6
BAB II TINJAUAN PUSATAKA A. PROSEDUR Menurut Mulyadi (2001:5) prosedur adalah suatu urutan kegiatan klerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan yang terjadi berulang-ulang. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : 1. Prosedur berdasarkan fakta-fakta yang cukup mengenai situasi tertentu, tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan. 2. Suatu prosedur harus memiliki stabilitas, akan tetapi masih memiliki flaksibilitas. Stabilitas adalah ketentuan arah tertentu dengan perubahan yang dilakukan hanya apabila terjadi perubahan-perubahan penting dalam fakta-fakta yang mempengaruhi pelaksanaan prosedur. Sedangkan fleksibilitas digunakan untuk mengatasi suatu keadaan darurat dan penyesuaian kepada suatu kondisi tertentu. Jadi dapat disimpulkan bahwa prosedur adalah suatu urutan kegiatan yang telah menjadi pola tetap melaksanakan kegiatan yang melibatkan beberapa orang dalam suatu departemen atau lebih yang didasarkan pada fakta.
7
B. PAJAK 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak secara umum dapat didefinisikan sebagai pungutan atau iuran yang dilakukan pemerintah kepada masyarakat berdasarkan undang-undang yang hasilnya akan digunakan untuk pembiayaan pengeluaran pemerintah dalam kegiatan program kerjanya. Sedangkan pengertian pajak menurut pasal 1 Undang-undang No. 28 tahun 2007 mengenai ketentuan umum serta tata cara perpajakan, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh orang atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dimana dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya dalam kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Prof. Dr. Rachmat Soemitro, SH., pajak adalah iuran atau pungutan masyarakat kepada kas negara berlandaskan Undangundang dengan tidak memperoleh jasa timbal secara langsung yang bisa diperuntukkan dan dipakai untuk membayar pengeluaran umum negara. Pengertian pajak menurut Prof. Dr. P. J. A. Adriani adalah Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum
menyelenggarakan pemerintahan.
berhubung
tugas
negara
untuk
8
Dari beberapa pengertian pajak tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki beberapa unsur seperti : a. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-undang b. Sifatnya dapat dipaksakan, jika terdapat pelanggaran akan dikenakan sanksi c. Tidak adanya kontra prestasi langsung d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik pusat maupun negara e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin pemerintah untuk kepentingan umum 2. Fungsi Pajak
Fungsi budgedtair (sumber penerimaan) pajak adalah sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya
Fungsi regulered (mengatur) yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi
3. Pengelompokan Pajak 1) Menurut golongan :
Pajak
langsung
yaitu
pajak
yang
pembebanannya
tidak
dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan.
Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
9
2) Menurut sifat :
Pajak subjektif, yaitu pajak berdasarkan pada pada subjeknya dalam arti memperhatikan keadaan Wajib Pajak.
Pajak objektif, yaitu pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
3) Menurut lembaga pemungut :
Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
4. Sistem Pemungutan Pajak 1. Official Assesment System, sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. 2. Self Assesment System, sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak
untuk
menghitung,
memperhitungkan,
membayar,
dan
melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. 3. With Holding System, sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
10
C. PAJAK DAERAH 1. Pengertian Pajak Daerah Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang dimaksud dengan Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan menurut Davey (1988:39-40) terdapat beberapa pengertian tentang pajak daerah, yaitu antara lain : 1. Pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dengan pengaturan dari daerah sendiri 2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tetapi penetapan tarifnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah 3. Pajak yang ditetapkan dan dipungut oleh Pemerintah Daerah 4. Pajak yang dipungut dan di administrasikan oleh Pemerintah Pusat tetapi hasilnya diberikan kepada, dibagikan, atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemerintah Daerah 2. Jenis Pajak Daerah Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 Menurut pasal 2 Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka pajak dipungut oleh : 1.
Provinsi di mana jenis pajak terdiri dari :
11
a) Pajak Kendaraan Bermotor b) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d) Pajak Air Permukaan, dan e) Pajak Rokok 2.
Kabupaten/Kota di mana jenis pajak terdiri dari : a) Pajak Hotel b) Pajak Restoran c) Pajak Hiburan d) Pajak Reklame e) Pajak Penerangan Jalan f) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan g) Pajak Parkir h) Pajak Air Tanah i) Pajak Sarang Burung Walet j) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan k) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
3.
Daerah dilarang memungut pajak selain jenis pajak yang sudah ditentukan di atas.
4.
Jenis pajak dapat tidak dipungut apabila potensinya kurang memadai dan/atau disesuaikan dengan kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
12
5. Khusus untuk daerah yang setingkat dengan daerah provinsi, tetapi tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom, seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, jenis pajak yang dapat dipungut merupakan gabungan dari pajak untuk daerah provinsi dan pajak untuk daerah kabupaten/kota. 3. Sistem Pemungutan Pajak Daerah Terdapat beberapa sistem pemungutan pajak daerah yang berlaku, yaitu : 1. Pemungutan dengan Sistem Surat Ketetapan (SKP) Dengan sistem ini setiap wajib pajak ditetapkan untuk menentukan saat terutang pajak dan berkewajiban membayar pajak yang terutang untuk masa pajak tertentu, di samping berkewajiban untuk mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dan ditetapkan secara benar menurut undang-undang. Sistem ini merupakan sistem konvensional, dalam pajak pusat diistilahkan dengan official assessment system. Dalam udang-undang pajak baru, sistem ini dikenal juga dengan compulsory compliance. 2. Pemungutan dengan Sistem Setor Tunai Sistem ini sama dengan istilah yang berlaku pada pajak pusat, yaitu self assessment system di mana wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menetapkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang ke kas negara atau kas daerah bagi pajak daerah. Sistem setor tunai ini juga memberikan kesempatan pada wajib pajak untuk memperbaiki diri dengan membetulkan atau menambah
13
kekurangan-kekurangan dalam jangka waktu yang ditentukan dengan formulir yang disediakan. 3. Pemungutan dengan Sistem Pembayaran di Muka Sistem pembayaran di muka dapat dibedakan menjadi dua sistem yakni pembayaran di muka sebagai ketetapan definitif dan pembayaran di muka sebagai pungutan pendahuluan. Contoh pembayaran di muka adalah terhadap pajak hiburan yang menggunakan tanda masuk seperti bioskop maupun tempat-tempat hiburan yang menggunakan tanda masuk. 4. Pemungutan dengan Sistem Pengaitan Sistem pengaitan adalah pungutan pajak daerah dikaitkan pada suatu pelaksanaaan atau kepentingan wajib pajak. Terdapat dua model sistem, yaitu : a) Sistem pengaitan murni di mana pungutan pajak murni mengait pada pelayanan, dalam pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan jenis pungutan yang ditumpangi. Contohnya pada pelaksanaan pajak penerangan jalan, di mana penetapan dan penagihan menyatu dengan pungutan tagihan rekening listrik. b) Pengaitan pada beberapa jenis pungutan yang dilaksanakan secara bersama-sama dalam satu atap (one roof operation). Contohnya pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik
Nama
Kendaraan
Bermotor
yang
berkait
dengan
perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor yang
14
dilaksanakan pada kantor bersama SAMSAT (Sistem Administrasi Manunggal di bawah satu atap). 5. Pemungutan dengan Sistem Benda Berharga Sistem pemungutan ini umumnya digunakan untuk memungut retribusi daerah, seperti retribusi parkir. Yang dimaksud dengan benda berharga adalah alat atau sarana pembayaran yang digunakan untuk memenuhi kewajiban, yang sekaligus merupakan tanda pembayaran. Benda berharga tersebut dapat berupa karcis, kupon, materai, formulir, berharga dan tanda lain yang ditetapkan oleh kepala daerah melalui Dinas Pendapatan Daerah. 6. Pemungutan dengan Sistem Kartu Seperti halnya pemungutan dengan sistem benda berharga, sistem kartu juga memiliki alat yang digunakan sebagai pembayaran, yang dalam pelaksanaannya ada kartu sebagai tanda terima (memiliki nilai uang) dan kartu sebagai tempat membayar. Contohnya adalah dalam pelaksanaan pungutan pajak Radio pada tahun 1980-an, di mana wajib pajak menggunakan kartu pajak radio sebagai sarana untuk melakukan pembayaran. Seperti halnya pada sistem benda berharga, kartu-kartu sebagai alat/tempat pembayaran sebelum digunakan harus mendapat legalitas dari Dinas Pendapatan Daerah, dalam kedudukannya sebagai koordinator sumber pendapatan daerah.
15
4. Tatacara Pemungutan Pajak Daerah Pedoman tatacara pemungutan pajak daerah diatur dalam Keputusan Menteri No. 170 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 43 tahun 1999 tentang Sistem dan prosedur Administrasi Pajak Daerah. Kegiatan pendaftaran dan pendataan untuk wajib pajak baru dengan cara penetapan kepala daerah, terdiri dari : 1)
Pendaftaran
2)
Pendataan
3)
Formulir/kartu dan daftar Dalam pelaksanaannya, pemungutan pajak daerah tidak dapat
diborongkan, artinya seluruh proses kegiatan pemungutan pajak tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Walaupun kegiatan tersebut dimungkinkan adanya kerjasama dengan pihak ketiga dalam proses pemungutan pajak, antara lain pencetakan formulir perpajakan, pengiriman surat-surat kepada wajib pajak atau penghimpunan data objek dan subjek pajak. Kegiatan yang tidak dapat dikerjakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan
perhitungan
besarnya
pajak
yang
terutang
pengawasan
penyetoran pajak dan penagihan pajak. D. PAJAK BUMI DAN BANGUNAN Pajak Bumi dan Bangunan pada awalnya merupakan pajak pusat yang alokasi penerimaannya dialokasikan ke daerah-daerah dengan proporsi tertentu, namun demikian dalam perkembangannya berdasarkan Undangundang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pajak
16
ini khususnya sektor perkotaan dan pedesaan menjadi sepenuhnya pajak daerah. Pengenaan PBB terhadap objek pajak berupa tanah dan/atau bangunan yang didasarkan azas kenikmatan dan manfaat, dan dibayar setiap tahun. Pengenaan PBB didasarkan pada Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undangundang No. 12 tahun 1994. Namun demikian dalam perkembangannya PBB sektor pedesaan dan perkotaan menjadi pajak daerah yang diatur dalam Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 77 sampai dengan pasal 84 mulai tahun 2010. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Bumi dalam pengertian ini adalah permukaan bumi serta tubuh bumi yang ada di bawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan. Permukaan bumi dimaksudkan berupa tanah yang digunakan untuk perumahan, industri, lahan pertanian, lahan perkebunan, perhutanan dan pertambangan. Sedangkan pengertian perairan dimasudkan sebagai perairan pedalaman dan perairan luar. Tubuh bumi yang ada di bawahnya diartikan sebagai tubuh bumi yang berada di bawah daratan dan pada dasar laut yang semua itu merupakan objek Pajak Bumi dan Bangunan. Bangunan dalam pengertian ini adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. Karena itu jalan raya, jembatan, gedung-gedung, pabrik dan sebagainya yang
17
dilekatkan secara tetap dan utuh pada tanah dan/atau perairan menjadi objek Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan (Rahman, 2011:41). 2. Asas Pajak Bumi dan Bangunan a. Sederhana, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan suatu reformasi dalam bidang perpajakan. Beberapa jenis pungutan atau pajak yang dikenakan terhadap tanah telah dicabut. Berdasarkan Undang-undang No. 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang merupakan penyederhanaan dari bermacam jenis atau pungutan pajak yang pernah diberlakukan di Indonesia. b. Adil, dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang dimaksudkan lebih kepada objeknya. Dari objek pajak terbesar hingga terkecil akan dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan kemampuan wajib pajak. c. Kepastian dalam Hukum, dengan diundangkannya Pajak Bumi dan Bangunan melalui Undang-undang No. 12 tahun 1985 dan didukung oleh Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan dan Keputusan Dirjen Pajak, terlihat bahwa Pajak Bumi dan Bangunan mempunyai kekuatan dan kepastian hukum yang merupakan pedoman bagi masyarakat.
18
d. Gotong royong, asas ini tercermin pada semangat keikutsertaan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan Undang-undang Pajak Bumi dan Bangunan. Dari yang mempunyai kemampuan membayar terbesar hingga terkecil bersama-sama bergotong-royong untuk membiayai pembangunan. 3. Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tata cara pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan antara lain : a. Wajib pajak dapat membayar PBB pada tempat pembayaran yang telah disediakan. Namun, wajib pajak dapat membayar pada petugas pemungut dengan catatan tempat tinggal wajib pajak jauh atau sulit sarana dan prasarana dari tempat pembayaran yang ditunjuk. Lalu petugas pemugut menyetorkan ke Bank/Kantor Pos dan Giro tempat pembayaran. b. Kemudian wajib pajak menerima TTS (Tanda Terima Sementara) sebagai tanda bukti sementara dan STTS (Surat Tanda Bukti Setor) sebagai tanda bukti pembayaran PBB yang sah dari tempat pembayaran melalui petugas pemungut sebagai pengganti TTS. 4. Objek Pajak PBB Pedesaan dan Perkotaan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangkan.
19
Objek pajak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan adalah objek pajak yang : a. Digunakan oleh pemerintah dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan. b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu. d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. e. Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. f. Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. 5. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan Subyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi dan/atau memperoleh manfaat atas bumi dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh atas bangunan.
20
6.
Tarif PBB Perdesaan dan Perkotaan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Besaran pokok Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak, setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP).
7.
Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) Pendataan PBB Perdesaan dan Perkotaan dilakukan dengan menggunakan SPOP. SPOP harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditanda-tangani dan disampaikan kepada kepala daerah yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja setelah tanggal diterimanya SPOP oleh subjek pajak. Berdasarkan SPOP, kepala daerah menerbitkan SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang). Kepala daerah dapat mengeluarkan SKPD dalam hal-hal sebagai berikut : 1.
SPOP tidak disampaikan dan setelah wajib pajak ditegur secara tertulis oleh kepala daerah sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
2.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
8.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
21
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) dapat diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang diterima oleh subjek pajak atau berdasarkan data yang ada di kantor pajak. Subjek pajak yang diberikan SPOP atau yang diwajibkan mengambil SPOP adalah subjek pajak yang data objek pajaknya telah berubah atau objek pajaknya belum pernah terdaftar. Bagi subjek pajak yang objek pajaknya telah terdaftar di kantor pajak, dapat langsung menerima SPPT karena datanya sudah ada pada kantor pajak yang bersangkutan. 9.
Surat Ketetapan Pajak (SKP) Dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh Pemda dapat menyangkut atas dua hal : a.
Apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak disampaikan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterima oleh wajib pajak dan setelah ditegur secara tertulis ternyata tidak juga menyampaikan sebagaimana yang telah ditentukan dalam surat teguran tersebut.
b.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.