BAB II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1
Tinjauan Umum
II.1.1 Pengertian Mesjid •
Mesjid dapat diartikan sebagai tempat dimana saja untuk bersembahyang orang muslim. (Nikolaus Pevsner, A Dictionary of Architecture, Pinguin BooksLtd, London, 1975).
•
Mesjid ialah tempat beribadat yang khusus, seperti shalat dan iktikaf, bagi orang Islam. ("http://ms.wikipedia.org/wiki/Masjid")
II.1.2 Karakteristik Mesjid Menurut Yulianto Sumalyo di dalam bukunya Arsitektur Mesjid dan Monumen Sejarah Muslim (penerbit Gajah Mada University Press, November 2000), suatu bangunan ibadah dapat dikatakan sebagai mesjid jika bangunan tersebut memiliki kiteria-kriteria sebagai berikut : •
Mempunyai ruang untuk shalat bersama
•
Memiliki mimbar, yaitu tempat duduk memberikan ceramah, agar lebih mudah didengar dan dilihat oleh umat peserta sembahyang jemaah.
•
Adanya mihrab, yaitu sebuah ceruk atau ruang relatif kecil masuk dalam dinding, sebagai tanda arah kiblat. Biasanya mimbar berdampingan di sebelah kanan mihrab.
9
•
Memiliki tempat wudhu, yaitu tempat untuk mensucikan diri dengan membasuh bagian yang wajib antara lain tangan, muka dan kaki sebelum sembahyang.
•
Biasanya
terdapat
minaret,
yaitu
menara
untuk
memanggil
umat
bersembahyang atau azan yang juga menjadi bagian ritual shalat.
II.1.3 Fungsi Mesjid Ada beberapa fungsi mesjid menurut DMI (Dewan Mesjid Indonesia) berdasarkan mesjid yang dibangun pertama kali dan juga mesjid yang dibangun oleh Nabi Muhammad, Pertama, mesjid dapat difungsikan sebagai pusat ibadah, baik ibadah mahdhah, maupun ibadah sosial. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang langsung kepada Allah SWT, seperti shalat, mengaji, tahlil, dan tadarus. Tentu, secara tidak langsung, ibadah-ibadah tersebut juga ada hubungannya dengan masyarakat. Sedangkan sebagai pusat ibadah sosial, mesjid dapat difungsikan untuk mengelola zakat, wakaf, membangun ukhuwah Islamiyah, menjaga kebersihan dan kesehatan bersama, melaksanakan kurban, dan membantu peningkatan ekonomi umat. Kedua, memanfaatkan mesjid sebagai pusat pengembangan masyarakat, melalui berbagai sarana dan prasarana yang dimiliki mesjid, seperti khutbah, pengajian,
kursus
ketrampilan
yang
dibutuhkan
anggota
jamaah,
dan
menyelenggarakan pendidikan formal sesuai kebutuhan masyarakat. Dan, ketiga, memfungsikan mesjid sebagai pusat pembinaan persatuan umat. Fungsi mesjid yang sebenarnya adalah sebagai tempat pusat ibadat dan kebudayaan Islam. Sedangkan ibadat di dalam Islam mencakup :
10
•
Hubungan manusia dengan Tuhan, yang berwujud : shalat, i’tikaf dan lain-lain.
•
Hubungan manusia dengan manusia, yang berwujud : zakat, fitrah, nikah dan lain-lain.
•
Hubungan manusia dengan dirinya, yang berwujud ; mencari ilmu, mengaji dan lain-lain.
•
Hubungan manusia dengan alam, yang berwujud : memelihara, memanfaatkan, dan tidak merusak alam.
II.1.4 Persyaratan Mesjid Membagun mesjid yang terdiri dari berbagai macam ruangan tidaklah mudah, perlu adanya persyaratan untuk membuatnya, agar mesjid tersebut dapat memenuhi kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis penggunanya. Berikut adalah persyaratan yang harus dipenuhi dalam merancang bangunan ibadah : (Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 tahun 2006, bab IV tentang pendirian rumah ibadat) : •
Pasal 13 1. Pendirian rumah ibadat didasarkan pada keperluan nyata dan sungguhsungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/ desa. 2. Pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap menjaga kerukunan umat beragama, tidak mengganggu
11
ketenteraman dan ketertiban umum, serta mematuhi peraturan perundangundangan. 3. Dalam hal keperluan nyata bagi pelayanan umat beragama di wilayah kelurahan/ desa sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak terpenuhi, pertimbangan komposisi jumlah penduduk digunakan batas wilayah kecamatan atau kabupaten/ kota atau provinsi. •
Pasal 14 1. Pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan adminstratif dan persyaratan teknis bangunan gedung. 2. Selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pendirian rumah ibadat harus memenuhi persyaratan khusus meliputi : a. Daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk pengguna rumah ibadat paling sedikit 90 (sembilan puluh) orang yang disahkan oleh pejabat setempat sesuai dengan tingkat batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3); b. Dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 (enam puluh) orang yang disahkan oleh lurah/ kepala desa; c. Rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/ kota; dan d. Rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/ kota. 3. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terpenuhi sedangkan persyaratan huruf b belum terpenuhi, pemerintah
12
daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat. •
Pasal 15 Rekomendasi FKUB sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) huruf d merupakan hasil musyawarah dan mufakat dalam rapat FKUB, dituangkan dalam bentuk tertulis.
•
Pasal 16 1. Permohonan pendirian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajukan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/ walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat. 2. Bupati/ Walikota memberikan keputusan paling lambat 90 (sembilan puluh) hari sejak permohonan pendirian rumah ibadat diajukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
•
Pasal 17 Pemerintah daerah memfasilitasi penyediaan lokasi baru bagi bangunan gedung rumah ibadat yang telah memiliki IMB yang dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah.
II.1.5 Pengelompokkan Mesjid Menurut Dr. Ir. Soegijanto dalam penelitian
kinerja akustik mesjid di
Indonesia, sesuai dengan fungsi dan dimensinya, mesjid dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu mesjid raya, mesjid kecil dan mesjid komunitas.
13
•
Mesjid raya yaitu mesjid yang mempunyai skala kota. Mesjid ini pada umumnya terletak di sebelah barat alun-alun di depan bangunan-bangunan pemerintahan. Contoh mesjid Raya Pondok Indah
•
Mesjid kecil yaitu biasa disebut mesjid jami. Contoh mesjid Lebuh Aceh.
•
Mesjid komunitas yaitu mesjid yang dapat dijadikan tempat untuk sembahyang fardu berjamaah / tempat berkumpul secara komunitas.
II.1.6 Kiblat Semula umat Islam shalat ke arah mana saja mereka kehendaki. Hal ini sesuai didasarkan pada ajaran Al-Quran yang menyatakan bahwa : ”Tuhan ada di Timur dan Barat, ke arah mana pun kamu menghadap, di sananalah wajah Tuhan”. Kemudian atas perintah nabi Muhammad SAW, arah ini ditentukan ke Masjidil Aqsa di Jerusalem, tetapi kemudian arah ini diubah pula ke arah yang sekarang yakni ke arah Masjidil Haram di Makkah. Hal ini berdasarkan suatu ayat Al-Quran yang diturunkan kemudian. (QS. Al-Baqarah, ayat 144). Arah kiblat untuk daerahdaerah di Indonesia kira-kira ke arah Barat-Barat Laut. Untuk tepatnya ada perhitungan khusus tentang arah kiblat untuk daerah-daerah/ kota-kota tertentu. Banyak mesjid-mesjid lama yang dibangun tidak bersesuaian dengan arah kiblat, tetapi pada umumnya berdasarkan pada arah Barat Timur, yang sedemikian sehingga orang yang shalat di dalamnya terpaksa harus sedikit serong, sehingga mengakibatkan banyak ruang yang terbuang atau setidak-tidaknya menyebabkan keganjilan dalam interiornya.
14
II.2
Tinjauan Khusus
II.2.1 Tinjauan Terhadap Topik dan Tema Untuk menerapkan suatu konsep pada bangunan, kita harus mengetahui latar belakang konsep tersebut, dan bangaimana konsep tersebut dapat di kaitkan dalam perancangan bangunan, berikut adalah ulasan tentang latar belakang arsitektur ekologis : Mesjid sebagai sarana beribadah manusia kepada Allah haruslah mempunyai unsur religi agar kekhusukan dalam beribadah dapat tercapai. Sebagai bangunan ibadah haruslah berbicara lebih dari sebuah karya fisik arsitektur, tipe bangunan ini secara tegas berbicara tentang pengagungan manusia terhadap Tuhan melalui agama dan kepercayaan yang dipeluknya. Di sini bahasa simbolis menjadi elemen krusial dimana nilai intangible bangunan terpancar melebihi fisikalitasnya. Terminologi form follow function akan sangat sulit diterapkan secara harfiah dalam fungsi ini karena meski tampak modern, sebuah bangunan ibadah tetap akan mempunyai makna simbolis dalam setiap elemen bangunannya. Selain sebagai sarana hubungan manusia terhadap Tuhan, mesjid juga sebagai sarana hubungan manusia kepada alam. Hubungan di sini dimaksudkan yaitu sebagai hubungan persahabatan manusia dengan alam yaitu dengan melestarikan dan menjaganya bukan merusak atau menaklukkan alam. Lokasi tapak untuk pembangunan tempat ibadah tersebut terletak di daerah yang sangat padat penduduk dan rawan kemacetan sehingga asap kendaraan yang lalu lalang tersebut dapat menimbulkan polusi udara. Daerah hijau pun sangat minim bahkan hampir tidak ada pada daerah tersebut. Maka dari itulah sebagai
15
perwujudannya maka bangunan ibadah seperti mesjid haruslah berwawasan lingkungan agar dapat menjawab semua permasalahan tersebut. Dari sisi lokasi tapak ini sangat strategis karena terletak pada ujung jalan yaitu tepatnya pada pertigaan jalan kebon jeruk dan batusari sehingga memungkinkan bangunan ini dibuat sebagai landmark pada lokasi tersebut. Sebagai landmark, maka bangunan mesjid tersebut harus dibuat semenarik mungkin agar pengguna jalan yang melewati jalan tersebut tertarik untuk singgah dan beribadah pada mesjid tersebut. Selain menarik, bangunan tersebut juga harus memiliki fasilitas lengkap dan mutakhir agar kesan berbeda dapat tampil dari mesjid-mesjid yang sudah ada pada daerah tersebut. Dilihat dari segi permasalahan mesjid, memang faktor fisika bangunan sangat penting diterapkan pada bangunan mesjid, bahkan setiap bangunan apapun memang seharusnya menerapkan faktor fisika bangunan. Tetapi setiap bangunan bukan hanya memikirkan masalah bangunan secara individual, tetapi setiap bangunan juga harus memberikan kontribusi terhadap lingkungan sekitar dan diharuskan kepada setiap perancang memikirkan aspek lingkungan seperti limbah, sistem tranportasi, infrastruktur dan sebagainya. Maka dari itu topik arsitektur ekologis di iklim tropis ini berusaha untuk menampilkan bangunan yang meminimalkan perusakan terhadap alam serta memikirkan aspek lingkungan seperti limbah, sistem transportasi, infrastruktur dan sebagainya dan juga sesuai dengan kriteria bangunan di iklim tropis.
16
II.2.2 Pengertian Arsitektur Ekologi Menurut Heinz Frick, Ekologi berasal dari bahasa Yunani yaitu oikos adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal, dan logos bersifat ilmu atau ilmiah. Jadi, ekologi berarti ilmu tentang rumah atau tempat tinggal makhluk hidup atau ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Sebenarnya, arsitektur ekologis tersebut mengandung juga bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan penghuni), arsitektur alternatif, arsitektur matahari (dengan memanfaatkan energi surya), arsitektur bionik (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan pembangunan alam), serta pembangunan berkelanjutan. Maka, istilah arsitektur ekologis adalah istilah holistik yang sangat luas dan mengandung semua bidang tersebut. Berikut proses penciptaan teknis dan proses penciptaan yang holistis menurut Heinz Frick dan FX. Bambang Sukiyatno dalam bukunya dasardasar arsitektur ekologis, penerbit kanisius. Yogyakarta. 2007. Hlm. 79.
17
Gambar II-1 Proses Penciptaan Teknis dan Proses Penciptaan Holistis Pengamatan terhadap pikiran dan perbuatan manusia dalam lingkungan alam
Pengamatan, analisis terhadap alam
Eko-desain
Desain secara teknis
Proses penciptaan holistis dan alamiah
Pengetahuan teknik dan ilmu pengetahuan
Kegiatan yang berdaya cipta dan teknik
Proses penciptaan teknis
Ciptaan teknik, perencanaan arsitektur
Menurut Ernest Burden, Ecological Architecture is a style of architecture (1970-) developed in response to the problems of expensive fuels and other environmental factors. Various projects were undertaken to construct selfsufficient, or self-serving buildings, independent of public utilities, by exploiting ambient energy sources, such as wind power, solar radiation, and a variety of recycling technique. Arsitektur Ekologi adalah desain yang menegaskan penggunaan bahan alami dan penggunaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dimana sumber tersebut dapat dikembalikan ke alam tanpa menyebabkan kerugian. Untuk pengurangan penggunaan energi, semua aspekaspek pasif surya dan massa termal dimasukkan ke dalam bangunan dengan
18
sebuah
mekanisme.
(sumber
:
http://www.ecologicalarch.com/designapproach.php)
II.2.3 Pengertian Desain Ekologi Menurut Ken Yeang mendefinisikan kata “Hijau” atau “Desain Ekologi” sebagai bangunan yang memiliki dampak yang minimal terhadap lingkungan, dan juga memungkinkan untuk mendapatkan efek yang sebaliknya; artinya menciptakan bangunan bersifat positif, memperbaiki, dan produktif terhadap lingkungan, pada saat yang bersamaan juga mengintegrasikan struktur bangunan dengan semua aspek sistem ekologi (ekosistem) terhadap kehidupan di permukaan bumi. Desain ekologi dapat dianggap sebagai desain yang berdasarkan ekomimikri (desain yang berinspirasi dari lingkungan atau desain yang diinspirasikan oleh alam), yang mana didefinisikan sebagai mendesain ekosistem arsitektural untuk menyamai ciri-ciri, struktur, fungsi-fungsi dan proses-proses dari ekosistem di alam. Menurut Sim Van Der Ryn dan Stuart Cowan, dalam Jencks dan Kropf (1997) : Bila kita ingin menciptakan dunia yang berkelanjutan - dimana kita bisa memperhitungkan semua yang diperlukan untuk generasi yang akan datang dan semua makhluk hidup – kita harus menyadari bahwa bentuk sekarang dari kepulauan, arsitektur, teknik, dan teknologi adalah perusak. Untuk menciptakan
19
dunia yang berkelanjutan, kita harus memperkenalkan desain produk, bangunan, lansekap dengan pengetahuan yang kaya dan detail tentang ekologi. Bagaimana kita mendesain produk kita dan proses produksinya sehingga material tersebut menjadi ramah lingkungan. Bagaimana kita membuat sebuah sistem pengolahan air kotor yang lebih bagus daripada mencemari ekosistem di sekitarnya. Bagaimana kita mendesain bangunan yang menghasilkan energi sendiri dan mendaur ulang sendiri polusinya. Ada beberapa faktor yang mendasari desain ekologi, yaitu: 1. Solutions Grow from Place Ecological design begins with the intimate knowledge of a particular place. Therefore, it is small-scale and direct, responsive to both local conditions and local people. If we are sensitive to the nuances of places, we can inhabit without destroying… 2. Ecological Accounting Informs Design Trace the environmental impacts of existing or proposed designs. Use this information to determine the most ecologically sound design possibility… 3. Design with Nature By working with living processes, we respect the needs of all species while meeting our own. Engaging in processes that regenerate rather than deplete, we become more alive… 4. Everyone is a Designer Listen to every voice in the design process. No one is participant only or designer only. Everyone is a participant-designer. Honor the special
20
knowledge that each person brings. As people work together to heal their places, they also heal themselves… 5. Make Nature Visible De-natured environments ignore our need and our potential for learning. Making natural cycles and processes visible brings the designed environmentj back to life. Effective design help inform us of our place within nature…
II.2.4 Sejarah Desain Ekologi Desain ekologi mulai diterapkan sejak tahun 1970an dimana ini merupakan respon terhadap tingginya harga minyak. Krisis minyak tersebut telah menyebabkan berkembangnya solar house. Rumah-rumah tersebut menggunakan sistem solar pasif dan air panas solar dengan sistem penyimpanan bawah tanah untuk menyimpan panas pada musim-musim tertentu. Pada tahun 1980an, terjadi juga perubahan iklim. Ini ditandai dengan menipisnya lapisan ozon dan terjadinya efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Gas utama rumah kaca adalah CO2 dan penghasil utamanya adalah bangunan. Kunci untuk memahami desain ekologi dan keberkelanjutan adalah realisasi bahwa kita tidak perlu membentuk komunitas manusia dan membangun lingkungan baru tetapi kita dapat langsung mencontohnya dengan mengimitasikan
21
ekosistem alam yang secara alamiah mendukung kelanjutan hidup tanamantanaman, hewan-hewan, dan mikro organisme.
II.2.5 Ciri-Ciri Arsitektur Ekologi Adapun ciri-ciri bangunan dengan penerapan arsitektur ekologi adalah : 1. Menciptakan kawasan penghijauan di antara kawasan pembangunan sebagai paru-paru hijau. 2. Mempertimbangkan rantai bahan dan menggunakan bahan bangunan alamiah. 3. Menggunakan ventilasi alam untuk menyejukkan udara dalam bangunan. 4. Menghindari kelembapan tanah naik ke dalam konstruksi bangunan dan memanjukan sistem bangunan kering. 5. Memilih lapisan permukaan dinding dan langit-langit ruang yang mampu mengalirkan uap air. 6. Menjamin kesinambungan pada struktur sebagai hubungan antara masa pakai bahan bangunan dan struktur bangunan. 7. Menjamin bahwa bangunan yang direncanakan tidak menimbulkan masalah lingkungan dan membutuhkan energi sesedikit mungkin (mengutamakan energi terbarukan). 8. Menciptakan bangunan bebas hambatan sehingga gedung dapat dimanfaatkan oleh semua penghuni (termasuk anak-anak, orang tua, maupun orang cacat) misalnya dengan menggunakan rem untuk orang cacat.
22
9. Tidak menghabiskan bahan lebih cepat daripada tumbuhnya kembali bahan bangunan tersebut oleh alam. 10. Menghasilkan sampah yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baru. Misalnya dengan menggunakan pendaur-ulangan air. Sehingga penggunaan air dapat dihemat. Contoh gambar bangunan ekologis : 1. Mesjid Rahmatan Lil ’Alamin, Bandung. Foto II-1 Mesjid Rahmatan Lil’Alamin
Sumber : I-ARCH magazin, fourth edition
2. Menara Mesiniaga Foto II-2 Menara Mesiniaga
23
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
3. Christie Walk Foto II-3 Christie Walk
Sumber : http://www.urbanecology.org.au/christiewalk/
II.3 Tinjauan Khusus Tapak II.3.1 Data Tapak •
Lokasi
: Pertigaan Jl. Raya Kebon Jeruk dan Jl Batusari, Jakarta Barat
•
Peruntukan
: Bangunan Ibadah
•
Luas Tapak
: 10.000 m²
•
KDB
: 60 %
•
KLB
:3
•
Ketinggian Maksimal
: 8 Lantai
24
Peta II-1 Lokasi Tapak Mesjid di Kebon Jeruk
Sumber : PEMDA DKI JAKARTA
II.3.2 Batas Tapak Batas-batas tapak adalah sebagai berikut : •
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan
pertokoan dan rumah - rumah
penduduk. •
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Jalan Raya Kebon Jeruk.
•
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Jalan Raya Rawa Belong.
•
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan jalan kecil dan pemukiman penduduk
25
Foto II-4 Keadaan di Sekitar Tapak
Lokasi berdekatan dengan pertigaan jalan
Lokasi tapak dikelilingi oleh perumahan penduduk dan pertokoan
II.3.3 Kondisi Tapak • Tapak berada diantara Jalan Raya Kebon Jeruk dan Rawa Belong, Jakarta Barat. • Tapak berbentuk segi empat tidak beraturan. • Luas tapak + 10.000 m2. • Kontur tapak relatif datar.
26
• Tapak terletak dekat dengan kampus Universitas Bina Nusantara, daerah koskosan, serta daerah perdagangan. II.3.4 Data Penduduk di Sekitar Tapak (Kelurahan Kebon Jeruk) Jumlah penduduk di kelurahan kebon Jeruk 31.519 jiwa • Islam 80%
= 25.215 jiwa
• Kristen 9%
= 2.837 jiwa
• Katholik 6%
= 1.891 jiwa
• Hindu dan Budha 5%
= 1.576 jiwa
II.3.5 Data Bangunan Ibadah di Sekitar Tapak (Kelurahan Kebon Jeruk) •
Mesjid : 7 bangunan Tabel II-1 Bangunan Mesjid di Sekitar Tapak
NO
Nama Mesjid
Alamat
KAPASITAS
LUAS ( M2 )
(ORANG)
Bangunan
Tanah
1
Al-Ikhlas
Jl. Kebon Jeruk Rt. 003/04
1500
289
1600
2
As Salam
Jl. Kebon Jeruk Rt. 009/02
1500
450
1700
3
As Surur
Jl. Kebon Jeruk Rt. 009/01
3500
2000
3500
4
Baitul Arqin
Jl. Kebon Jeruk Rt. 003/07
500
300
300
5
Baitur Rahman
Jl. Kebon Jeruk Rt. 002/11
600
250
280
6
Manbaul Huda
Jl. Kebon jeruk Rt. 007/11
1500
300
600
7
Miftahul Salam
Jl. Kebon Jeruk Rt. 003/06
1000
200
300
Sumber : Peta penyebaran tempat ibadah Kodya Jakarta Barat tahun 2004
27
•
Gereja : 2 bangunan Tabel II-2 Bangunan Gereja di Sekitar Tapak
NO
1
Nama Gereja
Katolik
Alamat
KAPASITAS
LUAS ( M2 )
(ORANG)
Bangunan
Tanah
Sang Jl. Kebon Jeruk Rt. 012/04
1000
700
1200
Jl. Kebon Jeruk Rt. 002/06
150
250
350
Timur 2
Kristen Sangkakala
Sumber : Peta penyebaran tempat ibadah Kodya Jakarta Barat tahun 2004
II.4
Studi Lapangan Mesjid Survey lapangan yang dilakukan adalah ke beberapa mesjid dengan perbandingan sebagai berikut.
Foto II-5 Mesjid At-Tin
a. Mesjid Agung At-Tin Arsitek utama H. Achmad Noe’man I.A.I (Biro Arsitektur Achmad Noe’man) •
Visi " Menjadikan Mesjid Sebagai Oase Spiritual dan Pencerahan Intelektual "
•
Misi
28
-
Menjadikan Mesjid Agung AT-TIN sebagai konsep dan Tren Mesjid masa depan
-
Meningkatkan kecerdasan intelektual dan spiritual umat secara terpadu
-
Wahana pemberdayaan sumber daya umat yang profesional dan berakhlak karim.
•
Data umum mesjid
Arah Kiblat Sertifikat DEPAG
= 23 April 1997
Kordinat Tempat
= 06 derajat, 17879 - 106 derajat, 53076
Arah Kiblat
= 295 derajat, 9', 54'', 46
Luas Tanah
= 70.000 m2
Luas Bangunan Mesjid A. Lantai Dasar
= 5.030 m2
B. Lantai Satu
= 4.350 m2
C. Lantai Mezanine
= 2.069 m2
D. Luas Selasar Tertutup
= 1.245 m2
E. Luas Plaza Shalat
= 5.800 m2
Kapasitas Jamaah A. Dalam Mesjid
= 9.000 orang
B. Plaza & Selasar Tertutup
= 10.850 orang
Tinggi Menara Utama
= 42 m
29
Kapasitas Parkir
•
A. Mobil Kecil
= 350 kendaraan
B. Bus
= 8 kendaraan
C. Motor
= 100 kendaraan
Fasilitas mesjid
A. Rumah Dinas untuk Imam Besar B. Mess Mua'zin 1. 8 Kamar @ 2 orang 2. Ruang Makan 3. Ruang Rekreasi/ TV 4. Dapur 5. Kamar Mandi 4 kamar
C. Rumah Penjaga
30
Eksterior
Foto II-6 Lansekap
Foto II-7 Tempat Wudhu dan Selasar Tertutup
Foto II-8 Menara
31
Interior
Foto II-9 Ornamen/ Elemen Estetika
Foto II-10 Lantai Atas/ Tempat Shalat
32
Kelebihan : - Mesjid At-Tin sangat sangat megah dan luas.
- Tidak bising dikarenakan bangunan letaknya jauh dari jalan utama.
- Dari segi pengudaraan sangat bagus karena banyaknya bukaan, dan tidak memerlukan pengudaraan buatan.
- Fasilitas sudah cukup lengkap dan memadai.
- Lansekap sangat tertata rapi.
- Pencahayaan pada ruang shalat sudah cukup baik sehingga tidak diperlukan pencahayaan buatan pada waktu siang hari.
Kelemahan : - Sirkulasi pria dan wanita tidak terencana dengan baik.
- Kurangnya pohon peneduh pada area outdoor sehingga terasa panas dan gersang.
- Pada ruang tengah yang terdapat di bawah ruang shalat utama tidak mendapat cahaya sehingga membutukan cahaya buatan pada siang hari.
33
b. Mesjid Dian Al-Mahri/ Mesjid Kubah Emas Foto II-11 Tampak Depan
Mesjid Dian Al-Mahri terletak di tepo Jalan Raya Meruyung-Cinere, kecamatan Limo, kota Depok. Mesjid berkubah emas 24 karat. Foto II-12 Jalan Masuk
Pemilik : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid Arsitek : Hj Dian Juriah Maimun Al Rasjid Dibangun : 2001
34
Luas lahan keseluruhan : 80 hektar Luas Lahan untuk mesjid : 2 hektar Luas Bangunan mesjid : 60 m x 120 m. Kapasitas mesjid : 25.000 jemaah Diameter kubah utama : 16 meter Tinggi kubah utama : 20 meter Foto II-13 Landscaping
Material impor Pemilik mesjid mengimpor semua material untuk mesjidnya dari negara-negara Eropa. Emas, lampu, dan granit dari talia, serta beberapa material lain dari Spanyol, Norwegia, juga dari Brasil.
35
Kelebihan : -
Mesjid terlalu mewah dan megah.
-
Tidak bising dikarenakan bangunan letaknya jauh dari jalan utama.
-
Lansekap sangat indah dan menarik.
-
Fasilias sudah cukup lengkap dan memadai.
-
Dari segi penghawaan sudah cukup baik.
Kelemahan : - Dari sisi perawatan sangat mahal. - Boros material karena menggunakan material import. - Kurangnya pohon peneduh pada area outdoor, sehingga terasa panas dan gersang.
c. Mesjid Istiqlal Foto II-14 Mesjid Istiqlal
Lokasi = Taman Wijaya Kusuma, Jakarta Pusat Arsitek utama = Frederick Silaban (1946-1984)
36
Luas Site = 9,9 Ha Waktu Konstruksi = 1954-1978 (mulai perencanaan hingga peresmian) Anggaran = 114 milyar (pada saat awal pembangunan) •
Bagian-Bagian dan Fasilitas -
Gedung Induk dan Kubah Luas = 100 m x 100 m Daya tampung jemaah lantai dasar = 16.000 jemaah Terdapat lantai mezanine 5 lantai dengan luas 36.980 m² Daya tampung lantai dasar + 5 lantai mezanine = 61.000 jemaah (untuk tiap orang shalat diperlukan 60 x 100 cm) Garis tengah kubah = 45 m Kolom penunjang kubah = 12 buah Garis tengah kolom = 2,5 m (berikut pembungkus stainless steel) Tinggi kolom penyangga kubah = 17 m Tinggi bangunan = 55,8 m (dari permukaan tanah/ basement)
-
Gedung Pendahuluan dan Emper Penghubung Foto II-15 Emper Penghubung Luas = 5.724 m² Daya tampung = 8.000 jemaah Diameter kubah kecil = 8 m
37
-
Teras Raksasa dan Emper Keliling Foto II-16 Teras Raksasa Terletak di belakang dan sebelah kiri gedung induk untuk menampung melubernya jemaah pada shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Luas bangunan = 19.800 m² Daya tampung = 50.000 jemaah Di bawah teras ini terdapat berbagai fasilitas untuk berwudhu, kamar mandi, WC, dan sejumlah perkantoran.
-
Menara Tinggi = 6.666 cm (melambangkan jumlah ayat dalam kitab suci AlQur’an) Garis tengah = 5 m Foto II-17 Menara
38
-
Halaman, Taman, dan Air Mancur
Foto II-18 Taman
Luas = 6,85 Ha (termasuk di dalamnya kolam air mancur seluas 1,58 Ha, area parkir 3,35 Ha) Daya tampung parkir = 800 buah kendaraan roda empat Jembatan besar = 3 buah dengan lebar 20m x 30m Jembatan kecil = 1 buah (untuk pejalan kaki) -
Ruang Wudhu, Air Bersih dan Penerangan Ruang wudhu terdapat pada sebelah utara, timur, dan selatan gedung lantai dasar. Terdapat 6 keran (per satu unit) Jumlah keran seluruhnya (600 buah) Terdapat 2 lokasi urinoir (di sebelah timur, di bawah emper mesjid) dengan kapasitas 80 ruang Kamar mandi dan WC = 52 kamar (12 buah di bawah emper barat, 12 buah di bawah emper selatan, 28 buah di bawah emper timur.
-
Lantai Dasar Ditutup dengan lantai marmer seluas 25.000 m², terdiri dari : Kantor badan pengelola Mesjid Istiqlal Kantor badan MUI
39
Kantor Dewan Mesjid Indonesia Ruang pameran = 75m x 75 m Aula/ Ruang sidang terdapat 2 buah (salah satu aula berukuran 18m x 24m) Perpustakaan -
Tangga Jumlah tangga menuju tempat shalat utama 11 buah. 3 di antaranya berukuran besar dan berfungsi sebagai tangga utama dengan lokasi 1 buah di sisi utara gedung induk, 1 buah berlokasi pada gedung pendahuluan yang dapat terus ke lantai lima, 1 buah lagi berlokasi di emper selatan menuju lantai utama. Tangga tersebut mempunyai ukuran lebar 15 m, sedangkan 4 buah tangga berukuran lebar 3m berlokasi pada pojok/ sudut gedung induk yang langsung menuju lantai lima, lainnya berukuran lebih kecil, yakni lebar 3 m berada di sudut-sudut teras emper teras raksasa.
•
Data konstruksi Jumlah pekerjaan konstruksi beton bertulang seluruhnya adalah sebesar 92.291,87 m3. Jumlah tiang pancang beton bertulang sebanyak 5.138 buah tiang. Untuk pekerjaan plafond, langkah-langkah (tangga, bordes tangga, lantailantai balkon) jendela terawang, lisplank, kusen tempat wudhu dan sebagainya dibuat dari bahan steinless steel seberat 377 ton. Seluruh
40
jembatan-jembatan yang melintasi sungai Ciliwung dibuat dengan sistem beton pratekan. •
Fasilitas lain Ruang petugas storing Ruang pompa air hydrofoor Ruang trafo Ruang generator Ruang sentral AC (berisi 4 buah chiller).
Kelebihan : - Mesjid terlalu mewah dan megah. - Tidak bising dikarenakan bangunan letaknya jauh dari jalan utama. - Fasilias sudah cukup lengkap dan memadai. - Dari segi penghawaan sudah cukup baik. Kelemahan : - Dari sisi perawatan sangat mahal. - Pencahayaan dirasa sangat kurang terutama pada area tengah ruang shalat utama dan pada ruangan dibawah ruang shalat utama yang dipergunakan sebagai ruang fasilitas penunjang. Hal ini menyebabkan penggunaan cahaya buatan pada siang hari yang dapat menyebabkan pemborosan energi. - Sirkulasi antara jemaah pria dan wanita kurang terencana.
41
Kesimpulan : Tabel II-3 Kesimpulan Studi Banding MESJID 1. Bentuk
At-Tin
Dian Al- Mahri
Istiqlal
Berarsitektur modern
Berarsitektur modern
Cukup lengkap dan
Cukup lengkap dan
Sangat lengkap
memadai
memadai
Banyaknya bukaan
Banyaknya bukaan
Bentang yang sangat
menyebabkan
menyebabkan
lebar dan kubah pada
banyaknya cahaya
banyaknya cahaya
tengah bangunan
yang masuk
yang masuk sehingga
yang tidak
sehingga di waktu
di waktu siang hari
transparan
siang hari tidak
tidak membutuhkan
menyebabkan
membutuhkan
pencahayaan buatan
ruangan yang
Berarsitektur modern
2. Fasilitas
3. Pencahayaan
ditengah menjadi
pencahayaan buatan
gelap 4. Pengudaraan
Sangat cukup
Sangat cukup
Sangat cukup
dikarenakan
dikarenakan terdapat
dikarenakan terdapat
banyaknya bukaan
bukaan-bukaan yang
bukaan-bukaan yang
ditambah
sangat besar ditambah
sangat besar
penggunaan
bangunan yang tinggi,
ditambah bangunan
42
heksaus fan untuk
menyebabkan angin
yang tinggi,
mengalirkan udara
dapat masuk dengan
menyebabkan angin
kencang
dapat masuk dengan kencang
5. Bising
6. Material
Tidak bising karena
Tidak bising karena
Tidak bising karena
bangunan letaknya
bangunan letaknya
bangunan letaknya
jauh dari jalan raya
jauh dari jalan raya
jauh dari jalan raya
Menggunakan
Kebanyakan
Kebanyakan
material setempat
Menggunakan
menggunakan
seperti ukiran
material impor dan
material baja untuk
Jepara pada pintu
mewah seperti
memberikan kesan
dan penggunaan
penggunaan material
modern
batu marmer
emas pada kubah dan minaret
43
II.5
Studi Banding terhadap Bangunan Ekologis
II.5.1 Menara Mesiniaga Foto II-19 Menara Mesiniaga
Lokasi
: Subang Jaya
Arsitek
: Ken Yeang
Dibangun
: 1989
Selesai
: 1992
Tinggi
: 63 meter
Jumlah lantai
: 15 lantai
Luas total bangunan : 6503 m2
Sumber : http://web.utk.edu/~archinfo/a489_f02/PDF/menara_mesiniaga.pdf
Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang berperan sebagai penyaring lingkungan. Menara Mesiniaga merupakan bangunan yang utilitasnya berdasarkan bangunan tradisional Malaysia dan transisi bangunan tradisional atau evolusi ke bangunan modern. Bangunan ini memiliki visi sebagai taman tropis dan menemukan hubungan antara bangunan, ruang luar dan iklim, serta merubah dampak perkembangan bangunan tinggi dalam ekosistem sebuah kota. Kesimpulan : Menara Mesiniaga merupakan bangunan ekologi yang menggunakan potensi lingkungan tropis secara maksimal untuk pencahayaan serta penghawaan. Bangunan ini dirancang dengan mengangkat tanaman ke atas bangunan dan
44
mengelilingi bangunan untuk menurunkan suhu di dalam ruangan dan mendistribusikan oksigen. Hubungan Menara Mesiniaga dengan proyek Mesjid di Kebon Jeruk adalah merupakan proyek dengan topik yang sama di daerah tropis.
45