Bab II TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Umum II.1.1 Apartemen II.1.1.1 Pengertian Apartemen An apartment is a self-contained housing unit that occupies only part of a building. Apartments may be owned (by an owner/occupier) or rented by tenants (Hunt, 2000). An apartment building, block of flats or tenement, is a multi-unit dwelling made up of several (generally four or more) apartments (US), or flats (UK). A difference may be an apartment is one of many units on a floor and a flat is the only unit on a given floor. The term apartment building is used regardless of height in North America and the terms residential tower or apartment tower are used in other countries such as Australia (Levy et al, 2009). Dari pengertian apartemen di atas, maka dapat disimpulkan bahwa apartemen adalah sebuah hunian yang dapat dimiliki perorangan atau disewa dan merupakan bagian dari bangunan kumpulan tempat tinggal.
II.1.1.2 Jenis-Jenis Apartemen Menurut Chiara, dkk, dalam bukunya ”Manual Housing Planning & Design Criteria” (1975) bangunan apartemen dapat diklasifikasikan dari beberapa kategori, antara lain: a)
Berdasarkan ketinggian bangunan:
1. Low-rise apartment Adalah tipe bangunan apartemen sampai dengan ketinggian 6 lantai. 2. Middle-rise apartment Tipe bangunan apartemen antara 6-9 lantai. 3. High-rise apartment Adalah tipe bangunan apartemen bertingkat tinggi sampai dengan ketinggian 40 lantai atau bahkan lebih. b)
Berdasarkan fasilitas:
1. Apartment/flat Kumpulan unit-unit hunian apartemen dengan fasilitas standar. 2. Condominium Kumpulan unit-unit hunian apartemen dengan fasilitas lebih mewah dari apartemen standar. c)
Berdasarkan kepemilikan:
1. Sistem Sewa
Apartemen yang disewakan dengan harga tetap setiap bulannya. Pemeliharaan unit biasanya menjadi tanggungan owner/pengelola apartemen. 2. Sistem Beli Apartemen dengan sistem pembelian ataupun angsuran yang telah ditetapkan. Setelah angsuran lunas maka unit apartemen menjadi milik tenant. d)
Berdasarkan pelayanan dan kelengkapan:
1. Serviced & Furnished Apartemen yang ditawarkan dengan fasilitas room service serta unit yang telah dilengkapi furnitur/perabot. 2. Non-serviced & Furnished Apartemen yang ditawarkan tanpa fasilitas room service namun dengan unit yang telah dilengkapi furnitur/perabot. 3. Non-serviced & Un-Furnished Apartemen yang ditawarkan tanpa fasilitas room service dan tidak dilengkapi furnitur/perabot e)
Berdasarkan jenis kamar:
1. Tipe Efisien Memiliki luas 18-45 m² berkapasitas 1 orang, terdiri dari ruangan besar, r. duduk, r makan, r. tidur, dapur dan toilet. 2. Tipe 1 kamar
memiliki luas 36-54 m² , berkapasitas 2-3 orang. Tipe 1 kamar terdiri dari: ruang duduk, ruang makan, dapur, 1 ruang tidur, toilet dan teras outdoor. 3. Tipe 2 kamar memiliki luas 45-90 m² , berkapasitas 3-4 orang. Tipe 2 kamar terdiri dari: ruang duduk, ruang makan, dapur, 2 ruang tidur, toilet dan teras outdoor. 4. Tipe 3 kamar memiliki luas 90-108 m² , berkapasitas 4-5 orang. Tipe 3 kamar terdiri dari: ruang duduk, ruang makan, dapur, 3 ruang tidur, 1-2 toilet dan teras outdoor. 5. Tipe 4 kamar memiliki luas 100-135 m² , berkapasitas 5-8 orang., terdiri dari: r duduk, ruang makan, dapur, 4 r tidur, 2 toilet dan2 teras outdoor. 6. Tipe 5 kamar memiliki luas 100-135 m² , berkapasitas 5-8 orang, yang terdiri dari: r.duduk, r. makan, dapur, 4 r tidur, 2 toilet dan 2 outdoor f)
Berdasarkan lantai: 1. Simplex: apartemen dengan 1 lantai. 2. Duplex: apartemen dengan 2 lantai. 3. Triplex: apartemen dengan 3 lantai .
teras
II.2.1. Pusat Perbelanjaan II.2.1.1 Pengertian Pusat Perbelanjaan Menurut Nadine Beddington, pusat perbelanjaan adalah suatu kompleks pertokoan yang pengelolaannya ditangani oleh manajemen yang menyewakan ataupun menjual unit-unit toko yang tersedia untuk pedagang eceran. A shopping mall or shopping centre is a building or set of buildings which contain retail units, with interconnecting walkways enabling visitors to easily walk from unit to unit (Pacione, 2005). “A group of architecturally unified commercial establishments built on site that it planned, developed, owened, and managed as an operating unit related by its location, size, and type of shops to the trade area that it serves. The unit provides on-site parking in definite relationship to the types and total size of the store” ( ULI). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pusat perbelanjaan adalah suatu kumpulan unit-unit pertokoan/retail yang bisa bersifat terbuka, ataupun tertutup, yang berada dalam sebuah bangunan maupun kumpulan dari beberapa unit bangunan retail yang dijual ataupun disewakan dan dikelola oleh sebuah sistem manajemen, yang berfungsi sebagai tempat belanja, berekreasi dan berinteraksi.
II.1.1.2 Jenis-Jenis Pusat Perbelanjaan Berdasarkan ciri fisiknya, International Council of Shopping Center (1999) mengklasifikasikan pusat perbelanjaan menjadi dua yaitu: 1.
Strip Mall/Open Mall
Strip mall atau juga disebut juga shopping plaza, adalah suatu tipe pusat perbelanjaan terbuka dengan deretan unit-unit retail yang umumnya terdiri dari 1-2 lantai yang tersusun berjajar (umumnya berderet lurus maupun membentuk konfigurasi U atau L) dengan area pejalan kaki terbuka ditengahnya, yang menghubungkan antar unit-unit retail yang saling berhadapan. Pada perkembangannya dengan makin minimnya lahan (terutama di perkotaan) tipe pusat perbelanjaan strip mall ini berubah menjadi unit-unit retail dengan parkir kendaraan yang biasanya terletak didepannya untuk menyesuaikan/optimalisasi dari lahan yang ada. 2.
Shopping Mall/Closed Mall
Shopping mall atau biasa disebut mall saja merupakan tipikal pusat perbelanjaan yang bersifat tertutup/indoor, yang berisi unit-unit retail yang umumnya disewakan, dengan selasar besar tertutup yang berada diantara unit-unit retail yang berhadapan. Biasanya mall merupakan multi-storey building (terdiri lebih dari 2 lantai) dikarenakan letaknya yang umumnya dibangun di dekat pusat kota dimana lahan sangat terbatas namun dengan tuntutan fungsi yang banyak, sehingga
pembangunan mall lebih bersifat vertikal dengan luasan yang biasanya lebih
besar
dibanding
strip
mall.
Dalam
perkembangannya
pertumbuhan mall sangat pesat (terutama di perkotaan) dan merupakan salah satu pusat bisnis, interaksi sosial, hiburan, pameran serta promosi yang populer bagi masyarakat kota. Berdasarkan skala pelayanannya International Council of Shopping Center (1999) membagi pusat perbelanjaan menjadi beberapa tipe, yaitu:
1.
Neighborhood Center
Terletak disekitar daerah pemukiman dengan skala pelayanan lingkungan dan ditujukan untuk melayani kebutuhan sehari-hari (makanan, minuman, obat-obatan, perkakas rumah tangga, dll.), Contohnya di Indonesia seperti Hero supermarket, Alfamart, Indomaret mini-market. 2.
Community Center
Hampir serupa dengan tipe neighborhood center, namun dengan skala pelayanan yang lebih luas dan dari segi kuantitas lebih banyak jenis barang yang ditawarkan (apparel, home furnishings, elektronik, dll.) dan biasanya terdapat department store yang banyak menawarkan potongan harga, seperti Ramayana Department Store. 3.
Regional Center
Pusat perbelanjaan skala wilayah dengan anchor-tenant sebagai pusatnya dan toko-toko lain dan dilengkapi dengan fasilitas parkir yang cukup besar, seperti Pondok Indah Mall dan ITC Kuningan. 4.
Super-regional Center
Pusat perbelanjaan skala kota yang serupa namun lebih besar dari regional center dengan lebih banyak anchor-tenant. Biasanya terletak di pusat kota seperti Mega Mall Pluit, Kelapa Gading Mall dan Mall Taman Anggrek. 5.
Fashion/Speciality Center
Pusat perbelanjaan dengan sebuah spesialisasi seperti retail-retail fesyen, elektronik ataupun unit-unit retail yang sejenis, seperti ITC Roxy Mas dan Ratu Plaza 6.
Power Center
Didominasi oleh suatu anchor-tenant, menawarkan banyak program diskon dalam skala layanan wilayah, seperti Carrefour. 7.
Theme/Festival Center
Pusat perbelanjaan dengan tipikal ataupun tema tertentu, biasanya didominasi berupa unit-unit restoran maupun fasilitas hiburan, seperti Cilandak Town Square dan Kemang Food Festival. 8.
Outlet Center
Biasanya terletak dikawasan rekreasi atau turisme, terdiri dari unit-unit retail yang menjual barang dengan brand sendiri, tersusun berjajar maupun berupa cluster, seperti Pasar Seni Ancol.
II.1.3 Mix-use Builling
“Space within a building or project providing for more than one use (i.e., a loft or apartment project with retail, an apartment building with office space, an office building with retail space) (arizona real estate development, 2009)
“Mixed-use development is the practice of allowing more than one type of use in a building or set of buildings. In planning zone terms, this can mean some combination of residential, commercial, industrial, office, institutional, or other land uses.” (Leinberger, 2008)
Mixed-use Development atau proyek multi fungsi, Mixed-use Development adalah kawasan yang terdiri dari satu atau beberapa massa bangunan yang terpadu dan saling berhubungan secara langsung dengan bangunan lain dengan peruntukan yang berbeda, semua massa bangunan berdiri di atas lahan yang sama dan dimiliki oleh satu pengembang. Produk Bangunan hasil proyek multifungsi ini lebih dikenal Mixed-use building yang merupakan Bangunan dengan fungsi ganda
Mixed-use building biasanya perpaduan antara fasilitas
hunian, fasilitas rekreasi dll. Fasilitas hunian (Indonesia apartment ,Esti Savitri etc, 2007) Dari pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Mix-use Building adalah bangunan yang mempunyai fungsi bangunan yang berbeda, misalnya kombinasi fungsi pusat perbelanjaan, apartemen, kantor.
II.2 Tinjauan Khusus Topik II.2.1. Arsitektur Hemat Energi Definisi hemat energi dalam arsitektur adalah meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya. (Frick et al, 2006). Menurut Mark Deisendorf dalam bukunya yang berjudul “Greenhouse Solutions with Sustainable Energy”, mendefinisikan hemat energi, yaitu efficient energy use, sometimes simply called energy efficiency, is using less energy to provide the same level of energy service. Efficient energy use is achieved primarily by means of a more efficient technology or process rather than by changes in individual behaviour (2007, p86). Energy conservation or energy efficiency is the practice of decreasing the quantity of energy used. It may be achieved through efficient energy use, in which case energy use is decreased while achieving a similar outcome, or by reduced consumption of energy services. Energy conservation may result in increase of financial capital, environmental value, national security, personal security, and human comfort. Individuals and organizations that are direct consumers of energy may want to conserve energy in order to reduce energy costs and promote economic security. Industrial and commercial users may want to increase efficiency and thus maximize profit (IEA Energy Conservation in Buildings and Community Systems Programme, 2009). Dari definisi hemat energi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur hemat energi adalah dengan meminimalkan penggunaan energi pada
bangunan, namun tanpa membatasi atau merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktivitas penghuninya.
II.2.2. Efisiensi Energi II.2.2.1 Tinjauan Efisiensi Energi Dalam Desain Menurut Arvin Krisan dkk dalam bukunya, Climate Responsive Architecture: A Design Handbook For Energy Efficient Building, efisiensi energi dalam bangunan mengenai: “For a climatically responsive design of buidling in any climate zone of the earth consideration of sun path (to identity desibeable or undesiberable radiation), of predominant winds and local modifying factor like topography, vegetation, and buidling has highest importance. Additionally, the local condition of relative air humadity, preciption and seasonal change of all these factor have to be analyzed before the design work can start.” Iklim dapat dijadikan patokan bagi perancangan bangunan, jika dikaitkan dengan perancangan energi. Posisi dan tata letak bangunan merupkan hal utama dalam merancang bangunan yang hemat energi. Hal lain ynag perlu menjadi pertimbangan dalah gubahan massa dan dimensi bangunan. Bangunan akan hemat energi, jika bangunan dapat merespon iklim dimana bangunan tersebut berada.
Terkait proyek Pusat perbelanjaan dan Apartemen di Jakarta Barat, yang terletak di iklim tropis basah, maka akan disinggung sedikit mengenai iklim tropis. Ciri-ciri iklim tropis lembab: •
Curah hujan relatif tinggi: 2000-3000 m/thn.
•
Radiasi matahari relatif tinggi:1500-2500 kWh/m2/tahun.
•
Suhu relatif tinggi, (contoh : Jakarta 23-33 oC) , dengan variasi perbedaan suhu harian, bulanan dan tahunan maximun 10 oC
•
Kelembaban udara tinggi ( contoh: Jakarta: 60-95 %)
•
Kecepatan angin relatif rendah (contoh: Jakarta < 5 m/s) Faktor-faktor yang memepengaruhi kenyamanan manusia adalah
Temperatur udara, curah hujan kelembaban, radiasi matahari, pergerakan udara. Pada iklim tropis, memilki tingkat kelembaban dan curah hujan yang tinggi dan selalu mendapat pancaran radiasi panas
matahari,
maka
ada
beberapa
aspek
yang
perlu
dipertimbangkan agar bangunan sesuai dengan iklim tropis, terkait dalam upaya efisiensi energi antara lain :
Pemilihan dan penggunaan material bangunan Pemilihan material bangunan sebaiknya yang memantulkan
panas, tidak menyerap panas atau bahkan angka absorbsi dan angka kalor transmisinya rendah. Ketebalan bahan juga berpengaruh terhadap penyerapan panas. Material yang mempunyai ketebalan lebih tipis cenderung menyerap panas.
Orientasian bangunan Pada daerah tropis lembab sebaiknya agar mengurangi bukaan
pada sisi barat bangunan, hal ini dimaksudkan agar radiasi panas matahari yang merugikan yang masuk ke dalam ruangan. Sebaiknya pengorientasian bangunan pada daerah dengan iklim tropis lembab adalah ke arah utara-selatan serta hindari peletakan masa bangunan sisi bidang yang lebar menghadap barat.
Bentuk atap, Overstek , dan penggunaan selubung bangunan Dalam kajian arsitektur hemat energi di daerah tropis lembab,
bentuk atap, overstek memegang salah satu peranan penting. Selain berfungsi merespon curan hujan yang tinggi, bentuk atap miring yang memiliki overstek yang cukup, dapat mengurangi tingkat penestrasi radiasi panas matahari ke bangunan. Penggunaan selubung bangunan pada fasad
dapat menghalau pancaran radiasi panas
matahari.
Gambar 1. Pengaruh penggunaan overstek pada bangunan
Sistem tata udara dan sistem tata cahaya
Pada bangunan, ventilasi dan orientasi matahari adalah dua faktor utama yang terkait dengan penghematan penggunaan energi karena secara langsung berhubungan dengan tingkat kenyamanan, kesehatan penghuni. Arsitek
memiliki
mempertimbangkan
peran
bagaimana
yang
merancang
besar bangunan
dalam agar
penggunaan energi untuk penghawaan atau pengkondisian udara dan pencahayaan buatan dapat dibuat seefisien mungkin. “Therefore, when it comes to designing for a country with a diffrent climate, culture, and economic situation, it seems reaseonable that the architect should consider these aspects, as well as the available techinques, material, and the conditions for climate comfort.” (Aldo Rossi's)
II.2.2.2 Penerapan Efisiensi Energi Dalam Desain Teknik untuk mengurangi tingkat penggunaan energi pada bangunan dapat ditempuh dengan menggunakan passive solar design, penggunaan cahaya alami dan pengudaraan alami. 1.
Passive Solar Design (Rancangan Pasif) Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan
energi
matahari
secara
pasif,
yaitu
tanpa
mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan
pasif mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu mengantisipasi permasalahan iklim luar. passive solar design bergantung pada: -
posisi matahari terhadap fasad bangunan,
-
orientasi tapak dan kelandaian,
-
bayangan pada tapak,
-
bayangan yang potensial dari luar tapak,
-
orientasi bangunan,
-
penestrasi radiasi panas matahari pada bangunan,
-
layout jalan dan distribusi servis,
-
proporsi fasad antara glazing dengan luas area. Perancangan pasif di wilayah tropis basah, umumnya dilakukan
untuk mengupayakan agar pemanasan bangunan karena radiasi matahari dapat dicegah, tanpa harus mengorbankan kebutuhan penerangan alami. Sinar matahari yang terdiri atas cahaya dan panas hanya akan dimanfaatkan cahaya dan menminimalkan memasukkan radiasi
panas matahari. Pengurangan panas pada kulit bangunan
dipengaruhi oleh pergerakkan angin.
2. Active Design (Rancangan Aktif) Dalam rancangan aktif, energi matahari dikonversi menjadi energi listrik sel solar, kemudian energi listrik digunakan untuk memenuhi
kebutuhan bangunan. Dalam perancangan secara aktif, arsitek dituntut untuk menerapkan strategi perancangan pasif, karena tanpa penerapan strategi perancangan pasif, penggunaan energi dalam bangunan akan tetap tinggi. Salah satu bangunan yang dianggap paling berhasil menerapkan teknik perancangan pasif dan aktif penggunaan sel solar adalah bangunan paviliun Inggris (British pavillion) di kota Seville, Spanyol yang dirancang oleh Nicholas Grimshaw & Partner.
3. Pencahayaan Alami Penggunaan cahaya alami dapat mengurangi penggunaan energi untuk memenuhi kebutuhan akan cahaya pada bangunan. Faktor yang mempengaruhi masuknya sinar matahari adalah: •
orientasi dari jendela,
•
derajat kemiringan jendela,
•
bayangan yang ada di sekitar bangunan
•
pantulan permukaan.
Pencahayaan alami bergantung pada letek bangunan terhadap garis lintang, kondisi cuaca, awan, dan posisi matahari terhadap garis lintang. Orientasi matahari berhubungan dengan cahaya yang dapat dimanfaatkan dalam ruang agar mengurangi tingkat pemakaian cahaya buatan pada bangunan.
Namun pemanfaatan cahaya alami, memilki dampak buruk yakni dapat membawa radiasi panas yang dapat menyebabkan temperarur dalam bangunan dapat meningkat. Dalam kaitan dengan sinar matahari, sisi dan orientasi bukaan menjadi hal utama bagi pertimbangan
pemanfaatan
cahaya
alami,
sekaligus
dapat
menimbulkan permasalahan mengingat ada kemungkinan panas radiasi panas dapat dihantarkan melalui kulit bangunan. Intensitas radiasi matahari ditentukan oleh: •
energi radiasi absolut,
•
hilangnya energi pada atsmosfir,
•
sudut jatuh pada bidang yang disinari,
•
penyebaran radiasi.
Cara efektif untuk mengurangi dampak radiasi matahari adalah dengan selektif dalam mendesain kulit bangunan dan memilih material bangunan yang tingkat absopsi terhadap panas nmataharinya kecil. Kulit bangunan akan menjadi panas bila tidak dilindungi dari radiasi matahari dan akan meneruskan panas ini ke dalam ruangan. Ada berbagai jenis kulit bangunan yang dapat digunakan untuk mengurangi pancaran radiasi panas matahari pada bangunan, diantaranya adalah sirip vertikal, sirip horizontal, kombinasi sirip vertikal dan horizontal, dinding tirai, dinding masif, kaca pelindung,
4. Ventilasi alami Pergerakkan angin ditentukan oleh kondisi iklim dan letak geografis. Tujuan penggunaan ventilasi alami dapat dibagi menjadi 2 alasan utama, yakni untuk mencapai kenyaman dan untuk melakukan penghematan energi dengan mengurangi pengudaraaan buatan. Pergerakkan
angin
dapat
membuat
pendinginan
dan
pemepercepat pelepasan panas pada kulit bangunan oleh penguapan. Kriteria penggunaan ventilasi alami sebaiknya memperhatikan tingkat temperatur dan kelembaban di tempat bangunan tersebut. Ventilasi dibuat demi menjamin tersedianya udara luar yang masuk kedalam ruangan. Pergerakkan angin di suatu tempat bergantung pada pembagian disaribusi tekanan di sekitar bangunan, orientasi dari inlet jendela, dan ukuran bukaan. Orientasi jendela sangat penting untuk memastikan pergerakkan angin merta di semua tempat. Pada pengudaraan alami, ukuran bukaan menentukan tingkat kecepatan udara yang dapat masuk ke dalam ruangan. Rate kecepatan udara yang masuk ke dalam ruanganan sangat dipengaruhi oleh ukuran in-let dan out-let bukaan. Lokasi dan tipe mekanisme inlet dan out-let memempengaruhi pergerakkan udara yang terjadi. Pada banyak kasus yang terjadi, kecepatan udara maksimal dapat masuk apabila out-let pada ruangan lebih besar daripada in-let. Cross ventilasi membuat pengudaraan alami menjadi optimal. Jika pertukaran udara baik, penghawaan dan pengkondisian udara dalam
bangunan
dapat
diminimalkan,
sehingga
dapat
mengemat
penggunaan energi pada bangunan. ' Constant air movement at height can be used to ventilate, pollutionfree, at minimal cost.' (Tony Fitzpatric). Namun yang perlu diingat, penggunaan pengudaraan alami memiliki kekurangan, yakni dapat membawa polusi ke dalam bangunan. Untuk mengurangi tingkat pulusi yang masuk, dapat menggunakan ex-haust fan.
II.3 Tinjauan Khusus Tapak Pada proyek Pusat perbelanjaan dan apartemen, tapak yang dipilih adalah Slipi Jaya dengan pertimbangan: -
Lokasi yang strategis, misalnya terletak di kawasan bisnis; dan terletak di jalan protokol; dekat dengan jalan tol dalam kota.
-
Akses ke tapak mudah, dan dilalui oleh transportasi massal contohnya, bus way.
-
Kompetitor yang sekelas relatif sedikit jika dibandingkan dengan di Benhill.
LOKASI
Gambar 2 : Lokasi Tapak
Luas tanah adalah ± 6.500 m². KDB (Koefisien Dasar Bangunan) adalah 60% KLB (Koefisien Luas Bangunan) adalah 4 Ketinggian maksimal bangunan adalah 24 lantai. GSB 15 meter terhadap ruas Jl. Letjen. S. Parman. GSB 8 meter terhadap ruas Jl. Kemanggisan Utama. GSB 3 meter terhadap ruas Jl. Nelimurni 1. Batas Tapak: Batas Utara
: Jl. Letjen S Parman
Batas selatan : Jl. Nelimurni dan permukiman warga Batas Timur : Jl. Kemanggisan Utama dan flyover Jl. Brigjen Katamso H
Batas Barat
: permukiman warga
Gambar 3 : Letak dan posisi tapak terhadap kota II.4. Studi Banding Terhadap Proyek Sejenis II.4.1 Apartemen Survey lapangan mengenai apartemen adalah: Apartemen Mediterania Garden Residences 2 di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Apartemen Mediterania Residences 2 terdiri dari 5 tower yang antar massa bangunannya saling terkoneksi dan dihubungkan dengan pedestrian. Apertemen Mediterania Residences 2, merupakan apartemen non-service & un-furnised.
Gambar 4 : Apartemen Mediterania Garden Residences 2 Keunggulan Apartemen Medit 2 terletak pada pengoptimalan potensi tapak dan peletakkan massa bangunan.
Gambar 5. Siteplan Apartemen Mediterania Residences 2
Kekurangan Apartemen Mediterania Residences 2 terletak pada minimnya jumlah lift, sehingga apabila tingkat okupansi apartemen telah 100%, dapat mengurangi kenyamanan penghuni karena harus mengantri lift.
II.4.2 Pusat Perbelanjaan Survey lapangan mengenai pusat perbelanjaan adalah:
1. Margo City di Jl. Margonda Raya, Depok.
Gambar 6. Tampak depan Margo City Margo City merupakan Leased Mall yang mengadopsi konsep Single Coridor. Margo City memiliki desain arsitektur yang khas dan unik, yaitu memiliki land mark sebuah crown berbentuk rangkaian besi tersusun menjulang di atas atrium dan skylight, setinggi 40 m. Margo City terdiri dari 4 lantai yang terdiri dari Lower Ground, Ground Floor, 1st Floor dan 2nd Floor dan dilengkapi dengan 4 void dan Escalator, Travelator dan Elevator bagi pengunjung.
Gambar 7. Interior Margo City
Margo City memiliki keunggulan yaitu merupakan mall yang cukup mendapatkan cahaya matahari melalui jendela, karena pada Margo City, terdapat banyak void dan jendela di langit-langit, sehingga pada siang hari lampu di koridornya tidak perlu dinyalakan.
Gambar 8. Void yang terdapat pada Margo City
Gambar 9. Jendela atas yang terdapat pada Margo City Kekurangan Margo City terletak pada tata letak anchor tenant yang kurang merata, sehingga ada beberapa area yang jarang dilewati oleh pengunjung mall, yang menyebabkan area tersebut menjadi sepi.
2. Blok M Square Blok M Square merupakan sebuah pusat perbelanjaan dengan konsep grosir dan merupakan contoh pusat perbelanjaan yang menggunakan double
coridor. Contoh lain pusat perbelanjaan ynag mengadopsi tipe ini adalah ITC. Target pasar Blok M Square adalah mayoritas masyarakatnya menegah ke bawah, contohnya pelajar dan mahasiswa.
Gambar 10 . Perspektif fasad Blok M Square
Blok M Square terdiri dari 5 lantai, lantai 1 digunakan sebagai area penjualan jewelery, seperti perhiasan dan jam tangan. Pada lantai 2 dan 3 digunakan sebagai retail fashion dan life stlye, seperti sepatu, pakaian, tas,dll. Pada lantai 2 dan 3 terdapat anchor tenant, yakni carrefour, sedangkan pada lantai 4 digunakan sebagai area penjualan elektronik, seperti handphone, kamera digital,dll. Sedangkan pada lantai 5 merupakan area foodcourt dan Cinema 21. Fasilitas Blok M Square terbilang standar, seperti pada pusat perbelanjaan lainnya. Contoh fasilitas hibiran yang ada di Blok M Square adalah Cinema 21 dan Foodcpourt yang dilengkapi dengan Wi-Fi.
Gambar 11. Foodcourt di Blok M
Gambar 12. Cinema 21 di Blok M Square
Dari aspek bangunan, Keunggulan Blok M Square ada pada pengoptimalan area yang dijual atau disewakan sangat besar, karena berupa kios-kios kecil dan modular.
Gambar 13. Contoh layout ruang Blok M Square
Namun, Blok M Square memiliki kekurangan, yakni pada area tertentu, yang tidak terdapat magnet (anchor tenant), dapat menyebabkan area tersebut menjadi sepi. minim bukaan dan void sebagai dampak dari pengotimalan area.
Gambar 14. Suasana area retail yang sepi pengunjung Selain itu, sebagai dampak pengoptimalan area retail, maka bukaan pada Blok M Square menjadi sangat sedikit. Void pada Blok M Squre hanya terdapat 1 buah yang terletak di tengah. Dari Analisa, Blok M Square sangat tergantung pada pencahayaan dan penghawaan buatan.
Gambar 15. Void dan bukaan pada atap bangunan di Blok M Square
II.4.2 Mix-use Pusat Perbelanjaan dengan Apartemen 1. FX Mall FX Mall adalah mall yang terletak di kawasan Senayan, Jakarta Pusat. FX Mall adalah bangunan mixed-use building yang memadukan fungsi mall/pusat perbelanjaan dan apartemen dengan konsep “entertainment & bussiness center”.
Gambar 16: Fasad Depan FX Menempati lahan seluas ± 8.000 m², FX Mall terdiri dari 9 lantai mall dan 16 lantai apartemen, yang dikenal dengan FX Residence. FX Mall memiliki wahana rekreasi ekstrim yang disebut “Atmosfear”, yaitu berupa seluncur tertutup yang terbuat dari stainless steel dan polikarbonat sepanjang 7 lantai yang dapat menghantarkan pengguna mencapai lantai dasar dalam hitungan ± 12 detik,. FX mall memiliki 11 ruang konferensi/meeting yang disewakan dengan tema ultra-modern dan unik yang disebut “Fpod”, dengan fasilitas koneksi internet, teleconferencing, fax & printing juga food & beverages. Selain itu FX Mall juga menyediakan fasilitas cinema/bioskop, bar & lounge juga nightclub.
Gambar 17: Fpod, fasilitas ruang konferensi di FX Mall Gambar 18: Atmosfear di FX Apartemen pada FX hanya terdapat 1 tipe unit, yaitu 2 bedroom dengan luasan 70 m² yang terdiri dari 2 kamar tidur, ruang keluarga, r. makan dan pantry. Failitas penunjang yang ditawarkan antara lain: kolam renang, fitness center, lapangan tenis, billiar dan rooftop dining pada lantai teratas. Unit yang ditawarkan termasuk serviced & furnished, jadi unit apartemen yang ada dilengkapi dengan jasa pelayanan kamar dan sudah lengkap dengan perabot/furnitur. Sasaran FX Mall yang dituju adalah menengah ke atas dengan pasar utama professional muda.
Gambar 19. Contoh interior di FX Apartemen
2. Poins Square Poins Square adalah mix-use Pusat Perbelanjaan dengan Apartemen yang terletak di Lebak Bulus, Jakarta Selatan.
Gambar 20. Fasad depan Poins Square Pada Poins Square terdapat pemisahan akses antara pusat perbelanjaan dengan apartemen. Akses untuk apartemen terdapat di basement. Pusat perbelanjaan di Poins Square terdiri dari 6 lantai, sedangkan apartemennya dimulai dari lantai 7 sampai 22. Apartemen Poins Square merupakan kategori Fully Furnished, dimana unit apartemen yang ditawarkan telah dilengkapi dengan furnitur. Fasilitas yang ditawarkan apartemen Poins Square adalah kolam renang, joging track, children playground, sauna, laundry, dll.
Gambar 21 . Contoh denah unit apartemen Poins Square
•
Poins Square memiliki kelebihan, diantaranya: * bentuk yang demikian dapat memberikan kesan terbuka merangkul pada perempatan jalan Lebak bulus. * menghindari dampak kebisingan semaksimal. * memaksimalkan area apartemen dan area retail pusat perbelanjaan.
•
Sedangkan kekekurangan dari Poins Square adalah: * bentuk massa bangunan untuk tower apartement menyerupai huruf “L” yakni bagian memanjang pada bangunan menghadap timur barat menyebabkan ruangan didalamnya panas akibat sinar radiasi matahari langsung. * pusat perbelanjaan Poins Square minim bukaan dan void, sehingga sangat mengandalkan pencahayaan dan pengudaran buatan.
II.2.5 Studi Literatur Terhadap Proyek Sejenis 1. Glorieta 4/The Oakwood, Makati, Philiphina
Gambar 22. Fasad Glorieta 4/The Oakwood
Gambar 23. Detail fasad Glorieta 4/The Oakwood
The Oakwood terdiri dari 26 lantai yang merupakan mix-use building yang terdiri dari fungsi perbelanjaan, apartemen dan hotel. The Oakwood diarsiteki oleh Architectute International Ltd Gf & Partner. Enterance The Oakwood dirancang kreatif untuk memisahkan fungsi hotel dengan perbelanjaan melalui pengaturan taman. Restoran, cinema, high-end shops, food court, merupakan contoh fasilitas yang ada di The Oakwood untuk menunjang ketiga fungsi tersebut.
Gambar 24. Siteplan Glorieta 4/The Oakwood
Gambar 25. Denah tipikal apartemen pada Glorieta 4/The Oakwood