perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw a. Pengertian Model Pembelajaran Joyce & Weil berpendapat bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang
bahan-bahan
pembelajaran,
dan
membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain (Joyce & Weil, 1980:1). Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya (Rusman, 2012). Menurut Joyce & Weil, model pembelajaran sendiri biasanya
disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori
pengetahuan. Para ahli menyusun model pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis, sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung (Rusman, 2012). Jadi, model pembelajaran adalah rencana atau pola pembelajaran yang digunakan guru/dosen untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. commit to user
10
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Model Pembelajaran Kooperatif Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan dimana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu (Soedjadi dalam Teti Sobari cit Rusman, 2012). Menurut
Slavin
(2007),
pembelajaran
kooperatif
menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Interaksi tersebut memungkinkan pertukaran ide dalam suasana
yang
tidak
terancam,
sesuai
dengan
falsafah
konstruktivisme. Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengkondisikan,
memberikan
mengoptimalkan
dan
dorongan
membangkitkan
untuk potensi
dapat siswa,
menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran (Rusman, 2012). Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen (Rusman, 2012). commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada hakikatnya cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam cooperative learning karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative learning, seperti dijelaskan Abdulhak (2001:19-20) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta belajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.” Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru (multi way traffic communication). Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002:25). Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar bersama dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cooperative learning merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara berkelompok. Model pembelajaran kelompok adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan (Sanjaya 2006:239). Savage (1987:217) mengemukakan bahwa cooperative learning adalah suatu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (peer-teaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru. Cooperative learning adalah teknik pengelompokan yang di dalamnya siswa bekerja terarah pada tujuan belajar bersama dalam kelompok kecil yang pada umumnya terdiri dari 4-5 orang. Belajar kooperatif
adalah
pemanfaatan
kelompok
kecil
dalam
pembelajaran yang memungkinkan siswa bekerja bersama untuk commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota laninnya dalam kelompok tersebut (Johnson dalam Hasan, 1996). Pembelajaran
kooperatif
adalah
suatu
aktivitas
pembelajaran yang menggunakan pola belajar siswa berkelompok untuk menjalin kerja sama dan saling ketergantungan dalam struktur tugas, tujuan, dan hadiah (Ibrahim, 2000: 3). Strategi pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok, untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Terdapat
empat
hal
penting
dalam
strategi
pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok. Berkenaan dengan pengelompokan siswa dapat ditentukan berdasarkan atas: (1) minat dan bakat siswa, (2) latar belakang kemampuan siswa, (3) perpaduan antara minat dan bakat siswa dan latar kemampuan siswa. Nurulhayati (2002: 25-28) mengemukakan lima unsur dasar model cooperative learning, yaitu: (1) ketergantungan yang positif, (2) pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, dan (5) evaluasi proses kelompok. commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat kaitan antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa
kesuksesan
kelompok
tergantung
pada
kesuksesan
anggotanya. Maksud
dari
pertanggungjawaban
individual
adalah
kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus menerima sebuah pertolongan anggota kelompok. Kemampuan bersosialisasi adalah sebnuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif. Senada dengan penjelasan tersebut Siahaan (2005:2) mengutarakan lima unsur esensial yang ditetapkan dalam commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran kooperatif, yaitu: (a) saling ketergantungan yang positif, (b) interaksi berhadapan (face-to-face interaction), (c) tanggung
jawab
individu
(individual
responsibility),
(d)
keterampilan sosial (social skills), (e) terjadi proses dalam kelompok (group processing). Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama dalam kelompok, tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap amggota kelompok bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya. Model
pembelajaran
kooperatif
merupakan
model
pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Slavin (1995) dinyatakan bahwa : (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
prestasi
belajar
siswa
dan
sekaligus
dapat
meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman. commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan
alasan
tersebut,
strategi
pembelajaran
kooperatif
diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran. Ada dua komponen pembelajaran kooperatif, yakni (1) cooperative task atau tugas kerja sama dan (2) cooperative incentive structure, atau struktur insentif kerja sama. Tugas kerja sama berkenaan dengan suatu hal yang menyebabkan anggota kelompok kerja sama dalam menyelesaikan tugas yang telah diberikan. Sedangkan struktur insentif kerja sama merupakan sesuatu hal yang membangkitkan motivasi siswa untuk melakukan kerja sama dalam rangka mencapai tujuan kelompok tersebut. Dalam pembelajaran kooperatif adanya upaya peningkatan prestasi belajar siswa (student achievement) dampak penyerta, yaitu sikap toleransi dan menghargai pendapat orang lain. Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan pemerolehan hasil dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan (Sanjaya, 2006).
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pembelajaran
kooperatif
berbeda
dengan
strategi
pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari cooperative learning. Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu: 1) perspektif motivasi, artinya penghargaan yang diberikan kepada kelompok yang sama dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok. 2) perspektif sosial, artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalm belajar karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan. 3) perspektif perkembangan kognitif, artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi (Sanjaya, 2006: 242). Menurut
Rusman
(2012)
karakteristik
atau
ciri-ciri
pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pembelajaran Secara Tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran dilakukan secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. 2) Didasarkan pada Manajemen Kooperatif Manajemen kooperatif mempunyai tiga fungsi, yaitu: a) fungsi
manajemen
sebagai
perencanaan
pelaksanaan,
menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan, dan lain sebagainya. b) fungsi manajemen sebagai
organisasi,
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. c) fungsi manajemen sebagai kontrol, menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes. 3) Kemauan untuk Bekerja Sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan
secara
kebersamaan
atau
kelompok, kerja
sama
oleh
karenanya
prinsip
perlu
ditekankan
dalam
pembelajaran kooperatif. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran kooperatif tidak akan mencapai hasil yang optimal.
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Keterampilan Bekerja Sama Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan penghargaan kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong dan atau dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama dan mereka harus mengoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersam Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok. Unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut : 1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. 2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. 3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. 5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. 6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. 7) Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Ciri-ciri yang terjadi pada kebanyakan pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif, adalah sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. 2) Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. 3) Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dan ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda. 4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Rusman (2012) terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya, siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tahap Tahap 1 Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa
Tingkah Laku Guru Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan menekankan pentingnya topik yang akan dipelajari dan memotivasi siswa belajar.
Tahap 2 Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi atau materi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui bahan bacaan.
Tahap 3 Mengorganisasikan Siswa ke dalam Kelompokkelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membinbing setiap kelompok agar melakukan transisi secara efektif dan efisien.
Tahap 4 Guru membimbing kelompok-kelompok Membimbing belajar pada saat mereka mengerjakan Kelompok Bekerja tugas mereka. dan Belajar Tahap 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Tahap 6 Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
(Sumber: Rusman, 2012) Menurut Roger dan David Johnson (Lie,2008) ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu sebagai berikut: 1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung commit to user pada usaha yang dilakukan oleh
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 2) Tanggung jawab perseorangan (individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masingmasing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling member dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bias bekerja sama dengan lebih efektif.
commit to user
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Model Kooperatif Tipe Jigsaw Model ini dikembangkan dan diuji coba oleh Elliot Aronson dan teman-temannya di Universitas Texas. Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle yaitu sebuah teka teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. Pada dasarnya, dalam model ini guru membagi satuan informasi yang besar menjadi komponen-komponen lebih kecil. Selanjutnya guru membagi siswa ke dalam kelompok belajar kooperatif yang terdiri dari empat orang siswa sehingga setiap anggota
bertanggung
jawab
terhadap
penguasaan
setiap
komponen/subtopik yang ditugaskan guru dengan sebaik-baiknya. Siswa dari masing-masing kelompok yang bertanggung jawab terhadap subtopik yang sama membentuk kelompok lagi yang terdiri atas dua atau tiga orang. Siswa-siswi ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam: a) belajar dan menjadi ahli dalam subtopik bagiannya; b) merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Setelah itu, siswa tersebut kembali lagi ke kelompok masing-masing sebagai “ahli” commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam subtopiknya dan mengajarkan informasi penting dalam subtopik tersebut kepada temannya. Ahli dalam subtopik lainnya juga bertindak serupa. Sehingga seluruh siswa bertanggung jawab untuk menunjukkan penguasaannya terhadap seluruh materi yang ditugaskan oleh guru. Dengan demikian, setiap siswa dalam kelompok harus menguasai topik secara keseluruhan. Langkah-langkah metode jigsaw adalah sebagai berikut: 1) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang. 2) Tiap orang dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda. 3) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama kelompok baru (kelompok ahli). 4) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang sub bab yang mereka kuasai. 5) Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi. 6) Pembahasan. 7) Penutup. Model pembelajaran kooperatif model Jigsaw adalah sebuah model belajar kooperatif yang menitikberatkan pada kerja kelompok
siswa
dalam
bentuk
kelompok
kecil.
Seperti
diungkapkan oleh Lie (1999:73), bahwa “pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini merupakan model belajar kooperatif dengan cara siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari empat sampai commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
enam orang secara heterogen dan siswa bekerja sama saling ketergantungan positif dan bertanggung jawab secara mandiri”. Dalam model kooperatif Jigsaw ini siswa memiliki banyak kesemapatan untuk mengemukakan pendapat dan mengolah informasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi, anggota kelompok bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari
dan
dapat
menyampaikan
informasinya
kepada
kelompok lain. Lei (1994) menyatakan bahwa Jigsaw merupakan salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang fleksibel. Banyak riset telah dilakukan berkaitan dengan pembelajaran kooperatif dengan dasar Jigsaw. Riset tersebut secara konsisten menunjukkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran model kooperatif Jigsaw ini memperoleh prestasi lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, disamping saling menghargai perbedaan dan pendapat orang lain. Jhonson and Jhonson (dalam Teti Sobari 2006: 31) melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif model Jigsaw yang hasilnya menunjukkan bahwa interaksi kooperatif memiliki berbagai pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh positif tersebut adalah: 1)
Meningkatkan hasil belajar. commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2)
Meningkatkan daya ingat.
3)
Dapat digunakan untuk mencapai tarap penalaran tingkat tinggi.
4)
Mendorong timbulnya motivasi intrinsik (kesadaran individu).
5)
Meningkatkan hubungan antar manusia yang heterogen.
6)
Meningkatkan sikap anak yang positif terhadap sekolah.
7)
Meningkatkan sikap positif terhadap guru.
8)
Meningkatkan harga diri anak.
9)
Meningkatkan perilaku penyesuaian sosial yang positif.
10)
Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong. Pembelajaran model Jigsaw ini dikenal juga dengan
kooperatif para ahli. Karena anggota setiap kelompok dihadapkan pada permasalahan yang berbeda. Tetapi permasalahan yang dihadapi setiap kelompok sama, setiap utusan dalam kelompok yang berbeda membahas materi yang sama, kita sebut sebagai tim ahli yang bertugas membahas permasalahan yang dihadapi, selanjutnya hasil pembahasan itu dibawa ke kelompok asal dan disampaikan pada anggota kelompoknya. Kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1) Melakukan membaca untuk menggali informasi. Siswa memperoleh topik-topik permasalahan untuk dibaca, sehingga mendapatkan informasi dari permasalahan tersebut. commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Diskusi kelompok ahli. Siswa yang telah mendapatkan topik permasalahan yang sama bertemu dalam satu kelompok atau kita sebut dengan kelompok ahli untuk membicarakan topik permasalahan tersebut. 3) Laporan kelompok. Kelompok ahli kembali ke kelompok asal dan menjelaskan hasil yang didapat dari diskusi tim ahli. 4) Kuis dilakukan mencakup semua topik permasalahan yang dibicarakan tadi. 5) Perhitungan skor kelompok dan menentukan penghargaan kelompok. Berdasarkan pendapat beberapa pakar tersebut di atas, penulis menyimpulkan bahwa model kooperatif tipe jigsaw adalah metode
pembelajaran
dengan
membagi
mahasiswa
dalam
kelompok kecil, terdiri dari 4-5 mahasiswa, yang mula-mula berdiskusi dalam kelompok ahli kemudian dikembalikan ke kelompok asal untuk mempresentasikan hasil dan berdiskusi dalam kelompok yang heterogen, sedangkan dosen bertindak sebagai fasilitator.
2. Metode Ceramah Metode ceramah dapat diartikan sebagai cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. Metode ceramah merupakan metode yang commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sampai saat ini sering digunakan oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru ataupun siswa. Guru biasanya belum merasa puas manakala dalam proses pembelajaran tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar manakala ada guru yang memberikan materi pelajaran melalui ceramah, sehingga ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar dan tidak ada guru berarti tidak ada belajar. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan
untuk
mengimplementasikan
strategi
pembelajaran
ekspositori (Sanjaya, 2006). Ada beberapa alasan mengapa ceramah sering digunakan. Alasan ini sekaligus merupakan keunggulan metode ceramah, yaitu sebagai berikut: a. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah untuk dilakukan. Murah dalam hal ini dimaksudkan proses ceramah tidak memerlukan peralatan-peralatan yang lengkap, berbeda dengan metode yang lain. Sedangkan mudah karena ceramah hanya mengandalkan suara guru dan tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit. b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat. commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan. Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi mana yang perlu ditekankan sesuai dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya
kelas
merupakan
tanggung
jawab
guru
yang
memberikan ceramah. e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam atau persiapan yang rumit. Asal siswa dapat menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, maka ceramah sudah dapat dilakukan. Ceramah juga memiliki beberapa kelemahan di samping keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan di atas, di antaranya sebagai berikut (Sanjaya, 2006): a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. Kelemahan ini merupakan kelemahan yang paling dominan. b. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. Dalam hal ini guru hanya mengandalkan bahasa verbal
dalam
penyajian materi dan siswa hanya
mengandalkan kemampuan auditifnya. Padahal setiap siswa commit to user
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki kemampuan yang tidak sama, termasuk dalam ketajaman menangkap materi pembelajaran melalui pendengarannya. c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik akan membuat metode ceramah membosankan. d. Melalui metode ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Walaupun ketika siswa diberi kesempatan untuk bertanya, dan tidak ada seorang pun yang bertanya, semua itu tidak menjamin siswa seluruhnya sudah paham. Ada beberapa hal yang harus dilakukan agar metode ceramah berhasil, baik pada tahap persiapan maupun pada tahap pelaksanaan, yaitu (Sanjaya, 2006): a. Tahap Persiapan 1) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai 2) Menentukan pokok-pokok materi yang akan disampaikan 3) Mempersiapkan alat bantu, seperti media pembelajaran. b. Tahap Pelaksanaan 1) Langkah pembukaan: menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi. 2) Langkah penyajian: menjaga kontak mata, menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dicerna siswa, menyajikan materi secara sistematis, menanggapi respon siswa dengan commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
segera, menjaga agar kelas tetap kondusif dan menggairahkan untuk belajar. c. Tahap Penutup 1) Membimbing
siswa
untuk
menarik
kesimpulan
atau
merangkum materi pembelajaran yang baru saja disampaikan. 2) Menstimulasi siswa untuk dapat menanggapi atau memberi semacam ulasan tentang materi pembelajaran yang telah disampaikan. 3) Melakukan evaluasi untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menguasai materi pembelajaran yang baru saja disampaikan. Berdasarkan uraian di atas, metode ceramah adalah cara menyajikan materi pembelajaran melalui penuturan atau penjelasan lisan secara langsung kepada mahasiswa.
3. Kemampuan Metakognitif a. Definisi Metakognitif Metakognitif merupakan sifat dari metakognisi. Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell dalam Livingston (1997), yaitu pengetahuan seseorang terhadap proses berfikirnya sendiri. Menurut Wellman dikutip oleh Usman Mulbar (2008) metakognisi sebagai bentuk kognisi, atau suatu proses berfikir tingkat dua atau lebih yang melibatkan pengendalian commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap aktivitas kognitif. Karena itu metakognisi dapat dikatakan sebagai berfikir seseorang tentang berfikirnya sendiri atau kognisi seseorang tentang kognisinya sendiri (Abdillah, 2011). Proses metakognisi berpusat pada perencanaan, pemecahan masalah/problem solving, evaluasi, dan aspek-aspek lainnya. Metakognisi berhubungan dengan gaya kognitif/cognitive style, dan strategi belajar/learning strategies (Open Learning Technology Coproration Limited, 1996). Metakognisi
melibatkan
pengetahuan
dan
kesadaran
seseorang tentang aktivitas kognitifnya sendiri atau segala sesuatu yang berhubungan dengan aktivitas kognitifnya (Livingston, 1997; Shoenfeld, 1992; Sukarna, 2005). Dengan demikian aktivitas kognitif
seseorang
seperti
perencanaan,
monitoring,
dan
mengevaluasi penyelesaian suatu tugas tertentu merupakan metakognisi secara alami (Livingston, 1997). Sedangkan menurut O’Neil dan Brown dalam Usman Mulbar (2008) menyatakan bahwa metakognisi sebagai proses dimana seseorang berfikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah (Abdillah, 2011). Metakognisi juga didefinisikan sebagai ketrampilan penting belajar bagaimana belajar. Metakognisi mencakup apa yang kita ketahui atau tidak ketahui, dan pengaturan bagaimana seseorang commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan mempelajari sesuatu. Metakognisi mencakup kemampuan tentang : a. Apa yang saya ketahui tentang hal yang akan dipelajari ini? b. Apakah saya mengetahui apa yang ingin saya ketahui? c. Apakah saya mengetahui dimana bias memperoleh informasi atau pengetahuan tentang hal tersebut? d. Berapa lama waktu yang saya butuhkan untuk mempelajarinya? e. Apa strategi dan taktik yang akan saya gunakan untuk mempelajarinya? f. Apakah saya memahami apa yang sudah saya dengar, baca atau lihat? g. Bagaimana saya mengetahui bila saya belajar dalam porsi yang sesuai? h. Bagaimana
saya
mengetahui
ada
masalah
jika
saya
membuatnya? i. Bagaimana saya dapat merevisi rencana pembelajaran saya jika hasilnya tidak sesuai dengan harapan? (Huitt, 1997 dalam Prasetyawati, 2010). Metakognisi menunjuk pada kemampuan pebelajar untuk menyadari dan memonitor proses pembelajaran mereka (Peters cit Imel, 2002). Meskipun berhubungan, metakognisi berbeda dengan kognisi. Kemampuan kognitif dibutuhkan untuk bekerja pada suatu tugas, sedangkan metakognisi penting untuk memahami bagaimana commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tugas itu dikerjakan. Kemampuan metakognisi dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian terhadap diri sendiri/self-assessment, yaitu kemampuan untuk menilai kognisi diri sendiri, dan manajemen diri sendiri/self-management, yaitu kemampuan untuk mengatur pengembangan kognitif diri sendiri. Kemampuan metakognisi
berhubungan
erat
dengan
teori
pembelajaran
konstruktivisme. Teori konstruktivisme menempatkan kognisi dan pemahaman dalam diri individu (Imel, 2002). Metakognisi adalah kesadaran pebelajar secara otomatis tentang pengetahuan mereka sendiri dan kemampuan untuk memahami, mengontrol, dan memanipulasi proses kognitif mereka sendiri. Kemampuan metakognisi penting selama hidup, tidak hanya dalam masa pendidikan. Contohnya, mumford (1986) menyatakan sangat penting bagi manajer yang efektif untuk menjadi orang yang belajar bagaimana belajar. Mumford juga menjelaskan orang yang mengetahui langkahlangkah pembelajaran dan memahami pendekatan belajarnya sendiri adalah orang yang dapat mengidentifikasi pembelajaran dan dapat mengaplikasikan pebelajaran dari teori ke pekerjaannya. Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa
kemampuan
metakognitif
adalah
kemampuan mahasiswa untuk menyadari tujuan pembelajaran, commit to user
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
strategi belajar untuk mencapainya, memonitor, dan mengevaluasi proses pembelajaran dirinya sendiri. b. Komponen dalam metakognisi Menurut Imel (2002) dalam Abdillah (2011) ada dua komponen dalam metakognisi yaitu: 1) Self assessment yaitu pengetahuan metakognitif itu sendiri 2) Self management yaitu pengaturan metakognitif Self assessment meliputi pengetahuan tentang koresponden kognitif untuk mempelajari tentang apa yang berhubungan dengan pelajar itu sendiri, strategi, kondisi yang mengikuti strategi. Self management adalah aspek pengendalian dalam pembelajaran antara lain pengaturan untuk mengetahui tentang cara mahasiswa merencanakan,
mengimplementasikan
strategi,
mengawasi,
membetulkan kesalahan-kesalahan pemahaman dan mengevaluasi kegiatan belajar mereka. Baker et al dikutip Nur (2000) mengemukakan bahwa metakognisi memeiliki dua komponen, yaitu (a) pengetahuan tentang kognisi, dan (b) mekanisme pengendalian diri dan monitoring
kognitif.
Sedangkan
Flavel
(Livingston,
1997)
mengemukakan bahwa metakognisi meliputi dua komponen yaitu (a) pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge), dan (b) pengalaman atau regulasi metakognisi (metacognitive experiences or regulation).
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Flavell, sebagaimana dikutip oleh Livingstone (1997), metakognisi terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu (Putri, 2010: 13-15): 1) Pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge) a) Declarative knowledge yaitu pengetahuan tentang diri sendiri sebagai pebelajar serta strategi, ketrampilan, dan sumber-sumber
belajar
yang
dibutuhkannya
yaitu
pengetahuan
untuk
keperluan belajar. b) Procedural
knowledge
tentang
bagaimana menggunakan apa saja yang telah diketahui dalam declarative knowledge tersebut dalam aktivitas belajarnya. c) Conditional
knowledge
adalah
pengetahuan
tentang
bilamana menggunakan suatu prosedur, ketrampilan, atau strategi dan bilamana hal-hal tersebut tidak digunakan, mengapa suatu prosedur berlangsung dan dalam kondisi bagaimana berlangsungnya, dan mengapa suatu prosedur lebih baik dari prosedur-prosedur yang lain. 2) Tujuan Metakognitif (metacognitive goal) a) Mengembangkan
kebiasaan
mengelola
diri
dalam
memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar. b) Mengembangkan
kebiasaan
konstruktif . commit to user
untuk
berpikir
secara
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya. 3) Strategi Metakognitif (metacognitive strategies) a) Siswa dapat mengidentifikasi gaya belajar yang sesuai untuk diri sendiri serta memonitor dan meningkatkan kemampuan belajar dengan cara merangkum, membaca, mendengarkan, diskusi, dan belajar kelompok. b) Siswa dapat membuat keputusan, memecahkan masalah, serta
memadukan
hubungan-hubungan
pengetahuan
sebelumnya dengan pengetahuan yang baru dipelajarinya. 4) Pengalaman
atau
regulasi
metakognitif
(metacognitive
experiences or regulation) a) Planning adalah kemampuan merencanakan aktivitas belajarnya. b) Information management strategies adalah kemampuan strategi mengelola informasi berkenaan dengan proses belajar yang dilakukan. c) Comprehension
monitoring
yaitu
kemampuan
dalam
memonitor proses belajarnya dan hal-hal yang berhubungan dengan prose stersebut. d) Debugging adalah kemampuan strategi – strategi yang digunakan untuk membetulkan tindakan-tindakan yang salah dalam belajar. commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Evaluation adalah kemampuan mengevaluasi kefektifan stategi belajarnya., apakah ia akan mengubah strateginya, menyerah pada keadaan, atau mengakhiri kegiatan tersebut. Metakognisi terdiri dari metamemori, metakomprehensi, dan regulasi diri sendiri. Metamemori adalah kesadaran pebelajar dan pengetahuan tentang sistem memorinya sendiri, dan strategi efektif dalam menggunakan memori tersebut. Metamemori mencakup kesadaran tentang strategi memori yang berbeda – beda, pengetahuan memilih strategi yang akan digunakan, pengetahuan bagaimana
menggunakan
strategi
tersebut
secara
efektif.
Metakomprehensi adalah kemampuan pebelajar untuk memonitor tingkat
pemahaman informasi,
untuk
mengenali
kegagalan
pemahaman, dan memperbaiki strategi ketika menemui kegagalan. Regulasi diri sendiri adalah kemampuan pebelajar untuk membuat penyesuaian pada proses pembelajaran mereka sendiri dalam merespon persepsi umpan – balik status pembelajaran Purdue University, 2005). c. Pentingnya Kemampuan Metakognitif Kemampuan metakognitif diyakini sebagai kemampuan kognitif tingkat tinggi yang diperlukan untuk manajemen pengetahuan.
Pembelajaran
metode
baru
mengutamakan
pentingnya belajar dan bagaimana belajar. Pebelajar dituntut untuk mengatur tujuan belajarnya sendiri dan menentukan strategi belajar commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Tanggung jawab pebelajar juga mencakup monitor proses belajar dan mengubah strategi belajar bila diperlukan. Pemberdayaan pebelajar untuk bertanggung jawab pada pembelajaran mereka sendiri merupakan hal yang diutamakan pada model pembelajaran learner-centered, self-directedlearning, dan adult learning. Penentu kesuksesan pada model pembelajaran ini adalah membangun kemampuan dan ketrampilan belajar (Amin dan Eng, 2003). Untuk belajar efektif, pebelajar harus memahami strategi yang tersedia, tujuan strategi, mampu memilih, memonitor, dan mengevaluasi penggunaan strategi (PurdueUniversity, 2005). d. Peranan metakognisi terhadap keberhasilan belajar Sebagaimana dikemukakan pada uraian sebelumnya bahwa metagnisi pada dasarnya adalah kemampuan belajar bagaimana harusnya belajar dilakukan yang didalamnya dipertimbangkan dan dilakukan aktivitas sebagai berikut (Taccasu Project, 2008). 1) Mengembangkan suatu rencana kegiatan belajar 2) Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan berkenaan dengan kegiatan belajar. 3) Menyusun suatu program belajar untuk konsep, ketrampilan, dan ide-ide yang baru. 4) Mengidentifikasi dan menggunakan pengalamannya sehari-hari sebagai sumber belajar. commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Memanfaatkan teknologi modern sebagai sumber belajar. 6) Memimpin dan berperan serta dalam diskusi dan pemecahan masalah kelompok. 7) Belajar dari dan mengambil manfaat pengalaman orang-orang tertentu yang telah berhasil dalam bidang tertentu. 8) Memahami faktor-faktor pendukung keberhasilan belajarnya. e. Pengembangan metakognisi peserta didik dalam pembelajaran Menurut Taccasu (2008), strategi yang dapat dilakukan guru atau dosen dalam mengembangkan metakognisi peserta didik melalui kegiatan belajar dan pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan strategi belajar dengsn cara: a) Mendorong pembelajar untuk memonitor proses pebelajar dan berfikirnya. b) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan strategi belajar yang efektif. c) Meminta pembelajar untuk membuat prediksi tentang informasi yang akan muncul atau disajikan berikutnya berdasarkan apa yang mereka telah baca atau pelajari. d) Membimbing pembelajar untuk mengembangkan kebiasaan bertanya.
commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Menunjukkan menstransfer
kepada
pembelajar
pengetahuan,
bagaimana
sikap-sikap,
teknik
nilai-nilai,
ketrampilan-ketrampilan dari situasi ke situasi yang lain. 2) Membimbing pembelajar dalam mengembangkan kebiasaan peserta didik yang baik melalui: a) Pengembangan kebiasaan mengelola diri sendiri. b) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir positif. c) Mengembangkan kebiasaan untuk berfikir secara hirarkhis. d) Mengembangkan kebiasaan untuk bertanya. Menurut Huitt (1997) metakognisi dapat dikembangkan oleh pengajar bagi pebelajar. Ada beberapa strategi yang disarankan untuk membangun ketrampilan metakognitif pada pebelajar, yaitu peserta didik diminta memonitor pembelajaran dan pemikiran mereka sendiri, mempelajari strategi belajar sendiri, membuat prediksi tentang informasi, menghubungkan ide-ide, membuat pertanyaan, kemudian menanyakan pada diri sendiri, mengetahui kapan membutuhkan bantuan dalam pembelajaran, menunjukkan pada peserta didik bagaimana cara menerapkan pengetahuan, nilainilai dan ketrampilan pada situasi lain atau pada tugas-tugas (Prasetyawati, 2010).
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Hasil Belajar Belajar adalah proses untuk membuat perubahan dalam diri mahasiswa dengan cara berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan
perubahan
dalam
aspek
kognitif,
afektif,
dan
psikomotorik. Pada teori belajar perilaku, proses belajar cukup dilakukan dengan mengikatkan antara stimulus dan respon secara berulang, sedang pada teori kognitif, proses belajar membutuhkan pengertian dan pemahaman. Pada umumnya tujuan pendidikan dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik (Subino,
1987:17).
Belajar
dimaksudkan
untuk
menimbulkan
perubahan perilaku yaitu perubahan dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan-perubahan dalam aspek itu menjadi hasil dari proses belajar. Perubahan perilaku hasil belajar itu merupakan perubahan perilaku yang relevan dengan tujuan pengajaran. Oleh karenanya, hasil belajar dapat dapat berupa perubahan dalam kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, tergantung dari tujuan pengajarannya. Hasil belajar sering kali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian dimungkinkan karena commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada berbagai bidang termasuk pendidikan. Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi (finished goods). Hal yang sama berlaku untuk membrikan batasan bagi istilah panen, hasil penjualan, hasil pembangunan, termasuk hasil belajar. Dalm siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding sebelumnya. Belajar dilakukan untuk mengusahakan adanya perubahan perilaku pada individu yang belajar. Perubahan perilaku itu merupakan perolehan yang menjadi hasil belajar. Hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya (Winkel, 1996:51). Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom, Simpson dan Harrow mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik (Winkel, 1996: 244). commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Proses pengajaran merupakan sebuah aktivitas sadar untuk membuat siswa belajar. Proses sadar mengandung implikasi bahwa pengajaran merupakan sebuah proses yang direncanakan untuk mencapai tujuan pengajaran (goal directed). Dalam konteks demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai dengan tujuan pengajaran (ends are being attained). Tujuan pengajaran menjadi hasil belajar potensial yang akan dicapai oleh anak melalui kegiatan belajarnya. Oleh karenanya, tes hasil belajar sebagai alat untuk mengukur hasil belajar harus mengukur apa yang dimahasiswai dalm proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum dalam kurikulum yang berlaku (Zainul dan Nasoetion, 1996:28) karena tujuan pengajaran adalah kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya (Sudjana, 1996:2). Hasil belajar diukur merefleksikan tujuan pengajaran (Gronlund, 1985: 20). Tujuan
pengajaran
adalah
tujuan
yang
menggambarkan
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Oleh karenanya, menurut Arikunto dalam merumuskan tujuan instruksional harus diusahakan agar tampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi adanya perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan intelektual, sikap/minat maupun keterampilan (Arikunto, 1995: 131). Perubahan perilaku akibat kegiatan belajar mengakibatkan siswa memiliki penguasaan terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pengajaran. Pemberian tekanan penguasaan materi akibat perubahan dalam diri siswa setelah belajar diberikan oleh Soedijarto yang mendefinisikan hasil belajar sebagai tingkat penguasaan yang dicapai oleh mahasiswa dalam mengikuti proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan (Soedijarto, 1993: 49). Hasil belajar adalah perubahan perilaku disebabkan karena dia mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik. Tujuan pendidikan direncanakan untuk dapat dicapai dalam proses belajar mengajar. Hasil belajar merupakan pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti proses belajar mengajar. Tujuan pendidikan bersifat ideal, sedang hasil belajar bersifat aktual. Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya tujuan pendidikan, sehingga hasil belajar yang diukur sangat tergantung kepada tujuan pendidikannya. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil belajar perlu dievaluasi. Evaluasi dimaksudkan sebagai cermin untuk melihat kembali apakah tujuan yang ditetapkan telah tercapai dan apakah proses belajar mengajar telah berlangsung efektif untuk memperoleh hasil belajar. Hasil belajar atau perubahan perilaku yang menimbulkan kemampuan dapat berupa hasil utama pengajaran (instructional effect) maupun hasil sampingan pengiring (nurturant effect). Hasil utama pengajaran
adalah
kemampuan
hasil
belajar
yang
memang
direncanakan untuk diwujudkan dalam kurikulum dan tujuan pembelajaran. Sedang hasil pengiring adalah hasil belajar yang dicapai namun tidak direncanakan untuk dicapai. Misalnya setelah mengikuti pelajaran siswa menyukai pelajaran matematika yang semula tidak disukai karena siswa senang dengan cara mengajar guru. a. Taksonomi Hasil Belajar Kognitif Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi. Proses belajar yang melibatkan kognisi meliputi kegiatan sejak dari penerimaan stimulus eksternal oleh sensori, penyimpanan dan pengolahan dalam otak menjadi informasi hingga pemanggilan kembali informasi ketika diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena belajar melibatkan otak maka perubahan perilaku akibatnya juga terjadi dalam otak berupa kemampuan tertentu oleh otak untuk menyelesaikan masalah. commit to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil belajar kognitif tidak merupakan kemampuan tunggal. Kemampuan yang menimbulkan perubahan perilaku dalam domain kognitif meliputi beberapa tingkat atau jenjang. Banyak klasifikasi dibuat para ahli psikologi dan pendidikan, namun klasifikasi yang paling banyak digunakan adalah yang dibuat oleh Benjamin S Blomm (Good dan Brophy, 1990: 722; Subino, 1987: 57; Azwar, 1987:59-61; Arikunto, 1995: 115-117; Gronlund dan Linn, 1990: 506; Suciati, 2001: 17). Bloom membagi dan menyusun secara hirarkis tingkat hasil belajar kognitif mulai dari yang paling rendah dan sederhana yaitu hafalan sampai yang paling tinggi dan kompleks dan penguasaan suatu tingkat mempersyaratkan penguasaan tingkat sebelumnya. Enam tingkat itu adalah hafalan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), Sintesis (C5) dan evaluasi (C6). Kemampuan
menghafal
(knowledge)
merupakan
kemampuan kognitif yang paling rendah. Kemampuan ini merupakan kemampuan memanggil kembali fakta yang disimpan dalam otak digunakan untuk merespons suatu masalah. Dalam kemampuan tingkat ini fakta dipanggil kembali persis seperti ketika disimpan. Kemampuan pemahaman (comprehension) adalah kemampuan untuk melihat hubungan fakta dengan fakta. Menghafal fakta tidak lagi cukup karena pemahaman menuntut pengetahuan akan fakta dan hubungannya. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemampuan penerapan (application) adalah kemampuan kognitif untuk memahami aturan, hukum, rumus dan sebagainya dan menggunakan untuk memecahkan masalah. Kemampuan analisis (analysis) adalah kemampuan memahami sesuatu dengan menguraikannya ke dalam unsur-unsur. Kemampuan sintesis (synthesis)
adalah
kemampuan
memahami
dengan
mengorganisasikan bagian-bagian ke dalam kesatuan. Kemampuan evaluasi (evaluation) adalah kemampuan membuat penilaian dan mengambil keputusan dari hasil penilaiannya. b. Taksonomi Hasil Belajar Afektif Taksonomi hasil belajar afektif
dikemukakan oleh
Krathwohl (Winkel, 1996:247; Sudjana, 1990: 29-30; Subino, 1987: 23-26; Gronlund dan Linn, 1990: 508; Suciati, 2001: 19). Krathwohl membagi hasil belajar afektif menjadi lima tingkat yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Hasil belajar disusun secara hirarkis mulai dari tingkat yang paling rendah dan sederhana hingga yang paling tinggi dan kompleks. Penerimaan (receiving) atau menaruh perhatian (attending) adalah kesediaan menerima rangsangan dengan memberikan perhatian kepada rangsangan yang datang kepadanya. Partisipasi atau merespons (responding) adalah kesediaan memberikan respons dengan partisipasi. Pada tingkat ini siswa tidak hanya memberikan perhatian kepada rangsangan tapi juga berpartisipasi commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam kegiatan untuk menerima rangsangan. Penilaian atau penentuan sikap (valuing) adalah kesediaan untuk menentukan pilihan sebuah nilai dari rangsangan tersebut. Organisasi adalah kesediaan mengorganisasikan nilai-nilai yang dipilihnya untuk menjadi pedoman yang mantap dalam perilaku. Internalisasi nilai atau karakterisasi (characterization) adalah menjadikan nilai-nilai yang diorganisasikan untuk tidak hanya menjadi pedoman perilaku tetapi juga menjadi bagian dari pribadi dalam perilaku sehari-hari. c. Taksonomi Hasil Belajar Psikomotorik. Beberapa ahli mengklasifikasikan dan menyusun hirarki hasil belajar psikomotorik. Hasil belajar disusun dalam urutan mulai dari yang paling rendah dan sederhana sampai yang paling tinggi dan kompleks. Hasil belajar tingkat yang lebih tinggi hanya dapat dicapai apabila siswa telah menguasai hasil belajar yang lebih rendah. Harrow misalnya (Subino, 1987:26-28; Sudjana, 1990: 30-31). Menurut
Harrow
hasil
diklasifikasikan
menjadi
enam:
belajar
psikomotorik
gerakan
refleks,
dapat gerakan
fundamental, kemampuan perseptual, kemampuan fisis, gerakan keterampilan, dan komunikasi tanpa kata. Namun, taksonomi yang paling
banyak
digunakan
adalah
taksonomi
hasil
belajar
psikomotorik dari Simpson (Winkel, 1996: 249-250; Gronlund dan Linn,
1990:
510) yang mengklasifikasikan commit to user
hasil
belajar
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
psikomotorik
menjadi
enam:
persepsi,
kesiapan,
gerakan
terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks dan kreativitas. Persepsi (perception) adalah kemampuan hasil belajar psikomotorik yang paling rendah. Persepsi adalah kemampuan membedakan suatu gejala dengan gejala lain. Kesiapan (set) adalah kemampuan menempatkan diri untuk memulai suatu gerakan. Misalnya kesiapan menempatkan diri sebelum lari, menari, mengetik, memperagakan sholat, mendemonstrasikan penggunaan termometer dan sebagainya. Serakan terbimbing (guided response) adalah kemampuan melakukan gerakan meniru model yang dicontohkan. Gerakan
terbiasa
(mechanism)
adalah
kemampuan
melakukan gerakan tanpa ada model contoh. Kemampuan dicapai karena latihan berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Gerakan kompleks (adaptation) adalah kemampuan melakukan serangkaian gerakan dengan cara, urutan dan irama yang tepat. Kreativitas (origination) adalah kemampuan menciptakan gerakangerakan baru yang tidak ada sebelumnya atau mengombinasikan gerakan-gerakan yang ada menjadi kombinasi gerakan baru yang orisinal (Purwanto, 2011). Dari
beberapa
pendapat
pakar
di
atas,
peneliti
menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah pencapaian tujuan commit to user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pendidikan yang dikuasai mahasiswa setelah menempuh proses pembelajaran.
5. Kompetensi Dasar Inflamasi dan Penyembuhan Luka a. Mata Kuliah Patologi dalam kurikulum D III Keperawatan 1) Identitas Mata kuliah: Mata Kuliah
: Patologi
Kode Mata Kuliah
: WAT 2.08
Beban Studi
: 2 SKS (T = 1, P = 1)
Penempatan
: Semester II
Prasyarat
: Anatomi Fisiologi
2) Deskripsi Mata Kuliah Mata Kuliah ini membahas tentang konsep dasar patologi serta proses terjadinya perubahan struktur & fungsi jaringan/organ tubuh manusia beserta perubahan-perubahan klinis yang ditimbulkannya. Fokus pembahasan mencakup beberapa konsep dasar patologi serta berbagai
kelainan
yang
patologi,
bersifat umum pada beberapa
reaksi
perubahan struktur dan fungsi jaringan/organ tubuh. 3) Tujuan Mata Kuliah Pada akhir mata kuliah mahasiswa diharapkan mampu : a) Menguraikan berbagai konsep yang mendasari terjadinya kelainan struktur dan fungsi tubuh manusia commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Memahami proses kelainan struktur dan fungsi tubuh manusia c) Memahami terjadinya perubahan fungsi organ tubuh d) Memahami mekanisme proses terjadinya kelainan tubuh manusia
sebagai
dasar dalam penerapan
asuhan
keperawatan e) Memahami tahapan kematian f) Menerapkan konsep patologi dalam asuhan keperawatan 4) Garis Besar Mata Kuliah a) Patogenesis dan patofisiologi kelainan struktur dan fungsi tubuh b) Mekanisme adaptasi sel c) Interaksi genetik dan lingkungan d) Kelainan retrogresif e) Tahap kematian jaringan dan Nekrosis sel f) Kelainan kongenital dan keturunan g) Kelainan sirkulasi, cairan tubuh dan asam basa h) Radang dan penyembuhan luka i) Mekanisme proses infeksi j) Neoplasma k) Proses penuaan
commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Materi Inflamasi dan Penyembuhan Luka 1) Materi Inflamasi a) Pengertian Inflamasi Menurut Dorland (2002), inflamasi merupakan respon protektif setempat yang di timbulkan cidera atau kerusakan mengurangi
jaringan, atau
yang
berfungsi
mengurung
menghancurkan,
(sekuester)
baik
agen
pencidera maupun jaringan yang cidera itu. Menurut Kamus Kesehatan, inflamasi dapat juga didefinisikan sebagai reaksi jaringan hidup terhadap injuri, ditandai oleh warna kemerahan, rasa sakit, suhu yang meningkat, dan pembengkakan serta perubahan-perubahan histologi jaringan yang bersangkutan dan peradangan. Inflamasi atau radang adalah reaksi jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas (cedera sel). Dalam reaksi ini yang ikut berperan adalah pembuluh darah, saraf, cairan, dan sel-sel tubuh di tempat jejas (Kumar, 2007). b) Agen Penyebab Inflamasi Agen penyebab radang dapat berupa kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dan sebagainya), suhu (panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain (Kumar, 2007). commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Manifestasi Inflamasi Manifestasi inflamasi peradangan meliputi rubor (kemerahan), kalor (hangat, demam), dolor (nyeri), tumor (bengkak), dan functio laesa (penurunan/gamgguan fungsi) (Kumar, 2007). Rubor terjadi karena peningkatan pasokan aliran darah ke daerah jejas. Segera setelah cedera, terjadi vasodilatasi arteriola (pelebaran arteriola) yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Dolor
terjadi
akibat
adanya
mediator
kimia
bradikinin dan prostaglandin (PGE2) yang merangsang ujung sel saraf nyeri (Kumar, 2007). Selain itu sensasi nyeri commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dapat timbul karena tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Pembengkakan sebagian terjadi karena peningkatan pasokan aliran darah dan sebagian besar ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat (Abrams, 1995; Rukmono, 1973). Sedangkan untuk mekanisme terjadinya functio laesa belum diketahui secara mendalam (Abrams, 1995). d) Patogenesis Inflamasi Segera setelah terjadi jejas, pembuluh darah mengalami
vasokonstriksi
singkat.
Kemudian terjadi
dilatasi pembuluh darah (arteriola dan venula), dan terbukanya anyaman kapiler yang semula inaktif. Sebagai akibatnya,
mikrosirkulasi
meningkat.
Permeabilitas
vaskuler pun meningkat. Leukosit (teutama neutrofil dan monosit) yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan marginasi dan emigrasi. Selanjutnya leukosit tersebut berakumulasi
di
membersihkan/memfagosit commit to user
lokasi berbagai
cedera
untuk
mikroba/agen
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pencedera
yang
menginvasi
dan
memulai
proses
pembongkaran jaringan nekrotik (Kumar, 2007). e) Klasifikasi Peradangan Klasifikasi
peradangan
sangat
banyak
sekali
tergantung dari sudut pandangnya. Secara garis besar, peradangan dapat dikelompokkan menjadi radang akut dan radang kronik. Radang akut merupakan respon yang cepat dan
segera
terhadap
cedera
yang
didesain
untuk
mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Sedangkan radang kronik merupakan
inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya,
radang
akut
ditandai
dengan
perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003). Bila suatu radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6
minggu
disebut
kronik.
Tetapi
karena
banyak
kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Kumar, 2007). Radang kronik dapat timbul melalui dua cara, yaitu: (1) Menyusul radang akut Perubahan
radang
akut
menjadi
radang
kronik
berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses penyembuhan normal. (2) Responnya sejak awal bersifat kronik Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses
primer.
Sering
penyebab
jejas
memiliki
toksisitas rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut (Kumar, 2007). Terdapat 3 (tiga) kelompok besar penyebab radang kronik, yaitu: (1) Infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamurjamur tertentu) (2) Kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika) (3) Penyakit autoimun commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Selain dibagi menjadi radang akut dan kronik, berdasarkan perubahan jaringan atau mikroskopisnya peradangan diklasifikasikan menjadi radang eksudatif, radang degeneratif, dan radang proliferatif. Pada radang eksudatif sebagian besar didominasi oleh eksudat radang, sedangkan jaringan yang mati hanya sedikit. Sifat-sifat eksudat ialah mengandung lebih banyak protein daripada cairan jaringan normal, berat jenisnya lebih tinggi dan dapat membeku. Pada radang degeneratif sebagian besar gambaran mikroskopisnya terdiri atas jaringan nekrosis dengan sedikit sel radang. Sedangkan pada radang proliferatif secara mikroskopis, selain dijumpai eksudat, radang juga terdiri atas jaringan yang dapat berproliferasi. Jadi, di sini akan terlihat pertumbuhan jaringan sehingga akan membentuk tonjolan. Karena ada eksudat radang dan proliferasi jaringan, gambarannya hampir sama dengan jaringan granulasi. Berdasarkan eksudat humoralnya, radang dapat dikelompokkan menjadi radang katarhalis, radang fibrinosa, radang serosa, radang purulenta, radang haemorrhagic, dan radang pseudomembranosa.
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada radang katarhalis, eksudatnya jernih berupa lendir, dijumpai pada organ tubuh yang memproduksi lendir, seperti nasofaring, paru, traktus intestinalis, dan rahim, misalnya pada influenza dan kolera. Pada radang fibrinosa, eksudat sebagian besar terdiri atas fibrin, biasanya sel radang hanya sedikit. Akan tetapi ada juga penyakit dengan gambaran mikroskopis eksudat terdiri dari fibrin tetapi banyak mengandung PMN, misalnya pneumonia lobaris. Pada radang serosa, eksudatnya nampak serosa dan jernih, fibrinnya sedikit sekali. Tetapi cairan itu harus disedot. Dapat dijumpai misalnya pada tuberculosis yang eksudatnya akan menyebabkan pleuritis. Pada radang purulenta, eksudatnya sebagian besar terdiri
atas
nanah,
dijumpai
pada
bisul
dan
bronkopneumonia atau pneumonia lobularis. Pada radang haemorrhagic, eksudatnya berwarna merah karena banyak mengandung eritrosit, biasanya banyak terjadi kerusakan jaringan sehingga akan dibentuk kapiler dan saluran limfe baru. Pada radang pseudomembranosa dijumpai adanya pembentukan membran palsu yang terbentuk dari bekuan fibrin, epitel nekrotik, dan sel leukosit mati. Radang ini commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hanya dijumpai pada permukaan mukosa, misalnya faring, laring, trakea, bronkus dan traktus intestinalis akibat adanya suatu gen atau iritan yang kuat misalnya kuman difteri. Pada radang ini akan akan terjadi nekrosis dan kemudian membeku sehingga permukaan jaringan radang akan dilapisi oleh lapisan yang nekrosis berwarna putih keabuabuan. f) Asuhan keperawatan pada pasien dengan peradangan Pada pasien yang mengalami peradangan akan muncul beberapa masalah keperawatan. Di antaranya adalah nyeri, bengkak, dan hipertermia. Untuk mengatasi masalah keperawatan yang muncul dapat dilakukan tindakan keperawatan, baik secara mandiri maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan yang lain. Untuk mengatasi masalah nyeri, perawat dapat melakukan manajemen nyeri seperti relaksasi, distraksi, kompres, masase, dan sebagainya. Selain itu dapat juga berkolaborasi
dengan
tim
medis
dalam
pemberian
analgetik. Dalam
upaya
mengurangi
masalah
bengkak
(oedema), perawat dapat melakukan kompres hangat setelah 24 jam terjadinya cedera. Selain itu dapat juga commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat antiinflamasi. Sedangkan untuk mengatasi masalah hipertermi, khususnya pada pasien yang mengalami peradangan karena proses infeksi, perawat dapat melakukan kompres hangat. Selain itu dapat juga berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian abat antipiretik. 2) Materi Penyembuhan Luka a) Pengertian Penyembuhan Luka Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ialah penyembuhan luka yang dapat dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan penyudahan yang merupakan perupaan kembali (remodeling) jaringan (Sjamsulhidajat, 2010). b) Klasifikasi Luka Berdasarkan tingkat kontaminasinya luka dapat dikelompokkan menjadi clean wounds (luka bersih), cleancontamined
wounds
(luka
bersih
terkontaminasi),
contamined wounds (luka terkontaminasi), dan dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi). commit to user
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Clean wounds (luka bersih) yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup, jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup. Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% 5%. Clean-contamined
wounds
(luka
bersih
terkontaminasi) merupakan luka pembedahan pada saluran respirasi,
pencernaan,
genital
atau
perkemihan.
Kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%. Contamined
wounds
(luka
terkontaminasi)
merupakan luka terbuka, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar. Pada kategori ini juga termasuk
insisi
akut
dan
inflamasi
nonpurulen.
Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%. Sedangkan dirty or infected wounds (luka kotor atau infeksi) yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka (Reksoprodjo, 1995). Berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dapat diklasifikasikan menjadi luka stadium I, II, III, dan IV. Luka stadium I disebut luka superfisial (non-blanching erithema), yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit. Luka stadium II (luka partial thickness) yaitu commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. Luka stadium III (luka full thickness) yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. Sedangkan luka stadium IV adalah luka yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas. (Reksoprodjo, 1995). Berdasarkan waktu penyembuhannya, luka dapat dikelompokkan menjadi luka akut dan luka kronis. Luka akut adalah luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati. Sedangkan luka kronis adalah luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat terjadi karena faktor eksogen dan endogen (Reksoprodjo, 1995). Berdasarkan mekanisme terjadinya, luka dapat dibagi menjadi luka insisi, memar, lecet, luka tusuk, luka commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gores, luka tembus, dan luka bakar. Luka insisi (incised wound) terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misalnya yang terjadi akibat tindakan pembedahan. Luka memar (contusion wound) terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak. Luka lecet (abraded wound) terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam. Luka tusuk (punctured wound) terjadi akibat tertusuk suatu benda tajam, misalnya paku atau pisau. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat goresan benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat. Luka tembus (penetrating wound) yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar. Sedangkan luka bakar (combustio) yaitu luka akibat terkena suhu panas seperti api, sinar matahari, listrik, maupun bahan kimia (Reksoprodjo, 1995). c) Tahap Penyembuhan Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benda asing dan perkembangan awal seluler merupakan bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan
penyembuhan
jaringan
(Sjamsulhidajat, 2010). Tahap penyembuhan luka terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Fase Inflamasi berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira – kira hari kelima. Pembuluh darah yang terputus pada luka akan menyebabkan perdarahan dan tubuh akan berusaha menghentikannya dengan vasokonstriksi, pengerutan ujung pembuluh yang putus (retraksi), dan reaksi hemostasis. Hemostasis terjadi karena trombosit yang keluar dari pembuluh darah saling melengket, dan bersama dengan jala fibrin yang terbentuk membekukan darah yang keluar dari pembuluh darah. Sementara itu terjadilah reaksi inflamasi. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia karena yang menonjol adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase inflamasi sampai kira – kira akhir minggu ketiga. Fibroblast berasal dari sel mesenkim commit to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang
belum
berdiferensiasi,
menghasilkan
mukopolisakarida, asama aminoglisin, dan prolin yang merupakan
bahan
dasar
kolagen
serat
yang
akan
mempertautkan tepi luka. Pada fase ini serat dibentuk dan dihancurkan kembali untuk penyesuaian diri dengan tegangan pada luka yang cenderung mengerut. Sifat ini, bersama dengan sifat kontraktil miofibroblast, menyebabkan tarikan pada tepi luka. Pada akhir fase ini kekuatan regangan luka mencapai 25% jaringan normal. Nantinya, dalam proses penyudahan kekuatan
serat
kolagen
bertambah
karena
ikatan
intramolekul dan antar molekul. Pada fase fibroplasia ini, luka dipenuhi sel radang, fibroblast, dan kolagen, membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan yang berbenjol halus yang disebut jaringan granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan luka. Tempatnya kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa terjadi ke arah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ke arah yang lebih tinggi. Proses ini baru berhenti setelah epitel saling menyentuh dan menutup seluruh permukaan luka. Dengan tertutupnya commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
permukaan luka, proses fibroplasia dengan pembentukan jaringan granulasi juga akan berhenti dan mulailah proses pematangan dalam fase penyudahan. Pada fase penyudahan (remodelling) terjadi proses pematangan yang terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi, dan akhirnya perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Fase ini dapat berlangsung berbulan – bulan dan dinyatakan berkahir kalau semua tanda radang sudah lenyap. Tubuh berusaha menormalkan kembali semua yang menjadi abnormal karena proses penyembuhan. Oedema dan sel radang diserap, sel muda menjadi matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang pucat, tipis, dan lemas serta mudah digerakkan dari dasar. Terlihat pengerutan maksimal pada luka. Pada akhir fase ini, perupaan luka kulit mampu menahan regangan kira – kira 80% kemampuan kulit normal. Hal ini tercapai kira – kira 3-6 bulan setelah penyembuhan. d) Mekanisme Penyembuhan Luka Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar berjalan secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan kemudian ditutup jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau sanatio persecundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama kalau lukanya menganga lebar. Luka akan menutup dibarengi dengan kontraksi hebat. Bila luka hanya mengenai epidermis dan sebagaian atas dermis, terjadi penyembuhan melalui proses migrasi sel epitel dan kemudian terjadi replikasi/mitosis epitel. Sel epitel baru ini akan mengisi permukaan luka. Proses ini disebut epitelisasi, yang juga merupakan bagian dari proses penyembuhan luka. Pada penyembuhan jenis ini, kontraksi yang terjadi biasanya tidaklah dominan. Cara penyembuhan lain adalah penyembuhan primer atau sanatio perprimam intentionem, yang terjadi bila luka segera diupayakan tertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Sebaiknya dilakukan dalam beberapa jam setelah luka terjadi. Parut yang terjadi biasanya lebih halus dan kecil. Namun, penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang terkontaminasi berat dan /atau tidak berbatas tegas. Luka yang compang-camping atau luka tembak, misalnya, sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hidup yang pada pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan menyebabkan infeksi bila luka
langsung
dibersihkan
dan
dijahit. dieksisi
Luka
yang
demikian
(debridement)
dahulu
akan dan
kemudian dibiarkan selama 4-7 hari. Baru selanjutnya dijahit dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini umumnya
disebut
penyembuhan
primer
tertunda
(Sjamsuhidajat, 2010). e) Penyembuhan Luka pada Jaringan Khusus Penyembuhan luka jaringan khusus meliputi tulang, tendo, fasia, otot, serabut dan jaringan saraf, usus, serta pembuluh darah. Pada patah tulang panjang yang korteksnya cukup tebal, terjadi pendarahan yang berasal dari pembuluh darah di endostium, di kanal Haver pada korteks, dan di periostium. Hematon yang di bentuk segera diserbu oleh poliferasi fibroblast yang bersifat osteogenik yang berasal dari mesenkim periostium dan sedikit dari endomestium. Fibroblast esteogenik berubah menjadi osteoblast dan menghasilkan bahan organik antar sel yang disebut osteoid. Osteoblast yang terkurung dalam lakuna oleh osteoid disebut osteosit. Proses pembentukan tulang ini disebut osifikasi. Bekas hematom yang bereteoid disebut kalus commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tidak tampak secara radiologis. Kalus akan maki padat, seakan merekat patahan. Di daerah yanng agak jauh dari patahan dan pendarahannya lebih bagus, mulai terbentuk jaringan tulang karena proses peletakan kalsium pada osteoid, sedangkan didaerah patahan sendiri, yang pendarahannya lebih sedikit, osteoblast
berdiferensiasi
menjadi
kondroblast
dan
membentuk tulang rawan. Kalus eksterna dan interna yang berubah menjadi jaringan tulang dan tulang rawan makin keras dan setelah menjadi terisi kalsium menjadi jelas pada pemeriksaan radiologi. Bagian tulang rawan kemudian berubah menjadi tulang biasa melalui prosesn enkondral. Pada saat ini, patahan dikatakan telah menyambung dan menyembuh secara klinis. Selanjutnya, terjadi pembentukan tulang lamelar dan perupaan kembali selama berbulanbulan. Pada anak, perupaan kembali dari kalus primer ini disertai proses pengaturan kembali pertumbuhan epifisis sehingga patahan akan pulih sampai derajat tertentu. Penyembuhan patah tulang yang bukan tulang pipa (tulang pendek) berjalan lebih cepat karena pendarahan yang lebih kaya. Nekrosis yang terjadi di pinggir patahan commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tulang tidak bayak, dan kasus interna segara mengisi rongga patah tulang. Penyembuhan patah tulang terjadi pada tindakan reduksi dan setelah fiksasi metal yang kuat berjalan lebih cepat dan lebih baik. Ini dapat digolongkan penyembuhan per prema. Dengan fiksasi, daerah patahan terlindung dari stres dan tidak ada rangsang yang menimbulkan kalus sehingga, setelah bahan osteosintetis dikeluarkan, tulang kurang kuat dibandingkan dengan tulang yang sembuh per sekundam dengan kalus. Bila tendo yang merupakan ujung dari otot lurik terputus, hematom yang tejadi akan mengalami proses penyembuhan alami dan menjadi jaringan ikat yang melekat pada jaringan sekitarnya. Bagian distal akan mengalami hipotrofi karena ada yang menggerakkan. Dengan demikian, tendo yang putus sama sekali tidak akan berfungsii kembali, tendo harus dijahit dengan teknik khusus
agar
perlekatan
dengan
jaringan
sekitarnya
dikurangi dan tendo masih dapat bergerak dan meluncur bebas. Luka pada fasia akan mengalami penyembuhan alami yang normal. Hematom dan eksudasi yang terjadi akan diganti dengan jaringan ikat. Bila otot tebal, kuat, dan commit to user
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
luka robeknya tidak sembuh betul deengan atau tanpa dijahit, mungkin akan tertinggal defek yang dapat mengalami herniasi otot. Otot lurik dan otot polos diketahui mampu sembuh dengan
membentuk
jaringan
ikat.
Walaupun
tidak
mengalami regenerasi, faal otot umumnya tidak berkurang karena adanya hipertrofi sebagai kompensasi jaringan otot sisa. Sifat ini menyebabkan luka otot perlu dijahit dengan baik. Luka pada usus halus tentu harus dijahit, tidak dapat dibiarkan sembuh per sekundam intentionem karena kebocoran isi usus akan menyebabkan peritonitis umum. Penyembuhan biasanya cepat karena dinding usus kaya akan darah sehingga dalam 2-3 minggu kekuatannya dapat melebihi daerah yang normal. Trauma pada saraf dapat berupa trauma yang memutus saraf atau trauma tumpul yang menyebabkan tekanan
atau
tarikan
pada
saraf.
Penekanan
akan
menimbulkan kontusio serabut saraf dengan kerangka yang umumnya
masih
utuh,
sedangkan
tarikan
mungkin
menyebabkan putusnya serabut dengan kedua ujung terpisah jauh. commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bila akson terputus, bagian distal akan mengalami degenerasi waller karena akson merupakan perpanjangan sel saraf di ganglion atau di tanduk depan sumsum tulang belakang. Akson yang putus meninggalkan selubung mielin kosong yang lama kelamaan kolaps atau terisi fibroblast. Sel saraf di pusat setelah 24-28 jam akan memumbuhkan akson baru ke distal dengan kecepatan 1mm per hari. Akson ini dapat tumbuh baik sampai ke ujungnya di organ akhir bila dalam pertumbuhannya menemukan selubung meilin yang utuh. Dalam selubung inilah akson tumbuh ke distal. Bila dalam pertumbuhnya akson tidak menemukan selubung yang kosong, pertumbuhannya tidak maju, dan akan membentuk tumor atau gumpalan yang terdiri atas akson yang tergulung. Ini di sebut neuroma. Tentu saja tidak semua akson akan menemukan selubung mielin yang masih kosong dan sesuai, terutama kalau saraf tersebut merupakan campuran sensoris dan motoris. Jika selubung mielin sudah di masuki akson yang salah, akson yang benar tidak mungkin menemukan selubung lagi. Mengingat syarat tumbuhnya akson ini, lesi tekan dengan kerangka yang relatif lebih utuh memberikan prognosis lebih baik dari pada lesi tarik yang merusak commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembuluh darah nutrisi. Memulai bedah mikro, ujung setiap fasikulus yang terputus dipertemukan, kemudian saraf yang terputus
itu
disambung dengan
menjahit
epi-
dan
perineuriumnya. Upaya ini memberikan hasil yang lebih baik. Bila jaringan saraf mengalami trauma, sel saraf yang rusak tidak akan pulih karena sel saraf tidak bermitosis sehingga tidak memiliki daya regenerasi. Tempat sel yang rusak akan digantikan oleh jaringan ikat khusus yang terdiri atas sel glia membentuk jaringan yang disebut gliosis. Proses penyembuhan luka pada pembuluh darah bergantung pada besarnya luka, derasnya arus darah yang keluar, dan kemampuan tamponade jaringan sekitarnya. Pada pembuluh yang luka, serat elastis pada dinding pembuluh akan mengerut dan otot polosnya berkontraksi. Bila kerutan ini kuat dari pada arus darah yang keluar, luka akan menutup dan pendarahan berhenti. Bila sempat terbentuk
gumpalan
darah
yang
menyumbat
luka,
permukaan dalam gumpalan perlahan-lahan akan dilapisi endotel dan mengalami organisasi menjadi jaringan ikat. Bila hematom sangat besar karena arus darah yang keluar kuat, bagian tengah akan tetap cair karena turbulensi arus, commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sedangkan dinding dalamnya perlahan-lahan akan dilapisi endotel sehingga terjadi aneurisma palsu. Bila pembuluh sampai putus, ujung potongan akan mengalami retraksi dan kontraksi akibat adanya serat elastis dan otot dinding (Sjamsulhidajat, 2010). f) Faktor yang Memicu dan Menghambat Penyembuhan Luka Faktor yang memicu penyembuhan luka meliputi suplai darah yang baik ke daerah cedera, usia muda (anakanak sembuh lebih cepat), nutrisi yang baik (protein, vitamin C, dan seng yang adekuat), pendekatan tepi luka yang baik, dan fungsi leukosit serta respon peradangan yang normal. Penyembuhan luka dapat terganggu atau lambat jika ada pemberian kortikosteroid atau adanya benda asing, jaringan nekrotik atau infeksi pada luka. Hal ini merupakan alasan sering dilakukannya insisi dan drainase abses atau debridemen luka untuk mempercepat penyembuhan (Price and Wilson, 2006). g) Komplikasi Penyembuhan Luka Komplikasi penyembuhan luka meliputi proud flesh (jaringan parut yang menonjol di atas permukaan luka, pembentukan keloid (jaringan parut yang meluas melebihi batas luka asli), kontraktur luka yang luas commit to user
yang
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengganggu mobilitas jika terdapat di atas sebuah sendi, dan
stenosis
atau
konstriksi
yang
menyebabkan
terbentuknya parut di sekeliling struktur tubular seperti tuba fallopi atau ureter. Pita fibrosa (menyerupai jaring laba-laba) dapat membentuk permukaan serosa (adhesi) di dalam rongga peritonium jika eksudat tidak dibersihkan secara benar dan dapat mengakibatkan obstruksi usus. Serat-serat saraf perifer yang beregenerasi dan terperangkap dalam jaringan parut setelah amputasi anggota gerak disebut neuroma traumatik. Dehiscence adalah terpisahnya hingga terbuka suatu luka pembedahan. Eviserasi adalah pecahnya hingga terbuka luka pada abdomen disertai keluarnya usus dan merupakan keadaan gawat darurat yang serius. Akhirnya, tekanan intraabdominal yang berlebih dapat menyebabkan timbulnya hernia insisional jaringan parut yang membonjol pada dinding abdomen (Price and Wilson, 2006). 6. Pengaruh
Model
Pembelajaran
Kooperatif
Tipe
Jigsaw
dan
Kemampuan Metakognitif terhadap Hasil Belajar Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, mahasiswa dituntut aktif belajar baik secara mandiri maupun secara berkelompok. Mahasiswa dituntut untuk menguasai materi tertentu dan commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengajarkannya kepada teman dalam satu kelompok. Dalam model pembelajaran ini mahasiswa juga berdiskusi satu sama lain dalam kelompok kecil sehingga diharapkan mahasiswa yang kurang menguasai materi atau pasif dapat terfasilitasi untuk mengejar ketertinggalannya tanpa merasa malu. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa untuk aktif dan dapat menerapkan model pembelajaran ini dengan baik adalah kemampuan metakognitif, dimana mahasiswa mengetahui benar tujuan belajar yang harus dicapai, strategi belajar yang dapat digunakan untuk mencapainya, memonitor, dan mengevaluasi proses pembelaran dirinya sendiri. Dengan adanya interaksi yang positif pada model pembelajaran kooperatif
tipe
jigsaw
inilah
diharapkan
penerapannya
akan
berkontribusi terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa yang bersangkutan.
B. Penelitian yang Relevan Penelitian sejenis yang pernah dilakukan peneliti lain sebelumnya antara lain sebagai berikut: 1. Abdullah Sahin (2010) dalam penelitian Effects of jigsaw II technique on academic achievement and attitudes to written expression course. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas metode jigsaw dan TCL terhadap prestasi akademi dan sikap dalam commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keterampilan menulis bahasa Turki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap dan prestasi akademi kelompok jigsaw lebih baik dibandingkan dengan metode TCL. 2. Antonio Valle (2008) meneliti Self-regulated profiles and academic achievement. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil selfregulated learning dan pengaruhnya terhadap prestasi akademik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang positif antara SRL dengan prestasi akademi. 3. Abu Syafik (2006) meneliti Pengaruh Model Jigsaw Terhadap Prestasi Geometri Ditinjau Dari Motivasi Belajar Siswa. Dari hasil penelitian disimpulkan (1) 1`terdapat pengaruh yang signifikan antara penggunaan model Jigsaw terhadap prestasi geometri Fhitung = 13,911 > Ftabel = 3,84, P < 0,05; (2) terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi belajar terhadap prestasi geometri Fhit = 167,14 > Ftabel = 3,00, P < 0,05; (3) tidak terdapat pengaruh interaksi yang signifikan antara model Jigsaw dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar geometri, Fhitung = 1, 123 < Ftabel= 3,00, P > 0,05. 4. Arin
Nurhayati
(2010)
meneliti
tentang
Penggunaan
Model
Pembelajaran Jigsaw dan Snowballing Ditinjau dari Motivasi Belajar dan
Kemampuan Memori Siswa (Studi Kasus Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Manusia pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri I Baki Sukoharjo Tahun Ajaran 2009/2010). Hasil penelitian menunjukkan 1) model pembelajaran kooperatif berpengaruh terhadap prestasi belajar commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
IPA, model pembelajaran Jigsaw lebih efektif dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif Snowballing; 2) motivasi belajar siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar IPA, siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan menghasilkan prestasi belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan siswa yang memiliki motivasi belajar rendah; 3) terdapat pengaruh kemampuan memori terhadap prestasi belajar IPA; 4) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif yang digunakan dengan motivasi belajar siswa; 5. terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan kemampuan memori terhadap prestasi belajar IPA; 6. tidak terdapat interaksi antara motivasi belajar dengan kemampuan memori terhadap prestasi belajar IPA; 7. tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran kooperatif dengan motivasi belajar dan kemampuan memori terhadap prestasi belajar IPA. 5. Penelitian tentang Pengaruh Model Kooperatif Teknik Jigsaw II Terhadap
Kemampuan
Membaca
Ditinjau
Dari
Sikap
(Studi
Pengelolaan Pembelajaran Bahasa Inggris Pada Siswa Kelas Xi Di SMA Negeri I Tegallalang Gianyar), oleh I Nyoman Arinata (2011) menunjukkan bahwa: 1) Terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan
membaca
bahasa
Inggris
siswa
yang
mengikuti
pembelajaran koperatif teknik Jigsaw II dengan kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dengan F
hitung
= 37,442> Ftabel = 3,96, harga ini signifikan pada taraf
5%. Kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran dengan pembelajaran koperatif teknik Jigsaw II lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. 2) Terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran koperatif teknik Jigsaw II dengan kemampuan membaca bahasa
Inggris siswa
yang mengikuti pembelajaran
konvensional setelah diadakan pengendalian sikap, dengan Fhitung = 37,492> Ftabel = 3,96, harga ini signifikan pada taraf 5%. Kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran koperatif teknik Jigsaw II lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan membaca bahasa
Inggris siswa
yang mengikuti pembelajaran
konvensional setelah diadakan pengendalian sikap. 3) Kontribusi sikap terhadap kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran koperatif teknik Jigsaw II sebesar 26 %, sedangkan kontribusi sikap terhadap kemampuan membaca bahasa Inggris siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional adalah 25,4 %.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
83 digilib.uns.ac.id
C. Kerangka Berfikir Pembelajaran merupakan sebuah sistem, terdiri dari input yang salah satu unsurnya adalah mahasiswa; proses yang salah satu komponen pentingnya adalah proses pembelajaran dengan menggunakan berbagai model pembelajaran; dan output yang salah satu unsur terpentingnya adalah hasil belajar mahasiswa. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, diharapkan hasil belajar mahasiswa akan lebih memuaskan. Pada model pembelajaran ini siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama. Dalam pembelajaran kooperatif siswa pandai mengajar siswa yang kurang pandai tanpa merasa dirugikan. Siswa yang kurang pandai dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang mambantu dan memotivasinya. Siswa yang sebelumnya terbiasa bersikap pasif setelah menggunakan pembelajaran kooperatif akan terpaksa berpartisipasi secara aktif agar bisa diterima oleh anggota kelompoknya. Model pembelajaran ini secara sadar menciptakan interaksi yang saling asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki mahasiswa untuk mencapai hasil belajar yang memuaskan adalah kemampuan metakognitif. Mahasiswa yang mempunyai kemampuan metakognitif tinggi akan mencapai hasil belajar yang lebih memuaskan dibandingkan yang mempunyai kemampuan metakognitif rendah karena dengan kemampuan commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metakognitif yang tinggi, mahasiswa mengetahui benar tujuan belajar yang harus dicapai, strategi belajar yang dapat digunakan untuk mencapainya, memonitor, dan mengevaluasi proses pembelaran dirinya sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat kerangka berfikir berikut:
Metode Pembelajaran:
Hasil belajar tentang
-
Jigsaw
Inflamasi dan
-
Ceramah
Penyembuhan Luka
Kemampuan Metakognitif -
Tinggi
-
Rendah
Gambar 1. Skema Kerangka Berfikir
commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Hipotesis Hipotesis yang dapat disampaikan berdasarkan pemikiran tersebut di atas adalah: 1. Ada perbedaan pengaruh metode jigsaw dan ceramah terhadap hasil belajar tentang inflamasi dan penyembuhan luka. 2. Ada perbedaan pengaruh kemampuan metakognitif tinggi dan rendah terhadap hasil belajar tentang inflamasi dan penyembuhan luka. 3. Ada perbedaan pengaruh interaksi antara metode jigsaw dan ceramah serta kemampuan metakognitif tinggi dan rendah terhadap hasil belajar tentang inflamasi dan penyembuhan luka.
commit to user