yang sama, upayakan tidak ada keharusan melintas pada ruang bersalin. Minimal 2 kamar bersalin terdapat pada setiap rumah sakit umum, dimana kamar bersalin terletak sangat dekat dengan kamar neonatal, untuk memudahkan transpor bayi dengan komplikasi ke ruang rawat. Idealnya sebuah ruang bersalin merupakan unit terintegrasi kala 1, kala 2 dan kala 3 yang berarti setiap pasien diperlukan utuh sampai kala 4
12 bagi ibu bersama bayinya secara privasi. Bila tidak memungkinkan, maka diperlukan dua kamar kala 1 dan sebuah kamar kala 2. Kamar bersalin harus dekat dengan ruang jaga perawat (nurse station) agar memudahkan pengawasan ketat setelah pasien partus sebelum dibawa ke ruang rawat (postpartum). Selanjutnya bila diperlukan operasi, pasien akan dibawa ke kamar operasi yang berdekatan dengan kamar bersalin. Harus ada kamar mandi-toilet berhubungan kamar bersalin. Ruang postpartum harus cukup luas, standar: 8 m2 per tempat tidur (bed) dalam kamar dengan multibed atau standar 1 bed minimal : 10 m2. Ruang tersebut terpisah dari fasilitas : toilet, kloset, lemari. Pada ruang dengan banyak tempat tidur, jarak antar tempat tidur minimum 1 m sampai dengan 2 m dan antara dinding 1 m. Jumlah tempat tidur perruangan maksimum 4. Tiap ruangan harus menpunyai jendela sehingga cahaya dan udara cukup. Harus ada fasilitas untuk cuci tangan pada tiap ruangan. Tiap pasien harus punya akses ke kamar mandi privasi (tanpa ke koridor). Kamar periksa/diagnostik berisi: tempat tidur pasien/obgin, kursi pemeriksa, meja, kursi, lampu sorot, troli alat, lemari obat kecil, USG mobile dan troli emergensi. Kamar periksa harus mempunyai luas sekurang-kurangnya 11 m2. Bila ada beberapa tempat tidur maka per pasien memerlukan 7 m2. Perlu disediakan toilet yang dekat dengan ruang periksa. Ruang perawat-nurse station-berisi : meja, telepon, lemari berisi perlengkapan darurat/ obat. Ruang isolasi bagi kasus infeksi perlu disediakan seperti pada kamar bersalin. Ruang tindakan operasi kecil/darurat/one day care : untuk kuret, penjahitan dan sebagainya berisi; meja operasi lengkap, lampu sorot,
13 lemari perlengkapan operasi kecil, wastafel cuci operator, mesin anestesi, inkubator, perlengkapan kuret (MVA) dan sebagainya. Ruang tunggu bagi keluarga pasien: minimal 15 m2, berisi meja, kursi serta telpon. d) Ruang Neonatal Ruang neonatal terdiri atas unit peraatan neonatal normal dan unit perawatan risiko tinggi level II. Pada unit neonatal normal perlu adanya prasarana dan sarana yakni ruangan terpisah (ruang perawatan neonatus) atau rawat gabung ibu bayi harus tersedia di semua RS atau pusat kesehatan dengan unit atau ruang bersalin (tidak memandang berapa jumlah persalinan setiap hari). Jumlah boks bayi harus melebihi jumlah persalinan rata-rata setiap hari, suhu dalam ruangan harus terkontrol (24 – 26°C). Dan untuk unit perawatan neonatal dengan risiko tinggi level II meliputi unit asuhan khusus harus dekat dengan ruang bersalin, bila tidak memungkinkan kedua ruangan harus berada di gedung yang sama dan harus jauh dari tempat lalu lintas barang/orang. Area yang diperlukan tidak boleh < 12 m² (4 m² untuk tiap pasien). Unit harus memiliki kemampuan untuk mengisolasi bayi. Area terpisah dalam 1 unit dan terdapat inkubator di area khusus. Ruang harus dilengkapi paling sedikit enam steker listrik yang dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan, aman dan berfungsi baik. Minimal harus ada jarak 1 meter antar inkubator atau tempat tidur bayi. e) Ruang operasi
14 Unit operasi diperlukan untuk tindakan operasi seksio sesarea dan laparotomia. Idealnya sebuah kamar operasi mempunyai luas: 25 m dengan lebar minimum 4 m, di luar fasilitas: lemari dinding. Unit ini sekurangkurangnya ada sebuah bagi bagian kebidanan. Harus disediakan unit komunikasi dengan kamar bersalin. Di dalam kamar
operasi
harus
tersedia:
pemancar
panas,
inkubator
dan
perlengkapan resusitasi dewasa dan bayi. Ruang resusitasi ini berukuran: 3 m2. Harus tersedia 6 sumber listrik. Kamar pulih ialah ruangan bagi pasien pasca bedah dengan standar luas: 8 m2/bed, sekurang-kurangnya ada 2 tempat tidur, selain itu isi ruangan ialah: meja, kursi perawat, lemari obat, mesin pemantau tensi/ nadi oksigen dsb, tempat rekam medik, inkubator bayi, troli darurat. Harus dimungkinkan pengawasan langsung dari meja perawat ke tempat pasien. Demikian pula agar keluarga dapat melihat melalui kaca. Perlu disediakan alat komunikasi ke kamar bersalin dan kamar operasi,
serta
telepon.
Sekurang-kurangnya
ada
4
sumber
listrik/bed.Fasilitas pelayanan berikut perlu disediakan untuk unit operasi antara lain Nurse station yang juga berfungsi sebagai tempat pengawas lalu lintas orang. kemudian ruang kerja-kotor yang terpisah dari ruang kerja bersih- ruang ini berfungsi membereskan alat dan kain kotor. Perlu disediakan tempat cuci wastafel besar untuk cuci tangan dan fasilitas air panas/dingin.
Ada meja kerja dan kursi-kursi, troli-troli.Saluran
pembuangan kotoran/cairan.Kamar pengawas OK : 10 m2. Ruang tunggu keluarga: tersedia kursi-kursi, meja dan tersedia toilet.Kamar sterilisasi yang berhubungan dengan kamar operasi. Ada autoklaf besar berguna bila
15 darurat.Kamar obat berisi lemari dan meja untuk distribusi obat.Ruang cuci tangan (scrub) sekurangnya untuk dua orang, terdapat di depan kamar operasi/kamar bersalin. Wastafel itu harus dirancang agar tidak membuat basah lantai. Air cuci tangan dianjurkan air yang steril dan mengalir. Ruang kerja bersih. Ruang ini berisi meja dan lemari berisi linen, baju dan perlengkapan operasi. Juga terdapat troli pembawa linen. Perlu disediakan ruang gas/ tabung gas.Gudang alat anestesi: alat/mesin yang sedang direparasidibersihkan, meja dan kursi.Gudang 12 m2 : tempat alatalat kamar bersalin dan kamar operasi.Kamar ganti: pria dan wanita masing-masing 12 m2, berisi loker, meja, kursi dan sofa/tempat tidur, ada toilet 3 m2.Kamar diskusi bagi staf dan paramedik, kamar jaga dokter dan kamar paramedik dengan luas masing-masing 15 m2. Kamar rumatan rumah tangga (house keeping): berisi lemari, meja, kursi, peralatan mesin isap, sapu, ember, perlengkapan kebersihan, dan sebagainya.Ruang tempat brankar dan kursi dorong. 3) Kriteria peralatan dan perlengkapan umum a) Area cuci tangan Pada area cuci tangan terdapat wastafel cuci tangan ukuranya cukup besar sehingga air tidak terciprat dan dirancang agar air tidak tergenang atau tertahan. Selain itu juga terdapat wadah gaun bekas, rak/gantungan pakaian, rak sepatu, lemari untuk barang pribadi. Terdapat wadah tertutup dengan kantung plastik,dalam wadah ini harus terpisah untuk limbah organik dan non organik. Di sekitar wastafel harus tersedia sabun dalam jumlah cukup dan bila memungkinkan sabun cair antibakteri dalam dispenser dengan pompa dan
16 handukuntuk mengeringkan tangan, lebih baik tersedia handuk bersih atau tisu. b) Area resusitasi dan stabilisasi ruang neonatus / UGD Ruang harus dilengkapi paling sedikit tiga steker yang dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan, aman dan berfungsi baik.Selain itu agar terdapat meja periksa untuk neonatus dan harus ditutup dengan lapisan kasur busa, lembar plastik utuh dan seprai bersih, kemudian bagian logam harus bebas karat. Pada jam dinding harus menunjukkan waktu yang tepat dan berfungsi baik. Kelengkapan peralatan lainnya pada area resusitasi dan stabilisasi ruang neonatus/UGD yakni terdapat meja perlengkapan, selimut untuk menutupi ibu dalam jumlah yang sesuai dengan perkiraan persalinan. Pasokan oksigen pada area ini juga harus mencukupi pada setiap levelnya. Pada Level SCN, harus ada dua tabung oksigen dengan satu regulator dan pengukur aliran (jika ada oksigen dengan sistem pipa di dinding, lihat standar untuk level NICU). Tabung oksigen cadangan harus selalu terisi penuh dan harus ada pengatur kadar oksigen. Sedangkan pada level Intermediate/NICU harus ada oksigen dengan sistem pipa dengan jumlah outlet yang sama dengan jumlah penghangat. Harus ada dua tabung oksigen dengan satu regulator dan pengatur aliran sebagai cadangan. Tabung oksigen cadangan harus selalu terisi penuh.
17 4) Kriteria peralatan dan perlengkapan khusus a)
Unit perawatan khusus Pada unit ini juga harus terdapat steker listrikpaling sedikit enam
steker yang dipasang dengan tepat untuk peralatan listrik. Steker harus mampu memasok beban listrik yang diperlukan, aman dan berfungsi baik. Pada mebel lemari instrument, harus ada satu lemari dan meja untuk penyimpanan bahan pasokan umum, selain dari lemari dan meja untuk menyimpan bahan-bahan untuk ruang isolasi. Rak dan lemari kaca tidak boleh retak (agar tidak luka)perlengkapan lainnya harus terdapat lemari es, meja dan kursi yang dapat digunakan untuk melaksanakan pemberian edukasi atau penyuluhan. Juga terdapat wadah sampah tertutup dengan kantong plastik dan jam dinding yang telah diatur dan berfungsi dengan baik. Pastikan terdapat pasokan oksigen dan medical air/udara tekan. Pada level II Harus ada dua tabung oksigen dan tempat tabung medical air, masing-masing satu regulator dan pengatur aliran. Aliran (jika ada oksigen dan medical air dengan sistem pipa di dinding, sesuai dengan standar untuk tingkat III / NICU). Tabung oksigen dan medical air cadangan harus selalu terisi penuh. Harus ada pengatur kadar oksigen dan medical air. Dalam keadaan emergensi maka perlu disediakan lampu darurat. Inkubator diperlukan dalam pemberian asuhan normal. Paling sedikit harus ada 3 inkubator yang berfungsi baik dengan jarak 1 m2 antara inkubator atau tempat tidur bayi. Penghangat (Radiant warmer). Paling sedikit harus ada satu timbangan bayi yang berfungsi baik di setiap
18 ruangan. Untuk timbangan bayi, paling sedikit harus ada satu timbangan bayi yang berfungsi baik di setiap ruangan. Alat yang harus tersedia yakni ekstraktor vakum yang berfungsi baik, ada forceps naegle, ada AVM, harus ada pompa vakum listrik yang dapat dibawa dengan pengatur, hisapan, selang dan reservoar bersih atau kanister sebagai cadangan, pulse oximeter dan generator listrik darurat. Harus ada generator listrik cadangan yang dioperasikan jika pasokan listrik utama tidak ada. b)
Kamar bersalin Harus ada wastafel besar untuk cuci tangan penolong dan sumber
listrik sebanyak 4 pada titik yang berbeda. c)
Jenis peralatan neonatal Peralatan resusitasi neonatus (pemanas, balon resusitasi, balon
resusitasi yang dilengkapi dengan alat untuk memberikan PEEP, selang oksigen/connector, masker, T-Piece resusitator, pipa ET, penghisap. Laringoskop neonatus dengan 3 bilah lurus (ukuran 1, 0 dan 00). Batere AA (cadangan) untuk bilah laringoskop dan bola lampu laryngoskop cadangan. 3 Inkubator, untuk tiap inkubator tersedia 1 unit terapi sinar, 1 alat pemantau kardio-respirasi, 1 pulse oksimeter dan 1 syringe pump. Set lengkap Nasal CPAP,1 Alat ukur ikterus, lampu darurat, stetoskop neonatus, balon yang bisa mengembang sendiri berfungsi baik, selang reservoar oksigen, masker oksigen (ukuran bayi cukup bulan dan prematur), pipa endotrakeal, plester, gunting, 1 Kateter penghisap, Naso Gastric Tube, Alat suntik 1, 2 1/2 , 3, 4, 10, 20, 50 cc, Ampul Epinefrin / Adrenalin, NaCl
19 0,9% / Larutan Ringer Asetat / RL, Dextrose 10%, Sodium bikarbonat 8,4%. Penghangat (Radiant warmer). Harus ada sedikitnya satu penghangat yang berfungsi baik. Peralatan lainnya harus ada kateter Vena, alat uji glukosa, oksigen dan medical air d)
Obat-obatan Obat-obatan maternal khusus PONEK terdiri dari ringer asetat,
dextrose
10%,
dextran
40/HS,
saline
0,9%,
adrenalin/epinefrin,
metronidazole, Kadelex atau Ampul KCL, Larutan Ringer Laktat, Kalsium Glukonat
10%,
Ampisilin,
Gentamisin,
Aminophyline, Transamin, Dopamin,
kortison/
Dobutamin,
Dexametason,
Sodium Bikarbonat
40%, MgSO4 20% dan atau 40%, Nifedipin, Kina, Ca-Glukona, Oksitosin, Ergometrin, Misoprostol, Isosorbit Dinitrat dan Insulin. Obat-obatan neonatal khusus PONEK terdiri dari adrenalin / Ephinefrin, Dextrose 10%, Dextrose 40%, Dopamin, Dobutamin, N5, KCl, NaCl 0,9% 25 ml, NaCl 0,9 % 500 ml, NaCl 3%, Kalsium Glukonas 10 ml, Morphin, Sulfas Atropin, Midazolam, Phenobarbital Injeksi (iv), MgSO4 20 %, Sodium Bikarbonat 8,4%, Ampisilin, Gentamisin, dan Antibiotika berdasarkan pola kuman di RS masing-masing. Kriteria pada standar kinerja manajemen ini merupakan kriteria minimal sesuai standar RS PONEK Kelas D dan C. Bagi RS PONEK Kelas B dan A/RS Pendidikan memiliki kriteria tambahan. Sehingga bagi RS PONEKdiharapkan agar dapat memenuhi kriteria standar kinerja klinis dan manajemen sesuai dengan klasifikasi rumah sakitnya. Secara umum kriteria kinerja PONEK terdapat dalam Pedoman Penyelenggaraan PONEK 24 Jam di Rumah Sakit.
20 5) Manajemen Direktur RS melaksanakan komitmen untuk menyelenggarakan program PONEK menyelaraskan progam RS untuk mendukung program PONEK dalam bentuk SK Direktur. Setiap RS harus terdapat Tim PONEK yang memberikan laporan kepada Direktur RS. 6) Sistem Informasi PONEK merupakan suatu program pelayanan dimana setiap unsur tim yang ada di dalamnya melakukan fungsi yang berbeda, sangat membutuhkan keterpaduan, kecepatan dan ketepatan informasi yang ditujukan kepada peningkatan mutu, cakupan dan efektifitas layanan kepada masyarakat. Keberadaan sistem informasi ditujukan untuk mendukung proses pelaksanaan kegiatan pelayanan di rumah sakit dalam rangka pencapaian misi yang ditetapkan.
2.2
Evaluasi PONEK di Rumah Sakit
2.4.1 Evaluasi pelaksanaan Kebijakan PONEK di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu dan Anak Siti Fatimah Kota Makassar Tahun 2013 Penelitian Evaluasi pelaksanaan Kebijakan PONEK di Rumah Sakit Khusus Daerah Ibu
dan
Anak
Siti
Fatimah
Kota
Makassar
Tahun
2013
dilaksanakan
oleh
Ma’rifah,dkk(2013). RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah merupakan salah satu rumah sakit yang menyediakan pelayanan PONEK di Kota Makassar. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Informan penelitian diambil dengan teknik purposive sampling. Hasil yang diperoleh yakni di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah adalah standar kebijakan PONEK telah mengacu sesuai standar pemerintah, sudah dibuat SK Tim PONEK,
SOP
penerimaan
dan
penanganan
pasien,
serta
SOP
pendelegasian
21 wewenang.Namun di RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah belum terdapat pelayanan darah dan radiologi 24 jam. Selain itu pada arsip tidak ditemukan adanya SK Tim PONEK. SDM telah tersedia sesuai standar, dukungan anggaran PONEK bersumber dari APBN. Belum adanya pembahasan untuk memberikan insentif kepada Tim PONEK. Berdasarkan hasil tersebut, peneliti menyarankan kepada RSKD Ibu dan Anak Siti Fatimah untuk menyediakan pelayanan darah dan radiologi 24 jam, menata arsip dokumen PONEK secara rapi dan mengupayakan untuk pemberian insentif khusus bagi pelaksana PONEK. 2.4.2 Analisis Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif (PONEK) di RSUD Kota Semarang Penelitian dilakukan oleh Destiana (2012), dimana belum adanya penurunan AKI dan AKB yang signifikan di RSUD Kota Semarang semenjak dilaksanakannya PONEK. Analisis implementasi meliputi variabel komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode observasional. Pengambilan sampel penelitian dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan PONEK di RSUD Kota Semarang masih belum optimalnya komunikasi. SDM belum memenuhi standar baik dari segi kuantitas maupun kualitas dalam mendapatkan pelatihan dan belum ada pemberian insentif khusus bagi pelaksana PONEK.Disposisi/sikap pelaksana cukup mendukung. Struktur birokrasi belum optimal khususnya dalam pelaksanaan koordinasi oleh anggota. Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan bagi Dinas Kesehatan Kota Semarang untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan PONEK. Kemudian disarankan untuk dilakukan pengawasan bagi Tim PONEK oleh Direktur RS serta perlu ditingkatkannya koordinasi bagi Tim PONEK.
22 2.4.3 Implementasi Kebijakan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif RSUP DR Wahidin Sudirohusodo Makassar Tahun 2013 Penelitian oleh Permatasari,dkk(2013), penelitian dilakukan untuk mengetahui implementasi kebijakan PONEK di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar dan mengetahui faktor-faktor penghambat dalam kebijakan PONEK di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan teknik wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua staf pelaksana PONEK sudah mengerti standar yang menjadi indikator pelayanan PONEK, pelaksana juga mengetahui sasaran PONEK. Dari segi ketersediaan SDM masih kurang. Dari segi anggaran, pelaksanaan PONEK telah didukung melalui anggaran pemerintah pusat dan telah diatur dalam rencana bisnis anggaran. Sehingga dapat disimpulkan faktor penghambat pelaksanaan PONEK di RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar yakni kurangnya SDM dan masih ada pelaksana PONEK yang belum melaksanakan tugas sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi). 2.4.4 Pengelolaan Rujukan Kedaruratan Maternal di Rumah Sakit dengan Pelayanan PONEK Pengelolaan kasus rujukan kegawatan maternal pada rumah sakit dengan program PONEK mempengaruhi kematian maternal. Penelitian bertujuan untuk mengatasi permsalahan dalam pengelolaan kasus rujukan kegawatan maternal di rumah sakit PPK 2. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan responden sejumlah 22 orang dari dokter UGD, perawat UGD dan bidan di ruang kebidanan dan penyakit kandungan.Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur pada responden, diskusi kelompok terfokus dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat ketidakjelasan pengelolaan rujukan masuk terhadap pasien dengan kegawatan obstetri dan ginekologi di RS tersebut. 32% responden mengatakan pernah menolak pasien dan 68%
23 responden mengatakan pernah merujuk kembali pasien dengan kegawatdaruratan obstetri ke rumah sakit lain. Sebagai rumah sakit dengan pelayanan PONEK, kurangnya ketersediaan SDM (Dokter) dan sarana untuk pengelolaan kasus rujukan maternal menyebabkan rumah sakit tidak mampu melaksanakan fungsi pelayanannya dengan optimal. Berdasarkan hasil tersebut maka peneliti menyarankan untuk dibuatkan kerjasama dengan jejaring rujukan dengan didukung sebuah kebijakan dan prosedur penanganan kegawatdaruratan khususnya dalam prosedur rujukan. 2.4.5 Determinan Kinerja Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak di Rumah Sakit Pemerintah Indonesia (Analisis Data Riset Fasilitas Kesehatan 2011) Kegiatan penelitian ini dilaksanakan oleh Simbolon,dkk (2011) dengan latar belakang yakni rumah sakit dianggap memegang peranan penting dalam menurunkan AKB dan AKI. Rumah sakit sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan secara paripurna termasuk pelayanan kesehatan ibu dan anak (KIA), tetapi sampai saat ini AKB dan AKI di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Adapun penyebab utama kematian ibu dan bayi adaah komplikasi obstetri sekitar 20% dari seluruh ibu hamil, namun yang telah ditangani dengan baik masih kurang dari 10%.
Pada penelitian diperoleh hasil
bahwa sebagian besar kinerja pelayanan KIA di rumah sakit pemerintah Indonesia kurang optimal. adapun determinan yang berhubungan signifikan dengan kinerja pelayanan KIA adalah status rumah sakit tidak terakreditasi, kemudian status rumah sakit yang bukan wahana pendidikan, SDM tim PONEK tidak lengkap, tidak tersedia dokter jaga terlatih di UGD dan tidak tersedia tim siap melakukan operasi atau tugas meskipun on call.Berdasarkan hasil tersebut peneliti menyarankan agar Kementerian Kesehatan RI perlu mengupayakan perbaikan pada seluruh jenis pelayanan untuk menjadikan rumah sakit terakreditasi lengkap 16 jenis pelayanan, selain itu dapat menjadikan rumah sakit pemerintah sebagai wahana pendidikan, peningkatan kuantitas dan kualitas SDM PONEK, tersedia dokter jaga terlatih di
24 UGD dan tim siap melakukan operasi/tugas meskipun on call, dan peningkatan komitmen organisasi untuk perbaikan kinerja. 2.4.6 Hasil Evaluasi PONEK di RSUD Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali Evaluasi PONEK pada RSUD Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali telah dilaksanakan secara rutin sejak tahun 2013. Evaluasi dilaksanakan bersama Tim PONEK Provinsi Bali yang merupakan tenaga terlatih untuk melaksanakan pelatihan PONEK di Provinsi Bali. Tim ini terdiri dari dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dokter spesialis anak, bidan ruang bersalin dan bidan ruang perawatan bayi dari RSUP Sanglah. Evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan daftar tilik yang telah disusun sesuai Pedoman penyelenggaraan PONEK 24 jam di rumah sakit. Berdasarkan hasil Evaluasi terhadap 9 RSUD Kabupaten dan Kota di Provinsi Bali, secara keseluruhan rumah sakit telah menyelenggarakan pelayanan PONEK walaupun belum mampu menyediakan tenaga spesialis untuk berjaga berdasarkan shift terutama di malam hari. Jika diperlukan segera maka dokter spesialis dapat segera dihubungi untuk melakukan tindakan segera. Dari segi ketersediaan sumber daya manusia, dari 9 RSUD yang ada masih terdapat 2 RSUD yang kekurangan SDM terutaama dokter spesialis anak. Pihak RSUD telah berupaya melalui pemerintah daerah untuk mengupayakan ketersediaan SDM yang kurang. Dari ketersediaan sarana dan prasarana, pada tahun 2013 dari 9 RSUD Kabupaten/Kota terdapat 3 RSUD yang telah memiliki gedung PONEK. Sesuai dengan standar PONEK, agar setiap unit dapat diakses dengan mudah antara Instalasi Gawat Darurat, Ruang Bersalin, Kamar Operasi dan Ruang Bayi. Sejak tahun 2013 setiap RSUD telah mengupayakan peningkatan sarana dan prasarana melalui Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali dan APBD Kabupaten/Kota. Hingga tahun 2015 telah terdapat 5 RSUD yang memiliki gedung PONEK dan 2 RSUD yang sedang dalam proses untuk menyediakan gedung PONEK.
25 Dari segi kebijakan, setiap RSUD telah memiliki Surat Keputusan Direktur tentang Tim PONEK di Rumah Sakit dan beberapa Daerah telah mengeluarkan SK Bupati/Walikota tentang RSUD Mampu PONEK. Pedoman penyelenggaraan PONEK 24 jam di Rumah Sakit telah dimiliki oleh setiap rumah sakit. Di setiap unit telah dibuat standar prosedur operasional (SPO) untuk kegiatan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk penanganan kegawatdaruratannya.