BAB II TINJAUAN PONDOK BUDAYA
2.1. Pondok Budaya Jawa 2.2.1. Pengertian Pondok Budaya Pondok menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti sebagai bangunan untuk tempat sementara (seperti yang didirikan di ladang, hutan dsb). Sedangkan makna Budaya menurut KBBI adalah pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradap, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah. Dalam disiplin ilmu antropologi budaya, kebudayaan, dan budaya itu diartikan sama (Koentjaraningrat, 1990, 195). Namun dalam Ilmu Budaya Dasar (IBD) antar budaya dan kebudayaan dibedakan maknanya yakni secara sederhana pengertian kebudayaan dan budaya mengacu pada pengertian sebagai berikut 5 : 1.
Kebudayaan dalam arti luas, adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Istilah kebudayaan digunakan untuk menunjuk dan menekankan hasil karya fisik manusia, sekalipun hasil dan karya fisik manusia ini sebenarnya tidak lepas dari pola berpikir (gagasan) dan pola perilaku atau (tindakan) manusianya.
2.
Kebudayaan dalam arti sempit dapat disebut dengan istilah budaya atau sering disebut kultur yang mengandung pengertian keseluruhan sistem gagasan dan tindakan. Pengertian budaya atau kultur dimaksudkan untuk menyebut nilai- nilai yang digunakan oleh sekelompok orang dalam berpikir dan bertindak.
5
Dr. Ir. P. Wiryono. SJ, 1996, Pemahaman Kontekstual Tentang Budaya Dasar, Yogyakarta, Penerbit Kanisius,
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
13
Seperti halnya dengan kebudayaan, budaya sebagai suatu sistem juga merupakan hasil kajian yang berulang- ulang tentang suatu permasalahan yang dihadapi manusia.
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut: a.
Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki
4 unsur pokok yaitu: 1. Alat- alat teknologi 2. Sistem ekonomi 3. Keluarga 4. Kekuasaan politik
b.
Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok
yang meliputi: 1. Sistem norma sosial yang memunggkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya. 2. Organisasi ekonomi 3. Alat- alat dan lembaga- lembaga atau petugas- petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama). 4. Organisasi kekuatan (politik). c.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: yakni gagasan, aktifitas, dan artefak. 1. Gagasan (wujud ideal) Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide- ide, gagasan, nilai- nilai, normanorma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba dan disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala- kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
14
mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu barada dalam karangan dan bukubuku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut. 2. Aktivitas (Tindakan) Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. sistem sosial ini terdirii dari aktivitas- aktivitas manusia yang salingg berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola- pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam keidupan sehari- hari, dan dapat diamati dan disokumentasikan. 3. Artefak (karya) Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda- benda atau hal- hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Budaya nasional Indonesia sulit untuk didefinisikan ke dalam satu jenis, karena pada dasarnya Negara Indonesia memiliki banyak keberagaman dalam suku, sehingga memiliki beragam jenis budaya khas daerah. Setiap daerah memiliki identitas budayanya masing- masing. Hal ini lebih mengarahkan kepada Budaya Tradisional Indonesia. Budaya tradisional Indonesia memiliki keunikan masing- masing yang dapat dilihat langsung wujud kebudayaan itu sendiri.
Berikut adalah elemen Budaya Tradisional Indonesia secara umum: 1. Tarian
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
15
2. Ritual 3. Ornamen 4. Motif kain 5. Alat musik 6. Cerita Rakyat 7. Musik dan Lagu 8. Data Makanan 9. Seni Pertunjukan 10. Produk Arsitektur 11. Pakaian Tradisional 12. Permainan Tradisional 13. Senjata dan Alat Perang 14. Naskah Kuno dan Prasasti 15. Tata Cara Pengobatan dan Pemeliharaan Kesehatan
2.2.2 Perkembangan Pondok Budaya di Yogyakarta Di Indonesia dapat ditemukan berbagai Pondok, terutama dalam bidang keagamaan yakni Pondok Pesantren yang tersebar di seluruh pelosok negeri. Sedangkan bangunan sejenis Pondok yang bergerak di bidang kebudayaan di Yogyakarta terdapat 2 yakni Padepokan Seni Bagong Kussudiardja di Bantul, dan Rumah Budaya Tembi. Keduanya memiliki kegiatan di bidang seni pertunjukan musik, tari, dan teater. Selain dari Yogyakarta adapula Padepokan Kalang Kemuning, Padepokan ini merupakan sanggar tari Jaipong di Lembang, Jawa Barat. Ada juga Padepokan Nasional Pencak Silat Indonesia (PnPSI) yang berskala nasional dan internasional yang berlokasi di Kompleks Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Selain beberapa contoh di atas, masih banyak Pondok maupun padepokan lain yyang tersebar di wilayah Indonesia, baik di bidang seni, bela diri, maupun keagamaan.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
16
2.2. Yogyakarta 2.2.1. Tinjauan Umum Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah
Istimewa
Yogyakarta
menempati
posisi
7°33′-
8°12′ Lintang Selatan dan 110°0′-110°50′ Bujur Timur dengan luas 3.185,81 km2 yang berarti 0,17% dari luas Indonesia. Wilayah tersebut dibagi menjadi satu kodya dan empat kabupaten. Daerah Istimewa Yogyakarta di bagian selatan dibatasi Lautan Indonesia, sedangkan di bagian timur laut, tenggara, barat, dan barat laut dibatasi oleh wilayah Provinsi Jawa Tengah yang meliputi:
•
Batas bagian Timur Laut
: Kabupaten Klaten
•
Batas bagian Tenggara
: Kabupaten Wonogiri
•
Batas bagian Barat
: Kabupaten Purworejo
•
Batas bagian Barat Laut
: Kabupaten Magelang
Gambar 2.1. Peta Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: http://www.badilag.net/data/petabadilag/Yogyakarta.html Tanggal: 12 Oktober 2014
Ketinggian rata-rata DIY berkisar 113 meter dari permukaan laut dengan permukaan tanah relatif datar, walaupun kondisi topografi kota memiliki kemiringan 1% ke arah selatan. Bagian utara kota paling tinggi pada posisi 129 meter di atas permukaan laut, sedangkan bagian selatan terletak 95 meter di atas permukaan laut.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
17
Sebagian besar wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada ketinggian antara 100 m – 499 m dari permukaan laut tercatat sebesar 65,65 persen, ketinggian kurang dari 100 m sebesar 28,84 persen, ketinggian antara 500 m – 999 m sebesar 5,04 persen dan ketinggian di atas 1000 m sebesar 0,47 persen. Daerah Istimewa Yogyakarta beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Stasiun Meteorologi Bandara Adisucipto, suhu udara rata-rata di Yogyakarta tahun 2008 menunjukkan angka 26,11 ºC lebih rendah dibandingkan rata-rata suhu udara pada tahun 2007 yang tercatat sebesar 27,35 ºC, dengan suhu minimum 16,6 ºC dan suhu maksimum 34,8 ºC. Curah hujan berkisar antara 0 mm – 346,2 mm dengan hari hujan per bulan antara 0,0 kali – 25,0 kali. Sedangkan kelembaban udara tercatat antara 28 persen – 97 persen, tekanan udara antara 1.005,3 mb - 1.014,2 mb, dengan arah angin antara 60 derajat - 240 derajat dan kecepatan angin antara 0,0 knot sampai dengan 5,4 knot. Kepadatan penduduk DIY mencapai 3.468.502 jiwa. Dengan persentase jumlah penduduk laki-laki 50,19 persen dan penduduk perempuan 49,81 persen. Menurut daerah, persentase penduduk kota mencapai 64,37 persen dan penduduk desa mencapai 35,70 persen (Susenas Juli 2008). Propinsi DIY terbagi menjadi lima Daerah Tingkat II, 78 kecamatan, 438 kelurahan/desa. Daerah Tingkat II DIY terdiri dari 1 Kotamadya dan 4 Kabupaten, antara lain:
•
Kotamadya Yogyakarta, dengan luas 32,50 km² (1,03 %)
•
Kab. Gunungkidul, dengan luas 1.485,36 km² (46,62 %)
•
Kab. Sleman, dengan luas 574,82 km² (18,04 %)
•
Kab. Kulonprogo, dengan luas 586,28 km² (18,40 %)
•
Kab. Bantul, dengan luas 506,85 km² (15,91 %)
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
18
Berdasarkan Simposium Perencanaan Kota Yogyakarta, tanggal 15-17 Maret 1979 hal.34, dinyatakan bahwa predikat kota Yogyakarta secara nyata adalah:
•
Sebagai Kota Pendidikan. Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota pelajar memiliki sarana pendidikan yang berkualitas baik. Jumlah perguruan tinggi terus bertambah, dari data terakhir diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi ada 129 perguruan tinggi (Panduan Industri, Jasa,
Pariwisata dan Perdagangan DIY, PSI-UGM, 1995), belum termasuk sarana pendidikan non formal lainnya.
•
Sebagai Kota Budaya dan Pariwisata. Yogyakarta juga dikenal memiliki potensi budaya dan seni yang besar. Potensi budaya dapat dilihat melalui peninggalanpeninggalan sejarah budaya yang masih terawat dengan baik dan adat istiadat serta tradisi kemasyarakatan masih terasa sekali dalam pola kehidupan sosial masyarakatnya. Yogyakarta sebagai daerah tujuan wisata, secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perkembangan kota, kehidupan sosial dan dinamikanya, sehingga mempunyai tingkat perkembangan yang pesat. DIY mempunyai beragam potensi budaya, baik budaya yyang bersifat tangible (fisik) maupun yang bersifat intangible (nonfisik). Potensi budaya yang tangible antara lain kawasan cagar budaya dan benda cagar budaya daan benda cagar budaya sedangkan potensi budaya yang intangible seperti gagasan, system nilai atau norma, karya seni, sistem sosial atau perilaku sosial yang ada dalam kawasan masyarakat.
DIY memiliki tidak kurang dari 515 Bangunan Cagar Budaya yang tersebar di 13 Kawasan Cagar Budaya. Keberadaan aset- aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau tersebut, dengan
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
19
Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama daam berseni budaya dan beraadat tradisi. DIY juga memiliki fasilitas museum diantaranya adalah Museum Ulen Sentalu dan Museum Sonobudoyo yang diproyeksikan menjadi museum internasional.
2.2.2. Tinjauan Kabupaten Bantul Kabupaten bantul adalah kabuapaten di Provinsi DIY, Indonesia. Bagian selatan Kabupaten ini berupa pegunungan kapur, yakni ujung barat Pegunungan Sewu. Sungai besar yang mengalir diantaranya Kali progo (batas dengan Kabupaten Kulon Progo, Kali Opak, Kali Tepus, dan anak- anak sungai lainnya.
Gambar 2.2. Peta Kabupaten Bantul Sumber: kewilayahan.bantulkab.go.id Tanggal: 12 Oktober 2014
Adapun batas- batas wilayah Kabupaten Bantul yakni sebagai berikut:
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
20
-
Utara : Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
-
Selatan : Samudra Hindia
-
Timur : Kabupaten Gunung Kidul
-
Barat : Kabupaten Kulon Progo 2.2.2.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bantul Secara garis besar arah pengembangan dan pembangunan daerah mengacu pada RTRW Kabupaten Bantul yang terbagi menjadi
enam
Satuan
Wilayah
Pengembangan
(SWP).
Sedangkan peta Satuan Wilayah Pengembangaan adalah sebagai berikut: 1. SWP 1 : Kecamatan Sedayu, Pajangan dan sebagian Kecamatan Kasihan (Desa Bangunjiwo). - Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, agrobisnis, perdagangan, jasa serta pendidikan. - Bagian Selatan : sebagai kawasan industri, non polutan, perdagangan jasa dan permukiman. 2. SWP II : Kecamatan Kasihan, Banguntapan dan sebagian Kec. Pleret (Desa Pleret) - Kawasan aglomerasi - Menjadi
bagian
pengembangan
Kota
Yogyakarta:
permukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. 3. SWP III : Kecamatan Piyungan dan Sebagian Kec. Pleret (Desa Bawuran, Wonolelo dan Segoroyoso). - Bagian Utara : sebagai kawasan industri, perdagangan, jasa, pertanian dan permukiman. - Bagian Selatan : sebagai kawasan pertanian dan wisata budaya. 4. SWP IV : Kecamatan Srandakan, Sanden, dan Kretek - Bagian Utara : sebagai kawasan pertanian, lahan basah, agrobisnis dan permukiman.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
21
- Bagian selatan : sebagai kawasan alam, budaya dan perikanan. 5. SWP V : Kecamatan Bantul dan Sewon - Bagian Utara : sebagai pusat pemerintahan, perumahan, perdagangan dan jasa. - Bagian Selatan : Sebagai kawasan pertanian 6. SWP VI : Kecamatan Imogiri dan Dlingo Pembangunan diarahkan untuk kawasan pertanian. untuk mendukung program kecamatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, maka tiga kecamatan telah dijadikan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, yaitu kecamatan Piyungan, Pundong, dan Srandakan. Selain penataan wilayah seperti tersebut di atas, pembangunan di Kabupaten Bantul juga mengacu pada Perda No. 01 tahun 1994
tentang
Rencana
Umum
Tata
Ruang
Daerah
Kabupaten Bantul yang menunjukkan pemanfaatan ruang wilayah. Pembagian pemanfaatan ruang di Kabupaten Bantul secara garis besar dibedakan menjadi dua yakni: 1. Kawasan Lahan Basah Non Irigasi: a. Kawasan Lahan Basah Nonirigasi b. Kawasan Lahan Basah Irigasi c. Kawasan Pertanian Lahan Kering 2. Budidaya Non Pertanian, terdiri dari: a. Kawasan Industri b. Kawasan Perumahan baru c. Kawasan Perkotaan d. Kawasan Pariwisata
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
22
2.2.2.2. Sosial Budaya Kabupaten Bantul Kepadatan pendudukan geografis menunjukkan jumlah penduduk pada suatu daerah setiap kilometer persegi. Kepadatan penduduk geografis menunjukkan penyebaran penduduk dan tingkat kepadatan penduduk di suatu daerah. Data ini diperlukan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang ada di Bantul. Ini digunakan untuk memperkirakan jumlah mayarakat yang dapat menggunakan fasilitas Pendidikan Anak dalam bidang Kebudayaan Jawa. Tabel. 1.3. Kepadatan Penduduk Goegrafis Kabupaten Bantul No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Kecamatan
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk Srandakan 18.32 34.001 Sanden 23.16 37.580 Kretek 27.77 34.684 Pundong 23.68 35.612 Bambanglipuro 22.7 48.058 Pandak 24.3 54.836 Bantul 21.955 66.512 Jetis 24.47 55.883 Imogiri 54.49 63.977 Dlingo 55.87 41.674 Pleret 22.97 37.480 Piyungan 32.554 42.580 Banguntapan 28.48 96.528 Sewon 27.16 86.779 Kasihan 32.38 89.025 Pajangan 33.25 34.597 Sedayu 33.36 50.006 JUMLAH 506.85 909.812 Sumber: BPS Kabupaten Bantul, 2012
Kapadatan/ Km2 1.856 1.623 1.249 1.504 2.117 2.257 3.030 2.284 1.174 746 1.632 1.309 3.389 3.195 2.749 1.041 1.499 1.795
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
23
Berikut adalah grafik piramida penduduk Kabupaten Bantul pada Tahun 2012.
Gambar 2.3. Piramida Penduduk Kabupaten Bantul Sumber: BPS Kabupaten Bantul,2012
2.3. Studi Preseden Sejenis Pondok Budaya 2.3.1. Padepokan Seni Bagong Padepokan ini terletak di Dusun Kembaran, Tamantirto, Kasihan, Bantul. Luas bangunan ini kurang lebih 0,5 Hektar. Padepokan
Seni
Bagong
Kussudiardja
didirikan
oleh
seniman Bagong Kussudiardja pada 2 Oktober 1978 sebagai lembaga pendidikan kesenian non formal yang meliputi tari, karawitan, teater, ketoprak, musik dan lain sebagainya.
Gambar 2.4. Padepokan Seni Bagong Sumber: http://www.ybk.or.id/lokasi_in.php
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
24
Visi dari Padepokan Seni Bagong ini adalah menjadi rumah budaya terdepan dalam memberikan kontribusi yang memperkaya dunia seni di Indonesia, sebagai jembatan yang merekatkan seni dengan masyarakat. YBK memiliki ikhtiar untuk merangsang kegairahan
perkembangan
kebudayaan
dan
pengembangan
kreativitas masyarakat Indonesia, melalui peran aktif terhadap seni, komunitas seni, dan kebersamaan masyarakat dengan seni. Misi dari YBK (Yayasan Bagong Kussudiardja)
adalah
rumah budaya nirlaba di Yogyakarta yang mewujudkan seni pertunjukan sebagai media dialog dan pembelajaran untuk merangsang
kegairahan
kreativitas
komunitas
seni
dan
masyarakat. YBK mengolah proses-proses pembelajaran tentang seni dan menggunakan seni sebagai media, melalui presentasi karya seni pertunjukan, fasilitasi pengembangan daya kerja kreatif seniman (artisik dan non artistik), serta merencanakan dan membangun program yang meningkatkan penyertaan aktif masyarakat bersama dengan seni. Fasilitas yang ditawarkan di Padepokan Seni Bagong ini diantaranya adalah sebagai berikut. Tabel. 2.1. Tabel Ruang dan Dimensi Ruang pada Padepokan Seni Bagong NO. 1.
NAMA RUANG Ruang pertunjukan
DIMENSI
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Rumah singgah 217 m2 Galeri lukis 248 m2 Kantor yayasan 180 m2 Galeri gamelan 140 m2 Pendopo Dipenegoro 266 m2 Ruang sekretariat dan arsip 150 m2 Pendopo Ratu kidul 182 m2 2 gudang (simpan peralatan) 172 m2 Sumber: Analisis Penulis, 2014
180 m2
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
25
Dari data diatas dapat dapat dapat dilihat bahwa di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja memiliki memiliki fasilitas utama yakni ruang
pertunjukan, galeri seni, pendopo pertunjukan, dan rumah penginapan. Namun ditinjau dari kapasitas ruangnya Padepokan ini lebih bergerak di dibidang edukasi yakni berupa pelatihan Tari, Musik, dan teater, sedangkan fasilitas penginapan kurang diperhatikan hal ini dapat disebabkan disebabkan karena kurangnya fasilitas menginap yang berupa kamar peristirahatan. Berbeda dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja, rumah Budaya Tembi memiliki fasilitas yang lebih kompleks untuk mewadahi kebutuhan fungsi rekreasi dan edukasi. Berikut
adalah gambaran blokplan kompleks bangunan Rumah Budaya Tembi:
Gambar 2.5. Pembagian Ruang Padepokan Seni Bagong Digambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
26
2.3.2. Rumah Budaya Tembi Rumah Budaya Tembi terletak di Jalan Parangtritis Km. 8,4 Desa Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta. Luas seluruh Site adalah sebesar 3500 m2 dengan luas bangunan 212 m2, dan luas bangunan keseluruhan 1.057 m2.
Gambar 2.6.Tembi Rumah Budaya Sumber: http://tembi.net/tentang-tembi-news
Desa Tembi dahulunya merupakan salah satu tempat dimana ini merupakan tempat bagi Abdi Dalem Katemben yang tugasnya menyusui anak- anak dan kerabat raja. Maka desa ini kemudian dinamai Dusun Tembi, dan masih ada pula yang menganggap jika
berkunjung kedusun ini akan
mendapatkan kemuliaan bak raja pada zaman yang lalu karena latar belakang desa tersebut. Adapun ruang dan dimensi ruang yang terdapat pada Rumah Budaya Tembi adalah sebagai berikut: Tabel. 2.2. Tabel Fasilitas Utama dan Pendukung pada Padepokan Bagong NAMA RUANG pendopo Ruang rapat 2 lantai: Lantai 1 Lantai 2 restoran Ruang baca perpustakaan Rg.latihan Rg.kursus
DIMENSI 255 m2 96,8 m2 40 m2 30 m2 24 m2 41 m2 47,6 m2 31 m2
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
27
Rg.latihan 24 m2 restoran 70 m2 Ruang pameran 126 m2 Wc umum@3 3 m2 Sumber: Analisis Penulis, 2014
Dari data di atas dapat dilihat falilitas
utama yang
terdapat di Rumah Budaya Tembi diantaranya adalah ruang pertunjukan, ruang latihan, ruang pameran, ruang rapat, cafe, museum, dan penginapan yang berupa Cottage. Ditinjau dari fasilitasnya Rumah Budaya Tembi menyediakan fasilitas yang lebih lengkap dibandingkan dengan Padepokan Seni Bagong Kussudiardja. Berikut adalah gambar blokplan kompleks bangunan Rumah Budaya Tembi:
Gambar 2.7. Pembagian Ruang Rumah Budaya Tembi Digambar oleh: Edo Anugera Sanjaya, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
28
Dari data Padepokan Seni Bagong dan Rumah Budaya Tembi dapat dikomparasikan sebagai berikut: Tabel. 2.3. Tabel Komparasi Padepokan Seni Bagong dengan Rumah Budaya Tembi. NO. 1.
KETERAN GAN KONSEP
PADEPOKAN SENI BAGONG Konsep bangunan langgam Arsitektur NeoVernakuler. Dilihat dari komposisi bangunan esensi bangunan Padepokan ini lebih kepada kegiatan Education yang meliputi kegiatan seni Musik, Tari, dan teater
RUMAH BUDAYA TEMBI Konsep bangunan langgam Arsitektur NeoVernakuler. Esensi dari bangunan Rumah Budaya Tembi lebih kepada kegiatan Recreation hal ini ditunjukkan dengan adanya komposisi bangunan rekreasi lebih banyak seperti Cottage, kolam renang, Museum, dan amphyteatre dibandingkan dengan bangunan fungsi Education.
2.
FASILITAS
1. Rg. Sekretariat & arsip Pertunjukan 2. Rg. indoor (1) 3. Rg Pertunjukan Outdoor (3) 4. Rg. Galeri lukisan 5. Rg. Galeri Gamelan 6. Rg. Serbaguna 7. Tempat penyimpanan kostum (2) 8. Rg. Peristirahatan (2) 9. Rg. Kantor Yayasan 10.Rg. Rapat 11.Parkir kendaraan umum 12.Toilet umum (3)
pertunjukan 1. Ruang outdoor 2. Amphyteater 3. Rg. Ganti 4. Rg. Latihan 5. Museum Buku 6. Museum benda antik 7. Museum Lukisan 8. Rg. Kursus 9. Perpustakaan 10.Rg. Baca 11.Rg. Rapat 12.Cottage (9) 13.Restoran 14.Pantry 15.Mushola 16.Gudang 17.MEE 18.Kantor pengelola 19.Wc Umum (3) 20.Kolam renang 21.Pos satpam
Sumber: Analisis Penulis, 2014
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
29
2.4. Tinjauan Umum Terkait Esensi Kegiatan Tari, Karawitan, dan Wayang di Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta. 2.4.1. Tari Tradisional Jawa Tarian daerah atau bisa juga disebut sebagai tarian adat jenisnya bermacam- macam, tergantung dari maksud dan tujuan ditampilkannya tarian daerah tersebut. Satu daerah bahkan mempunyai bermacammacam tarian adat, misalnya tarian untuk menyambut tamu agung, tarian untuk menyambut keamanan dan tarian dengan mengusung tema perang- perangan. Pada umumnya tarian daerah mempunyai tema tertentu, seperti misalnya tarian adat di Papua biasanya bertema perang, sedangkan tarian adat Jawa banyak yang bertema pernikahan atau menyambut hasil panen. Berikut ini adalah macam- macam tarian daerah Jawa.
Tarian yang berasal dari Jawa Timur diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Tari Dongkrek
2.
Tari Gandrung Banyuwangi
3.
Tari Glepeng
4.
Tari Jaran Kepang
5.
Tari Jejer
6.
Tari Kethek Oglek
7.
Tari Oklik
8.
Tari Ngremo
Tarian yang berasal dari Daerah Jawa Tengah adalah sebagai berikut: 1.
Tari Bondan
2.
Tari Gambir Anom
3.
Tari Gambyong
4.
Tari Gatotkaca Gandrung
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
30
Tarian yang berasal dari daerah Jawa Barat diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Tari Banjet
2.
Tari Debus
3.
Tari Jaipong
4.
Tari Ketuk Tilu
5.
Tari Kuda Lumping
6.
Tari Merak
7.
Tari Patilaras
8.
Tari Reog
9.
Tari Sisingaan
10.
Tari Topeng Kuncaran.
Tarian yang berasal dari daerah Yogyakarta diantaranya adalah sebagai berikut: 1.
Tari Bedaya
2.
Tari Kumbang Yogyakarta
3.
Tari Gambir
4.
Tari Kelono Topeng Serimpi
5.
Tari Serial Ramayana
6.
Tari Golek Sulung Dayung Yogyakarta
2.4.2. Karawitan
Gbr. 2.8. Gamelan Jawa Sumber: http://goblokku.wordpress.com/2011/09/14/gamelan-jawatengah-dan-yogyakarta/
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
31
Karawitan berasal dari bahasa Jawa rawit berarti rumit, berbelitbelit, tetapi rawit juga berarti halus, indah- indah. Sedangkan kata ngrawit berarti suatu karya seni yang memiliki sefat- sifat yang halus, rumit dan indah. Kata Jawa Karawitan khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia yang bersistem nada nondiatonis (dalam
laras
slendro
dan
pelog)
yang
garapan-
garapannya
menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, pathet dan aturan garap yang tampak nyata dalam sajian gending, baik itu yang berbentuk sajian instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar, mengandung nilai- nilai historis dan filosofis bagi bangsa Indonesia, maupun asesoris lainnya. Definisi seni kerawitan sendiri adalah musik Indonesia yang berlaras non diatonic (dalam laras slendro dan pelog) yang garapangarapannya sudah menggunakan sistim notasi, warna suara, ritme, memiliki fungsi, sifat pathet, dan aturan garap dalam bentuk instrumentalia, vokalis dan campuran, enak di dengar untuk dirinya maupun orang lain (Suhastjarja, 1984). Perangkat gamelan yang digunakan dalam seni karawitan memiliki 2 jenis yaitu Lara Slendro dan Pelog. a. Laras Slendro Sistem urutan nada- nada yang terdiri dari lima nada dalam satu gembyang dengan pola jarak yang hampir sama rata. Sedangkan laras ( nada- nada) yang digunakan dalam laras slendro adalah: 1. Penunggul, atau sering juga disebut barang, diberi symbol 1 (angka arab satu), dan dibaca siji atau ji. 2. Gulu, atau Jangga (kromo jw.), diberi simbol 2 (angka arab 2) dibaca ro. 3. Dhodho, atau jaja atau tengah, diberi simbol 3 (angka arab tiga), dan dibaca telu atau dibaca singkat lu. 4. Lima, diberi simbol 5 (angka arab enam), dibaca nem.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
32
Selain lima nada pokok tersebut juga terdapat beberapa nama laras atau nada, seperti: 1. Barang, yaitu nada gembyangan dari penunggul, diberi symbol 1 (angka arab satu dengan titik diatas angka), dibaca ji atau siji. 2. Manis, yaitu nada gembyangan gulu, diberi simbol angka 2 (angka arab dua dengan titik di atas) manis hanya digunakan untuk laras kenong dan kempul.
b. Lalas Pelog Sistem urutan nada- nada yang terdiri dari lima nada (atau tujuh) nada dalam satu gembyang dengan menggunakan satu pola jarak nada yang tidak sama rata, yaitu tiga (atau lima) jarak dekat dan dua jauh. Dalam penyajian, memang sering terdapat beberapa gendhing yang disajikan dalam laras pelog dengan hanya menggunakan lima nada saja, terutama daam kasus penyajian gendhing pelog sebagai hasil alih laras slendro, kemudian disajikan dalam laras pelog. Suatu hal yang biasa dalam karawitan Jawa bahwa suatu gendhing dapat dan boleh disajikan dalam dua laras yang berbeda. Berikut adalah seperangkat gamelan Jawa yang umumnya dibunyikan di Yogyakarta dan Jawa Tengah: 1. Kendang Kendang merupakan alat musik ritmis (tak bernada) yang berfungsi mengatur irama dan termasuk dalam kelompok “membranofon” yaitu alat musik yang sumber bunyinya berasal dari selaput kulit atau bahan lainnya.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
33
Gambar. 2.9. Kendang Sumber: http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD1WK5cXI/AAAAAAAAAA8/KlzSurkp73Y/s1600/Traditional_indonesian_ drums.jpg
2. Rebab Rebab terbuat dari bahan kayu dan resonatornya ditutup dengan kulit tipis, mempunyai dua buah senar/ dawai dan mempunyai tangga nada pentatonis.
Gambar 2.10. Rebab Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif
3. Balungan Balungan adalah alat musik yang berbentuk wilahan (Jawa: Bilahan) dengan enam atau tujuh wilah (satu oktaf) ditumpangkan pada bingkai kayu yang juga berfungsi sebagai resonator yang ditabuh dengan menggunakan tabuh dari kayu. Menurut ukuran dan fungsinya, terdapat tiga jenis Balungan yakni sebagai berikut: a. Demung
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
34
Alat ini berukuran besar dan beroktaf tengah, Demung memainkan balungan gendhing dalam wilayahnya yang terbatas.
Gambar 2.11. Demong Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif
b. Saron Alat ini berukuran sedang dan beroktaf tinggi. Seperti demung, saron memainkan balingan dalam wilayahnya yang terbatas. Pada teknik tabuhan imbal- imbalan, dua saron memainkan lagu jalin- menjalin yang bertempo cepat. Seperangkat gamelan mempunyai dua Saron, tetapi ada gamelan yang mempunyai lebih dari dua saron.
Gambar. 2.12. Saron Sumber: http://img239.imageshack.us/img239/3798/rebab2sd7.gif
c. Peking Berbentuk saron yang paling kecil dan beroktaf paling tinggi. Saron penerus atau peking ini memainkan tabuhan rangkap dua atau rangkap empat lagu balungan.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
35
Gambar 2.13. Peking http://2.bp.blogspot.com/AMJVKAXKvgA/TWR_sT4zntI/AAAAAAAAAGE/Y546Oz20dc/s1600/9910SaronpanerusportraitLG.jpg
d. Slenthen Menurut konstruksinya, Slenthen termasuk keluarga gender, tatapi Slenthen mempunyai bilah sebanyak bilah saron. Slenthen beroktaf paling rendah dalam kelompok instrumen Saron (Balungan). Seperti Demung dan Saron Barung,
Slenthen
memainkan
lagu
balungan
dalam
wilayahnya yang terbatas..
Gambar. 2.14. Slenthem http://1.bp.blogspot.com/_c1JD3aSyVsU/TLWEwY9K49I/AAA AAAAAAD0/1JWgYhLcdA/s1600/9858gamelanslenthemportraitwithmalletLG.jpg
4. Bonang Alat musik ini terdiri dari sepuluh sampai empat-belas gong- gong kecil berposisi horizontal yang disusun dalam dua deretan, diletakkan di atas tali yang direntangkan pada bingkai kayu. Bonang dibedakan menjadi 3 macam menurut ukuran, wilayah oktaf dan fungsinya dalam ansambel. Untuk gamelan Jawa, Bonang terdapat 2 jenis yakni Bonang Barug dan bonang Penerus/ penembung.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
36
Gambar 2.15. Bonang Sumber: http://1.bp.blogspot.com/_thxz_CuQc90/TBD8NiSkPYI/AAAAAAA AABE/mzQDT19LRoE/s1600/Bonang_barung_and_panerus._STSI_ Surakarta.jpg
5. Kenong Kenong merupakan unsur instrumen pencon gamelan yang paling gemuk, dibandingkan dengan kempul dan gong yang walaupun besar namun berbentuk pipih. Kenong ini disusun pada pangkon berupa kayu keras yang dialasi dengan tali, sehingga pada saat dipukul kenong tidak akan bergoyang ke samping namun dapat bergoyang ke atas bawah, sehingga menghasilkan suara. Bentuk kenong yang besar menghasilkan suara yang rendah namun nyaring dengan timber yang khas (dalam telinga masyarakat Jawa ditangkap berbunyi ning-nong, sehingga dinamakan kenong). Dalam gamelan, suara kenong mengisi sela-sela antara kempul. Gamelan ini merupakan instrumen kedua yang paling penting setelah gong. Kenong membagi gongan menjadi dua atau
empat
kalimat
kalimat
kenong,
atau
kenongan.
Di samping berfungsi menggaris-bawahi struktur gendhing, nada-nada kenong juga berhubungan dengan lagu gendhing, ia bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan, dan boleh juga mendahului nada balungan berikutnya untuk menuntun alun lagu gendhing, atau ia dapat memainkan nada berjarak satu kempyung dengan nada balungan, untuk mendukung
rasa
pathet.
Pada kenongan bergaya cepat, dalam ayak- ayakan, srepegan,
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
37
dan sampak, tabuhan kenong menuntun alur lagu gendhinggendhing tersebut.
Gambar 2.16. Kenong Sumber: http://www2.seasite.niu.edu/worldmusic/Images/Kenong.jpg
6. Kethuk Dua instrumen jenis gong sebesar kenong, berposisi horizontal ditumpangkan pada tali yang ditegangkan pada bingkai kayu yang berfungsi memberi aksen- aksen alur lagu gendhing menjadi kalimat- kalimat yang pendek. Pada gaya tabuhan cepat lancaran, sampak, srepegan, dan ayak-ayakan kethuk ditabuh di antara ketukan- ketukan balungan, menghasilkan pola- pola jalin- menjalin yang cepat.
Gambar 2.17. Kethuk Sumber: http://nonobudparpora.files.wordpress.com/2011/04/9kethuk-kempyang-1.jpg
7. Gambang Merupakan instrumen mirip keluarga balungan yang dibuat dari bilah- bilah kayu dibingkai pada gerobogan yang juga berfungsi sebagai resonator. Gambang berbilah tujuh- belas sampai duapuluh bilah, wilayah gambang mencakup dua oktaf atau lebih.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
38
Gambang dimainkan dengan tabuh berbentuk bundar dengan tangkai panjang biasanya dari tanduk/sungu/ batang fiber lentur. Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah gambang, yakni gambang slendro, gambang pelog bem, dan gambang pelog barang. Namun tidak sedikit yang terdiri hanya dua buah instrumen saja. Pada gambang pelog, nada 1 dan 7 dapat disesuaikan dengan gendhing yang akandimainkan. Kebanyakan gambang memainkan gembyangan (oktaf) dalam gaya
pola
pola
lagu
dengan
ketukan
ajeg.
Gambang juga dapat memainkan beberapa macam ornamentasi lagu dan ritme, seperti permainan dua nada dipisahkan oleh dua bilah, atau permainan dua nada dipisahkan oleh enam bilah, dan pola lagu dengan ritme – ritme sinkopasi seperti pada gendhing Janturan/ Suluk.
Gambar 2.18. Gambang Sumber: http://3.bp.blogspot.com
8. Gender Gender dimainkan oleh para pemain gamelan profesional, yang
sudah
lama
menyelami
Budaya
Jawa.
Instrumen mirip Slenthem namun dengan wilahan lebih kecil, terdiri dari bilah-bilah metal (Perunggu, Kuningan atau Besi) ditegangkan dengan tali di atas bumbung-bumbung resonator. Gender ini dimainkan dengan 2 tabuh berbentuk bulat (dilingkari
lapisan
kain)
dengan
tangkai
pendek.
Sama halnya dengan Gambang Pada seperangkat instrumen gamelan yang lengkap terdapat 3 buah Gender, yakni Gender
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
39
Slendro, Gender pelog bem, dan Gender pelog barang. Sesuai dengan fungsi lagu, wilayah nada, dan ukurannya, ada dua macam gender: a. GenderBarung Gender berukuran besar, beroktaf rendah sampai tengah. Salah
satu
dari
instrumen
pemuka,
gender
barung
memainkan pola-pola lagu berketukan ajeg (cengkok) yang dapat menciptakan tekstur sonoritas yang tebal dan menguatkan
rasa
pathet
gendhing.
Beberapa gendhing mempunyai pembuka yang dimainkan gender barung; gendhing-gendhing ini dinamakan gendhing gender. Dalam pertunjukan wayang, pemain gender mempunyai peran utama harus memainkan instrumennya hampir tidak pemah berhenti selama semalam suntuk dalam permainan gendhing, sulukan, dan grimingan.
Gambar 2.19. Barung Sumber: http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/8/82/Traditional _indonesian_instruments03.jpg
b. Gender Panerus Gender berukuran lebih kecil, beroktaf tengah sampai tinggi. Meskipun instrumen mi tidak harus ada dalam ansambel,
kehadirannya
menambah
kekayaan
tekstur
gamelan lebih kepyek. Gender ini memainkan lagunya dalam pola lagu ketukan ajeg dan cepat.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
40
Gambar. 2.20. Gender Panerus Sumber: http://www.campaniapuppets.it/GenderPenerus01.jpg
9. Siter Siter merupakan instrumen yang dimainkan dengan cara dipetik, terbuat dari kayu berbentuk kotak berongga yang berdawai. Pada umumnya site mempunyai dua belas nada, yaitu dari kiri ke kanan: 2, 3,5,6,1,2,3,5,6,1,2,3. (contoh untuk siter slendro). Ciri khas sitter adalah satu senar disetel nada pelog dan senar lainnya dengan nada slendro. Umumnya sitar memiliki panjang sekitar 30 cm dan dimasukkan dalam sebuah kotak ketika dimainkan. Siter dimainkan sebagai salah satu dari alat musik yang dimainkan bersama (panerusan), sebagai instrumen yang memainkan cengkok (pola melodik berdasarkan balungan). Siter dimainkan dengan kecepatan yang sama dengan gambang (temponya cepat). Cara memainkannya dengan ibu jari, sedangkan jari lain digunakan untuk menahan getaran ketika senar lain dipetik, ini biasanya merupakan ciri khas instrumen gamelan. Jari kedua tangan digunakan untuk menahan, dengan jari tangan kanan berada di bawah senar sedangkan jari tangan kiri berada di atas senar. Siter dengan berbagai ukuran adalah instrumen khas Gamelan Siteran, meskipun juga dipakai dalam berbagai jenis gamelan lain.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
41
Gambar 2.21. Siter Sumber: http://1.bp.blogspot.com/
10. Kempul Kempul merupakan salah satu perangkat gamelan yang ditabuh, biasanya digantung menjadi satu perangkat dengan Gong (mirip dengan Gong tapi lebih kecil) dengan jumlah tergantung dengan jenis pagelarannya, sehingga tidak pasti. Kempul menghasilkan suara yang lebih tinggi daripada Gong, sedangkan yang lebih kecil akan menghasilkan suara yang lebih tinggi lagi. Dalam hubungannya dengan lagu gendhing, kempul bisa memainkan nada yang sama dengan nada balungan; kadangkadang kempul mendahului nada balungan berikutnya; kadangkadang ia memainkan nada yang membentuk interval kempyung dengan nada balungan, untuk menegaskan rasa pathet.
Gambar 2.22. Kempul Sumber: http://kamusjawa.com/wp-content/uploads/2011/08/gongkempul.jpg
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
42
11. Suling Suling bambu yang memainkan lagu dalam pola-pola lagu bergaya bebas metris. Alat ini dimainkan secara bergantian, biasanya pada waktu lagunya mendekati akhiran kalimat atau kadang – kadang dimainkan pada lagu-lagu pendek di permulaan atau di tengah kalimat lagu.
Gambar 2.23. Suling Sumber: http://orgs.usd.edu/nmm/Gamelan/9894/9894&9895gamelansulingsfr ontLG.jpg
12. Gong Sebuah kata benda yang merujuk bunyi asal benda, kata gong khususnya menunjuk pada gong yang digantung berposisi vertikal, berukuran besar atau sedang, ditabuh di tengah-tengah bundarannya (pencu) dengan tabuh bundar berlapis kain. Gong menandai permulaan dan akhiran gendhing dan memberi rasa keseimbangan setelah berlalunya kalimat lagu gendhing yang panjang.
Gambar 2.24. Gong Sumber:
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/7/7e/Tradition al_indonesian_instruments04.jpg
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
43
13. Keprak Keprak adalah suatu alat berbentuk lembaran yang terbuat dari perunggu atau besi dengan ukuran kira-kira 20 x 27 cm, terdiri beberapa lempengan, diberi lubang pada bagian atasnya dan diberi seutas tali, digantung pada kotak wayang dengan tatanan sedemikian rupa sehingga bila di pukul akan menimbulkan
efek
bunyi
“prak-prak”.
Dalam gelaran wayang kulit gagrak Surakarta, keprak terdiri minimal 3 buah, ada yang 4 buah dan 5 buah. Sedangkan untuk pakeliran Gaya Yogyakarta keprak hanya terdiri dari satu lempengan besi saja yang di landasi dengan kayu seukuran keprak, dipukul dengan cempala besi yang di jepit oleh kaki seorang dalang sehingga menghasilkan efek bunyi “ting-ting”. Agar menghasilkan suara keprak yang bagus seorang dalang harus tahu teknik memasang keprak dan teknik membunyikan keprak dengan baik. Keprak dalam pakeliran biasanya untuk mengiringi gerakan wayang serta untuk memantabkan solah (gerak) wayang. Dalang Wayang Kulit Gagrak Surakarta saat ini lebih memilih keprak berbahan besi putih beberapa lembar di kombinasi dengan keprak perunggu beberapa lembar, yang di yakini mempunyai efek suara lebih nyaring.
Gambar 2.25. Keprak Sumber: http://orgs.usd.edu/nmm/Gamelan/9921/9921gamelankeprakLG.jpg
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
44
2.4.3. Wayang Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali . Pertunjukan wayang telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Di Jawa Wayang berfungsi sebagai tontonan dan tuntunan, dan merupakan gabungan lima jenis seni, yakni: 1. Seni Widya (filsafat dan Pendidikan) 2. Seni Drama (Pentas dan Musik Karawitan) 3. Seni Gatra (Pahat dan Seni Lukis) 4. Seni Ripta (Sangit dan Sastra) 5. Seni Cipta (Konsepsi dan Cipta- Ciptaan Baru).
Ada 5 jenis wayang yang dapat dijumpai di Jawa yakni sebagai berikut: 1. Wayang Beber Wayang Beber merupakan salah satu jenis wayang tertua di Indonesia. Dalam pertunjukkan narasi ini, lembaran gambar panjang dijelaskan oleh seorang dalang. Wayang Beber tertua dapat ditemukan di Pacitan, Donorejo, Jawa Timur. Selain dari kisah- kisah Mahabharata dan Ramayana, wayang beber juga menggunakan kisah- kisah dari cerita rakyat, seperti kisah asmara Panji Asmoro Bangun dan Dewi Sekartaji.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
45
Gambar 2.26. Wayang Beber Sumber: http://belindomag.nl/wpcontent/uploads/2014/02/Wayang_Painting_of_Bharatayudha_Bat tle-300x169.jpg?abd973
2. Wayang Kulit Di Jawa Tengah dan Timur, jenis wayang yang paling populer adalah wayang kulit atau wayang kulit purwa. Wayang ini berbentuk pipih dan terbuat dari kulit kerbau atau kambing. Lengan dan kakinya bisa digerakkan. Di Bali dan
Jawa,
pertunjukan
wayang
kulit
sering
kali
menggabungkan cerita-cerita Hindu dengan Budha dan Islam. Selain kisah-kisah religius, cerita-cerita rakyat serta mitos sering digunakan.
Gambar 2.27. Wayang Kulit Sumber: http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/Arjun225x300.jpg?abd973
3. Wayang Klitik (Karucil) Bentuk wayang ini mirip dengan wayang kulit, namun terbuat dari kayu, bukan kulit. Mereka juga menggunakan bayangan dalam pertunjukannya. Kata “klitik” berasal dari Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
46
suara kayu yang bersentuhan di saat wayang digerakkan atau saat adegan perkelahian, misalnya. Kisah-kisah yang digunakan dalam drama wayang ini berasal dari kerajaankerajaan Jawa Timur, seperti Kerajaan Jenggala , Kediri, dan Majapahit. Cerita yang paling populer adalah tentang Damarwulan. Cerita ini dipenuhi dengan kisah perseturan asmara dan sangat digemari oleh publik.
Gambar 2.28. Wayang Klitik (Karucil) Sumber: http://belindomag.nl/wpcontent/uploads/2014/02/ZP_05_Batara_Guru_02300x293.jpg?abd973
4. Wayang Golek Pertunjukan ini dilakukan menggunakan wayang tiga dimensi yang terbuat dari kayu. Jenis wayang ini paling populer di Jawa Barat. Ada 2 macam wayang golek, yaitu Wayang Golek Papak Cepak dan Wayang Golek Purwa. Wayang Golek yang banyak dikenal orang adalah Wayang Golek Purwa. Kisah-kisah yang digunakan sering mengacu pada tradisi Jawa dan Islam, seperti kisah Pangeran Panji, Darmawulan,
dan
Amir
Hamzah,
pamannya
Nabi
Muhammad A.S.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
47
Gambar 2.29. Wayang Golek Sumber: http://belindomag.nl/wpcontent/uploads/2014/02/Wayang_golek_SF_Asian_Art_Museum -261x300.jpg?abd973
5. Wayang Wong Jenis wayang ini adalah sebuah drama tari yang menggunakan manusia untuk memerankan tokoh-tokoh yang didasarkan pada kisah-kisah wayang tradisional. Cerita yang sering digunakan adalah Smaradahana. Awalnya, wayang wong dipertunjukkan sebagai hiburan para bangsawan, namun kini menyebar menjadi bentuk kesenian populer.
Gambar 2.30. Wayang Wong Sumber: http://belindomag.nl/wp-content/uploads/2014/02/200pxRamayana_Java.jpg?abd973
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
48
2.5. Persyaratan Ruang Terkait Esensi Fungsi Pondok Budaya Jawa Pondok Budaya Jawa mempunyai kriteria dalam perancangan diantaranya adalah untuk mewadahi fungsi sebagai tempat rekreatif dan edukatif dalam bidang kebudayaan. Kegiatan- kegiatan utama yang dilakukan
di
Pondok
Budaya
adalah
kegiatan
memamerkan,
mempromosikan, dan menjual sampel produk kebudayaan. Untuk memenuhi kegiatan tersebut maka diperlukan sarana- prasarana yakni ruang pertunjukan, Ruang pelatihan untuk membuat Batik, ruang koleksi Budaya Jawa yang berupa museum, dan ruang penginapan sebagai sarana penunjang untuk berlatih kebudayaan Jawa dengan tempo waktu lebih lama.
2.5.1. Ruang Pertunjukan Panggung pertunjukan merupakan suatu tempat yang dipergunakan untuk mempegelarkan suatu pertunjukan, yakni seni tari, kerawitan maupun wayang. Terkait dengan itu maka persyaratan ruang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar pesan yang diungkapkan penyaji seni dapat tertangkap dengan baik sehingga tercapai kualitas pertunjukan yang optimal. Teater terbuka6 digunakan untuk acara yang diucapkan (pagelaran panggung hidup), dan untuk pertunjukan musik, terimakasih pada daya akustik inheren yang lebih tinggi pada instrumen- instrumen, dapat mencapai penonton yang jauh lebih banyak daripada acara- acara yang diucapkan. Bunyi langsung karena penguatan wajar dari permukaan reflektif yang dekat sangat terbatas, sedang reduksi sekitar 6 dB dalam intensitas bunyi dapat diharapkan tiap saat jarak dari sumber digandakan. Untuk mengimbangi pengurangan yang sangat banyak ini di udara yang sanga banyak ini di udara
6
Leslie L. Doelle, Eng., M.Arch, Akustik Lingkungan, Erlangga, Jakarta, 1986
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
49
terbuka,
perhatian
harus
diberikan
pada
rekomendasi-
rekomendasi berikut ini: a.
Lokasi/ tempat harus dipilih dengan hati- hati ditinjau dari pengaruh secara topografi dan kondisi atmosfir (angin, temperatur dan lain- lain) dan pengaruh sumber- sumber bising luar terhadap perambatan dan penerimaan bunyi.
b.
Secara fisik panggung dapat dibagi menjadi tiga macam, yakni panggung tertutup, panggung terbuka dan panggung kereta. Panggung tertutup terdiri dari panggung prosenium, panggung portable dan juga dapat berupa arena. Sedangkan panggung terbuka atau lebih dikenal dengan sebutan open air stage. Berikut adalah penjelasannya:
1.
Panggung Proscenium Panggung procenium adalah panggung konvensional yang memiliki ruang prosenium atau suatu bingkai gambar
melalui
pertunjukan.
mana
Hubungan
penonton antara
menyaksikan
panggung
dan
auditorium dipisahkan atau dibatasi oleh dinding atau lubang prosenium. Sedangkan sisi atau tepi lubang prosenium bisa berupa garis lengkung atau garis lurus yang dapat disebut dengan pelengkung procenium (Procenium Arch). Panggung Proscenium terdiri dari tiga bagian yaitu: 1. Stage Block adalah tempat/ arena pertunjukan 2. House Block adalah penonton 3. Front House Blok adalah tempat pekerja personalia pertunjukan atau public relation
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
50
2.
Panggung Portable Panggung portable yaitu panggung tanpa layar muka dan dapat dibuat di dalam maupun di luar gedung dengan mempergunakan panggung (podium, platform) yang dipasang dengan koko di atas kuda- kuda. Sebagai tempat penonton biasanya mempergunakan kursi lipat. Adegan- adegan dapat diakhiri dengan mematikan lampu (black out) sebagai pengganti layar lipat. Dengan kata lain bahwa penggung yang dibuat secara tidak permanen
3.
Panggung Arena Panggung arena merupakan bentuk panggung yang paling sederhana dibandingkan dengan bentukbentuk panggung lainnya. Panggung ini dapat dibuat di dalam maupun di liar gedung asal dapat dipergunakan secara
memadai.
Kursi-
kursi
penonton
diatur
sedemikian rupa sehingga tempat panggung berada di tengah antara deretan kursi ada lorong untuk masuk dan keluar
pemain
atau
penari
menurut
kebutuhan
pertunjukan tersebut. Papan penyangga (peninggi) ditempatkan di belakang masing- masing deret kursi, sehingga kursi deretan belakang dapat melihat dapat melihat dengan jelas.
4.
Panggung Terbuka (open air stage) Panggung terbuka adalah panggung yang terletak di alam terbuka. Berbagai variasi dapat dipergunakan untuk memproduksi pertunjukan di tempat terbuka. Pentas dapat dibuat di beranda rumah, teras sebuah gedung dengan penonton berada di halaman, atau dapat
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
51
diadakan di sebuah tempat yang landai
dimana
penonton berada di bagian bawah tempat tersebut.
5.
Panggung Extended Panggung Extended adalah pengembangan dari bentuk proscenium yang melebar ke arah samping, sehingga penonton dapat menyaksikan penyaji dari arah samping. Bentuk panggung ini cocok untuk acara yang memiliki beberapa bagian pertunjukan. Misalkan acara penghargaan dengan hiburan musik. Panggung seperti ini memungkinkan dekorasi bagian acara satu tidak mengganggu dekorasi bagian lainnya.
2.5.2. Studio Batik Batik adalah salah satu Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi Indonesia (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh UNESCO sejak 2 Oktober 2009. Batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Macam ragam batik tradisional terdiri dari7: 1.
Ragam hias (motif ragam hias) geometri ialah ragam hias secara ilmu ukur yang terwujud : bidang garis lurus, garis miring, segi tiga, kelompok bunga (kelompok hiasan misalnya: ceplok, truntum, gerompol, tambal, parang dan yang sejenisnya).
7
Ismaun, Banis dan Drs Martono, 1989-1990, Petunjuk Koleksi Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
52
2.
Ragam hias non geometrikal ialah ragam hias tertentu misalnya: semen (semi= tumbuh) yang hiasannya terdiri dari lukisan- gambar unsur tumbuh- tumbuhan, hewan (burung kupu), gunung, Meru, bunga, sulur- suluran, daun dan yang sejenis. Contoh: batik beragam hias geometris: tamabl, parang rusak, parang klitik, grompol, sido
asih, sido luhur,
kawung, dan sebaginya. Batik beragam non geometrris: semen gurda, rama, semen, jolen dan sebaginya, sekar jagad. Fungsi dan macam Batik:
o Fungsi pokok kain Batik antara lain sebagai: kelengkapan berbusana tradisional Jawa, dan upacara- upacara tertentu dan sebagainya.
o Batik dengan ragam hias tertentu untuk keluarga raja, upacara pengantin dan sebaginya (parang rusak, parang barong untuk keluarga raja, sido luhur, sido mukti, truntum, grompol untuk busana pengantin.
o Dodot- Kampuh Dodot atau kampuh ialah sejenis kain Batik dengan ukuran lebih besar dari pada kain Batik, Dodot / Kampuh berukuran kurang lebih 4m. Fungsi: ialah kelengkapan busana dalam upacara kebesaran Keraton oleh pangeran, Bupati (Tumanggung) dan yang sederajat, serta abdi dalem (hamba raja) tertentu, misalnya: pada Upacara Gerebeg, panggih pengantin, pisowanan atau caos (menghadap/ tugas jaga di keraton).
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
53
Proses Pembuatan Batik: Untuk menghasilkan kain Batik yang indah harus melalui proses yang cukup panjang yakni sebagai berikut: 1. Langkah yang pertama dilakukan adalah penggambaran motif pada kain mori, sutera, poliester, rayon dan bahan sintetis lainnya menggunakan pensil. 2. Langkah kedua adalah melapisi kain mori yang telah digambari motif dengan menggunakan canting yang berisi lilin cair. 3. Proses terakhir adalah nglorot, dimana kain yang telah berubah warna direbus dengan air panas. Tujuannya adalah untuk menghilangkan lapisan lilin, sehingga motif yang telah digambar sebelumnya terlihat jelas. Setelah proses pencelupan ke dalam air panas kemudian Batik di bilas dan kemudian di jemur untuk proses pengeringan. Dari penjelasan cara pembuatan Batik diatas dapat diambil kesimpulan bahwa untuk membuat batik diperlukan ruang yang dapat mewadahi kegiatan penggambaran motif pada kain, penggambaran menggunakan canting, pencelupan warna, pencucian kain batik dan penjemuran. 2.5.3. Ruang Koleksi Budaya Jawa/ Museum Ruangan- ruangan: Ruang Pameran untuk karya seni dan ilmu pengetahuan umum, dan ruang- ruang itu haruslah8: 1) Terlindung dari gangguan, pencurian, kelembaban, kering, dan debu. 2) Mendapatkan cahaya yang terang, merupakan bagian dari pameran yang baik.
8
Neufert, Ernst, Data Arsitek, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2002
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
54
a. Di dalam kuliah lukisan (lembaga, gambar tangan dan lain-lain). Map disimpan dalam lemari yang dalamnya 80 cm tingginya 60 cm. b. Sesuatu yang khusus untuk publik (lukisan- lukisan minyak, lukisan dinding pameran yang berubah- ubah. Museum bukan hanya tempat untuk mengadakan suatu pameran,
melainkan
juga
sebagai
pusat
kebudayaan.
Penggunaan multifungsi itulah yang harus dijalankan. Ruang Pemeran: pameran yang tetap dan selalu berganti, ruang untuk menaruh karya- karya, ruang untuk belajar, dan ruang untuk rapat. Terdapat beberapa teknik dalam tata letak lukisan dalam pameran. Penempatan lukisan yang berukuran sama akan berbeda dengan tata letak lukisan yang berukuran bervariasi. Berikut adalah bentuk tata letak lukisan yang berukuran sama.
Pondok Budaya Jawa di Yogyakarta
55
Tabel 2.4. Tata Letak Lukisan Berukuran Sama DEFINISI Penataan lukisan secara sejajar ke samping, sehingga penikmat bisa menikmati lukisan secara fokus satu persatu.
GAMBAR
Penataan lukisan secara berselangseling kanan kiri, atas dan bawah. Penataan ini menghilangkan anggapan monoton karena letaknya yang lebih bervariasi. Penataan lukisan secara terpola akan memberi kesan lebih bervariasi, membuat lukisan dengan tema yang sama tidak membosankan, namun karena ada sisi yang sejajar membuat fokus penikmat berkurang. Sumber: Susanto, 2004: hal.294
Tabel 2.5. Letak Lukisan yang Berukuran Bervariasi DEFINISI Penataan ini memusatkan garis pandang pada titik tengah, sehingga penikmatnya dapat melihat fokus lukisan ditengah, kemudian bagian atas dan bawahnya.
GAMBAR
Penataan ini menempatkan garis ketinggian sama rata, sehingga penikmat dapat menikmati satu rentetan lukisan dari atas ke bawah secara konstan.
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
Menurut
sistematika
penempatannya,
lukisan
dapat
diletakkan menempel pada dinding, menempel pada panil, maupun digantung. Masing- masing cara peletakan ini memiliki kekurangan dan kelebihan seperti berikut: Tabel 2.6. Lukisan Menempel pada Dinding KELEBIHAN Dinding sebangai latar belakang dapat mempeerkuat tampilan objek (lukisan).
KEKURANGAN Kurang fleksibel
SKETSA
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294 Tabel 2.7. Lukisan Menempel pada Dinding KELEBIHAN KEKURANGAN Fleksibel dalam Panil dengan ornamen penempatan. berlebihan akan mengganggu tampilan objek (lukisan).
SKETSA
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294 Tabel 2.8. Lukisan Menempel pada Dinding KELEBIHAN KEKURANGAN Objek pamer (lukisan) Lingkungan yang dapat diliat secara utuh. terbentuk dapat mengacaukan perhatian.
Sumber : Susanto, 2004 : hal. 294
SKETSA
2.5.4. Wisma Budaya Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) “wisma” merupakan bangunan untuk tempat tinggal, kantor, dsb; gerha;. Wisma tamu rumah(gedung) khusus untuk tamu yang mungkin bermalam.
58