BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1. Tinjauan Umum II.1.1. Definisi Hotel Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Hotel (ho.tel) adalah bangunan berkamar banyak yang disewakan sebagai tempat untuk menginap dan tempat makan orang yang sedang dalam perjalanan; bentuk akomodasi yang dikelola secara komersial, disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan, penginapan, makan dan minum.
II.1.2. Definisi Kapsul Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kapsul (kap.sul) memiliki dua pengertian. (1) pembungkus kecil dari sejenis agar-agar tempat obat yang harus ditelan; (2) ruang khusus yang bertekanan udara tertentu yang digunakan oleh penerbang ruang angkasa (astronaut) dalam penerbangan ke angkasa luar. Dalam kasus ini, pengertian yang relevan dan memiliki hubungan yang lebih erat dengan pembahasan adalah pengertian nomor 2. Pengertian nomor 2 membawa definisi kapsul yang dimaksud dalam pembahasan ini cenderung condong kepada definisi kapsul ruang angkasa dimana kapsul ruang angkasa merupakan salah satu bagian dari pesawat ruang angkasa yang memiliki bentuk yang simpel dan pada umumnya kapsul ruang angkasa tersebut dapat diisi oleh astronot/penumpang sebanyak satu hingga tiga orang serta dilengkapi juga dengan semua kebutuhan sehari-hari yang penting seperti udara, air, dan makanan.
II.1.3. Definisi Hotel Kapsul Dikarenakan tidak ada definisi yang pasti mengenai hotel kapsul, maka definisi hotel kapsul diambil dari sumber-sumber yang dirasa cukup mampu untuk mewakili definisi dari hotel kapsul tersebut.
Menurut kamus bahasa inggris online Macmillan Dictionary, hotel kapsul merupakan semacam hotel yang berada di Jepang dan digunakan sebagai tempat untuk beristirahat dan menginap oleh orang-orang yang telah selesai bekerja setiap harinya namun tidak sempat untuk pulang kerumah.
II.1.4. Lahirnya Hotel Kapsul Hotel kapsul pertama yang dibuka yaitu Capsule Inn di Osaka Jepang. Pada tahun 1972, seorang arsitek asal Jepang bernama Kisho Kurokawa memiliki sebuah gagasan visioner mengenai “A Hotel for The Year 2001” atau, “Sebuah Hotel untuk Tahun 2001”. Menurut proposal yang dia ajukan tersebut, Hotel tidak lagi memiliki ruangan yang besar, namun hanya terdapat ruang yang terbatas hanya untuk merangkak. Walau begitu, ruang untuk merangkak itu tetap harus bersih, dan tetap dilengkapi dengan fasilitas mendasar dan kenyamanan. Disamping konsep futuristik yang dimiliki oleh proposal tersbut, gagasan ini merupakan gagasan alternatif yang cukup masuk akal pada masa dimana tarif taksi di kota besar Jepang pada tahun 1972 melonjak dari 50 Yen menjadi 380 Yen (sekitar Rp. 5.500 menjadi Rp. 42.000). Hal ini sangat merugikan para pekerja ibukota yang berdomisili di pinggiran kota. Hanya dengan membayar 1.900 Yen atau sekitar Rp. 200.000 saja para pekerja lebih memilih untuk menginap di hotel kapsul daripada harus menghadapi perjalanan yang jauh dan mahal setiap harinya. Ruang yang tersedia bagi pengunjung di hotel kapsul hanya berupa ruangan untuk tidur yang dimensinya dikurangi secara ekstrim hingga kirakira hanya berukuran 2m x 1m x 1,25m saja sehingga ruangan tersebut kerap disebut “kapsul”. Gambar II.1.4.1: Detail Kapsul
Sumber: Google Image Search
Gambar II.1.4.2: Koridor Hotel Kapsul
Sumber: The Japan Times Online
Ruangan atau kapsul yang tersusun dari panel-panel modular plastik serta fiberglass/acrylic ini dilengkapi dengan fasilitas hiburan. Pada umumnya fasilitas yang diberikan antara lain televisi, konsol elektronik, dan bahkan koneksi internet wireless.
Gambar II.1.4.3: Interior Hotel Kapsul
Sumber: The Japan Times Online
Kapsul-kapsul ini kemudian ditumpuk menjadi dua tingkat serta dijejerkan memanjang sepanjang koridor. Di masing-masing kapsul yang terletak dibawah dilengkapi dengan pijakan kaki untuk memudahkan pengguna ketika hendak memasuki kapsul yang berada di atas. Karena keterbatasan ruangan pada unit kapsul ini, maka kapsul ini memang sepenuhnya hanya digunakan untuk tidur. Hal ini memaksa pengunjung untuk menyimpan barang bawaannya di loker khusus yang sudah disediakan oleh pihak hotel di ruangan yang berbeda. Begitu juga dengan toilet dan kamar mandi. Ruangan yang seharusnya cukup privat ini dibuat menjadi fasilitas bersama. Tidak seperti hotel pada umumnya, kamar mandi dibuat menjadi komunal dan hal ini mengakibatkan hotel kapsul tidak diperuntukkan bagi wanita pada masa pertama kali hotel ini baru direalisasikan. Namun seiring berjalannya waktu pihak pengelola hotel memberikan akomodasi khusus dan memisahkan unit-unit bagi pria dan wanita. Meskipun hotel kapsul tidak banyak diminati di luar negara Jepang dan banyak memiliki keterbatasan seperti yang sudah disebutkan diatas, beberapa hotel kapsul dilengkapi dengan restoran, sarana olahraga seperti kolam renang, dan bahkan fasilitas-fasilitas hiburan.
II.2. Tinjauan Khusus Topik II.2.1. Sustainable Design Kata sustainability berasal dari bahas Latin sustinere yang berarti untuk mempertahankan. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris, terdapat hampir 10 makna dari kata sustain. Pengertian yang paling relevan diantaranya adalah “mempertahankan”, “mendukung”, dan “menahan”.
Menurut J.F. McLennan pada buku The Philosophy Of Sustainable Design (2004) sustainable design adalah sebuah dasar psikologis pada sebuah gerakan yang sedang berkembang pada pihak perorangan atau organisasi yang secara harfiah mengkaji ulang bagaimana sebuah bangunan dirancang, dibangun, dan dioperasikan untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan dan responsif terhadap manusia. Secara lebih sederhana beliau menambahkan bahwa maksud dibalik sustainable design adalah untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan dampak negatif terhadap lingkungan melalui desain yang pandai dan sensitif terhadap lingkungan. Perwujudan
dan
produk
yang
diharapkan
dari
sustainable
design
menggunakan energi yang terbarukan, minimnya dampak negatif terhadap lingkungan, dan menghubungkan manusia dengan lingkungannya secara timbal balik. Diluar kenyataan mengenai menghilangkan dampak negatif terhadap lingkungan, sustainable design harus menghasilkan suatu karya atau produk yang kreatif dan inovatif hingga mampu merubah dan “menggeser” pola pikir dan kebiasaan umum yang pengguna selalu lakukan terhadap produk tersebut. Menghubungkan dengan pembahasan sebelumnya, Fan Shu-Yang, Bill Freedman, dan Raymond Cote (2004) menyatakan pada umumnya sustainable design merupakan reaksi umum terhadap krisis lingkungan global, pertumbuhan yang amat pesat di aspek ekonomi, meledaknya jumlah populasi manusia, menipisnya sumber daya alam, kerusakan ekosistem, dan juga berkurangnya
keanekaragaman
hayati.
Walaupun
pada
akhirnya
pengaplikasian sustainable design memiliki penerapan yang berbeda pada masing-masing disiplin ilmu, namun terdapat beberapa prinsip-prinsip mendasar mengenai sustainable design. Beberapa prinsip tesebut antara lain: • Material Berdampak Rendah Menggunakan material yang tidak mengandung racun, material yang berasal dari proses daur ulang atau material yang tidak membutuhkan energi yang besar dalam proses pengolahannya • Efisiensi Energi
Menggunakan material pabrikan yang diproduksi secara massal dan juga tidak membutuhkan energi yang besar dalam proses pengolahannya • Kualitas dan Daya Tahan Produk yang berkualitas dan memiliki daya tahan yang lebih lama tidak harus diberikan perlakuan khusus secara berkala dan sering. Mengurangi biaya dan energi yang harus kembali dikeluarkan untuk maintenance atau produk pengganti. • Daur Ulang Produk, proses, dan material yang bisa didaur ulang. • Pengukuran Dampak Emisi Karbon Penghitungan ditentukan melalui pengukuran jumlah emisi karbon yang dihasilkan dari pengolahan berbagai sumber daya alam. • Standar Sustainable Design Pedoman-pedoman
dalam
merancang
berdasarkan
filosofi
sustainable design yang diprakarsai oleh banyak badan dan organisasi didunia seperti LEED (Leadership in Energy and Environmental Design), IECC (International Energy Coservation Code), dll. • Sumber Daya Terbarukan Material diharapkan berasal dari tempat yang tidak jauh dari lokasi suatu produk itu diproduksi atau bersifat lokal. Selain itu material yang mudah terurai ketika sudah tidak terpakai juga menjadi pertimbangan.
Sustainable design masih merupakan filosofi perancangan yang masih global. Sehingga sustainable design masih bisa terbagi menjadi beberapa disiplin ilmu yang lebih spesifik antara lain: •
Sustainable Planning
•
Sustainable Graphic Design
•
Sustainable Agriculture
•
Sustainable Architecture
•
Dll.
II.2.2. Sustainable Architecture Sustainable Architecture adalah istilah umum dalam disiplin ilmu arsitektur yang menggambarkan teknik merancang yang secara sadar mempertimbangkan lingkungan dalam proses perencanaannya. Dalam konteks yang lebih luas, sustainable architecture berusaha untuk meminimalisir dampak negatif yang dihasilkan oleh sebuah bangunan dengan cara meningkatkan efisiensi dan sikap dalam memanfaatkan material, energi, dan pemanfaatan ruang. Pemikiran mengenai sustainability atau ecological design berfungsi untuk memastikan bahwa desain yang kita ciptakan, sikap yang kita pilih, dan tindakan yang kita lakukan sebagai arsitek tidak merusak dan mengganggu kesempatan dan masa depan generasi penerus kita. Pada dasarnya satu-satunya sasaran yang diharapkan dari sustainable architecture adalah efisiensi energi. Seringkali sustainable architecture digunakan sebagai istilah yang menjelaskan sebuah strategi, komponen-komponen, dan teknologi dalam meminimalisir dampak negatif terhadap lingkungan sekaligus meningkatkan kenyamanan dan taraf hidup di beberapa kasus yang terkait. Beberapa komponen tersebut antara lain: •
Pencahayaan alami
•
Kualitas udara dalam ruang
•
Pemanas ruangan pasif (khusus yang mengalami musim dingin)
•
Penghawaan alami
•
Efisiensi energi
•
Energi alternatif
•
Meminimalisir limbah konstruksi
•
Konservasi air
•
Pengelolaan limbah padat
•
Energi terbarukan
•
Pelestarian tapak
•
Dll
II.2.2.1. Pemanfaatan Energi
Dalam mencapai sasaran pemanfaatan energi yang baik dalam sebuah perancangan terdapat dua poin umum. Poin pertama adalah penghematan energi, dan poin kedua adalah energi terbarukan. 1. Penghematan Energi Hal mendasar pertama yang mempengaruhi penghematan energi adalah letak site dan orientasi bangunan pada tapak. Desain bangunan yang pasif memungkinkan bangunan tersebut dapat memanfaatkan energi yang dihasilkan oleh matahari tanpa harus menggunakan alat atau panel solar yang aktif sekalipun. Sebagai sumber daya alami, cahaya matahari amat sangat dapat dimanfaatkan sebagai sumber utama dalam pencahayaan alami pada sebuah bangunan sehingga energi untuk menyalakan lampu dapat dikurangi dengan lebih bijaksana. 2. Energi Terbarukan Energi terbarukan terbagi menjadi beberapa cara. Antara lain dengan pengaplikasian Solar Panel, Wind Turbine, dan solar water heating.
II.2.2.2. Material Berdasarkan pembahasan sebelumnya mengenai sustainable design, material yang digunakan dalam perancangan sebuah produk diharapkan merupakan material yang memiliki dampak negatif yang rendah terhadap lingkungan, serta memanfaatkan material yang dapat didaur ulang dalam jangka waktu yang pendek ataupun jangka waktu yang panjang.
II.2.2.3. Manajemen Limbah Memanfaatkan limbah rumah tangga juga menjadi salah satu upaya kecil namun penting dalam filosofi sustainable design. Sebagai contoh yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh hunian sederhana adalah pemanfaatn air bekas mandi atau cuci tangan dari
wastafel. Air yang merupakan elemen penting didalam hidup manusia lebih baik dimanfaatkan secara lebih cerdas. Air bekas mandi dan cuci tangan tersebut dapat diolah kembali untuk keperluan non-konsumsi lain seperti menyirami tanaman atau menyirami kloset.
II.2.3. Rainwater Harvesting II.2.3.1. Latar Belakang Rainwater Harvesting Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006) dalam karya mereka yang berjudul Rainwater Harvesting for Domestic Use, sebagian besar mayoritas penduduk di dunia banyak yang sulit untuk mendapatkan akses terhadap air bersih untuk kebutuhan domestik rumah tangga. Bahkan adapula yang sama sekali tidak terdapat distribusi air bersih di negaranya. Berdasarkan alasan tersebut, muncullah gagasan dimana air hujan dimanfaatkan sebagai pemenuhan kebutuhan akan air bersih di beberapa kawasan tertentu. Hingga kini gagasan tersebut masih tetap menjadi pilihan alternatif bernilai dalam melengkapi kebutuhan sehari-hari.
Gambar II.2.3.1.1: Ilustrasi Rainwater Harvesting
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Pada mulanya masyarakat memulai sistem rainwater harvesting dengan mengumpulkannya di ember, tangki air, kolam, dan juga sumur. Mereka telah menerapkan metode sederhana
tersebut selama bertahun-tahun lamanya. Kegunaan dari air hujan yang mereka panen pun beragam. Mulai dari mencuci, mengairi ladang, mandi, memasak, bahkan untuk diminum. Dikarenakan beberapa alasan-alasan mendesak di masa kini seperti: 1. Meningkatnya jumlah kebutuhan akan air bersih membuat sistem pemanfaatan air sumur kadangkala tidak membantu dan sistem pasokan air dari pemerintah tidak terorganisir dengan baik, pemanfaatan air menjadi alternatif yang sangat berguna. 2. Keberadaan air yang simpang siur pada air sumur, danau, atau sungai bisa menjadi malapetaka. Tidak selalu tersedia air yang bersih disana untuk beberapa jangka waktu. 3. Kualitas air sumur atau suplai dari PDAM kadangkala kerap tercemar karena kecerobohan dan ulah manusia. maka semakin banyak komunitas di penjuru dunia yang “kembali” ke metode alternatif rainwater harvesting.
II.2.3.2. Keuntungan dan Kerugian Rainwater Harvesting Dalam memikirkan gagasan untuk merancang sebuah sistem rainwater harvesting sangat penting untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari sistem tersebut. Keuntungan mendasar pertama dari sistem rainwater harvesting adalah minimnya penggunaan energi dalam proses penangkapan air hujan. Keuntungan ini sesuai dengan prinsip sustainable design yang sudah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Namun adapula kerugian paling mendasar dari sistem rainwater harvesting. Kerugiannya adalah sebuah kenyataan bahwa kita tidak bisa mengetahui secara pasti seberapa banyak dan kapan hujan akan turun. Berdasarkan buku Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), berikut adalah beberapa keuntungan dan kerugian dari sistem rainwater harvesting:
Tabel II.2.3.2.1: Kelebihan dan Kekurangan Sistem Rainwater Harvesting
Kelebihan
Kekurangan
Konstruksi Yang Sederhana. Biaya Yang Cukup Tinggi. Konstruksi sistem rainwater Biaya dalam membangun sistem harvesting
cukup
sederhana rainwater harvesting sebagian
hingga penduduk lokal dapat besar terpakai pada saat proses dilatih untuk membuat sendiri. pembangunan. Hal
ini
mengurangi
biaya biaya
pekerja.
dapat
Namun begitu ditekan
dengan
desain konstruksi sederhana dan penggunaan material lokal Terjamin. Perawatan Intensif. Tuntutan
Perawatan Perawatan
berkala
maintenance
dapat
dan akan
pentingnya
diawasi berkala
oleh pemilik secara langsung.
perawatan
kadangkala
sering
dilupakan.
Kualitas Air Relatif Baik. Kualitas Air Juga Rawan. Kemungkinan
lebih
baik Tercemar
polusi,
kotoran
daripada sumber air lain seperti burung, serangga, debu, dan sumur.
kotoran lain.
Minim Dampak Negatif. Air Suplai hujan adalah sumber daya alam Kepada
Air
Musim.
terbarukan dan tidak merusak kemarau lingkungan.
Bergantung Musim
berkepanjangan
ditakutkan menghabiskan suplai air hujan.
Sumber Air Dekat. Air hujan Suplai Terbatas. Suplai dibatasi yang sudah ditampung dapat oleh jumlah air hujan yang langsung dipergunakan karena turun, luas bidang penangkap air jarak penampungan air tidak hujan, jauh.
serta
kapasitas
penyimpanan air. Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
II.2.3.3. Prinsip Dasar Menurut buku Rainwater Harveting for Domestic Use (2006), pada dasarnya rainwater harvesting dapat didefinisikan sebagai kumpulan aliran air hujan yang dapat dimanfaatkan untuk
keperluan domestik rumah tangga, kebutuhan agrikultural, dan manajemen lingkungan. Sistem rainwater harvesting terdiri dari 3 komponen dasar yang penting. Antara lain: 1. Penangkap atau permukaan atap yang berfungsi untuk menangkap air hujan. 2. Sistem pengiriman untuk memindahkan air hujan yang sudah ditangkap dari penangkap atau permukaan atap ke bak penyimpanan. 3. Bak penyimpanan atau tangki air untuk menyimpan air hingga air itu dipergunakan.
Gambar II.2.3.3.1: Komponen-Komponen Rainwater Harvesting
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Penangkap air hujan pada sistem rainwater harvesting adalah sebuah permukaan yang secara langsung menerima tetesan air hujan dan mengalirkan air hujan tersebut masuk kedalam sistem. Patut diingat, air yang ditangkap oleh permukaan penangkap sama sekali tidak layak untuk diminum. Untuk mencapai tahap tersebut diperlukan berbagai tahap filtrasi dan penyaringan. Berikutnya adalah sistem pengiriman air. Pada hunian rumah pada umumnya contoh sistem pengiriman air yang paling sederhana adalah pipa paralon atau talang air. Sistem pengiriman ini berfungsi untuk mengrimkan air yang sebelumnya sudah ditangkap oleh
permukaan penangkap untuk menuju ke bak penyimpanan. Sistem pengiriman air disarankan untuk diaplikasikan dengan baik dan teliti karena sistem pengiriman air kerap menjadi titik yang paling rawan dari rangkaian sistem rainwater harvesting. Yang terakhir adalah bak penyimpanan. Pada mulanya air hujan yang sudah dipanen dikumpulkan oleh masyarakat suatu komunitas didalam sebuah ember atau tong. Namun semakin berkembangnya teknologi dan semakin meningkatnya kebutuhan akan air bersih per individu, maka bak penyimpanan yang digunakan menggunakan bak dengan konstruksi baja atau beton bertulang.
II.2.3.4. Pertimbangan Sebelum Perancangan Sudah
banyak
komunitas-komunitas
ataupun
pihak
perorangan di seluruh dunia yang memanfaatkan sistem rainwater harvesting sebagai sumber pemenuhan kebutuhan akan air bersih. Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan sebelum merancang sistem rainwater harvesting pada sebuah hunian untuk keperluan domestik. Faktor-faktor tersebut antara lain: • Faktor lingkungan (khususnya iklim) • Faktor teknis • Faktor kebutuhan air • Faktor sosial • Faktor finansial (relatif)
Faktor Lingkungan Layak atau tidaknya suatu kawasan untuk diaplikasikan sistem rainwater harvesting sangat bergantung kepada curah hujan pada kawasan tersebut. Menurut buku Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), curah hujan merupakan kunci utama dalam mengetahui apakah penggunaan sistem rainwater harvesting mampu bersaing dengan penggunaan sistem sumber air dari PDAM.
Daerah yang berada di iklim tropis dengan musim kemarau pendek sekitar 1 hingga 4 bulan disertai dengan beberapa hujan badai berintensitas tinggi merupakan daerah yang memiliki kondisi yang paling cocok untuk pengaplikasian sistem rainwater harvesting. Sebagai tambahan menurut literatur yang sama, pengaplikasian sistem rainwater harvesting pada daerah yang berada di iklim tropis basah juga dapat cukup bermanfaat dikarenakan umumnya kualitas air permukaan di daerah beriklim tropis kurang terjamin dan sangat beragam sepanjang tahunnya.
Tabel II.2.3.4.1: Curah Hujan Rata-Rata per-Tahun Berdasarkan Iklim Kawasan
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), curah hujan tahunan (dalam mm) yang dimiliki Daerah Khusus Ibukota Jakarta selama 6 tahun mulai dari 2001 – 2006 adalah:
Tabel II.2.3.4.2: Curah Hujan Bulanan Jakarta Tahun 2001 - 2006
2001
2002
2003
2004
2005
2006
Januari
286
694
111
224
392
406
Februari
297
659
499
409
350
273
Maret
173
176
109
233
417
302
April
111
144
66
343
115
369
Mei
67
69
72
111
57
98
Juni
138
2
4
48
116
31
Juli
30
117
0
51
174
43
Agustus
79
0
0
0
39
10
September
10
0
23
0
30
0
Oktober
134
3
227
39
200
0
November
125
49
189
78
102
28
Desember
92
109
430
209
92
112
1542
2022
1730
1745
2084
1672
Total
1799,16 mm/tahun
Rata-Rata
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Dikarenakan tidak adanya pola perkembangan curah hujan yang konstan dan terus berubahnya rata-rata curah hujan di DKI Jakarta selama sepuluh tahun terakhir, maka data curah hujan DKI Jakarta dari tahun 2001-2006 tersebut dianggap sebagai data yang dapat digunakan. Berdasarkan jumlah dan referensi mengenai rata-rata curah hujan per-tahun berdasarkan iklim kawasan dapat disimpulkan bahwa curah hujan tahunan Kota Jakarta berada di kisaran 15002000 mm.
Faktor Teknis Selain faktor esensial seperti lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi konstruksi dari sistem rainwater harvesting adalah tentu saja faktor teknis seperti: •
Penggunaan material penangkap air hujan yang tentu saja kedap air seperti metal, keramik, asbestos, atau semen.
•
Ketersediaan
area
untuk
penyimpanan
air
hasil
tangkapan. •
Jumlah pengguna air dan peruntukan penggunaan air.
•
Ketersediaan sumber air lain seperti air permukaan atau air dari PDAM sebagai alternatif ketika air hasil rainwater harvesting habis.
•
Tersedianya pekerja dan material lokal yang cocok untuk perancangan dan manajemen sistem rainwater harvesting.
Di beberapa bagian di dunia seperti di Thailand, sistem rainwater harvesting hanya digunakan sesekali ketika turun hujan badai. Hasil tangkapan air hujan tersebut disaring, diproses dan digunakan secara eksklusif hanya untuk minum. Berbeda dengan kawasan yang berada di iklim tropis, kawasan yang berada di iklim kering menangkap air hujan sebanyak mungkin untuk memenuhi semua keperluan yang dibutuhkan oleh semua orang yang membutuhkan di suatu komunitas atau hunian tertentu. Menurut Janette Worm dan Tim van Hattum (2006), terdapat 4 jenis pengguna sistem Rainwater Harvesting. Antara lain: 1. Pengguna Tidak Berkala Pengguna yang menyimpan persedian air hujan dalam penyimpanan yang relatif kecil. Air yang ditangkap hanya digunakan untuk beberapa hari. Pengguna ini umumnya berada di wilayah yang pola hujannya teratur dan memiliki sumber air lain yang lebih terpercaya. 2. Pengguna Berselang Pengguna yang menggunakan sistem rainwater harvesting ketika musim hujan panjang. Namun ketika musim kemarau tiba, kebutuhan air dipenuhi oleh sumber air lain selain rainwater harvesting sehingga air yang diperoleh dari rainwater harvesting dapat digunakan sebagai sumber air alternatif ketika sumber air lain kering atau mengalami kelangkaan. 3. Pengguna Sebagian Pengguna yang menggunakan air dari sistem rainwater harvesting secara terus menerus sepanjang waktu namun tidak mencukupi seluruh kebutuhan air yang diperlukan sehingga peruntukan kebutuhan airnya dibagi. Sebagai contoh, air hasil rainwater harvesting digunakan untuk minum dan menyiram toilet sedangkan untuk keperluan mandi dan mencuci tetap menggunakan air dari PDAM. 4. Pengguna Penuh
Hanya menggunakan air yang berasal dari sistem rainwater harvesting sepenuhnya untuk semua keperluan rumah tangga sepanjang waktu. Pengguna seperti ini umumnya terpaksa karena tidak tersedianya sumber air lain kecuali air hujan. Penggunaan sistem rainwater harvesting secara terus menerus membutuhkan manajemen dan perawatan yang sangat baik serta tempat penyimpanan yang cukup besar agar persediaan air ketika musim kemarau cukup.
Faktor Kebutuhan Air Jumlah angka kebutuhan air per orang sangat beragam. Keragaman ini dimulai dari perbedaan negara, komunitas tertentu, atau bahkan rumah tangga. Perlu diingat pula jumlah penggunaan air juga bisa berubah secara drastis pada musim yang berbeda. Didalam Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006) dinyatakan bahwa dalam keadaan terdesak dan krisis air, sedikitnya manusia dapat menggunakan sebanyak 15 Liter air untuk mandi dan kebutuhan higienis lainnya dalam sehari. Menurut Fenty Wisnuwardhani (2006), kebutuhan air bersih di perkotaan pasti meningkat jumlahnya dari periode ke periode seiring dengan laju perkembangan dan pertambahan penduduk. Pernyataan tersebut dijabarkan kedalam tabel seperti berikut.
Tabel II.2.3.4.3: Pedoman Konsumsi Air
Kategori Kota
Jumlah
Konsumsi Air
Penduduk Metropolitan
>1.000.000
210 Liter/Orang/Hari
Besar
500.000-
170 Liter/Orang/Hari
1.000.000 Sedang
100.000-500.000
150 Liter/Orang/Hari
Kecil
20.000-100.000
90 Liter/Orang/Hari
Sumber: Kimpraswil
Sedikit berbeda dengan data berdasarkan hasil survey yang dilakukan Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya pada 2006 setiap orang Indonesia mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 144 Liter/Hari. Dari jumlah tersebut, pemakaian terbesar digunakan untuk keperluan mandi yakni sebanyak 65 Liter per Orang per Hari atau 45% dari total pemakaian air. Lebih spesifik, Brian Edwards dan David Turrent dalam Sustainable Housing Principles & Practice (2000) membandingkan penggunaan air untuk mandi dan menyiram toilet yang efisien dan tidak efisien.
Tabel II.2.3.4.4: Perbandingan Konsumsi Air
Penggunaan Efisien
Penggunaan Tidak Efisien
Toilet
6 Liter/Flush
7.5 Liter/Flush
Mandi
3 Liter/Menit
15 Liter/Menit
Sumber: Sustainable Housing Principles & Practice
Faktor Sosial Pertimbangan berikutnya adalah faktor sosial. Beberapa faktor tersebut antara lain: •
Diharapkan ada alasan kuat yang melatar belakangi butuhnya pengaplikasian sistem rainwater harvesting pada komunitas atau hunian tertentu.
•
Sebisa mungkin biaya desain harus terjangkau dan efektif.
•
Semua
anggota
komunitas
atau
penghuni
harus
sepenuhnya mengerti, terlibat dan turut ikut serta dalam mengoptimalisasi sistem rainwater harvesting.
Faktor Finansial Faktor terakhir yang cukup penting adalah faktor finansial. Tidak
dipungkiri,
perancangan
sistem
rainwater
harvesting
membutuhkan biaya. Semua itu kembali kepada metode desain, material yang dipilih, serta besarnya skala dan kapasitas sistem rainwater harvesting tersebut.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa hal penting yang harus diketahui sebelum merancang sistem rainwater harvesting. Antara lain: 1. Jumlah pengguna dan rata-rata konsumsi per harinya. 2. Data curah hujan lokal dan data pola curah hujan lokal. 3. Jenis
pengguna
pada
sistem
(Tidak
berkala,
berselang, sebagian, penuh). 4. Area penangkap air hujan (dalam m2). Menurut Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), poin-poin krusial tersebut dapat dijabarkan menjadi sebuah skema dasar menyerupai kerangka berpikir yang menjadi acuan dalam perancangan awal sebuah sistem rainwater harvesting.
Gambar II.2.3.4.1: Skema Perencanaan Rainwater Harvesting
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
II.2.3.5. Perancangan Sistem Rainwater Harvesting Berdasarkan Rainwater Harvesting for Domestic Use (2006), terdapat 5 langkah sistematis dalam merancang sebuah sistem rainwater harvesting. Tahap 1. Menentukan jumlah total kebutuhan air. Tahap 2. Merancang area penangkap air hujan. Tahap 3. Merancang sistem pengiriman air hujan. Tahap 4. Menentukan
ukuran
penyimpanan
air
yang
diperlukan. Tahap 5. Memilih desain penyimpanan air yang cocok untuk proyek yang bersangkutan.
Tahap 1. Menentukan Jumlah Total Kebutuhan Air Total kebutuhan air yang akan digunakan sebagai acuan adalah kebutuhan air per tahun. Untuk mengetahui jumlah tersebut didapati persamaan:
Kebutuhan Air = Rata rata konsumsi air per orang x jumlah penghuni x 365 hari
Walaupun pada kenyataannya konsumsi air tiap orang pasti berbeda, namun dengan asumsi rata-rata konsumsi harian orang, persamaan ini dapat dijadikan acuan yang valid. Selain kebutuhan air, perlu juga diketahui mengenai perkiraan jumlah air yang akan diterima. Dengan menggunakan data curah hujan yang tersedia, dan koefisien run-off, maka dapat diketahui persamaan jumlah air yang akan diterima.
Supply = Rainfall x Area x Run-off coefficient Supply
= Rata-rata air yang akan diterima dalam setahun
Rainfall
= Rata-rata curah hujan tahunan
Area
= Area penangkap air hujan
Run-off coefficient = Koefisien Run-off
Tabel II.2.3.5.1: Koefisien Run-off
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Tahap 2. Merancang Area Penangkap Air Hujan Desain area penangkap air hujan diharapkan efisien dan memenuhi luas rata-rata yang dibutuhkan agar meningkatkan jumlah air yang dapat dipanen.
Selain menurut aspek teknis tersebut, desain area penangkap hujan juga diharapkan dapat menjadi komponen vocal point pada bangunan sehingga komponen tersebut terlihat menarik dan tidak mengganggu nilai estetika pada bangunan.
Tahap 3. Merancang Sistem Pengiriman Air Hujan Desain sistem pengiriman air hujan juga diharapkan berfungsi seefisien mungkin dengan mempertimbangkan jarak antara area penangkap dengan bak penyimpanan. Tidak lupa untuk tetap mempertimbangkan aspek-aspek utilitas arsitektural. Pada
umumnya,
rainwater
harvesting
pada
hunian
menggunakan sistem pengiriman dengan pengaplikasian talang air di ujung genteng. Material yang digunakan sebagai talang pada umumnya adalah Aluminium dikarenakan material Aluminium memiliki sifat anti karat. Bentuk yang dapat digunakan beragam antara lain kotak, setengah lingkaran, atau bentuk huruf “v”.
Gambar II.2.3.5.1: Contoh Jenis Talang
Sumber: Rainwater Harvesting for Domestic Use
Namun, pengaplikasian talang tersebut dibatasi hanya pada bangunan yang menggunakan atap miring. Lain halnya dengan bangunan yang memiliki area penangkap air hujan dengan desain khusus, sistem pengiriman tidak memerlukan talang air sebagai komponen penyambung area penangkap dengan pipa pengirim.
Sedangkan untuk pipa pengirim cukup menggunakan pipa PVC berdiameter 4 Inchi yang juga digunakan pada landed house pada umumnya.
Tahap 4. Menentukan Ukuran Penyimpanan Air Ukuran penyimpanan air dapat ditentukan berdasarkan persamaan pertama pada tahap 1. Berdasarkan kebutuhan air dan prakiraan jumlah air yang akan diperoleh, dapat diketahui pula ukuran penyimpanan air yang dibutuhkan.
Tahap 5. Memilih Desain Penyimpanan Air Desain penyimpanan yang cocok untuk proyek amat sangat bergantung kepada kondisi tapak setempat dan zoning pada tapak sekaligus bangunan.
II.3. Studi Literatur II.3.1. Studi Literatur Hotel Kapsul Sebelum merancang hotel kapsul di Tanah Abang, dibutuhkan referensi proyek sejenis atau proyek yang menyerupai hotel kapsul sebagai bahan pertimbangan dalam perancangan. Berikut beberapa proyek sejenis yang penyusun gunakan sebagai referensi.
II.3.1.1. Nakagin Capsule Tower Nakagin Capsule Tower merupakan salah satu karya arsitek Jepang Kisho Kurokawa yang paling populer. Yang membuatnya begitu populer adalah ide dan gagasannya yang begitu inovatif terhadap kreasinya yang satu ini. Karya yang dibangun pada tahun 1972 ini merupakan karya arsitektur kapsul pertama di dunia.
Gambar II.3.1.1.1: Birdview Nakagin Capsule Tower
Sumber: ArchDaily
Modul ini diciptakan pada dasarnya karena alasan yang sebelumnya sudah dibahas yaitu menyangkut kebutuhan akan tempat peristirahatan bagi pebisnis yang bekerja selama hari kerja di pusat kota Tokyo yang padat dan sibuk. Proyek ini merupakan salah satu contoh baik dalam dunia arsitektur terutama yang berhubungan dengan sustainable design dan recycleability.
Tabel II.3.1.1.1: Keterangan Nakagin Capsule Hotel
Nakagin Capsule Hotel Foto
Fasilitas
Unit hotel kapsul, kamar mandi dan WC, restoran
Massa
Persegi panjang
Bangunan Struktur
Modular yang dipasang ke core inti bangunan.
Sirkulasi
Single loaded
Jumlah Lapis
14
Kapasitas
140 orang
Jumlah
Unit 140
Bangunan Kelebihan
Modul unit kapsul hotel dapat dilepas dengan mudah ketika dibutuhkan saat maintenance
Kekurangan
Sirkulasi yang bersifat single loaded
mengakibatkan
koridor
hotel membutuhkan pencahayaan buatan setiap saat
140 unit kapsul yang tersedia ditumpuk dan disusun sedemikian rupa serta diputar secara acak dan variatif terhadap inti bangunan sehingga menimbulkan efek menarik dan dinamis pada fasad bangunan hingga menjulang tinggi sebanyak 14 lantai. Teknologi yang dikembangkan oleh Kisho Kurokawa mampu membuat modul unit hotel kapsul ini terpasang ke inti bangunan beton hanya dengan 4 baut bertekanan tinggi yang memudahkan unit ketika harus dilepas pada keadaan tertentu.
Gambar II.3.1.1.2: Fasad Nakagin Capsule Hotel
Sumber: ArchDaily
Masing-masing kapsul berukuran 4m x 2,5m. Dengan desain yang efisien, dimensi ruang sebesar 4m x 2,5m mampu menampung satu orang pengunjung lengkap dengan berbagai macam fasilitas seperti televisi, radio, lemari, meja kerja dan kamar mandi beserta toilet. Masing-masing modul dapat dimanipulasi program ruangnya hanya dengan menghubungkan dua unit kapsul ke kapsul yang lain.
Gambar II.3.1.1.3: Interior Nakagin Capsule Hotel
Sumber: ArchDaily
Kapsul-kapsul tersebut dirancang agar mudah untuk dilepas dari inti bangunan ketika harus dilakukan maintenance dan perawatan. Walaupun begitu, semenjak pertama kali bangunan ini rampung hingga saat ini sudah kurang lebih 34 tahun kapsul-kapsul tersebut belum pernah dilepas dan dilakukan perawatan hingga mengakibatkan kerusakan drainase dan pipa air.
II.3.1.2. 9 Hours Capsule Hotel Hotel yang baru berumur kurang dari 1 tahun ini berada di kawasan padat Kyoto, Jepang. Hotel kapsul ini menawarkan kemewahan didalam ruang yang minim.
Gambar II.3.1.2.1: Unit 9 Hours Capsule Hotel
Sumber: Designboom
Hotel kapsul ini terdiri dari 9 lantai dan memiliki 125 unit kapsul didalamnya. Selain unit kapsul yang memiliki desain yang modern dan mewah ini, 9 hours capsule hotel ini juga memiliki fasiltas antara lain ruang loker untuk penyimpanan barang, kamar mandi bersama, serta lounge khusus untuk para pengunjung hotel kapsul 9 hours.
Tabel II.3.1.2.1: Keterangan 9 Hours Capsule Hotel
9 Hours Capsule Hotel Foto
Fasilitas
Ruang
loker,
bersama, lounge Massa
Persegi panjang
Bangunan Struktur
Portal Beton
Sirkulasi
Double loaded
Jumlah Lapis
9
Kapasitas
125 orang
Jumlah
Unit 125
kamar
mandi
Bangunan Kelebihan
Modul
unit kapsul hotel
ini
memiliki desain yang mewah, dan dilengkapi dengan teknologi yang modern Kekurangan
Kapsul-kapsul hanya
berupa
yang tempat
tersedia tidur
sehingga beberapa fasilitas harus berbagi dengan pengunjung lain
Konsep dari perancangan dan nama hotel ini sendiri bermula dari pola pemikiran kreatif pada esensi dari definisi hotel kapsul itu sendiri. Nama 9 Hours merupakan total penjumlahan waktu yang umumnya diluangkan oleh pengunjung ketika berada di hotel kapsul. 1 jam untuk mandi, 7 jam untuk tidur, dan 1 jam untuk istirahat santai.
Gambar II.3.1.2.2: Unit 9 Hours Capsule Hotel
Sumber: Designboom
Walaupun begitu, pengunjung masih tetap bisa meluangkan waktu selama 17 jam di selama semalam saja dengan biaya 4900 Yen atau sekitar Rp. 530.000. Selain desain yang modern dan mewah, unit kapsul ini dilengkapi dengan teknologi canggih milik Panasonic yang berhubungan dengan kontrol pencahayaan secara komputerisasi. Komputerisasi pencahayaan milik Panasonic yang tertanam didalam kapsul-kapsul ini mampu membuat lampu yang tadinya mati ketika
pengunjung tertidur akan menyala secara otomatis layaknya alarm pada sebuah jam sesuai waktu yang dikehendaki pengunjung.
Gambar II.3.1.2.3: Teknologi Komputerisasi Cahaya
Sumber: Designboom
Hotel ini juga dilengkapi dengan beberapa kebutuhan seperti peralatan mandi, sandal dan air minum yang dikemas dengan sangat menarik.
Gambar II.3.1.2.4: Perlengkapan Mandi Hotel 9 Hours
Sumber: Designboom
II.3.1.3. Dasparkhotel Sebenarnya Dasparkhotel bukan termasuk kategori hotel kapsul hanya saja karakteristik Dasparkhotel hampir menyerupai hotel
kapsul.
Sedikit
berbeda
dengan
hotel
kapsul
yang
diperuntukkan bagi para pebisnis di kota besar dan padat, Dasparkhotel diperuntukkan bagi turis dan peminat travelling.
Gambar II.3.1.3.1: Interior Dasparkhotel
Sumber: Dasparkhotel
Tidak seperti dua referensi sebelumnya, Dasparkhotel terletak di benua eropa spesifiknya di negara Jerman. Hotel unik yang berada di sebuah taman bermain terbuka ini juga mengutamakan teori sustainablity melalui penggunaan material bekas. Dalam hal ini adalah pipa beton untuk saluran air atau biasa disebut gorong-gorong.
Tabel II.3.1.3.1: Keterangan Dasparkhotel
Dasparkhotel Foto
Fasilitas
Unit hotel kapsul, kamar mandi, toilet, minibar, cafe, dan fasilitas lain yang disuplai oleh ruang publik
Massa
Silinder
Bangunan Struktur
Beton bertulang pre-fabrikasi
Sirkulasi
-
Jumlah Lapis
1
Kapasitas
10
Jumlah
Unit 5
Bangunan Kelebihan
Modul unit hotel hampir tidak memiliki dikarenakan
biaya
maintenance
karakteristik
modul
yang kuat, cepat, dan simpel Kekurangan
Terbatasnya
jumlah
unit,
kamar
mandi & toilet umum yang berbagi
Modul gorong-gorong seberat 9,5 Ton ini dapat diisi oleh dua orang pengunjung. Selain difasilitasi dengan queen size bed, modul gorong-gorong ini juga dilengkapi dengan tentunya sumber listrik untuk lampu dan stop kontak. Tidak lupa sistem keamanan kunci kamar yang menggunakan panel nomor digital yang kodenya akan didapat oleh pengunjung ketika melakukan reservasi melalui website.
Gambar II.3.1.3.2: Interior Dasparkhotel
Sumber: Dasparkhotel
II.3.2. Studi Literatur Rainwater Harvesting Dikarenakan sulitnya menemukan referensi proyek Hotel Kapsul sejenis yang menggunakan sistem rainwater harvesting, maka studi banding yang dipilih lebih diutamakan kepada sistem rainwater harvesting.
II.3.2.1. Forest Life Proyek residensial dari konsultan arsitek Belanda OOZE ini salah satu contoh proyek hunian yang mengaplikasikan sistem rainwater harvesting. Berlokasi di Gundala, (35 Km di selatan kota Hyderabad) India, proyek ini dibangun di tapak yang berkarakter seperti hutan.
Gambar II.3.2.1.1: Birdview Forest Life
Sumber: ArchDaily
Dengan mengedepankan filosofi sustainable design, proyek ini sangat mengutamakan prinsip-prinsip desain yang sustainable dimulai dari penghematan energi, pemilihan material, hingga sistem rainwater harvesting.
Tabel II.3.2.1.1: Keterangan Forest Life
Forest Life
Foto
Fasilitas
Unit
hunian,
pusat
olahraga,
pusat
kebudayaan, kuil beribadah Massa
Persegi panjang
Bangunan Struktur
-
Sirkulasi
Grid
Jumlah Lapis
2
Kapasitas
-
Jumlah
Unit 430
Bangunan Kelebihan
Pola grid pada perancangan tapak yang memudahkan sirkulasi. Masing-masing unit dilengkapi taman.
Kekurangan
Lokasi tapak jauh dari pusat kota.
Bangunan memanfaatkan air hujan yang turun di India sebanyak 940 mm/tahun secara penuh untuk mandi, mencuci, menyiram toilet, menyiram taman, bahkan minum. Air-air yang sudah digunakan untuk keperluan mandi, cuci, dan menyiram toilet disalurkan ke septic tank untuk melalui proses pengendapan dan filtrasi hingga grey water tersebut dapat digunakan kembali untuk keperluan menyiram tanaman.
Gambar II.3.2.1.2: Siklus Air Forest Life
Sumber: ArchDaily
II.3.2.2. H&E Housing H&E Housing yang berlokasi di Prancis merupakan proyek terdepan yang dikelola berdasarkan propaganda Environmental Quality and Sustainable Development. Berbagai aspek seperti air, penghangatan ruang, dan listrik, semuanya direncanakan dengan baik melalui perancangan kulit bangunan yang baik.
Gambar II.3.2.2.1: H&E Housing
Sumber: ArchDaily
Poin-poin yang diutamakan dalam perancangan hunian ini antara lain:
• Panel insulasi yang baik pada fasad bangunan • Pemanas air menggunakan energi dari solar panel • Aliran udara ganda untuk menjaga kualitas udara didalam apartemen • Rainwater harvesting untuk irigasi • Green roof Tabel II.3.2.2.1: Keterangan H&E Housing
H&E Housing Foto
Fasilitas
Unit hunian apartemen
Massa
Beragam
Bangunan Struktur
Portal Beton Bertulang
Sirkulasi
Double loaded
Jumlah Lapis
7
Kapasitas
-
Jumlah
Unit -
Bangunan Kelebihan
Balkon yang umumnya “mati” menjadi
bermanfaat
untuk
menangkap air hujan. Kekurangan
Desain kurang cocok untuk di wilayah yang beriklim tropis.
Air hujan ditangkap melalui balkon-balkon unit apartemen dan dikirim ke bak penyimpanan dengan pipa-pipa pralon yang menembus ke balkon di setiap lantai. Air hasil tangkapan hujan digunakan untuk irigasi pada green roof yang berada di podium. Sedangkan untuk irigasi taman di lantai dasar menggunakan air resapan yang berasal dari bak penyimpanan tersebut.
Gambar II.3.2.2.2: Balkon dan Skema H&E Housing
Sumber: ArchDaily
II.4. Studi Lapangan Hotel Kapsul II.4.1. Hotel Patra Jasa Dikarenakan sulitnya menemukan hotel kapsul di indonesia khususnya di DKI Jakarta, maka sebagai perbandingan yang relevan dipilih hotel yang memiliki karakter yang paling mendekati dengan hotel kapsul yaitu hotel bisnis. Walaupun hotel bisnis memang berbeda dengan hotel kapsul, namun beberapa komponen dan fasilitas hotel bisnis cukup mampu untuk dijadikan sebagai perbandingan bagi perancangan hotel kapsul. Hotel yang dibuka pada tahun 1972 ini merupakan hotel bisnis yang terletak di kawasan yang strategis yaitu di Bypass Jln. Jend A. Yani No. 2, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Hotel berbintang tiga ini diperuntukkan bagi pebisnis menengah keatas dan terkadang digunakan untuk pelatihan-pelatihan suatu perusahaan tertentu.
Gambar II.4.1.1: Hotel Patra Jasa Jakarta
Sumber: Dokumen Pribadi
Tabel II.4.1.1: Keterangan Hotel Patra Jasa Jakarta
Hotel Patra Jasa Jakarta Foto
Fasilitas
52 unit hotel, Restoran, Meeting/conference room, Kolam renang, Lapangan Tenis, Taman.
Massa
Persegi panjang
Bangunan Struktur
Portal beton bertulang
Sirkulasi
Double loaded
Jumlah
5
Lapis Kapasitas
10
Jumlah
1
Unit Bangunan Seperti hotel pada umumnya, hotel ini memiliki ruang lobby sebagai ruang penerima. Lobby tidak terlalu besar karena diasumsikan tidak akan
terlalu banyak aktifitas yang terjadi di lobby kecuali aktifitas administratif seperti check-in dan check-out. Lobby hanya dilengkapi oleh dua buah lift pengunjung tanpa terdapat lift khusus barang sehingga sirkulasi servis menjadi satu dengan sirkulasi pengunjung. Hal in terkadang sering sedikit mengganggu pengunjung karena pegawai hotel, bellboy, atau pengurus laundry ikut menggunakan fasilitas lift tersebut. Gambar II.4.1.2: Lobby Hotel Patra Jasa
Sumber: Dokumen Pribadi
Fasilitas umum lain yang dimiliki oleh hotel Patra Jasa adalah restoran. Restoran hanya diperuntukkan bagi para pengunjung hotel yang menginap. Karena hotel Patra Jasa adalah hotel bisnis yang terkadang juga digunakan untuk pertemuan dan pelatihan, maka restoran hanya boleh digunakan oleh para peserta pelatihan dan panitia.
Gambar II.4.1.3: Restoran Hotel Patra jasa
Sumber: Dokumen Pribadi
Ruangan yang dimiliki oleh hotel Patra Jasa adalah sebanyak 52 unit. 52 unit kamar tersebut terbagi menjadi 3 tipe kamar antara lain tipe Suite,
Deluxe, dan Superior/Standard. Kamar Suite yang merupakan kamar dengan ukuran yang paling besar terdapat di dua lantai teratas yaitu lantai 3 dan 4. Dengan luas sebesar 46 m2, kamar tipe suite hanya terdiri dari 4 buah kamar. Tipe berikutnya adalah kamar tipe deluxe. Tipe ini memiliki dimensi sebesar 26 m2 dengan jumlah unit sebanyak 16 kamar dan tersebar di semua lantai dari lantai 2 hingga lantai 4. Dengan dimensi kamar yang sama, tipe kamar terakhir yaitu tipe superior/standard juga tersebar di tiga lantai dengan jumlah sebanyak 24 kamar.
Tabel II.4.1.2: Keterangan Tipe Kamar Hotel Patra Jasa
Tipe
Dimensi
Jumlah
Suite
46 m2
4
Fasilitas Living
room,
dining
room,
pantry,
Kamar
mandi, queen size bed. Deluxe
26 m2
16
Queen size bed, Kamar mandi
Superior/Standard
26m2
24
2x Single bed, Kamar mandi
II.4.2. Kesimpulan Studi Banding Hotel Kapsul Dapat ditarik kesimpulan berdasarkan studi banding yang telah dilakukan terhadap hotel bisnis Patra Jasa Jakarta. Kesimpulan tersebut antara lain: •
Berdasarkan tuntutan proyek dan lokasi proyek, hotel kapsul diperuntukkan bagi kalangan menengah kebawah. Berbeda dengan hotel bisnis Patra Jasa yang diperuntukkan bagi karyawankaryawan menengah keatas suatu perusahaan dan instansi tertentu.
•
Hotel kapsul tidak membutuhkan banyak fasilitas olahraga seperti yang tersedia di hotel bisnis Patra Jasa. Hal ini dikarenakan perbedaan waktu yang dimiliki oleh para pelaku kegiatan hotel bisnis dan hotel kapsul. Pelaku kegiatan hotel bisnis khususnya yang menginap masih akan memiliki waktu untuk rekreasi dengan
berolahraga. Berbeda dengan pelaku kegiatan hotel kapsul yang hanya berada di hotel untuk beristirahat. Kemungkinan terbesar fasilitas olahraga yang tersedia di hotel kapsul hanyalah kolam renang yang diperuntukkan bagi pengunjung dari luar kawasan Tanah Abang yang tidak berbisnis atau berdagang. •
Hotel kapsul tidak memerlukan keragaman tipe unit kamar secara eksklusif untuk menghemat waktu konstruksi dan pertimbangan biaya berdasarkan pasar pengguna.
•
Berdasarkan karakteristik pengguna, hotel bisnis Patra Jasa dilengkapi dengan fasilitas ruang pertemuan sebagai pelengkap kebutuhan pengunjung yang kerap mengadakan pelatihan dan pertemuan. Ruang pertemuan tersebut tidak akan cocok bagi pengguna hotel kapsul Tanah Abang yang cenderung berada di bidang perdagangan. Fasilitas khusus yang harus dimiliki hotel kapsul di Tanah Abang adalah ruang penyimpanan atau loker bagi para pengguna untuk menyimpan barang dagangan atau belanjaan dalam jumlah besar.
II.5. Tinjauan Tapak II.5.1. Lokasi Tapak Tapak berada di wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecamatan Tanah Abang, kelurahan Kampung Bali, kawasan Jatibaru, Jakarta Pusat. Lebih spesifik, tapak berada di Jl. Jatibaru 5 Tanah Abang, Jakarta.
Gambar II.5.1.1: Lokasi Tapak
Sumber: Dinas Tata Kota Jakarta
Tapak berada di kawasan yang sangat padat, dan dipenuhi oleh pemukiman-pemukiman kumuh yang liar. Secara makro, tapak berada di tengah-tengah kawasan pemukiman kumuh di Jatibaru. Lokasi relatif dekat dengan stasiun kereta Tanah Abang yang terletak di sebelah barat dari lokasi tapak. Stasiun Tanah Abang berada di jalan raya Jatibaru yang juga dilewati oleh 5 jenis mobil angkutan umum mikrolet setiap harinya. Kawasan perdagangan Tanah Abang yang bersebelahan langsung dengan lokasi tapak juga memberikan beberapa efek positif dan negatif bagi tapak. Di satu sisi, lokasi tapak dapat lebih terekspos oleh para pengunjung pasar Tanah Abang, namun di sisi lain lokasi tapak yang cukup tersembunyi dan strategis bisa menjadi suatu kekurangan bagi proyek. Batas area lahan antara lain: Utara
: Pemukiman kumuh
Timur
: Pemukiman kumuh dan pasar Tanah Abang
Barat
: Pemukiman kumuh, jalan raya Jati Baru, dan stasiun
Tanah Abang Selatan
: Pusat grosir Tanah Abang
II.5.2. Luas, Ukuran dan Peraturan Tapak Gambar II.5.2.1: LRK Tapak
Sumber: Dinas Tata Kota Jakarta
•
Luas Lahan : 4937,4 m2
•
KDB : 60% Luas lantai yang boleh dibangun : 4937,4 x 60% : 2962,44 m2
•
KLB : 7 Luas total bangunan yang boleh dibangun : 4937,4 x 7 : 34561,8 m2
•
Ketinggian Maksimum : 24
•
Tata Ruang Lahan : Tipe massa bangunan tunggal
•
Peruntukan Lahan : Wsn (Wisma Susun). Dapat didirikan Rumah Susun Murah, atau Apartemen, Condominium dengan ketinggian 4 lantai atau lebih sesuai batasan yang ditetapkan dan rencana kota.
II.5.3. Kondisi Eksisting Tapak Tidak banyak fungsi yang dapat ditinjau disekitar tapak dikarenakan letak tapak berada di tengah-tengah blok besar kawasan Sentra Primer Tanah Abang. Tapak diapit oleh hunian yang berupa kawasan pemukiman kumuh yang luas di membujur dari sebelah utara hingga ke selatan serta pusat
perbelanjaan yang berupa kawasan perdagangan grosir Tanah Abang yang membujur dari timur ke selatan. Walaupun begitu, sebagian dari pemukiman kumuh tetap dijadikan media untuk usaha dengan tetap berdagang. Fungsi signifikan lain yang berada di sekitar tapak adalah sarana transportasi yaitu stasiun Tanah Abang yang merupakan salah satu tolak ukur utama dalam melatar belakangi perancangan proyek Hotel Kapsul ini. Stasiun Tanah Abang merupakan salah satu stasiun kereta api yang menjadi tempat pemberangkatan awal bagi kereta api jarak jauh. Tujuan terjauh antara lain ke Bekasi, Jatinegara, Serpong, Bogor, bahkan Madiun.
Gambar II.5.3.1: Keyplan Tapak
Sumber: Google Maps
Keterangan: 1. Lokasi tapak 2. Area Pusat Grosir Tanah Abang 3. Kawasan Pemukiman Kumuh 4. Stasiun Kereta Tanah Abang 5. Kanal Banjir Barat
Hampir tidak ada vegetasi yang berarti pada tapak. Dikarenakan tapak berada di kawasan pemukiman yang sangat padat, maka vegetasi yang ada hanyalah vegetasi rumahan yang dimiliki oleh para penghuni pemukimanpemukiman tersebut dan berkisar antara tanaman pot dan atau pohon-pohon pendek. Berdasarkan perencanaan dari Dinas Tata Kota Jakarta, kawasan Tanah Abang memang diperuntukkan sebagai kawasan komersil dan perdagangan.
Pembagian blok-blok pada kawasan tersebut antara lain untuk perdagangan, perkantoran, dan wisma susun. Perencanaan awal mengharapkan kawasan ini menjadi kawasan bagi kalangan menengah keatas. Namun seiring berjalannya waktu, peraturan dan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur oleh Dinas Tata Kota Jakarta tidak berjalan dengan baik dan banyak pelanggaran-pelanggaran terjadi. Pelanggaran tersebut terus terjadi sehingga kawasan Tanah Abang tersebut banyak ditempati oleh orang-orang yang menetap secara permanen dan membangun hunian secara terus menerus sehingga kawasan tersebut dipenuhi oleh pemukiman-pemukiman liar yang otomatis mempengaruhi kualitas taraf hidup dan penurunan kelas. Saat ini, kondisi sosial yang ada disekitar tapak cenderung masuk kedalam kategori menengah kebawah. Jalanan-jalanan sempit yang tidak bisa ditempuh oleh kendaraan roda empat atau lebih, memaksa masyarakat yang mampu membeli sebuah mobil untuk merasa tidak perlu datang atau beraktifitas di kawasan tersebut.
II.5.4. Potensi dan Kendala Tapak Potensi Tapak •
Cenderung memiliki lokasi yang strategis
•
Dekat dengan sarana tranportasi stasiun kereta Tanah Abang
•
Memiliki akses yang mudah terhadap Pasar Tanah Abang
•
Pencapaian mudah dan dapat ditempuh dengan berjalan kaki
Kendala Tapak •
Tapak berada di kawasan dengan kepadatan tinggi
•
Tidak adanya vegetasi membuat kawasan disekitar tapak terasa sangat gersang
•
Drainase buruk sehingga berpotensi terjadi banjir
•
Padatnya pemukiman mengakibatkan langkanya air bersih
II.6. Kesimpulan Berdasarkan tinjauan-tinjauan tersebut, dapat disimpulkan beberapa poin-poin yang akan dibahas pada tahap analisa. Antara lain:
•
Hotel Kapsul memiliki karakteristik tertentu dalam pencapaiannya. Pendekatannya semakin spesifik dikarenakan letak proyek yang berada di Tanah Abang.
•
Penerapan filosofi sustainable design akan sangat berpengaruh pada proyek yang berlokasi di kawasan padat penduduk khususnya Tanah Abang.
•
Tidak hanya bangunan yang bersangkutan, sistem rainwater harvesting secara tidak langsung dapat bermanfaat bagi lingkungan sekitar tapak.