BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Penelitian-penelitian anak putus sekolah sebelumnya Beberapa penelitian tentang permasalahan faktor anak putus sekolah
diberbagai daerah Indonesia serta metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut: 1.
Penelitian pemetaan anak putus sekolah dan tidak putus sekolah diaerah
tertinggal kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan yang dilakukakan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, UNICEF Indonesia, lembaga penelitian SMERU. Penelitian ini dilakukan melalui tahapan strategis, yaitu (1) pengumpulan data; (2) analisi data ; (3) penyajian hasil analisis data (pelaporan). Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan cara deskriptif kuantitatif dan kualitatif, yang disajikan dalam bentuk tabel dan grafik pada data primer dan sekunder. Fenomena anak tidak putus sekolah didaerah tertinggal Kabupaten Banjar dengan jumlah 598 jiwa (9,89%) di enam wilayah Kecamatan merupakan permasalahan yang harus segera ditemukenali berbagai faktor penyebabnya. Kondisi geografis wilayah kecamatan daerah tertinggal Kabupaten Banjar secara umum merupakan daerah terisolasi yang bersentuhan secara langsung dengan keterbatasan akses dan informasi. Terdapat tujuh faktor penyebab anak tidak sekolah, meliputi: (1) tingkat pendapatan orang tua, (2) jumlah beban tanggungan keluarga, (3) perhatian orang tua, (4) anak bekerja, (5) anak tidak minta sekolah, (6) keberadaan orang tua (yatim piatu), dan (7) akses terhadap pendidikan.
10
Faktor anak putus sekolah didominasi empat faktor, yakni anak bekerja (29,48%), anak malas (17,93%), dan anak berhenti sendiri (13,94%). Terdapat ditiga kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Empat (30,68%), Sungai Pinang (25,50%), dan Aluh-Aluh (20,32%). Dibanding dengan wilayah lainnya, ketiga wilayah kecamatan tersebut merupakan wilayah yang secara geografid terisolir dan bersentuhan langsung dengan pegunungan meratus. Tiga Kecamatan tersebut memiliki akses terbatas meskipun mempunyai potensi sumberdaya alam seperti batubara hingga saat ini terus dieksploitasi (Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, UNICEF Indonesia, lembaga penelitian SMERU, 2012).
2. Elisabet Sidabutar dalam penelitiannya tentang permaslahan anak putus sekolah yang ada di kelurahan sipolha horisan kecamatan sidamanik kabupaten simalungun ditemukan ada sebanyak 265 jiwa anak putus sekolah. SD sebanyak 288 jiwa anak, lulusan SD sebanyak 133 jiwa, lulusan SMP sebanyak 265 jiwa dan lulusan SMA 588 jiwa. Tipe penelitian tergolong penelitian deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mengetahui lebih dalam faktor penyebab putus sekolah di lokasi penelitian peneliti. Teknik pengumpulan data yang dibuat adalah studi kepustakaan, studi lapangan (observasi, wawancara mendalam). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa terdapat faktor yang menyebabkan anak putus sekolah pada masyarakat kelurhan sipolha horisan berdasarkan wawancara dengan informan adalah (1) karena keadaan ekonomi keluarga yang rendah, (2)faktor lingkungan sosial anak, dimana adanya pengaruh dari teman sebaya anak yang dapat menyebabkan
11
anak bersikap negatif menjadikan anak meninggalkan bangku sekolah (3) faktor anak berkeinginan untuk bekerja akibat ketersediaan sumber pekerjaan sehingga anak lebih memilih bekerja dibandingkan dengan melanjut sekolah. Adapun faktor dominan yang menyebabkan anak putus sekolah dikelurahan sipolha horisan yaitu faktor dari dalam diri anak diman kurangnya minat anak bersekolah. 3. Merry elike evelyin titaley dalam penelitiannya tentang permasalahan anak putus sekolah pada sekolah menengah pertamadi SMPN 4 dan SMP TAMAN SISWA di JAKARTA. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan positivism. Pendekatan ini melihat ilmu sosial sebagai sesuatu metode yang terorganisir untuk mengkombinasikan logika deduktif dengan pengamatan empiris. Teknik pengumpulan data yang dibuat adalah data primer dan data sekunder.Adapun faktor penyebab sekolah berdasarkan hsil penelitian yang dilakukan adalah faktor internal yaitu intelegensi, motivasi, tingkat kesadaran, tidak menyukai sekolah. Di SMP N 4 faktor utama penyebab putusnya anak sekolah disebabkan karena tidak menyukai sekolah, sama hal nya juga di sekolah SMP TAMAN SISWA. Sedangkan faktor eksternal yaitu ekonomi, sosial budaya, sekolah. SMP N 4, hal yang paling dominan peneyebab putus sekolah sedangkan di SMP TAMAN SISWA yaitu faktor ekonomi dan sosial budaya. 4. Resih Anggun Sutiasnah dalam penelitiannya tentang faktor-faktor peneyebab putus sekolah di Madrasah ibtidayah (MI) dab Madrasah Tsnawiyah (MTs) nurul wathan pusaran 8 kecamatan enok kabupaten Indragiri hilir. Data anak
12
putus sekolah di madarasah ibtidakyah (MI) berjumlah 21 jiwa. 9 orang lakilaki dan 12 orang perempuan. Sedangkan data anak putus sekolah di Madarasah Tsanawiyah (MTs) berjumlah 16 orang yang terdiri dari 7 orang orang laki-laki dan 9 orang perempuan. Metode penelitian yang dibuat adalah pendekatan kualitatif dimana dilakukan wawancara secara mendalam. Teknik pemgumpulan data yang dibuat adalah observasi, wawancara dan dokumentasi. Adapun faktor penyebab putus sekolah berdasarkan hasil peneleitian yang dilakukan oleh peneliti adalah faktor putus sekolah disebabkan karena faktor ekonomi, rendahnya motivasi orang tua dan anak putus sekolah di madrasah ibtidayah dan madarasah tsanawiyah nurul wathan pusaran 8 kecamatan enok kabupaten Indragiri hilir dianataranya dikarenakan karena faktor ekonomi orang tua, lingkungan pergaulan dan kemauan sendiri, 5. Lusiana eva.R.P dalam penelitiannya yaituPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Efektivitas YAPENSU dalam menangani anak putus sekolah. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Adapun program yang diberikan YAPENSU untuk anak-anak putus sekolah yang tidak mendapatkan haknya dalam pendidikan adalah Pendidikan Paket A(setara dengan SD,), Pendidikan Paket B (setara dengan SLTP), Pendidikan Paket C (setara dengan SLTA), dan keterampilan/life skill yaitu kerampilan komputer. Metode analisa yang digunakan untuk mengetahui efektivitas program-program di atas adalah metode analisis deskriptif kualitatif, dimana pengolahan data dilakukan secara manual, data dikumpulkan dari kuesioner dan wawancara, dan kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dengan tujan untuk memperinci
13
data-data sekaligus menyajikan persentase dari masing-masing jawaban responden, sehingga akan diperoleh jawaban yang palin dominan dan dianalisis melihat kecenderungan data tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan program pendidikan di YAPENSU bagi anak putus sekolah secara umum dapat dikatakan sudah efektif, karena dari pencapaian tujuan dan waktu dalam mencapai tujuan telah sesuai dengan perencanaan yang telah ditentukan, program pendidikan juga dapat memberikan manfaat bagi anak-anak putus sekolah serta kemampuan lembaga/pekerja sosial yang dapat memberikan kepuasan dalam pelayanan/ bimbingan kepada anak-anak putus sekolah.
2.2
Pendidikan
2.2.1
Pengertiam pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat,
dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang berlangsung
disekolah
dan
diluar
sekolah
sepanjang
hayat,
untuk
memersiapakan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang (fuad, 2013:11). Pendidikan juga dapat diartikan sebagai : 1. Suatu proses pertumbuhan yang menyusaikan dengan lingkungan 2. Suatau pengarahan dan bimbingan yang diberikan kepada anak dalam pertumbuhannya 3. Suatu usaha sadar untuk menciptakan suatu keadaan atau situasi tertentu yag dikehendakioleh masyarakat
14
4. Suatu pembentuk kepribadian dan kemampuan anak dalam menuju kedewasaan (mudyahardjo, 2014:9) Pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter ), pikiran (intelek), dan tubuh anak ;dalam taman siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya ki hajar dewantara (dalam mudyahrdjo 2014 : 9) 2.2.2 Tujuan pendidikan Tujuan pendidikan Indonesia tertulis pada undang-undang Republik Indonesia (UURI) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sitem Pendidikan Nasional beserta peraturan-peraturan pemerintah yang bertalian dengan pendidikan. Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 tentang standar Nasional Pendidikan pasal 26 ayat 1 disebutkan pendidikan dasar untuk meletakkan dasar 1. Kecerdasan 2. Pengetahuan 3. Kepribadian 4. Akhlak mulia 5. Keterampilan hidup mandiri 6. Mengikuti pendidikan lebih lanjut (Pidarto, 2014:12)
2.3
Konsep Anak
2.3.1
Pengertian Anak
15
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), usia bermain (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Berdasarkan UU Peradilan Anak Undang-Undang no.3 tahun 1997 tercantum dalam pasal 1 ayat (2) anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah. Sedangkan dalam pasal 1 Undang-Undang no.24 tahun 2002 mengenai perlindungan anak, telah dijelaskan pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih didalam kandungan. Secara umum dikatakan anak adalah seseorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan dengan seorang laki-laki dengan tidak menyangkut bahwa seseorang yang dilahirkan oleh wanita meskipun tidak pernah melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. Anak juga cikal bakal lahirnya suatu generasi baru yang merupakan penerrus cita-cita perjuangan bangsa daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak adalah asset bangsa dimana, masa depan banga dan Negara dimasa yang akan datang berada ditangan anak sekarang. Semakin baik kepibadian anak sekarang maka semakin baik pula kehidupan masa depan bangsa. Begitu sebaliknya, apabila kepribadian anak tersebut akan bobrok pula kehidupan bangsa yang akan datang. 2.3.2
Hak-Hak Anak Hak anak adalah segala hak yang seharusnya dimiliki oleh semua anak
tanpa adanya perampasan hak oleh orang lain. Hak ini juga diakui pemerintah,
16
terealisasi ketika diambilnya keputusan presiden nomor 36 tahun 1990, yaitu tentang disahkannya Convention of the Right of The Child (Konvensi Hak Anak) yang disetujui oleh PBB.Pada peraturan dalam negeri, hak anak diatur dalam peraturan-peraturan yang terpisah dari peraturan-peraturan hak asasi manusia. Walaupun demikian keadaannya, tetapi dua peraturan ini memiliki kaitan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan esensinya masing-masing. Hak-hak yang didapat anak tertulis sangat jelas dalam Undang-Undang Perlindungan Anak no.23 tahun 2002, Tentang perlindungan anak. Berikut hakhak anak tersebut diantaranya adalah: 1. Anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berfikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua 2. Anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang tuanya sendiri. Tetapi jika karena suatu sebab tertentu orang tua didak dapat menjamin tumbuh kembang anak atau anak dalam keadaan terlantar maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial 4. Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan
minat
dan
17
bakatnya.
Dan
bagi
anak
yang
menyandang cacat juga
berhak memperoleh pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang memiliki
keunggulan
juga
berhak
mendapatkan pendidikan khusus. 5. Berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan. 6. Anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai
dengan
minat,
bakat
dan
tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri. 7. Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi,
bantuan sosial dan pemeliharaan taraf kesejahteraan
sosial. 8. Berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi,
baik
ekonomi
kekejaman, kekerasan dan
maupun
seksual,
penelantaran,
penganiayaan, ketidak adilan, dan
perlakuan salah lainnya. 9. Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan dalam kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa bersenjata, pelibatan dalam kerusuhan sosial, pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan dan pelibatan dalam peperangan.
18
10.Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Dalam Undang-Undang NO.4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak BAB II pasal 2-9 mengatur tentang hak-hak atas kesejahteraan meliputi : hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan; hak atas pelayanan;hak atas pemeliharaan dan perlindungan lingkungan hidup ;hak mendapatkan pertolongan pertama;hak memperoleh asuhan;hak memperoleh bantuan;hak diberi pelayanan dan asuhan;hak memperoleh pelayan khusus;mendapat bantuan dan pelayanan.
2.4
Anak Putus Sekolah
2.4.1
Pengertian Anak Putus Sekolah Putus sekolah merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh Negara
berkembang atau Negara miskin. Semakin tinggi angka anak putus sekolah mengindikasikan semakin rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Negara yang bersangkutan, sebaliknya semakin rendah angka anak putus sekolah menunjukkan tingginya kualitas pendidikan disuatu Negara. Dalam hal ini dimaksdud adalah bahwa pendidikan sangat berpangaruh dalam pembangunan dalam suatu Negara. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidika yang layak. Undang-undang nomor $ tahun 1979, anak terlantar dirtikan sebagai anak yang orangtuanya karena suatu sebab,tidak
19
mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak terlantar.Putus sekolah merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaiakan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya kejenjang pendidikan berikutnya (Ary H. Gunawan 2010: 18). 2.4.2 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Seseorang siswa dikatakan putus sekolah apabila ia tidak dapat menyelesaikan program suatu secara utuh yang berlaku sebagai suatu sistem. Bagi anak SD, seseorang dikatakan putus sekolah apabila tidak menyelesaikan programnya sampai enam tahun, bagi siswa SLTP jika dikatakan putus sekolah apabila tidak dapat menyelesaikan programnya sampai dengan kelas tiga, begitu juga dengan jenjang berikutnya (Suyanto, 2002:197). Putus sekolah bukan merupakan persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Faktor ekonomi menjadi alasan penting terjadinya putus sekolah. Persoalan ini telah berakar dan sulit untuk di pecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka tidak ada pilihan lain kecuali
memperbaiki
kondisi
ekonomi
keluarga.
Ketika
membicarakan
peningkatan ekonomi keluarga terkait bagaimana mening-katkan sumber daya manusianya. Sementara semua solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah berperan penting dalam mengatasi segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi masyarakat (Gunawan A. H, 2000: 27). Kebijakan pemerintah tentang Program wajib belajar 9 tahun didasari konsep“ pendidikan dasar untuk semua” (universal basic education), yang pada hakekatnya berarti penyediaan akses terhadap pendidikan yang sama untuk semua
20
anak. Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). Melalui program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun diharapkan dapat mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar yang perlu dimiliki semua warga negara sebagai bekal untuk dapat hidup dengan layak di Masyarakat. Pemerintah telah berusaha menanggulangi masalah putus sekolah dengan memberikan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Tujuan program ini untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. Meskipun usaha telah dilakukan pemerintah namun kasus anak putus sekolah tetap masih ada karena adanya beberapa kendala yang dihadapi pemerintah dalam menjalankan program ini. Seperti ; Buku pelajaran untuk mengikuti pendidikan masih diberatkan ; kondisi geografis, dimana anak yang berada didaerah perpencil kurang bisa mengenyam pendidikan karena sulitnya daerah yang dicapai. Hal tersebut merupakan tugas Pemerintah selanjutnya bagaimana agar semua masyarakat Indonesia dapat mengenyam Pendidikan. Menurut Sukamdinata (dalam suyanto, 2010:342) menyatakan penyebab anak putus sekolah adalah kesulitan ekonomi atau karena orang tua tidak mampu menyediakan biaya bagi sekolah anak-anaknya. Disamping itu tidak jarang orang tua meminta anaknya untuk membantu mencari nafkah seperti observasi pra
21
penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana seorang anak disuruh untuk mengamen untuk mendapat uang. Kemiskinan menyebabkan ketidakmampuan keluarga memenuhi kebutuhan pokok. Faktor ekonomi merupakan yang paling dominan dalam terjadinya anak putus sekolah. Disamping hal itu juga masih terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah. Sobur, alex (dalam ending 2011) menyatakan terdapat dua faktor permasalahan pendidikan yang terjadi pada anak usia sekolah, yaitu: a. Faktor Dalam Diri Anak Faktor yang berasal dari dalam diri anak, yaitu berasal dari dalam diri anak itu sendiri yaitu kurangnya minat anak belajar. Faktor ini merupakan yang berasal dari dalam diri anak yang menyebabkan anak putus sekolah. Anak usia wajib belajar semestinyabersemangat untuk menuntut ilmu pengetahuan. tinggi rendahnya minat anak untuk meneruskan sekolahnya juga dipengaruhi prestasi belajar anak itu sendiri. Anak dengan prestasi yang rendah tentunya tidak akan naik kelas. Namun hal tersebut bertujuan agar anak semakin giat belajar untuk melanjut ketahap selanjutnya. Tentunya hal tersebut akan dapat menggangu psikologi anak yaitu sianak malu pada teman-temanya sehingga si anak memutuskan untuk tidak bersekolah atau sianak akan lebih giat belajar. Namun yang cenderung terjadi adalah si anak akan memutuskan untuk tidak bersekolah karena rasa malu pada temantemanya sendiri.
22
b. Faktor Dari Luar Diri Anak Faktor yang berasal dari luar diri anak yaitu dapat berasal dari lingkungan dimana anak berada, lingkungan keluarga maupun lingkungan tempat bermain. Faktor yang berasal dari luar diri anak seperti ketersediaan sumber lokal dapt mempengaruhi anak putus sekolah. 1. Faktor Keluarga Menurut undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 1979 , keluarga adalah Keluarga adalah kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri dari ayah dan atau ibu dan anak.Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial di dalam hubungan interaksi dengan kelompoknya. Dalam hubungan dengan belajar, keluarga mempunyai peran penting. Keadaan keluarga akan sangat menentukan keberhasilan seorang anak dalam proses belajarnya. Oleh sebab itu faktor keluarga yang mempengaruhi anak putus sekolah yaitu: a. Kondisi sosial orang tua Kondisi sosial orang tua yang menyebabkan anak putus sekolah meliputi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Latar pendidikan orang tua seperti observasi pra peneliti yang dilakukan oleh peneliti sebagian besar orang tua dari anak yang mengalami putus sekolah disebabkan karena latar pendidikan yang rendah. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan
23
kurangnya bimbingan yang orang tua kepada anaknya, sehingga akan berpengaruh pada kualitas anak itu sendiri. b. Kondisi Ekonomi keluarga Sejumlah studi telah menyebutkan bahwa kemiskinan merupakan faktor yang mendominasi terhambatnya siswa untuk
mendapatkan
pendidikan
secara
utuh.
Hal
ini
dikarenakan orang tua siswa tidak mampu memberikan fasilitas lengkap kepada anaknya untuk bersekolah. Siswa dari keluarga miskin terpaksa membantu orang tuanya mencari nafkah untuk mencukupi biaya kehidupan mereka. Bahkan terkadang orang tua meminta mereka untuk berhenti sekolah agar bisa membantu secara penuh dalam mencari nafkah. Mereka pun kebanyakan menjadi buruh upahan atau menjadi pedangan asongan di jalanan. Anak pun merasa terbebani dengan masalah ekonomi ini sehingga mengganggu kegiatan belajar dan
kesulitan
mengikuti
pelajaran.
Hal
tersebut
bisa
mengkibatkan berhentinya anak dari sekolah. Anak putus sekolah kebanyakan berasal dari keluarga ekonomi lemah. Akibat dari kemiskinan banyak anak yang terpaksa meninggalkan bangku sekolah ataupun tidak mampu menduduki bangku sekolah. Sehingga tidak jarang kita jumpai anak ikut berperan membantu orang tua dalam menari nafkah.Rendahnya pendapatan keluarga menyebabkan orang
24
tua dituntut untuk bekerja keras dalam rangka pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari. Tingginya biaya pendidikan membuat tidak mampunya keluarga miskin membiayai pendidikan sekolah anaknya. Sehingga secara terpaksa mereka harus meninggalkan bangku sekolah. Rendahnya tingkat pendapatan dalam keluarga akan sangat menentukan nasib pendidikan anak. c. Perhatian orang tua Perhatian orang tua sangat berguna untuk meningkatkan motivasi anak. Komunakasi antara orang tua dengan anak harus dibangun dengan baik guna untuk
memenuhi kebutuhan
pskiologis anak. Kurangnya perhatian orang tua seperti acuh tak acuh terhadap belajarnya anak, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan-kebutuhan anak dalam belajar, tidak mengatur waktu belajarnya, tidak menyediakan/melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimana kemajuan anak dalam belajrnya, kesulitan yang dialami belajar dan lain-lain (Slameto 2010:61) Kurangnya perhatian orang tua akan mengakibatkan hilangnya motivasi anak sehingga menjadikan anak rentan terpengaruh terhadap pergaulan yang tidak baik karena mereka cenderung merasa lebih nyaman dengan pergaulan itu sendiri.
25
Hal tersebut akan mengubah perilaku anak baik dan bisa memicunya anak berhentinya bersekolah. 2. Faktor Lingkungan Sekolah Faktor utama siswa mengulang atau tidak naik kelas bermacam-macam.Namun
demikian,
faktor
ekonomi
pun
mempengaruhi siswa dalam perkembangan kognitifnya di kelas. Mereka telah kehilangan kesempatan dalam mendapatkan waktu untuk belajar dan mengerjakan PR serta fasilitas belajar yang memadai di rumah karena kesibukan bekerja membantu orang tua. Selain itu juga hal ini akan mempengaruhi perkembangan sosial, mental serta spiritual anak (Pardoen dalam Suyanto, 2010:342). Selain itu ada beberapa faktor lingkungan sekolah yang mengakibatkan anak putus sekolah yaitu ; a. Ketentuan dan pelaksanaan kenaikan kelas yang berbeda-beda antara sekolah satu dan yang lain
Salah satu faktor terjadinya drop out siswa di sekolah karena diterapkannya system tidak naik kelas, dan bukannya system maju berkelanjutan (continous progress) atau naik secara otomatis (authomatic promotion). Hal ini tentunya akan sangat menggangu psikologis anak seperti malu terhadap temantemannya atau mendapat ejekan dari teman-temannya sehingga hal tersebut dapat memicu anak untuk berhenti bersekolah.
26
b. Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui dalam
belajar.
Guru
sangat
berperan
penting
dalam
meningkatkan motivasi belajar anak didik. Metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efesien dan seeektif mungkin. Cara belajar yang membosankan mampu mengakibatkan anak didik tidak bersemangat dalam belajar. Hal tersebut bisa mengakibatkan anak didik malas bersekolah sehingga dapat memicu berhentinya anak bersekolah.
c. Kemampuan dan usaha belajar dari siswa itu sendiri
Motivasi siswa yang kurang dalam belajar menjadi salah satu faktor penyebab drop out. Kemalasan serta ketidakmauan untuk bersekolah juga dipengaruhi faktor bekerja dan lingkungan yang tidak kondusif dalam mendukung siswa untuk belajar (Slameto 2010:65-66)
3. Faktor Teman Sebaya Faktor teman sebaya bisa mempengaruhi perilaku anak, karena teman sebaya merupakan teman bermain anak dilingkungan pergaulan sehari-hari. Jika anak bergaul dengan teman yang berperilaku baik tentunya akan mempengaruhi perilaku anak menjadi anak yang baik, namun sebaliknya jika anak bergaul
27
dengan orang yang tidak baik akan mempengaruhi perilaku anak menjadi anak yang tidak baik. Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul lebih cepat masuk dalam jiwanya daripada yang kita duga. Hal
disebabkan
karena
terbatsnya
pemikiran
anak
untuk
membedakan perbuatan yang baik dan buruk. 4. Faktor Ketersediaan Sumber lokal Tersedianya sumber lokal yang dapat menjadi lahan pekerjaan bagi anak, dengan pola rekrutmen yang mudah. Dari ketersediaan sumber lokal bisa menyebabkan anak meninggalkan bangku sekolah. Ditinjau dari sisi penawaran faktor utama anak bekerja karena bencana alam, buta huruf, ketidakberdayaan, kurangnya pilihan untuk bertahan hidup. Kondisi ekonomi keluarga mengakibatkan orang tua meletakkan anaknya kedalam dunia pekerjaan, serta keinginan anak untuk mendapatkan penghasilan sendiri untuk keperluannya sendiri. Anak usia wajib belajar saat ini sudah mengenal bahkan mampu untuk mencari uang terutama untuk keperluannya sendiri seperti jajan atau membeli sesuatu yang mereka inginkan. Hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak dalam bertindak dan berbuat (endang, listyowati, 2011) 2.4.3
Resiko Anak Putus Sekolah Sekolah sebagai satuan pendidikan berperan maksimal dalam kehidupan
masyarakat,maka masyarakat dapat tercerdaskan dan terangkat harkat dan pendidikannya. Semakin tinnginya sekolah seseorang juga mampu mengangkat
28
status sosial di masyarakat. Anak yang bersekolah sangat berperan penting dalam meningkatkan pembangunan di dalam suatu Negara, karena anak merupakan generasi penerus bangsa. Namun bagaiman dengan anak yang tidak bersekolah, tentunya hal tersebut menjadi suatu masalah yang sangat serius dan menjadi penghambat
pembangunan
dalam
suatu
Negara.
Meningkatnya
angka
penganguran menjadikan banyak masyarakat miskin dan tentunya hal tersebut merupakan masalah yang diakibatkan karena pengetahuan yang minim
Dan
tentunya mempunyai resiko tersendiri bagi anak. Berikut merupakan akibat yang ditimbulkan bagi anak putus sekolah : 1. Akibat dalam putus sekolah mengakibatkan banyaknya jumlah pengangguran dan merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Dalam sebuah Negara seperti Indonesia hal tersebut merupakan masalah yang sangat besar sehingga harus ditangani dengan serius. Adanya kekurang cocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan yang tidak berorientasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang terus berubah. 2. Anak putus sekolah dapat pula mengganggu keamanan masyarakat. Tidak adanya kegiatan yang menentu menjadikan anak dapat menimbulkan kelompok liar dimana kegiatan kelompok tersebut bersifat negative seperti, mencuri, memakai narkoba, mabuk-mabukan, menipu, menodong dan sebagainya.
29
3. Menjadi subjek dan objek kriminalitas seperti ; kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan dijalan raya, perkelahian. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya pembekalan skill bagi mereka yang putus sekolah. 2.5
pendekatan penyelesaian anak putus sekolah Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi anak
putus sekolah dengan melibat semua unsure yang terkait baik instansi pemerintahan
maupun
organisasi
kemasyarakatan.
Hal
tersebut
sebagai
perwujudan dari UUD 1945 yang mewajibkan sekolah semua masyarakat dengan tujuan : 1. Pendidikan yang murah dapat membuat masyarakat dari semua golongan
mampu menikmati sekolah. Sehingga dengan adanya
pendidikan yang murah tidak akan memberatkan masyarakat yang tidak mampu dalam memperoleh pendidikan. 2. Menggalang kepedulian masyarakat pada permaslahan pendidikan. Masyarakat tidak akan memiliki kepedulian dengan pendidikan yang murah, tetapi kepedulian dipicu oleh keikut sertaan banyak pihak dalam lembaga pendidikan. Dengan pendidkan yang murah maka kualitas masyarakat dapat ditingkatkan. Selanjutnya, menurut suyanto (2010: 348-349) menyatakan untuk mencegah anak putus sekolah dapat dilakukan dua hal berikut yaitu : 1. Intervensi dini mencegah anak putus sekolah a. Pemasyarakatan lembaga pra sekolah
30
Penelitian membuktikan bahwa anak yang melalui jenjang pendidikan TK rata-rata memiliki kemmpuan beradaptasi dan prestasi belajar yang lebih baik disbanding anak yang tidak melalui jenjang pendidikan TK b. Penangan anak yang bermasalah, khususnya anak yang memiliki prestasi belajar relatif buruk disekolah. Anak yang tinggal kelas lama-kelamaan akan sering membolos, semakin jauhnya jarak dengan guru dan akhirnya anak putus sekolah c. Memanfaatkan dukungan dari lembaga-lembaga lokal yang sekiranya dapat dimanfaatkan untuk membantu kegiatan belajar anak yang rawan putus sekolah 2. Otonomi dan fleksibilitas sekolah Depertamen
Pendidikan
Nasional
menyediakan
pendidikan
alternative untuk anak yang tidak putus sekolah. Adapun program yang dilakukan saat ini untuk mengatsi anak putus sekolah ayaitu dengan mengikuti Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang terdiri dari paket A bagi anak yang tidak tamat SD, paket B bagi yang tidak tamat SMP dan paket C untuk yang tidak tamat SMA. Pendidikan kesetaraan ini ditujukan untuk menunjang penuntasan wajib Sembilan Tahun serta memperluas akses pendidikan menengah yang menekankan kepada keterampilan fungsional dan kepribadian professional. Pendidikan kesetaraan merupakan salah satu program pada jalur pendidikan non formal.
31
2.6
Kerangka Pemikiran Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu
lembaga pendidikan tempat anak belajar. Putus sekolah menjadi suatu masalah yang harus segera dituntaskan dan dibenahi, terutama di Negara-negara berkembang seperti Indonesia. Berbagai program telah diupayakan pemerintah untuk menangani anak putus sekolah. namun, usaha tersebut tidak berjalan mulus seperti yang diharapkan karena peneyebab putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh kondisi ekonomi keluarga yang rendah melainkan ada beberapa faktor lain yang menyebabkan anak putus sekolah. Kurangnya perhatian orang tua terhadap anak tentunya akan berdampak negartif terhadap psikologis anak. Hal tersebut akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga hilangnya motivasi dalam diri anak yang bisa mengakibatkan putusnya anak dari sekolah. Berdasarkan observasi pra penelitian yang dilakukan oleh penulis, terdapat beberapa faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala bekala Kecamatan Medan Johor, antara lain yaitu : 1. Faktor dari dalam diri anak, seperti kurangnya minat anak bersekolah sehingga anak tidak merasa tertarik untuk bersekolah. 2. Faktor keluarga, rendahnya ekonomi dalam keluarga mengakibatakan tidak mampunya orang tua memenuhi kebutuhan biaya sekolah anak dan akhirnya orang tua memutuskan anak putus sekolah. kesibukan orang tua dalam pekerjaannya juga menagkibatkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak sehingga mengakibatkan anak tidak terkontrol dan akhirnya anak berhenti bersekolah.
32
3. Faktor lingkungan sekolah, cara pengajaran guru yang membosankan atau tidak menarik bisa mengakibatkan siswa malas belajar dan tentunya hal ini memicu anak akan bolos sekolah dan tentunya akan memicu terjadinya putus sekolah. Sistem tinggal kelas juga tentunya dapat memicu siswa berhentinya dari sekolah dikarenakan mereka malu atau mendapat ejekan dari teman-temannya. 4. Faktor lingkungan masyarakat dan teman bermain, lingkungan yang tidak baik dan teman yang tidak baik dapat mempengaruhi sikap, pola pikir dan tingkah laku anak yang dapat mempengaruhi anak putus sekolah. 5. Faktor ketersediaan sumber lokal, pada dasarnya ketersediaan lokal dapat mempengaruhi anak putus sekolah. Hal ini desebabkan terdapatnya sumber penghasilan uang seperti mengamen di lampu merah, sebagai pengantar air minum galon. Sebenarnya hal tersebut dikarenakan suatu kondisi ekonomi keluarga yang memaksa mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
33
Untuk memperjelas alur pemikiran tersebut, dapat dilihat bagan alur pikir berikut ini : Bagan Alur Pikir
Anak Putus sekolah
Faktor yang mempengaruhi
Faktor dari dalam diri anak
Faktor dari dalam diri anak:
yaitu kurangnya minat anak 1.Faktor keluarga a.Kondisi sosial orang tua b.Kondisi ekonomi keluarga c.Perhatian orang tua 2.Faktor lingkungan sekolah 3.Faktor teman sebaya 4.Faktor ketersediaan sumber lokal
34
2.7
Definisi Konsep dan Ruang Lingkup Penelitian
2.7.1
Defenisi Konsep Konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli untuk
menggambarakan secara cermat fenomena sosial yang dikaji, untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang dijadikan oleh penelitian. Dimana dalam hal ini peneliti berupaya menggiring para pemvaca hasil penelitian itu untuk memaknai konsep itu sesuai dengan yang diinginkan dan dimaksudkan oleh peneliti. Jadi defenisi konsep adalah pengertian yang terbatatas dari seuatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:136-138) Memahami pengertian konsep-konsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan sebagai berikut : 1. Anak putus sekolah yang dimaksud dalam penelitian adalah anak yang berusia 6-18 tahun yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau anak yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya dalam jenjang SD, SMP, dan SMA 2. Faktor yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu yang mempengaruhi atas terjadinya hal putus sekolah. 3. Faktor dalam diri anak yang dimaksud dalam peneletian ini adalah sesuatu hal yang menyebabkan anak putus sekolah yang berasal dari diri anak tersebut seperti kurangnya minat anak belajar atau niat anak dalam melanjutkan sekolahnya. 4. Faktor luar diri anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sesuatu yang disebabkan dari luar diri anak seperti faktor keluarga
35
yaitu faktor sosial orang tua, ekonomi keluarga, perhatian orang tua yang kurang, pengaruh lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat dan teman sebaya atau teman sepergaulan anak, faktor ketersediaan sumber lokal berupa lapangan pekerjaan yang dapat menyebabkan anak putus sekolah. 2.7.2
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian dapat diartikan sebagai pembatasan variable
yang digunakan, berapa banyak subjek yang akan diteliti, luas lokasi penelitian, materi yang dikaji, dan sebagainya. Adapun yang menjadi ruang lingkup penelitian yang penulis rumusan dalam faktor penyebab anak putus sekolah di Kelurahan Kwala Bekala Kecamatan Medan Johor Kota Medan yaitu berusia 10 tahun sampai 18 tahun, dapat diukur melalu pembatasan berikut : a. Faktor dalam diri anak yaitu rendahnya minat anak. b. Faktor dari luar diri anak: 1. Faktor keluarga a. Kondisi sosial orang tua b. Kondisi ekonomi kelurga c. Perhatian orang tua 2. Pengaruh lingkungan sekolah 3. Pengaruh Teman sebaya 4. Faktor ketersediaan sumber local
36