BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II. 1. TINJAUAN UMUM II. 1. 1. Pengertian Mesjid Dari segi bahasa kata ‘mesjid’ berasal dari kata benda bahasa Arab, yang artinya ‘tempat bersujud’. Kata sujud sudah menjadi kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari kata kerja bahasa Arab, sajada, yang berarti ‘meletakkan kening diatas permukaan bumi untuk beribadah kepada Allah SWT. Mesjid menduduki posisi sentral dalam Islam dan kehidupan kaum Muslimin, tidak hanya dalam ibadah (solat), tetapi dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin. Tetapi fungsi pokok sebuah masjid adalah untuk melakukan ibadah solat. Walaupun solat dapat dilakukan di mana saja (karena seluruh tempat di muka bumi Allah ini adalah mesjid yang artinya tempat bersujud), tetapi mesjid sebagai bangunan rumah ibadah tetap sangat diperlukan karena mesjid juga berperan sebagai salah satu symbol eksistensi keberadaan Islam. Ada beberapa jenis mesjid, berikut ini adalah pengertian dan beberapa contoh mesjid yang ada. Yang akan dibangun nantinya adalah jenis mesjid yang jamaahnya mencakup satu kota madya.
8
Jenis
Nama/Istilah
Fungsi/Peranan
Contoh
Rancangan
Nasional
Masjid Nasional
Tuntunan Arah kiblat Simbol kesatuan ummat / utk Ibadah haji dan Umroh
Masjidil-Haram Masjid Nabawi Masjid al-Aqsa
Satu lokasi dalam dunia / Arah kiblat
Raya
Masjid Raya
Biasanya dibangun untuk melaksanakan Sembahyang Hari Raya / Acara khusus hari besar Agama Islam
Masjid Raya Pondok Indah
Dibangun hanya satu disetiap masing-masing wilayah
Agung
Mesjid Agung
Biasanya dibangun untuk memberikan identitas kodya atau daerah sekitarnya
Jamaah
Masjid Jami
Masjid pertama yang dibangun (biasanya mesjid tertua atau masjid pertama yg pernah dibangun diwilayah tersebut)
Masjid Lebuh Aceh, Malaysia
Dibangun hanya satu disetiap wilayah
Surau
Surau
Dapat dijadikan tempat untuk sembahyang fardu berjamaah / Tempat berkumpul secara lokalitas
Surau
Dimana saja diperlukan
Tempat sembahyang
Musholla
Memberi kemudahan sembahyang bagi setiap orang / kemudahan beribadah bagi musafir
Dibangun di setiap kodya
Dimana saja diperlukan
Tabel 2. 1. 1. 1
II. 1. 2. Fungsi Mesjid Ada dua hal penting yang sebenarnya menjadi pertimbangan dalam membangun sebuah mesjid. Yang pertama fungsi utama dari sebuah mesjid sebagai tempat beribadah yaitu menyembah Allah SWT, dan yang kedua adalah aspek spasial dan arsitektur sebuah mesjid yang dapat menjadi tempat bersosialisasi dan bersilaturahmi serta dapat meningkatkan kekhusukan dan kesyahduan jamaah tidak hanya pada saat beribadah tetapi saat berada di lingkungan mesjid.
9
Yang pertama adalah fungsi mesjid yang paling utama untuk pelaksanaan berbagai ibadah, khususnya solat berjamaah yang dapat menampung minimal 40 orang, terdapat mihrab untuk imam dan makmum yang mengahadap kiblat dan selebihnya adalah opsional. Tetapi dalam perkembangannya, mesjid juga menjadi pusat berbagai kegiatan socialkeagamaan, pendidikan, politik, kesehatan, dan yang lainnya. Perkembangan ini dimulai ketika Nabi Muhammad hijrah dan mendirikan Negara Madinah dan kemmudian mendirikan sebuah Mesjid Madinah yang kemudian terkenal dengan nama Mesjid Nabawi sebagai pusat dari kegiatan negara tersebut. Seetelah Nabi Muhammad wafat, mesjid ini tetap menjadi pusat kegiatan para khalifah. Dalam perkembangan selanjutnya, selain menjadi pusat pertemuan para sahabat dan pemimpin muslim lainnya, Mesjid Nabawi juga digunakan sebagai tempat berdakwah pelajaran tentang Islam bagi orang-orang yang baru memeluk Islam. Dari sinilah awal perkembangan mesjid sebagai salah satu pusat pendidikan Islam. Yang kedua adalah aspek spasial dan arsitektur dari sebuah mesjid. Menurut Ira Lapidus, seorang guru besar dari UCLA, misalanya, dalam beberapa karyanya tentang Islamic cities menyimpulkan, bahwa pada dasaranya pengaturan spasial kaum Muslimin berpusat pada mesjid. Bisa dikatakan bahwa mesjid merupakan titik pusat dan awal pengaturan tataruang lingkungan kehidupan kaum Muslimin. Jadi dari mesjid kemudian diatur berkembang unit-unit spasial lainnya.
10
II. 1. 3. Sejarah Mesjid Mesjid Pertama di Dunia Di Propinsi Hijaz, sebelah barat Arab Saudi yang tidak jauh dari Laut Merah, terdapat kota yang bernama Mekah. Di tengah-tengah pusat dari kota ini terdapat bangunan kotak kecil yang berukuran 12x10x15m yang terbuat dari batu. Kotak kecil yang terbuat dari batu jika kita lihat tidak sesuai dengan langit yang tinggi atau dataran yang luas di muka bumi ini. Kotak kecil itu disebut sebagai Kaa’ba yang dapat diartikan ‘kotak’ atau juga bisa disebut Baitullah atau rumah Allah. Pembangunan Kaa’ba sendiri menurut sejarah Islam dilakukan oleh Nabi Ibrahim A.S. dan puteranya Ismail A.S. Nama lain dari Kaa’ba adalah Baitul Atteq yang bermakna paling awal dan lama atau juga bisa berarti merdeka dan bebas. Jadi disinilah mesjid pertama yang ada di muka bumi ini dibangun yang kemudian menjadi kiblat umat Muslim sedunia untuk melakukan ibadah solat lima waktu. Menurut tradisi Islam, Kaa’ba yang ada di surga telah digariskan oleh Allah SWT menuju Surga yang terletak diatas Kaa’ba yang ada di dunia. Jadi sebenarnya ada juga Kaa’ba yang ada di surga yang dijadikan kiblat oleh para malaiklat yang disebut Baitul Maa’moor. Ibrahim membuat tempat suci yang disebut Kaa’ba ini pada saat ia menuju ke daerah selatan padang pasir bersama istrinya Siti Hajar dan anaknya yang masih sangat kecil Ismail. Pada Bible perjanjian lama
11
disebutkan bahwa ada dua rumah Tuhan yang dibangun. Satu yang ada di surga yaitu Baitul Maa’moor, dan satu lagi yang ada di dunia adalah Kaa’ba atau Baitullah yang berada di Mekah. Pada saat Nabi Ibrahim A.S. membangun Kaa’ba di Mekah dengan dibantu oleh anaknya Ismaail A.S., dia berdoa kepada Allah agar Kaa’ba dijadikan kiblat bagi semua orang baik dan beriman. Tetapi dengan perkembangan zaman yang ada di daerah Mekah, banyak orang-orang yang tidak mengikuti Nabi Ibrahim untuk menyembah Allah SWT, tetapi menyembah berhala atau patung yang dibuatnya sendiri sebagai bentuk tuhan yang ada bagi mereka. Mereka menaruh berhala-berhala tersebut di dalam Kaa’ba tersebut. Selama Nabi Ibrahim masih hidup, ia selalu berusaha membersihkan ruangan dalam Kaa’ba yang berisi berhala-berhala tersebut dan mencoba memberi tahu kepada masyarakat bahwa Kaa’ba adalah symbol dari Rumah Tuhan, tetapi Tuhan tidak berada di dalamnya, melainkan diseluruh jagat raya ini. Tetapi setelah Nabi Ibrahim A.S. wafat, kemudian orang-orang mulai menaruh kembali berhala-berhala tersebut di dalam Kaa’ba sampai kurang lebih 400.000 tahun. Setelah Muhammad Ibnu Abdullah memasuki kota Mekah, ia bersama menantunya yang bernama Ali Ibnu Abi Thallib menghancurkan semua berhala yang ada di dalam Kaa’ba dengan tangan mereka sendiri.
12
Dalam sejarahnya Nabi Ibrahim A.S. dan anaknya Ismail A.S. membangun Kaa’ba dengan melanjutkan pondasi yang sama yang telah dibuat Nabi Adam A.S. sebelumnya. Pada mulanya Kaa’ba hanya terdiri dari empat buah dinding tanpa atap. Beberapa abad kemudian, Khusayi, pemimpin dari suku Quraish melengkapi bangunan tersebut dengan atap untuk memberikan bentuk seperti perlindungan dan pintu. Jadi orang dapat masuk ke dalam Kaa’ba melalui pintu tersebut untuk berdoa. Di pojok timur dari Kaa’ba terdapat batu hitam atau yang biasa disebut Hajar Aswad, yang sejarahnya adalah batu putih dari surga, tetapi setelah jatuh ke bumi dan berada di tangan orang-orang kafir, batu tersebut menjadi hitam, yang berdiameter kurang lebih 12 inchi. Kemudian di arah berseberangan di daerah barat daya terdapat dinding setengah lingkaran dengan tinggi kurang lebih 5 kaki dan tebal juga 5 kaki yang merupakan makam Ismail A.S. dan ibunya Siti Hajar. Terdapat pula makam Nabi Ibrahim A.S. yang terletak diantara dinding setengah lingkaran tersebut dengan Kaa’ba, yang berbentuk kubah kecil. Didalamnya terdapat batu kecil yang terdapat bekas kaki Nabi Ibrahim A.S. Menurut para akademik dan sejarahwan berkata bahwa Kaa’ba sampai saat ini sudah dilakukan perbaikan dan pembesaran sampai 12 kali. Pembesaran ini membuktikan bahwa jumlah umat Islam kian bertambah dan juga keinginan melakukan Rukun Islam yang kelima.
13
Imam Abul Hassan Mawardi dan lain-lain meriwayatkan bahwa semasa Rasulullah hingga ketika Saidina Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah, Masjidil-Haram tidak mempunyai dinding dan datarannya tidak seluas seperti saat ini. Perluasan Masjidil-Haram bermula pada tahun 638 Masehi oleh Saidina Umar ibnu Khattab. Beliau telah membeli rumah-rumah di sekeliling Ka’abah dan diruntuhkan kesemuanya bagi tujuan perluasan. Perluasan Masjid diteruskan lagi oleh Saidina Usman pada kira-kira tahun 647 Masehi. Pada tahun 696 Masehi, Abdullah ibn Zubair yaitu cucu Saidina Abu Bakar juga telah memperluas kawasan masjid ini dengan membeli gedunggedung yang terdapat di sebelah timur dan selatan Masjid. Sementara di bagian utara dan barat telah diperluas oleh Zaid bin Abdullah al-Harisi dibawah perintah Abu Ja’afar al-Mansur, Khalifah Bani Abas kedua. MasjidilHaram telah dibangun dengan jiwa seninya yg tinggi. Abdul Malik ibn Marwan, Umar, Al-Walid, Ziad bin Abdullah, Musaal-Mahdi, adalah orang-orang yang awalnya menghiasi masjid ini. Dalam bangunan terdapat Kalimat-kalimat al-Qur’an dengan corak Islami, batu-batu marmernya telah diukir dengan indah dan tiang-tiangnya dibalutkan emas. Kini Masjidil-Haram telah mempunyai sebanyak sembilan menara, berdiri tegak dengan indahnya, dengan alunan kemerduan suara azan yang
14
setiap waktu memanggil umatnya untuk menunaikan perintah Allah dengan penuh kesabaran dan keinsyafan. Ada beberapa fungsi mesjid menurut DMI (Dewan Mesjid Indonesia) berdasarkan mesjid yang dibangun pertam kali dan juga masjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad, Pertama, masjid dapat difungsikan sebagai pusat ibadah, baik ibadah mahdhah, maupun ibadah sosial. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung kepada Allah SWT, seperti salat, mengaji, tahlil, dan tadarus. Tentu, secara tidak langsung, ibadah-ibadah tersebut juga ada hubungannya dengan masyarakat. Sedangkan sebagai pusat ibadah sosial, masjid dapat difungsikan untuk mengelola zakat, wakaf, membangun ukhuwah Islamiyah, menjaga kebersihan dan kesehatan bersama, melaksanakan kurban, dan membantu peningkatan ekonomi ummat. Kedua, memanfaatkan masjid sebagai pusat pengembangan masyarakat, melalui berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki masjid, seperti khutbah, pengajian, kursus ketrampilan yang dibutuhkan anggota jamaah, dan menyelenggarakan pendidikan formal sesuai kebutuhan masyarakat. Dan, ketiga, memfungsikan masjid sebagai pusat pembinaan persatuan ummat.
II. 1. 4. Sejarah Mesjid di Indonesia Betapapun sederhana bentuk bangunan dan arsitekturnya, mesjid telah hadir bersamaan dengan penyebaran Islam di usantara. Tetapi kita tidak tahu pasti mesjid mana yang merupakan mesjid pertama dan tertua di Indonesia.
15
Tetapi jika kita lihat dari kerajaan Islam pertama yang ada di Indonesia, mesjid tertua di Indonesia adalah mesjid yang berada di kerajaan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertam di Indonesia. Menurut Undang-undang no.5 tahun 1992, tentang “Benda Cagar Budaya”, ukuran untuk menetapkan ‘usia’ bangunan yang sudah tua adalah 50 tahun. Jadi jika ukuran tersebut yang digunakan, maka diperkirakan terdapat lebih dari 10000 mesjid ‘tua’ dan ‘kuno’ yang ada di Indonesia. Ada beberapa mesjid ‘tua’ dan ‘kuno’ yang jauh melampui batas waktu yang digariskan oleh undang-undang no.5 thaun 1992, diantaranya adalah Mesjid Baiturrahman Banda Aceh yang berada di Aceh (1292); Mesjid Leran Pesucinan yang berada di Gresik (1385); Mesjid Sawo Gresik yang berada di Gresik (1398); Mesjid Mapauwe yang berada di Leihitu, Maluku Tengah (1414); Mesjid Pajunan yang berada di Cirebon (1453); Mesjid Agung Demak yang berada di Demak (1477); dan lain-lain. Ketika Islam mulai berkembang di Indonesia, khususnya di Jawa, arsitektur Islam diperkenalkan oleh para ‘’wali'’, sebagai orang yang dianggap dekat dengan Tuhan dan diyakini memiliki berbagai kelebihan. Para wali bertugas mengajarkan agama Islam dan sangat menghormati kebudayaan yang berkembang sebelum masuknya Agama Islam di Indonesia. Karena itulah para wali sangat dihormati dan disegani, sehingga karya-karya arsitektur Islam saat itu masih memperlihatkan perpaduan budaya lama dan budaya baru dalam arsitektur Islam.
16
Memasuki dekade 1960-an, mulai muncul gaya-gaya baru dalam arsitektur masjid di Indonesia. Gaya-gaya arsitektur yang baru tersebut banyak muncul dari kalangan intelektual Islam diantarnya adalah Achmad Noe’man, salah satu arsitek yang ikut merubah wajah mesjid yang ada di Indonesia. Salah satu karyanya adalah Mesjid Salman di ITB yang dibangun pada tahun 1964. Di sini, ia berusaha untuk merombak pola-pola lama dalam perwujudan bentuk dan ekspresi masjid-masjid di Indonesia yang telah ada sebelumnya. Gagasan-gagasan totalitas dalam pembebasan tradisi tersebut, termasuk dalam pengambilan pilihan material, teknik dan teknologi membangun masjid pada saat itu, tampaknya menjadi `sangat konstekstual` jika dilihat dari keberadaannya sebagai masjid kampus yang sudah sewajarnya penuh dinamika dan pembaharuan oleh perubahan-perubahan bentuk arsitekturnya. Arsitektur masjid dengan gaya baru di Indonesia, mulai muncul saat pembangunan Masjid Istiqlal di Jakarta. Meskipun masjid merupakan karya arsitektur Islam, tetapi ternyata Masjid Istiqlal di Jakarta adalah karya arsitek ternama Indonesia non Muslim. Arsitek Masjid Istiqlal adalah Frederick Silaban, seorang umat Nasrani yang menempuh pendidikan arsitekturnya di ITB Bandung. Meskipun arsitek ini bukan seorang Muslim, namun ia dapat menghayati fungsi masjid sebagai perwujudan penting umat Islam.
17
Gambar 2. 1. 4. 1.
Gambar 2. 1. 4. 3.
Gambar 2. 1. 4. 5.
Gambar 2. 1. 4. 2.
Gambar 2. 1. 4. 4.
Gambar 2. 1. 4. 6.
18
Gambar 2. 1. 4. 6.
Gambar 2. 1. 4. 8.
Gambar 2. 1. 4. 5.
Gambar 2. 1. 4. 7.
Gambar 2. 1. 4. 9.
Gambar 2. 1. 4. 5.
19
II. 2. TINJAUAN KHUSUS II. 2. 1. Tinjauan Tapak LOKASI - Luas Tapak
: 10.000 m2
- Lokasi
: Jl. Raya Kebon Jeruk, Batu Sari, Jakarta Barat
- KDB
: 60 %
- KLB
:3
- GSB
: 10 m dan 6 m
- Ketinggian Maks.
: 8 Lantai
DATA -
Perbedaan suhu antara siang dan malam relatif rendah (240-320 C)
-
Kecepatan angin rendah (2m/s), bertambah cepat jika turun hujan
-
Kelembaban udara tinggi (60-95%)
-
Radiasi matahari cukup tinggi (>900W/m2), namun saat mendung hanya <100W/m2
-
Curah huja tinggi (>300mm)
-
Flora beragam, tumbuh subur, jamur bertumbuh dengan pesat Menurut George Lippsmeier (1994) ciri-ciri dan maslah-masalah bangunan terpenting di daerah iklim hutan hujan tropis adalah :
Ciri-ciri Iklim Kelembaban udara dan temperature tinggi
Masalah umum dan bangunan Panas di dalam bangunan
Hal-al penting yang perlu diperhatikan Bangunan sebaiknya banyak diberi ruang terbuka agar gerakan angin lebih lancer
20
Angin sedikit
Penguapan sedikit karena gerakan udara lambat
Ventilasi silang
Radiasi matahari tinggi
Perlu perlindungan terhadap radiasi matahari, dan hujan
Ruang sekitar bangunan diberi peneduh tanpa mengganggu sirkulasi udara Pencahayaan dan pengahawaan alami dalam bangunan untuk menghemat energy
Tabel 2. 2. 1. 1
-
Penduduk di kodya Jak-Bar : 1.573.561 orang
-
Prosentase Agama : Islam = 80% Kristen Protestan = 9% Kristen Katolik = 6% Hindu dan Budha = 5%
-
Jumlah Penduduk Islam : 1.258.848 orang
-
Jumlah Penduduk Protestan : 141.620 orang
-
Jumlah Penduduk Katolik : 94.413 orang
-
Jumlah Penduduk Hindu dan Budha : 78.678 orang
DATA TEMPAT PERIBADATAN -
Jumlah Mesjid di kodya Jak-Bar : 536
-
Jumlah Gereja di kodya Jak-Bar : 165
-
Jumlah Vihara di kodya Jak-Bar : 51
21
-
Jumlah Pura di kodya Jak-Bar : 14
TAPAK
Gambar 2. 2. 3. 1. Tapak berada di pertigaan lampu merah Batussari, Jalan Raya Kebun Jeruk di daerah Rawa Belong, Palmerah. Daerah Batusari ini merupakan salah satu daerah pemukiman penduduk Betawi yang paling awal. Seiring perkembangan waktu, masyarakat Betawi mulai terdesak ke pinggiran oleh banyaknya pendatang. Daerah Batusari ini mempunyai sejarah kebetawian yang cukup lekat. Seiring dengan perkembangan waktu adanya perkembangan kota dan masuknya pendatang dari berbagai daerah di Indonesia untuk menjadi mahasiswa Universitas Bina Nusantara, semakin menyebabkan padatnya daerah Batusari dan sekitarnya ini. Kondisi ini membuat keadaan lingkungan
22
di daerah Batusari ini menjadi lebih macet karena bertambahnya kendaraan yang lewat yang menyebabkan polusi yang meningkat dan banyaknya k
II. 2. 2. Peraturan Bangunan Khusus Pemda DKI Jakarta Berdasarkan Undang-Undang No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, ada beberapa persyaratan teknis yang harus dipenuhi dalam hal perencanaan dan perancangan sebuah gedung. Persyaratan tersebut antara lain: •
Bangunan gedung yang dibangun di atas, dan/atau di bawah tanah, air, dan/atau prasarana dan sarana umum tidak boleh mengganggu keseimbangan lingkungan, fungsi lindung kawasan, dan/atau fungsi prasarana dan sarana umum yang bersangkutan.
•
Persyaratan jumlah lantai maksimum bangunan gedung atau bagian bangunan gedung yang dibangun di bawah permukaan tanah harus mempertimbangkan
keamanan,
kesehatan,
dan
daya
dukung
lingkungan yang dipersyaratkan. •
Persyaratan jarak bebas bangunan gedung atau bagian bangunan gedung
yang
dibangun
mempertimbangkan
di
batas-batas
bawah lokasi,
permukaan keamanan,
tanah
harus
dan
tidak
mengganggu fungsi utilitas kota, serta pelaksanaan pembangunannya. •
Persyaratan tata ruang dalam bangunan harus memperhatikan fungsi ruang, arsitektur bangunan gedung, dan keandalan bangunan gedung.
23
•
Persyaratan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.
•
Bangunan gedung tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum lainnya harus mempunyai bukaan untuk ventilasi dan pencahayaan alami.
•
Penggunaan bahan bangunan gedung harus aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.
•
Bangunan gedung yang bertingkat harus menyediakan tangga yang menghubungkan lantai yang satu dengan yang lainnya dengan mempertimbangkan
kemudahan,
keamanan,
keselamatan,
dan
kesehatan pengguna. •
Bangunan gedung untuk parkir harus menyediakan ram dengan kemiringan tertentu dan/atau sarana akses vertikal lainnya dengan mempertimbangkan kemudahan dan keamanan pengguna sesuai standar teknis yang berlaku.
•
Penyediaan akses evakuasi harus dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi dengan petunjuk arah yang jelas.
•
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia termasuk penyediaan fasilitas aksesibilitas dan fasilitas
24
lainnya dalam bangunan gedung dan lingkungannya merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal. Peraturan dan ketentuan tata bangunan yang lebih rinci diatur dalam Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 tentang Bangunan dalam Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan dilampirkan dalam tulisan ini.
II. 3. TINJAUAN TOPIK II. 3. 1. Pengertian Arsitektur Ekologis Ekologi berasal dari kata bahasa Yunani yaitu ‘oikos’ dan ‘logos’, ‘oikos’ berarti rumah tangga atau cara bertempat tinggal, sedangkan ‘logos’ bersifat ilmu atau ilmiah. Jadi ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat tinggal mahluk hidup. Atau ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara mahluk hidup dan lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkanalkan oleh Ernst Hackel, ahli ilmu hewan pada tahun 1869 sebagai ilmu interaksi segala jenis mahluk hidup dengan lingkungannya. Ekologi juga biasanya dimengerti sebagai hal-hal yang berhubungan antara mahluk hidup (manusia, hewan, dan tumbuhan) dengan lingkungannya (cahaya, suhu, iklim, curah hujan, topografi, dll). Menurut Ernest Burden, “Ecological Architecture is a style of architecture (1970-) developed in response to the problems of expensive fuels and other environmental factors. Various projects were undertaken to construct self-
25
sufficient, or self-serving buildings, independent of public utilities, by exploiting ambient energy sources, such as wind power, solar radiation, and a variety of recycling technique.” “Arsitektur Ekologi adalah desain yang menegaskan penggunaan bahan alami dan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dimana sumber tersebut dapat dikembalikan ke alam tanpa menyebabkan kerugian. Untuk pengurangan penggunaan energi, semua aspek-aspek pasif surya dan massa termal dimasukkan ke dalam bangunan dengan sebuah
mekanisme.
(sumber
:
http://www.ecologicalarch.com/designapproach.php)”
Menurut Heinz Frick, Arsitektur Ekologis adalah cara membangun yang holistis (berhubungan dengan sistem keseluruhan), memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan), sebagai proses dan kerja sama antara manusia dan alam sekitarnya sebagai berikut : a. Berhubungan erat dengan tempat bangunan, sejarah, kebudayaan, tata kota, tata lingkungan, serta keadaan lalu lintas (pencapaian). b. Memiliki kualitas tinggi berhubungan dengan penggunaan ruang dalam maupun ruang luar, pencahayaan, warna, bentukan, dan bahan bangunan. c. Menjadi fleksibel sekali dalam penggunaan dan perubahan, memungkinkan keanekaragaman kebersamaan penghuni dan mendukung partisipasi semua anggota terkait dalam perencanaan, pembangunan, pemeliharaan maupun penggunaan. d. Memperhatikan ekologi pada bahan bangunan (peredaran bahan dan rantai bahan).
26
e. Mendukung kesehatan penghuni dan menghindari bahan bangunan yang menimbulkan berbagai penyakit pada manusia. Arsitektur ekologi melihat bangunan sebagai bagian dari ekosistem dari planet dan bangunan sebagai bagian dari habitat hidup. Arsitektur ekologi menggabungkan keberkelanjutan, kesadaran lingkungan, hijau, alami, dan organik sehingga mendekati solusi desain yang dibutuhkan dan yang sesuai dengan karakteristik tapak, konteks lingkungan sekitarnya, dan iklim mikro serta topografi. Menurut Heinz Frick, ada dua arus yang mempengaruhi kehidupan manusia, yaitu teknik dan alam. Teknik timbul karena adanya kekurangan dan menjadi alat bantu yang dapat dengan cepat menagatasi kekurangankekurangan tersebut disaat prosees biologis dinilai terlalu lambat untuk mengatasinya. Akan tetapi, penggunaan teknik secara dangkal dan berjangka pendek secara berlebihan dapat menyebabkan efek samping baik secara biologis, psikologis, maupun ekologis. Dan penggunaan teknik dengan menggunakan energi tak terbarukan dapat menyebabkan perusakan dan pencemaran terhadap semua peredaran kehidupan. Pada zaman dahulu, seperti yang dikatakan oleh Vitruvius bahwa bangunan yang baik harus memiliki 3 unsur yaitu Venustas / keindahan, Firmitas / kekokohan, dan Utilitas / kegunaan. Tetapi pada masa sekarang bangunan yang baik, selain dari tiga unsure tersebut, ada satu unsur tambahan, yaitu hemat energi. Tambahan ini muncul karena keadaan bumi pada masa
27
sekarang sudah sangat buruk. Banyak lapisan ozon yang bolong, pencemaran baik udara, maupun air dimana-mana. Jadi penghematan energi adalah satu – satunya jalan keluar untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pada dasarnya penghematan energi disini bukan kita tidak boleh menggunakan energi yang ada, tetapi akan lebih baik jika kita dapat mengganti penggunaan energi yang tak terbarukan dengan energi terbarukan. Dan juga lebih baik jika energi terbarukan tersebut dapat kita olah sedemikian rupa menjadi energi yang berguna bagi bangunan tersebut dan pengganti energi tak terbarukan tersebut. Jadi arsitektur ekologis sendiri mengandung juga bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur yang memperhatikan kesehatan penghuni), arsitektur alternatif, arsitektur matahari (arsitektur yang memanfaatkan tenaga surya), arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan pembangunan alam), serta pembangunan berkelanjutan (arsitektur yang memperhatikan aspek social, ekonomi dalam perkembangan masa depannya). Arsitektur ekologis tidak menetukan apa yang seharusnya terjadi dalam arsitektur, melainkan arsitektur ekologis menghasilkan keselarasan antara manusia dan alam. Beberapa contoh prinsip, strategi dan metode desain bangunan ekologis adalah sebagai berikut : 1. Smaller is Better
28
Penyelesaian yang paling baik menurut prinsip “semakin kecil semakin
baik”
(minimalis)
adalah
dengan
meminimalisasi
struktur/konstruksi yang juga berarti mengurangi penggunaan energy, bahan mentah, dan ruang. 2. Hemat energy Bangunan yang ekologis harus bias memanfaatkan potensi sumber daya alam yang dapat diperbaharui demi penghematan energy yang tidak dapat diperbaharui. Desain dapat diwujudkan dengan : a. Memanfaatkan potensi dan mengatasi permasalahan iklim setempat dengan menggunakan teritisan, ventilasi silang, pemanfaatan cahaya matahari pada siang hari, dll. b. Konservasi air, contohnya dengan menampung air hujan dan di gunakan sebagai air wudhu. 3. Memakai bahan baku dan energy terbarui Panas dan cahaya matahari, angin merupakan energy yang terbarui, oleh sebab itu sebaiknya dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya melalui desain dengan ventilasi silang.penggunaan bahan bangunan seperti kayu, bamboo, rotan, dan sebagainya. 4. Penggunaan bahan bangunan yang ekologis Prinsip-prinsip penggunaan bahan baku ekologis adalah sebagai berikut : -
Menggunakan bahan baku, energy dan air seminimal mungkin.
29
-
Semakin kecil kebutuhan energy pada produksi dan transportasi, semakin kecil pula limbahnya.
-
Bahan-bahan yang tidak seharusnya digunakan sebaiknya diabaikan.
-
Menggunakan bahan bangunan yang terbuat dari bahan baku yang terbarukan atau dari bahan daur ulang.
-
Proses produksi bahan bangunan harus menghindari penggunaan bahan yang berbahaya.
-
Bahan yang dipakai harus kuat dan tahan lama sesuai masa pakai.
-
Bahan bangunan atau bagian bangunan harus mudah diperbaiki dan diganti.
5. Konservasi air Penggunaan kembali air buangan terutama air hujan untuk penggunaan wudhu, menyiram tanaman, flushing toilet, dan lain-lain. 6. Optimalisasi vegetasi Penghijauan akan meningkatkan kualitas kehidupan dalam kota karena sekaligus sebagai ‘paru-paru’ lingkungan sekitar. Oleh karena itu disediakan ruang terbuka hijau dan penanaman pepohonan. Karena vegetasi dapat mensuplai oksigen, member keteduhan dan kesejukan, mengurangi kebisingan, mengurangi debu, dan lain-lain. 7. Menggunakan teknologi sederhana Menggunakan teknologi konstruksi sederhana yang dapat dikerjakan pekerja local, berarti memberi kesempatan kerja untuk pekerja setempat.
30
8. Life cycle design Life cycle merupakan analisa penggunaan energy untuk proses produksi, konstruksi, operasi, dan pemeliharaan sampai pemusnahan, serta dampaknya kepada lingkungan.
II. 4. Teori-Teori Arsitektur Pendukung Bentuk dan Ruang Menurut Ching (1996), bentuk dasar ruang dan bangunan secara umum ada tiga, yaitu segitiga, lingkaran dan segiempat. Pada bangunan mesjid ini saya akan menggunakan bentuk segiempat sebagai bentuk dari denah bangunan ini, karena bentuk ini dapat mengoptimalkan bentuk ruang yang akan dipergunakan untuk ruang solat berjamaah. Bentuk
Keuntungan
Kerugian
2. Segiempat
•
Bentuk statis
•
•
Mudah dikembangkan ke
Orientasi
ruang
cenderung statis
segala arah •
Orientasi
ruang
pada
keempat sisi pembatasnya •
Layout ruang baik dan
•
Ruang memiliki efisiensi yang tinggi
Tabel 2. 4. 1.
31
Beberapa jenis organisasi bentuk dan ruang antara lain : •
Ruang di dalam Ruang Sebuah ruang yang luas dapat mencakup dan memuat sebuah ruang lain yang lebih kecil di dalamnya.
•
Ruang-Ruang yang saling berhubungan / berkaitan Suatu hubungan ruang yang saling berkaitan yang dihasilkan dari overlapping dua daerah ruang dan membentuk irisan atau suatu daerah bersama.
•
Ruang-Ruang yang Bersebelahan Merupakan organisasi ruang yang paling umum. Batas-batas pemisah ruang yang bersebelahan dapat berupa dinding, panel, kolom, ketinggian lantai, ketinggian plafon, split dinding, dan lain-lain.
•
Ruang-Ruang yang dihubungkan oleh sebuah Ruang Perantara Dua buah ruang yang terpisah oleh jarak dapat dihubungkan atau dikaitkan satu sama lain oleh ruang ketiga atau ruang perantara.
Selanjutnya dibahas oleh Ching, ada beberapa jenis organsisasi ruang, antara lain : •
Organisasi Terpusat, di mana sebuah ruang dominan menjadi pusat pengelompokan sejumlah ruang sekunder
•
Organisasi Linear, suatu bentuk urutan dalam satu garis dan ruang-ruang yang berulang. Garis tidak harus berbentuk lurus.
•
Organisasi Radial, di mana sebuah ruang pusat menjadi acuan organisasi ruang linear yang berkembang menurut arah jari-jari.
32
•
Organisasi Cluster, yaitu kelompok ruang yang kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan satu ciri atau hubungan visual. Organisasi yang paling umum terbentuk.
•
Organisasi Grid, di mana ruang-ruang terorganisir dalam daerah grid atau struktur lainnya.
Sirkulasi Beberapa Komponen Unsur dalam Sirkulasi Ruang antara lain : •
Pencapaian (Langsung, Tersamar, Berputar)
•
Jalan / Pintu Masuk
•
Konfigurasi Jalan (Linear, Radial, Spiral, Grid, Jaringan, Komposit)
•
Hubungan Jalan dan Ruang
•
Bentuk Ruang Sirkulasi (Koridor, Aula, Galeri, Tangga, Kamar) Sirkulasi dapat dibagi menjadi 2, yaitu : -
Sirkulasi Horizontal
-
Sirkulasi Vertikal
Tapak dan Lingkungan Menurut Chiara dan Koppelman (1991), ada beberapa faktor yang penting dan perlu diperhatikan dalam melakukan analisis tapak dan lingkungan, antara lain : •
Pencapaian
33
•
Kondisi Tapak
•
Kondisi Lingkungan Sekitar
•
Orientasi Massa Bangunan
•
Utilitas dan Drainase Lingkungan
•
Area Hijau pada Lingkungan
Orientasi dan Tata Letak Bangunan Selanjutnya diuraikan oleh Chiara dan Koppelman, bahwa Orientasi dan Tata Letak Bangunan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : •
Jalan
•
Bentuk Tapak
•
Orientasi Terhadap Matahari, yang menyangkut panas matahari pada bangunan, serta penataan lansekap dan elemen bangunan untuk pengendalian panas
•
Angin
•
Jalan Sekitar Tapak
•
Kebisingan, yang menyangkut bukaan terhadap kebisingan.
•
View
II. 5. Studi Kasus II. 5. 1. Mesjid Agung At-Tin Arsitek utama H. Achmad Noe’man I.A.I (Biro Arsitektur Achmad Noe’man) •
Visi
34
" Menjadikan Masjid Sebagai Oase Spiritual dan Pencerahan Intelektual " •
Misi -
Menjadikan Masjid Agung AT-TIN sebagai konsep dan Tren Masjid masa depan.
-
Meningkatkan kecerdasan intelektual dan spiritual ummat secara terpadu.
-
Wahana pemberdayaan sumber daya ummat yang profesional dan berakhlak karim.
Gambar 2. 5. 1.
1.
35
•
Data umum mesjid
Arah Kiblat Sertifikat DEPAG
= 23 April 1997
Kordinat Tempat
= 06 derajat, 17879 - 106 derajat, 53076
Arah Kiblat
= 295 derajat, 9', 54'', 46
Mulai Pembangunan Tanggal
= April 1997
Peletakan Batu Pertama
= 23 Agustus 1997
Adzan Pertama
= 25 Nopember 1999
Soft Opening
= 26 Nopember 1999
Grand Opening
= 26 Desember 1999
Luas Tanah
= 70.000 m2
Luas Bangunan Masjid A. Lantai Dasar
= 5.030 m2
B. Lantai Satu
= 4.350 m2
C. Lantai Mezanine
= 2.069 m2
D. Luas Selasar Tertutup
= 1.245 m2
E. Luas Plaza Shalat
= 5.800 m2
Kapasitas Jamaah = 9.000 orang A. Dalam Masjid = 10.850 orang B. Plaza & Selasar Tertutup = 42 m Tinggi Menara Utama
36
Kapasitas Parkir
= 350 kendaraan
A. Mobil Kecil
= 8 kendaraan
B. Bus
= 100 kendaraan
C. Motor
•
Fasilitas mesjid A. Rumah Dinas untuk Imam Besar B. Mess Mua'zin 1. 8 Kamar @ 2 orang 2. Ruang Makan 3. Ruang Rekreasi/ TV 4. Dapur 5. Kamar Mandi 4 kamar C. Rumah Penjaga
•
Konsep mesjid A. Ruang luar 1. Kubah 1.1 Visual Arsitektur dan Filosofis
1. Merupakan unsur “Kepala” dari unsure struktur bentuk mesjid.
37
2. Merupakan
unsur
penting
sebagai
penanda
fungsi
berdasarkan persepsi bentuk. 3. Sebagai unsur akhiran bentuk dan sebagai tempat Penanda fungsi yang lebih spesifik. 4. Khusus untuk kubah masjid ini terbagi menjadi tiga bagian. Hal ini merupakan penterjemahan perjalanan hidup manusia sebagai hamba Allah dalam tiga alam, yaitu alam rahim, alam dunia dan alam akhirat. Garis pembagi antara alamalam tersebut diekspresikan oleh bidang bukaan horisontal yang diisi oleh elemen fungsional dan estetis yaitu kaca patri.
1.2 Struktur Struktur kubah memakai struktur rangka ruang / space frame Struktur ini terpilih karena mempunyai beberapa keunggulan antara lain :
1. Relatif lebih ringan. 2. Pemakaian bahan penutup atap lempeng - lempeng enamel mendukung sifat struktur yang ringan. 3. Pengurangan terhadap beban struktur secara keseluruhan system. 4. Pemakaian struktur ini yang bobotnya relatif lebih ringan
38
mendukung terciptanya pembentukan ruang yang bebas kolom.
1.3 Bukaan Yang dimaksud adalah sebagian dari bidang atap dibuka dan diisi dengan bahan lain yang bersifat transparan dan estetis yaitu kaca patri. Pola - pola geometric dengan pemilihan paduan warna khusus yang menjadi acuan rancangan kaca patri tsb. Fungsinya adalah untuk memasukan unsur cahaya sehingga suasana ruang utama lebih tenang pada siang hari dan dapat mengurangi pemakaian penerangan buatan.
Gambar 2. 5. 1. 2. 2. Badan mesjid -
Bagian badan masjid memberikan suatu kesan visual yang menutup/mengecil pada bagian atas kemudian membuka pada bagian akhiran. Bagian yang mengecil memberikan persepsi
39
vertikalisme yang mengarah dan mengecil menuju suatu titik pusat. -
Unsur bagian ini terdiri dari unsur-unsur garis tegas vertical dan diagonal sehingga memberikan kesan kokoh, tegar dan kuat.
Ornamen/ elemen estetika Konsep Umum 1. Sebagai elemen geometri yang merupakan salah satu ciri seni Islam. 2. Merupakan penterjemahan atas ketauhidan Allah SWT, yang diterjemahkan pada pola - pola geometri.
Gambar 2. 5. 1. 3. Fungsi 1. Sebagai elemen pengisi system bukaan. 2. Sebagai unsur yang mempertegas bentuk (bingkai bukaan /
40
relief). 3. Aksentuasi. 4. Pengakhiran. Jenis 1. Menyatu : Merupakan permainan yang sejenis, tetapi dalam keragaman warna dan texture (inlay batu alam dua dimensi) 2. Melayang : Memberikan kesan ringan dan transparan dalam membatasi ruang, yaitu kerawang ( beton, besi ) 3. Menonjol : Memberikan perbedaan wujud 3 dimensidari bahan dan elemen pembentuk ornamen (relief) 4. Transparan : Melalui media cahaya akan terasa wujud estetikanya (secara dua dimensi) tetapi tidak membatasi kontinuitas visual (kaca patri). Melalui media cahaya akan terasa wujud estetika baik secara dua dimensi (back light) ataupun tiga dimensi (direct lighting) tetapi kontinuitas visual dan udara tetap bebas (kerawangan).
Gambar 2. 5. 1. 4.
41
B. Ruang dalam 1. Lantai bawah Lantai bawah menampung kegiatan - kegiatan seperti : -
Hall / ruang tangga utama
-
Ruang Wudhu pria dan wanita
-
Ruang Pendidikan
-
Ruang Mushaf
-
Ruang Rapat Kecil
-
Ruang Kegiatan
-
Ruang Tunggu VIP
-
Ruang Kelas RA/TPA
-
Ruang Perpustakaan dan Internet
Skala ruang manusiawi dengan pengertian ruang-ruang yang terbentuk konstektual terhadap skala ruang yang diinginkan. Penzonaannya adalah dibagian depan sebagi ruang penerima ( ruang tangga umum), bagian tengah area serba guna dan area wudhu, sedang
bagian
belakang
adalah
ruang
tunggu
VIP.
Khusus bagian tengah terbagi lagi atas area basah yaitu area wudhu dan area kering adalah serba guna. 2. Lantai atas
42
Lantai
atas
berfungsi
sebagai
ruang
shalat
utama.
Suasana interior secara garis besar terbagi atas dua zona dibawah mezzanine dan ruang besar berkubah. Pada ruang dibawah mezzanine akan terjadi pengaruh psikologis yang memberikan perasaan tertekan / depresi sehingga memberikan pengaruh terhadap keleluasaan konsentrasi.
Gambar 2. 5. 1. 5. Sedang pada ruang tengah yang berkubah akan terjadi pengaruh psikologi yang menimbulkan perasaan kerdil / kecil karena manusia berada pada ruang yang sangat besar atau dengan perkataan lain berada pada ruang yang sangat besar atau dengan perkataan lain berada pada ruang dengan skala monumental. Ruang berkubah ini sekaligus merupakan klimaks dari urutan keseluruhan perjalanan pada area masjid. Khusus pada lantai mezzanine, skala konstruksi cenderung bersifat ter-pusat radial kearah mihrab, sedang keberadaannya dapat
43
memberikan suasana "continous space" atau ruang yang menerus baik horizontal maupun vertical.
C. Sarana Sirkulasi
Sarana sirkulasi utama adalah tangga selain tangga terdapat juga escalator dan ramp. Letak tangga tersebut, escalator dan ramp terletak di hall utama .
D. Ruang Tangga Ruang tangga diekspresikan secara terpisah dari bangunan utama, hal ini lebih pada pertimbangan estetis arsitektural yaitu sebagai elemen pengimbang dan pengarah. Sedang dari segi tampak merupakan elemen vertical yang cukup kuat dan membentuk "sky line" yang harmonis. E. Menara/Minaret Fungsi utama adalah tempat menyimpan peralatan "Sound System" yang berupa alat pengeras suara agar suara adzan dapat terdengar lebih jauh dan jelas. Dari sisi arsitektural merupakan elemen identitas masjid sedang dari sisi tata letak merupakan elemen "Eye Catcher" yang cukup komunikatif karena letaknya dihalaman depan. Unsur vertical ini merupakan gambaran hubungan antara manusia dengan mahluk ciptaan-Nya terhadap Sang Pencipta Yang Maha Tinggi yaitu Allah
44
SWT. F. Selasar tertutup dan plaza mesjid Fungsi utamanya adalah sebagai sarana sirkulasi horizontal yang terlindung dari hujan dan panas. Dari segi arsitektur merupakan elemen arsitektur yang berskala manusia, berfungsi sebagai pembatas ruang transisi (plaza shalat) yang memberikan kesan "surprising" dalam perjalanan menuju ruang utama. Sedang plaza shalat merupakan tempat shalat pada saat-saat jamaah luber misalnya pada saat shalat Jum'at atau shalat Hari Raya. Tangga keliling pada selasar ini merupakan elemen arsitektural yang memberi kesan monumental untuk menuju bangunan utama. G. Lansekap Lansekap masjid ini diwujudkan sebagai penghayatan rasa syukur
manusia
melalui
keindahan
mahluk
ciptaan-Nya.
Salah satu unsure lansekap yang cukup khas karakternya adalah air Unsur air pada lansekap menciptakan suasana kesejukan (dingin), beriak dan pantulannya memberikan imajinasi tak terbatas atas kekuasaan-Nya,dan dari airlah segala kehidupan dimulai yang harus kita pikirkan untuk menciptakan rasa syukur atas kekuasaan Allah pencipta langit dan seisinya. Orientasi Pada komplek Masjid ini diberikan kejelasan dan kemudahan
45
sirkulasi sebagai orientasi pada kegiatan didalamnya dengan penggunaan hirarki dan material yang berbeda sesuai fungsinya. "Yang menjadikan bumi untuk kami sebagai tempat menetap dan Dia membuat jalan-jalan diatas bumi untuk kami supaya kamu mendapat petunjuk" (QS:43:10). Kesimpulan : - Mesjid yang sangat besar dan luas. - Suara tidak bising karena letaknya yang agak ke dalam di lansekapnya dan jauh dari jalan raya. - Banyaknya kisi-kisi dan bukaan yang ada menjadikan sirkulasi pengudaraan yang baik dan tanpa pengudaraan buatan. - Fasilitas yang ada sudah cukup lengkap dan banyak. - Lansekap yang ada di Mesjid ini sangat di tata dengan rapid an teratur jadi terlihat sangat indah - Penataan tempat wudhu yang baik menjadikan sirkulasi manusia yang baik.
II. 5. 2. Mesjid Dian Almahri Mesjid Dian Al-Mahri terletak di tepo Jalan Raya Meruyung-Cinere, kecamatan Limo, kota Depok. Mesjid berkubah emas 24 karat. Pemilik : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid Arsitek : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid
46
Dibangun : 2001 Luas lahan keseluruhan : 80 hektar Luas Lahan untuk mesjid : 2 hektar Luas Bangunan mesjid : 60 m x 120 m. Kapasitas mesjid : 25.000 jemaah Diameter kubah utama : 16 meter Tinggi kubah utama : 20 meter Material impor Pemilk mesjid mengimpor semua material untuk mesjidnya dari Negara-negara Eropa. Emas, lampu, dan granit dari talia, serta beberapa material lain dari Spanyol, Norwegia, juga dari Brasil.
Gambar 2. 5. 2. 1.
47
Gambar 2. 5. 2. 2.
Kesimpulan : -
Mesjid terlalu mewah dan megah.
-
Boros material karena mengunakan material impor.
-
Tidak bising karena letaknya jauh dari jalan uama.
-
Lansekap sangat indah dan menarik namun dirasa sangat panas karena kurangnya pohon peneduh.
-
Fasilitas sudah cukup lengkap dan memadai.
-
Dari segi penghawaan sudah cukup baik.
48
II. 5. 3. Assyaffah Mosque di Singapore
Gambar 2. 5. 3. 1. Data Owner : Majelis Agama Islam Singapura Arsitek Principal : Tan Kok Hiang Tim desain : - Struktur : Web Struktur - Mekanikal dan Elektrikal : Alpha Engineering Consultan - Interior Desainer : Davis Langdon & Seah Singapore Pte. Ltd. - Kaligrafi : Yahiya, Xian China - Kontraktor : Evan Lim Contruction Pte. Ltd. Waktu pembangunan : Mei 2000 Waktu penyelesaian : April 2004 Lokasi : 1 Admiralty Lane, Singapore 757620 Luas Tapak : 2500 m2 Luas Bnagunan : 3489 m2
49
Gambar 2. 5. 3. 2. Sebelah kiri adalah dinding dengan motif arab yang berfungsi untuk memasukkan udara dan cahaya alami pada siang hari. Di sebelah kanan adalah tempat mihrab yang terbuat dari panel alumium dengan tulisan kaligrafi di ruang solat utama.
Gambar 2. 5. 3. 3. Ruang solat berjamaah yang beralaskan karpet sekaligus sebagi penunjuk saf dan juga rak-rak Quran di belakangnya.
50
Gambar 2. 5. 3. 4. Tampak minaret mesjid yang bermodular terbuat dari lempengan baja.
Gambar 2. 5. 3. 5. Ruang solat utama yang bebas dengan penggunaan kolom. Kolom melengkung seperti bentuk setengah lingkaran yang terbuat dari struktur beton.
51
Gambar 2. 5. 3. 6. Ruang solat utama dengan pencahayaan dari samping dan atas, dan juga penghawaan alami.
Gambar 2. 5. 3. 7. Rak Al Quran yang berada di ruang solat utama yang terbuat dari kaca yang menempel di dinding yang dibatasi oleh plat baja dan terkena cahaya siang.
52
Gambar 2. 5. 3. 8. Refleksi yang ditimbulkan oleh lantai granit hitam.
Gambar 2. 5. 3. 9.
53
Gambar 2. 5. 3. 10.
Gambar 2. 5. 3. 11.
54
Gambar 2. 5. 3. 12.
Gambar 2. 5. 3. 13 .
55
II. 5. 4. MASJID SAID NAUM, UNGKAPAN LOKALITAS DALAM MASJID MODERN oleh Bambang Setia Budi Suatu
rancangan
masjid
yang
sangat
berhasil
dalam
upaya
menghadirkan kosa bentuk masjid tradisional Jawa ke dalam ungkapanungkapan modern adalah Masjid Said Naum yang terletak di dalam area kepadatan tinggi di Kebon Kacang, Jakarta. Masjid yang dirancang arsitek Adhi Moersid dan tim ini jelas memperlihatkan usaha serius dalam mengakomodasi dua kepentingan berbeda yaitu merepresentasikan karakter arsitektur lokal/tradisional dengan pendekatan modern. Wajar jika rancangan ini kemudian memenangkan kompetisi yang diadakan Pemda DKI pada tahun 1975 di mana kriteria utamanya adalah harus merepresentasikan karakter arsitektur tradisional, cocok dengan lingkungan sekitar, dan menggunakan material lokal. Atas alasan itu pulalah bangunan masjid yang selesai pembangunannya tahun 1977 ini mendapatkan penghargaan Honourable Mention dari Aga Khan Award for Architecture pada tahun 1986.
56
Gambar 2. 5. 4. 1. Masjid Said Naum -Penampilan masjid didominasi oleh atap yang mencoba menggubah kembali atap tumpang atau Meru tradisional ke dalam perwujudan yang baru. Menurut catatan tertulis dari sang arsitek, pada waktu menggarap rancangan ini sebenarnya tidak ada pretensi mengupas kemudian merumuskan bagaimana tradisi dan unsur arsitektur tradisional dapat dimasukkan ke dalam rancangan dengan mengikuti aturan atau teori tertentu. Namun, yang dicoba dilakukan adalah mencarikan landasan untuk memberikan makna pada ungkapan arsitekturnya baik yang teraga maupun yang tidak teraga. Salah satu landasan perancangannya adalah keyakinan bahwa Islam merupakan ajaran atau ideologi yang ke mana pun ia datang tidak secara langsung membawa atau memberikan bentuk budaya berupa fisik. Di mana pun Islam datang, ia siap memakai berbagai bentuk lokal/tradisional untuk dijadikan
57
identitas fisiknya. Dari sini kita menemukan banyak bangunan-bangunan tradisional yang dengan mudah dapat berubah fungsinya menjadi masjid di berbagai masyarakat yang telah memeluk agama Islam. Arsitektur Islam dapat juga dinyatakan sebagai manifestasi fisik dari adaptasi yang harmonis antara ajaran Islam dengan bentuk-bentuk lokal. Oleh karena itu, Arsitektur Islam bisa amat kaya akan ragam dan jenisnya sebagaimana yang diungkapkan arsitek Muslim Turki Dogan Kuban bahwa tidak ada homogenitas dan kesatuan dalam bentuk dari apa yang disebut Arsitektur Islam. Konsep inilah yang dipakai sang arsitek sebagai fokus sentral dalam mendesain masjid bernuansa modern di atas tanah wakaf warga keturunan Mesir bernama Said Naum. DARI segi bentuk, gubahan pertama yang menarik perhatian adalah desain atap masjid. Karena arsitektur atap merupakan salah satu ciri menonjol dalam arsitektur tradisional di Indonesia/Jawa, dapatlah dimengerti jika desain ini mencoba mengambil kembali karakteristik atap masjid tradisional, namun direvitalisasi. Penampilan masjid didominasi atap yang mencoba menggubah kembali atap tumpang atau meru tradisional yang sering ditampilkan dalam bangunan sakral di Jawa atau Bali, ke dalam perwujudan baru. Berbeda pada bangunan tradisional, bagian atas diputar 90 derajat dari bentuk massa bangunan masjidnya. Hal ini jelas memperlihatkan usaha menarik dalam menampilkan gagasan baru untuk merevitalisasi bentuk atap lokal/tradisional tersebut. Bentuk
58
seperti itu tampaknya berkembang lebih lanjut di kemudian hari pada bangunan masjid-masjid modern lainnya di Indonesia seperti Masjid Al-Markaz Al-Islami di
Makassar
dan
Masjid
Pusdai
(Islamic
Center)
di
Bandung.
Gambar2.5.4.2. Cahaya alami - Pencahayaan alami menembus masuk ke dalam ruang shalat memberi suasana kenyamanan bagi setiap pengguna. Sementara pada bagian atas terlihat balok-balok struktur rangka atap yang menjadi `self bearing structure` dari sistem struktur atap tradisional sengaja diekspose. Bentuk atap tersebut sebenarnya juga memperlihatkan kesamaan profil dengan tipe atap tumpang dengan saka guru. Biasanya ada empat saka guru di tengah ruang shalat untuk menyangga atap kedua maupun ketiganya. Namun, empat saka guru tersebut di dalam rancangan ini dihilangkan agar didapat
59
pandangan secara jelas ke arah mihrab dan tersedia ruang tempat shalat dengan bebas. Konsekuensi penghilangan kolom-kolom saka guru di tengah-tengah ruangan tersebut adalah diperlukannya struktur bentang cukup lebar. Tampaknya pilihan struktur rangka baja telah dipakai untuk menggantikan struktur kayu yang biasa pada masjid tradisional. Namun yang sangat menarik di sini adalah dikembangkannya kembali konsep sistem atap lama pada struktur rangka atap yang rigid sebagai self bearing structure untuk menutup ruang dengan bentang lebar. Desain ini dengan jelas memeragakan pemanfaatan teknologi yang diadaptasikan dengan tradisi lokal. Pencahayaan alami yang masuk ke ruang shalat memberi suasana nyaman bagi setiap pengguna. Sementara pada bagian atas terlihat balok struktur rangka atap yang menjadi self bearing structure dari sistem struktur atap tradisional sengaja diekspos. Yang juga terlihat sangat menonjol dalam rancangan masjid yang berdenah segi empat simetris ini adalah kenyamanan ruang-ruangnya, yang terjadi sebab adanya bukaan di semua sisi dindingnya sehingga tercapai penghawaan silang dengan baik. Di setiap sisi dinding masjid terdapat lima jendela kayu lengkung yang lebar dengan beberapa di antaranya dipakai sebagai pintu. Uniknya bukaan-bukaan ini tidak menggunakan daun jendela/pintu tetapi deretan kayu berukir/berulir berjarak tertentu dengan arah vertikal yang mengisi luas jendela tersebut. Model jendela seperti ini mengingatkan pada rumah-
60
rumah tradisional Betawi maupun masjid-masjid lama di Jakarta yang dibangun sejak
abad
ke-18.
Gambar2.5.4.3. Bukaan - Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti ini menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan sehingga tercapai penghawaan silang. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci kenyamanan karena mengadaptasi kondisi iklim lokal. Bukaan tanpa daun jendela pada setiap sisi bangunan seperti ini menjadikan angin bebas bertiup ke dalam bangunan sehingga tercapai penghawaan silang. Nampaknya ini merupakan salah satu kunci kenyamanan karena mengadaptasi kondisi iklim lokal. Penggunaan sirkulasi yang mudah dan jelas juga memberi kenyamanan tersendiri dari bangunan berkarakter publik ini. Selain itu, penggunaan bentuk atap juga sangat cocok untuk bangunan di tempat yang memiliki curah hujan tinggi, bahkan adanya selasar yang lebar pada semua sisi yang dapat melindungi
61
ruang dalam/interior dari hujan dan silau akibat panas matahari luar semakin menambah kenyamanan ruang-ruang masjid. Pencahayaan alami yang dramatis dan sayup-sayup lembut-yang memasuki ruangan shalat baik dari samping maupun dari lubang cahaya dari pertemuan bidang miring atap yang diputar dengan atap di bawahnya-sangatlah mendukung suasana kekhusyukan. Sementara lampu di tengah langit-langit atap sangat
serasi
dengan
geometri
yang
memberikan
cahaya
iluminasi.
Bagaimanapun, efek pencahayaan ini memberikan kenyamanan sangat bagi setiap pengguna ketika berada di dalam masjid. Area di luar bangunan dirancang dengan berbagai level dengan tanaman berbeda pada masing-masing tempat. Pepohonan di sekeliling batas dan sebagai pengisi antarbaris paving lantai menyediakan bayangan dan atmosfer yang relatif sejuk yang mengalir secara silang ke dalam bangunan. Tata letak bangunan dan penataan lanskap tersebut jelas hendak menjadikan area yang tenang, sejuk, dan damai bagai oase di tengah hiruk-pikuk area urban Kota Jakarta. Ini menunjukkan desain bangunan yang sangat adaptif dengan iklim lokal. Dengan demikian, baik penampilan masjid dalam ruang dan bentuk, tata letak dan penataan lanskap, tampaknya sangat mendekati ideal. Kehadirannya begitu nyaman bagi kegiatan ritual ibadah seperti shalat, itikaf (berdiam diri di dalam masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah), perenungan hingga muhasabah (mengevaluasi diri).
62
Ini semua tidak lepas dari kuatnya ungkapan-ungkapan karakter lokal atau lokalitas dalam rancangan masjid baik secara keseluruhan maupun detaildetailnya. Ungkapan lokalitas memang banyak diolah dan menjadi ciri penting dalam rancangan masjid modern ini. Bahkan, materialnya menunjukkan material lokal kecuali bahan baja untuk struktur atap. Ini yang tampaknya patut menjadi contoh dan perlu dikembangkan perancang/arsitek untuk bangunan masjid khususnya dan bangunan lain pada umumnya di negeri kita tercinta, Indonesia.
II. 5. 5. King Faisal Mosque di Pakistan
Gambar 2. 5. .5. 1. Tampak mesjid Faisal Moasque di Pakistan
63
Gambar 2. 5. 5. 2. Tapak mesjid yang dikelilingi oleh penghijauan yang alami
Gambar 2. 5. 5. 3. Interior mesjid yang mendapat pencahayaan alami pada siang hari
64
Gambar 2. 5. 5. 4. Main Entrance jamaah untuk masuk ke mesjid
Gambar 2. 5. 5. 5. Tapak mesjid
65
Gambar 2. 5. 5. 6. Denah mesjid
Gambar 2. 5. 5. 7. Potongan dari pintu masuk
66
Gambar 2. 5. 5. 8. Potongan menghadap dinding kiblat
Gambar 2. 5. 5. 9. Tampak mesjid pada malam hari dengan penerangan yang indah
67
Gambar 2. 5. 5. 10.
68
II. 6. Studi Banding terhadap Bangunan Ekologis Menara Mesiniaga
Lokasi
: Subang Jaya
Arsitek
: Ken Yeang
Dibangun
: 1989
Selesai
: 1992
Tinggi
: 63 meter
Jumlah lantai
: 15 lantai
Luas total bangunan
: 6503 m2
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
Gambar 2. 6. 1.
Gambar 2. 6. 2. Warna kuning : sun shaders, warna hijau : tempat buat taman
69
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
Gambar 2. 6. 3.
Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang berperan sebagai penyaring lingkungan. Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang utilitasnya berdasarkan bangunan tradisional Malaysia dan transisi bangunan tradisional atau evolusi ke bangunan modern. Bangunan ini memiliki visi sebagai taman tropis dan menemukan hubungan antara bangunan, ruang luar dan iklim, serta merubah dampak perkembangan bangunan tinggi dalam ekosistem sebuah kota.
70
Orientasi matahari Menara Mesiniaga
Gambar 2. 6. 4.
Kesimpulan
: Menara
menggunakan pencahayaan
Mesiniaga
potensi serta
merupakan
lingkungan
penghawaan.
bangunan
tropis
secara
Bangunan
ini
ekologi
yang
maksimal
untuk
dirancang
dengan
mengangkat tanaman ke atas bangunan dan mengelilingi bangunan untuk menurunkan suhu di dalam ruangan dan mendistribusikan oksigen. Orientasi matahari bangunan menara ini adalah ke arah Utara dan Selatan karena pada daerah tropis bukaan di sisi ini mengurangi keperluan untuk menghalangi sinar matahari.
71