BAB II
TINJAUAN DAN LANDASAN TEORI
II.1 Tinjauan Umum
II.1.1 Sejarah Perkembangan Hotel Di Indonesia
Perkembangan hotel modern di Indonesia diawali dengan dibukanya Hotel Indonesia di Jakarta pada tahun 1962. Sejak jaman penjajahan Belanda sudah terdapat usaha akomodasi yang dikelola secara komersial, walaupun pada waktu itubelum dikelola secara modern , sebagai contoh Hotel Savoy Homan, Bandung dibangun pada tahun 1888, kemudian direnovasi pada tahun 1937 dan selesai 1939. Kemudian hotel Preanger dibangun pada tahun 1897 dan pada waktu itu masih menyatu dengan took, kemudian dibangun kembali sebagai suatu hotel yang lebih terkonsep pada tahun 1928. Hotel Mij De Boer di Medan, Sumatera Utara didirikan oleh Aeint Herman de Boer orang Belanda, pada tahun 1898. Pada saat itu hotel Mij de Boer merupakan hotel yang paling megah di Medan yang diperuntukkan bagi penguasa perkebunan dan para pejabat pemerintahBelanda yang datang ke Sumatera Utara. Kemudian pada tanggal 14 Desember 1957 , dalam rangka nasionalisasi perusahaan – perusahaan asing, hotel Mij de Boer diambil alih pemerintah Republik Indonesia diganti namanya menjadi hotel Dharma Bhakti, dan sekarang namanya diganti lagi menjadi hotel Dharma Deli. Di Yogyakarta juga terdapat sebuah hotellama yaitu Grand Hotel de Djokya berlokasi di jalan Malioboro, didirikan tahun 1908 dan beroperasi pada tahun 1911. Setelah mengalami beberapa kali proses renovasi , saat ini hotel tersebut berganti nama menjadi hotel Garuda. Dengan adanya usaha - usaha renovasi bangunan hotel pada waktu itu telah menunjukkan suatu keinginan untuk memperbaiki fasilitas hotel menjadi lebih baik. Setelah periode pemerintahan Orde Baru, pembangunan dan kehadiran hotel di Indonesia jauh dan sangat berkembang pesat. Terutama setelah masuknya 7
beberapa chains ‘management’ hotel international yang banyak merambah ke kota-kota besar di Indonesia. Sejalan dengan berkembangnya hotel di indonesia ,wajah arsitektur hotel di Indonesia pun sangat berkembang dan inovative. Akan tetapi hal ini menjadi satu tolak ukur sejarah baru untuk Hotel di Indonesia.
II.1.2 Pengertian Hotel
Hotel merupakan suatu bentuk bangunan, perusahaan atau badan usaha akomodasi yang menyediakan pelayanan jasa penginapan, penyedia makanan dan minuman serta fasilitas jasa lainnya dimana semua pelayanan itu diperuntukkan bagi masyarakat umum, baik mereka yang bermalam di hotel tersebut ataupun mereka yang hanya menggunakan fasilitas tertentu yang dimiliki hotel itu. Pengertian hotel ini dapat disimpulkan dari beberapa definisi hotel seperti tersebut di bawah ini : a. Salah satu jenis akomodasi yang mempergunakan sebagian atau keseluruhan bagian untuk jasa pelayanan penginapan, penyedia makanan dan minuman serta jasa lainnya bagi masyarakat umum yang dikelola secara komersil (Keputusan Menteri Parpostel no Km 94/HK103/MPPT 1987). b. Bangunan yang dikelola secara komersil dengan memberikan fasilitas penginapan untuk masyarakat umum dengan fasilitas sebagai berikut : 1. Jasa penginapan 2. Pelayanan makanan dan minuman 3. Pelayanan barang bawaan 4. Pencucian pakaian 5. Penggunaan fasilitas perabot dan hiasan-hiasan yang ada di dalamnya. (Endar Sri,1996) c. Sebuah tempat usaha yang menyediakan akomodasi hunian bersifat sementara dan fasilitas bersama, terutama bagi orang-orang dalam perjalanan, wisatawan, dan mereka yang sedang berlibur atau berbisnis. (Davies dan Jokiniemi, 2008)
8
Dalam Kamus bahasa Indonesia arti kata kapsul adalah pembungkus kecil dari sejenis agar-agar tempat obat yg harus ditelan. Selain itu kapsul dapat juga diartikan sebagai ruang khusus yg bertekanan udara tertentu yang digunakan oleh penerbang ruang angkasa (astronaut) dalam penerbangan ke angkasa luar. Menurut webster kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Dari segi arsitektural, penyusun menyimpulkan bahwa kapsul merupakan pembungkus kecil yang membentuk suatu ruangan khusus menyerupai cangkang yang disesuaikan dengan fungsinya. Sehingga pengertian Hotel Kapsul itu sendiri dapat diartikan sebagai suatu bentuk bangunan yang menyediakan pelayanan jasa penginapan yang memiliki ruang istirahat khusus dengan ukuran yang lebih kecil dari pada hotel pada umumnya dan disesuaikan dengan fungsinya yang diterapkan pada unit kamar hotel.
II.1.3 Jenis Hotel
Penentuan jenis hotel tidak terlepas dari kebutuhan dan ciri atau sifat khas yang dimiliki penghuni hotel tersebut (Trizna Tarmoezi, 2000). Berdasarkan hal tersebut, hotel dapat dikelompokkan berdasarkan: •
lokasi dimana hotel tersebut dibangun, yaitu: a. City Hotel Hotel yang berlokasi di perkotaan, biasanya diperuntukkan bagi masyarakat yang bermaksud untuk tinggal sementara (dalam jangka waktu pendek). City Hotel disebut juga sebagai transit hotel karena biasanya dihuni oleh para pelaku bisnis yang memanfaatkan fasilitas dan pelayanan bisnis yang disediakan oleh hotel tersebut. b. Residential Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pinnggiran kota besar yang jauh dari keramaian kota, tetapi mudah mencapai tempat-tempat kegiatan usaha. Hotel
ini
berlokasi
di
daerah-daerah
tenang,
terutama
karena
diperuntukkan bagi masyarakat yang ingin tinggal dalam jangka waktu 9
lama. Dengan sendirinya hotel ini diperlengkapi dengan fasilitas tempat tinggal yang lengkap untuk seluruh anggota keluarga. c. Resort Hotel Hotel yang berlokasi di daerah pengunungan (mountain hotel) atau di tepi pantai (beach hotel), di tepi danau atau di tepi aliran sungai. Hotel seperti ini terutama diperuntukkan bagi keluarga yang ingin beristirahat pada hari-hari libur atau bagi mereka yang ingin berekreasi. d. Motel (Motor Hotel) Hotel yang berlokasi di pinggiran atau di sepanjang jalan raya yang menghubungan satu kota dengan kota besar lainnya, atau di pinggiran jalan raya dekat dengan pintu gerbang atau batas kota besar. Hotel ini diperuntukkan sebagai tempat istirahat sementara bagi mereka yang melakukan perjalanan dengan menggunakan kendaraan umum atau mobil sendiri. Oleh karena itu hotel ini menyediakan fasilitas garasi untuk mobil. e. Transit Hotel Hotel yang dekat denga lintas antar kota berada didekat stasiun kereta api, pelabuhan udara, terminal, atau disekitar Bandar udara
II.1.4 Klasifikasi Hotel
Maksud dari klasifikasi atau penggolongan hotel ialah suatu sistem pengelompokkan hotel-hotel ke dalam berbagai kelas atau tingkatan, berdasarkan ukuran penilaian tertentu. Sistem klasifikasi atau penggolongan hotel di dunia berbeda antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Sebagai contoh, klasifikasi hotel di negara tertentu antara lain : 1. Republik Rakyat Cina (RRC) mempergunakan klasifikasi : Tourist Class, Standard dan Superclass Hotel 2. Bulgaria, Columbia, Equador, Syria, Quait, mempergunakan klasifikasi : Hotel kelas 3, 2, 1 dan Deluxe 3. Yunani menggunakan klasifikasi : 10
Hotel kelas A, B, C, D, E Di Indonesia pada tahun 1970, pemerintah menentukan klasifikasi hotel berdasarkan penilaian-penilaian tertentu sebagai berikut : 1. Luas Bangunan 2. Bentuk Bangunan 3. Perlengkapan (fasilitas) 4. Mutu Pelayanan Namun pada tahun 1977 ternyata sistem klasifikasi yang telah ditetapkan tersebut dianggap tidak sesuai lagi. Maka dengan Surat Keputusan Menteri Perhubungan No. PM.10/PW. 301/Pdb – 77 tentang usaha dan klasifikasi hotel, ditetapkan bahwa penilaian klasifikasi hotel secara minimum didasarkan pada : 1. Jumlah Kamar 2. Fasilitas 3. Peralatan yang tersedia 4. Mutu Pelayanan Berdasarkan pada penilaian tersebut, hotel-hotel di Indonesia kemudian digolongkan ke dalam 5 (lima) kelas hotel, yaitu : •
Hotel Bintang 1 (*)
•
Hotel Bintang 2 (**)
•
Hotel Bintang 3 (***)
•
Hotel Bintang 4 (****)
•
Hotel Bintang 5 (*****) Persyaratan dalam klasifikasi hotel berbintang meliputi:
•
Hotel Bintang 1, persyaratannya meliputi: 1. Jumlah kamar standar minimum 15 kamar 2. Kamar mandi terletak di dalam kamar 3. Luas kamar standar minimum 20 m2
•
Hotel Bintang 2, persyaratannya meliputi: 1. Jumlah kamar standar minimum 20 kamar 2. Kamar mandi terletak di dalam kamar 11
3. Luas kamar standar minimum 22 m2 4. Kamar suite minimum 1 kamar 5. Luas kamar suite minimum 44 m2 •
Hotel Bintang 3, persyaratannya meliputi: 1. Jumlah kamar standar minimum 30 kamar 2. Kamar mandi terletak di dalam kamar 3. Luas kamar standar minimum 24 m2 4. Kamar suite minimum 2 kamar 5. Luas kamar suite minimum 48 m2
•
Hotel Bintang 4, persyaratannya meliputi: 1. Jumlah kamar standar minimum 50 kamar 2. Kamar mandi terletak di dalam kamar 3. Luas kamar standar minimum 24 m2 4. Kamar suite minimum 3 kamar 5. Luas kamar suite minimum 48 m2
•
Hotel Bintang 5, persyaratannya meliputi: 1. Jumlah kamar standar minimum 100 kamar 2. Kamar mandi terletak di dalam kamar 3. Luas kamar standar minimum 26 m2 4. Kamar suite minimum 4 kamar 5. Luas kamar suite minimum 52 m2
Hotel-hotel yang tidak bisa memenuhi standar kelima kelas tersebut, ataupun yang berada di bawah standar minimum yang ditentukan oleh Menteri Perhubungan disebut Hotel Non Bintang. Tujuan umum daripada penggolongan kelas hotel adalah : 1. Untuk menjadi pedoman teknis bagi calon investor (penanam modal) di bidang usaha perhotelan. 2. Agar calon penghuni hotel dapat mengetahui fasilitas dan pelayanan yang akan diperoleh di suatu hotel, sesuai dengan golongan kelasnya. 3. Agar tercipta persaingan (kompetisi) yang sehat antara pengusahaan hotel. 12
4. Agar tercipta keseimbangan antara permintaan (demand) dan penawaran (supply) dalam usaha akomodasi hotel. Pada tahun 1970-an sampai dengan tahun 2001, penggolongan kelas hotel bintang 1 sampai dengan bintang 5 lebih mengarah ke aspek bangunannya seperti luas bangunan, jumlah kamar dan fasilitas penunjang hotel dengan bobot penilaian yang tinggi. Tetapi sejak tahun 2002 berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. KM 3/HK 001/MKP 02 tentang penggolongan kelas hotel, bobot penilaian aspek mutu pelayanan lebih tinggi dibandingkan dengan aspek fasilitas bangunannya. Walaupun demikian seorang perencana dan perancang bangunan yang ingin membuat sebuah Hotel dapat mengacu pada Ketentuan dan Kriteria Klasifikasi Hotel Prinsip Hotel yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata tahun 1995. Akan tetapi untuk jumlah kamar tidak diharuskan sesuai dengan golongan kelas hotel asalkan seimbang dengan fasilitas penunjang serta seimbang antara pendapatan dan pengeluaran dari hotel tersebut. Hal ini berdasarkan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor. KM 3/HK 001/MKP/02.
II.2 Tinjauan Khusus II.2.1 Tinjauan Terhadap Perilaku Istirahat
1. Menurut Dr. Matius Edlund (2010) ada beberapa jenis istirahat aktif, antara lain : 1. Sosialisasi Hal ini didefinisikan sebagai menghabiskan waktu maupun mengobrol bersama teman ataupun dengan rekan-rekan. Menurut penelitian terbaru, sosialisasi membantu manusia terhindar dari kanker, melawan penyakit menular dan kemudahan depresi serta mengurangi resiko kematian akibat serangan jantung. Hanya mengobrol dengan orang lain telah terbukti mengurangi tingkat hormon stres dan memberikan manfaat hormonal dan psikologis. 13
2. Istirahat Mental Salah satu ide dari pentingnya istirahat mental adalah untuk mendapatkan kondisi 'khusyuk' pada suatu hal yang sederhana. Membaca buku dapat dikategorikan sebagai istirahat mental. 3. Istirahat Fisik Cara terbaik untuk melakukan istirahat fisik ini adalah dengan tidur. Tidur berasal dari kata bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran. Tidur merupakan keadaan hilangnya kesadaran secara normal dan periodik (Lanywati, 2001) Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar yang di alami seseorang, yang dapat dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang cukup (Guyton 1981). 4. Istirahat Spiritual Istirahat Spiritual meliputi meditasi dan berdoa.
2. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Istirahat Penghuni: 1. Menurut wahid dan Nurul (2007) ) faktor yang mempengaruhi istirahat individu meliputi emosi, lingkungan yang tenang, dan kegelisahan. 2. Menurut Kozier (2004) faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas istirahat meliputi faktor penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosi, obat, alkohol, diet, merokok, motivasi. 3. Menurut Potter dan Perry (1993) faktor - faktor yang mempengaruhi kualitas istirahat meliputi keadaan sakit fisik, obat dan zat, gaya hidup, pola tidur, stres emosional, lingkungan, latihan dan kelelahan, dan asupan kalori. 4. Menurut Craven dan Hirnle (2000) faktor yang mempengaruhi istirahat individu meliputi kebutuhan (need); lingkungan, hubungan kerja shift, nutrisi dan metabolisme, pola eliminasi, latihan dan termoregulasi, kewaspadaan (vigilance), kebiasaan dan gaya hidup, sakit, medikasi dan zatkimia, dan kondisi alam perasaan (mood).
Dari teori - teori tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi istirahat individu yaitu faktor lingkungan. Oleh sebab itu perlu 14
adanya penyesuaian perencanaan dan perancangan terhadap perilaku istirahat penghuni agar tercipta lingkungan yang nyaman bagi penggunanya.
II.2.2 Tinjauan Mengenai Kualitas Lingkungan
Kualitas lingkungan meliputi dua aspek yaitu Ambient Condition dan Architectural Features.
1. Ambient Condition Berbicara mengenai kualitas fisik (Ambient Condition), Rahardjani (1987) dan Antok (1988) menyajikan beberapa kualitas fisik yang mempengaruhi perilaku yaitu kebisingan, temperature dan kualitas udara, pencahayaan, dan warna. a. Kebisingan Kebisingan dapat berpengaruh pada perilaku manusia. Beberapa penelitian menunjukan bahwa kebisingan yang tidak disukai telah mempengaruhi hilangnya beberapa aspek perilaku sosial. b. Temperature dan kualitas udara Menurut Holahan, tingginya suhu dan polusi udara paling tidak dapat menimbulkan dua efek yaitu efek kesehatan dan efek perilaku. Suhu yang paling nyaman adalah kurang lebih 25 derajat celcius. Apabila suhu menjadi tidak nyaman (diatas 25 derajat celcius) maka akan mengakibatkan gangguan tidur maupun istirahat. c. Pencahayaan dan warna Menurut Fisher dkk terdapat banyak efek pencahayaan yang berkaitan dengan perilaku. Pada dasarnya, cahaya dapat mempengaruhi kinerja seseorang, mempengaruhi suasana hati, dan mempengaruhi perilaku sosial. Efek ini mungkin tergantung pada isi lingkungan dimana kita berada. Cahaya dan warna sulit untuk dipisahkan, karena kedua hal tersebut saling mempengaruhi. Warna dapat juga menentukan seberapa baik pencahayaan suatu ruangan tampak oleh kita. 15
Warna yang amat terang juga akan berpengaruh terhadap penglihatan. Area - area yang diberi warna terlalu amat terang di satu pihak menimbulkan kelelahan mata, juga akan menghasilkan bayangan yang mengganggu. Warna - warna yang terlalu kontras, selain mengganggu juga memberikan terlalu banyak terjadi penangkapan bayang pada mata dan memberi kesan membingungkan (Lang,1987). Menurut Heimstra dan Mc Farling, warna memiliki tiga dimensi yaitu : kecerahan (brightness), corak warna (hue) dan kejenuhan (saturation). Kecerahan adalah intensitas warna, corak warna adalah warna yang melekat dari suatu objek, kejenuhan adalah tingkatan unsur warna putih yang dicampurkan pada warna lainnya, suatu warna tertentu akan berisikan unsur putih yang dicampurkan pada warna lainnya.
2. Architectural features Architectural features, di dalamnya mencakup setting yang bersifat permanent. Terdapat dua unsur dalam hal ini yaitu meliputi unsur estetika dan pengaturan perabot. a. Estetika Pengetahuan mengenai estetika memberi gambaran terhadap identifikasi dan pengetahuan yang mempengaruhi persepsi dari suatu pengalaman yang menyenangkan. Dan dengan adanya estetika maka kemampuan manusia untuk menciptakan dan untuk menikmati karya dapat disalurkan. Setiap orang tentunya memiliki nilai estetika (nilai seni/ keindahan) walaupun kadarnya berbeda- beda. Menurut Fisher dkk. (1984) salah satu tujuan utama dalam desain yaitu untuk memunculkan respon tertentu terhadap setting yang telah diselesaikan. Kualitas estetika memegang penting dalam hal ini. b. Pengaturan perabot Pengaturan perabot dan aspek- aspek lain ruang dalam merupakan salah satu penentu perilaku yang penting. Pengaturan perabot dalam ruang dapat pula mempengaruhi cara orang mempersepsi ruangan tersebut. 16
Imamoglu (dalam heimstra dan Mc Farling, 1978; Fisher., dkk 1984) menemukan bahwa ruang yang kosong mdipersepsikan lebih besar dari pada ruangan dengan perabot, yang pada gilirannya dipersepsikan lebih besar dari pada ruang yang terlalu banyak perabot. Pengaturan perabot dapat digunakan untuk membantu mengatur perencanaan tata ruang arsitektur suatu setting. Pada kebanyakan konteks lingkungan, dinding, lokasi pintu dan sebagainya sudah ditetapkan dan bagian - bagian ini sulit untuk dipindah - pindahkan. Sampai batas- batas tertentu elemen- elemen ini memang membentuk ruang di dalam sebuah bangunan.
II.2.3 Tinjauan Mengenai Desain Ruang
“People modify the spaces they live in, in turn are modified by them”, (Edward Soja, 2005). Yang mempunyai arti “Manusia membentuk ruang, ruang membentuk manusia”. Teori ini menggambarkan bahwa ruang dan manusia merupakan suatu kesatuan yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Teori lain yang mendukung pernyataan tersebut yaitu perilaku manusia akan mempengaruhi dan membentuk setting fisik (Rapoport. A, 1969). Pendekatan perilaku ini, menekankan pada keterkaitan ekletik antara ruang dengan manusia dan masyarakat yang memanfaatkan ruang atau menghuni ruang tersebut. Adanya pendekatan interaksi antara manusia dan ruang cenderung menggunakan setting dari pada ruang. Istilah setting memberikan penekanan pada unsur - unsur kegiatan manusia yang mengandung beberapa hal yaitu : pelaku, macam kegiatan, tempat, dan waktu berlangsungnya kegiatan. Behaviour setting merupakan interaksi antara suatu kegiatan dengan tempat yang lebih spesifik. Behaviour setting mengandung unsur-unsur sekelompok orang yang melakukan kegiatan, tempat di mana kegiatan tersebut dilakukan dan waktu spesifik saat kegiatan dilakukan. Setting perilaku terdiri dari 2 macam yaitu:
17
3.
System of setting (sistem tempat atau ruang), sebagai rangkaian unsur-unsur fisik yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait hingga dapat dipakai untuk suatu kegiatan tertentu.
4.
System of activity (sistem kegiatan), sebagai suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh satu atau beberapa orang.
Desain behaviour setting yang baik dan tepat adalah desain yang sesuai dengan struktur perilaku penggunanya di mana desain tersebut dapat diadaptasikan, fleksibel atau terbuka terhadap pengguna berdasarkan pola perilakunya. Dari pemahaman tersebut selanjutny pendesain dapat memunculkan pola ruang yang akan dirancang. Menurut Edward T. Hall (dalam Laurens, 2004) ada tiga tipe dasar dalam mengidentifikasi pola ruang : •
Ruang Berbatas Tetap (Fixed-Feature Space), ruang berbatas tetap dilingkupi oleh pembatas yang relatif tetap dan tidak mudah digeser, seperti dinding masif, jendela, pintu atau lantai.
•
Ruang Berbatas Semi Tetap (SemiFixed- Feature Space), ruang yang pembatasnya bisa berpindah, seperti ruang-ruang pameran yang dibatasi oleh partisi yang dapat dipindahkan ketika dibutuhkan menurut setting perilaku yang berbeda.
•
Ruang Informal, ruang yang terbentuk hanya untuk waktu singkat, seperti ruang yang terbentuk kedua orang atau lebih berkumpul. Ruang ini tidak tetap dan terjadi di luar kesadaran.
Dengan adanya pengidentifikasian pola ruang tersebut, pendesain dapat mengelompokkan batasan ruang sehingga tercipta pengkoordinasian ruang yang memberikan privasi ataupun kenyamanan bagi penggunanya. Konsep dasar yang pembentuk sebuah ruang fisikal dalam perancangan yaitu meliputi : 1. Antropometri Dalam buku Dimensi Manusia Dan Ruang Interior antropometri diartikan sebagai ilmu yang secara khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan perbedaan- perbedaan ukuran pada tiap individu 18
ataupun kelompok dan lain sebagainya. Sedangkan fungsi dari Antropometri ini menurut Grandjean dalam buku Psikologi Arsitektur yaitu digunakan untuk menentukan spesifikasi dimensi fisik ruang, perabotan, peralatan sampai ke pemakaiannya. Tujuannya adalah untuk memberikan kenyamanan bagi penggunanya dengan menyocokkan dimensi desain dengan dimensi pemakai.
Gambar II-1 : Antropometri Manusia
(Sumber : Dimensi Manusia Dan Ruang Interior)
2. Privasi Privasi dalam arsitektur bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol panca indranya dengan pihak lain. Hal ini dinyatakan dalam suatu ruang yang tertutup dari jangkauan pandangan maupun fisik dari pihak luar. Jadi jelas ada batasan- batasan fisik untuk mencapainya. Ruang personal dan territorial merupakan mekanisme utama bagian privasi.
19
•
Ruang Personal (personal space) Ruang personal adalah salah satu mekanisme perilaku untuk mencapai tingkat privasi tertentu. Beberapa karakterisitik ruang personal menurut Sommer dan Goffman (Altman,1975) meliputi: 1.
Batas diri yang tidak boleh dimasuki oleh orang lain.
2.
Ruang personal itu tidak berupa pagar yang tampak mengelilingi seseorang dan terlerak di suatu tempat tetapi batas itu melekat pada diri dan dibawa kemana-mana.
3.
Ruang personal adalah batas kawasan yang dinamis, yang berubahubah besarnya sesuai dengan waktu dan situasi.
4.
Pelanggaran ruang personal ini akan dirasakan sebagai ancaman sehingga daerah ini dikontrol dengan kuat.
5.
Ruang personal berhubungan secara langsung dengan jarak- jarak antar manusia walaupun ada tiga orientasi dari orang lain yaitu berhadapan, saling membelakangi dan searah. Hayduk (1984) menyamakan ruang personal dengan gelembung
yang mengepung manusia. Menurutnya ruang personal merupakan ruang tiga dimensional berbentuk silinder yang makin menyempit di area pinggang ke bawah. Ukuran gelembung setiap orang tidaklah sama disetiap situasi. Hal ini dikarenakan setiap orang memiliki zona- zona spasial yang beragam dan jumlah ruang yang dibutuhkan juga berbeda. Selain itu seseorang mungkin memperoleh pengertian bahwa ruang personal tersebut lekat dengan individu dalam semua situasi. Hal ini memiliki pengertian yang berhubungan dengan rasa hormat kepada individu lain dan tidak diterapkan dalam jarak antar manusia dan perabot.
20
Gambar II-2 : Gelembung Ruang Personal
(Sumber : Fisher dkk., 1984)
•
Teritorialitas (Territoriality) Holahan
(dalam
Iskandar,
1990)
mengungkapkan
bahwa
teritorialitas adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilik tempat atau area yang sering melibatkan ciri pemiliknya dari serangan orang lain. Dengan demikian menurut Altman (1975) penghuni tempat tersebut dapat mengontrol daerahnya atau unitnya dengan benar, atau merupakan suatu territorial primer. Adapun perbedaan antara ruang personal dan teritorialitas yaitu ruang personal dibawa ke manapun seseorang pergi, sedangkan teritory memiliki implikasi tertentu yang secara geografis merupakan daerah yang tidak berubah- ubah. Altman membagi teritorialitas menjadi 3 yaitu territorial primer, sekunder dan umum. 1. Teritorial Primer Jenis teritori ini dimiliki serta dipergunakan secara khusus bagi pemiliknya. Salah satu contoh ruang dalam teritori ini adalah ruang tidur. 2. Teritorial Sekunder Jenis teritori ini lebih longgar pemakaian dan pengontrolannya oleh perorangan. Teritorial ini dapat digunakan oleh orang lain yang 21
masih di dalam kelompok ataupun orang yang mempunyai kepentingan kepada kelompok itu. Sifat territorial sekunder adalah semi publik. Yang termasuk territorial ini adalah sirkulasi di dalam hotel, toilet, zona servis, dan sebagainya. 3. Teritorial Umum Teritorial umum dapat digunakan oleh semua orang dengan mengikuti aturan- aturan yang lazim di dalam masyarakat di mana territorial umum itu berada. Teritorial umum dapat digunakan secara sementaradalam jangka waktu lama maupun singkat. Contoh territorial umum ini adalah taman, tempat duduk, parkiran, dan sebagainya. Berdasarkan pemakaiannya territorial umum dapat dibagi menjadi tiga yaitu Stalls, Turns, dan Uses Space. a. Stalls merupakan suatu tempat yang dapat disewakan dan dipergunakan dalam jangka waktu tertentu, biasanya berkisar antara jangka waktu lama dan agak lama. Contohnya adalah kamar hotel. Kontrol terhadap stalls hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaan saja dan akan berhenti pada saat penggunaan waktu habis. b. Turns mirip dengan stall, hanya berbeda dalam jangka waktu penggunaannya saja. Turns dipakai dalam waktu yang singkat, misalnya tempat antrian. c. Use Space adalah teritori yang berupa ruang yang dimulai dari titik kedudukan seseorang ke titik kedudukan objek yang sedang diamati seseorang. 3. Kesesakan dan Kepadatan Kepadatan dan kesesakan adalah dua dari konsep gejala persepsi manusia terhadap lingkungannya. Stokols (dalam Arsitektur dan Perilaku Manusia, 2004) menyatakan bahwa kepadatan adalah kendala keruangan (spatial constraint). Sementara itu, kesesakan adalah respons subjektif terhadap ruang yang sesak. Kesesakan dan kepadatan saling berhubungan, semakin banyak jumlah manusia berbanding luasnya ruangan, makin padatlah keadaannya. 22
Baun dan Paulus (1987) menerangkan bahwa proses kepadatan dapat dirasakan sebagai kesesakan atau tidak dapat ditentukan oleh dapat ditentukan oleh penilaian berdasarkan empat factor, yaitu: 1. Karakteristik setting fisik 2. Karakteristik setting social 3. Karakteristik personal 4. Kemampuan beradaptasi
Gambar II-3 : Kerangka Penilaian kepadatan dan kesesakan
Kepadatan
Karakteristik setting fisik
Karakteristik personal Evaluasi Penilaian Terhadap Dampak Dari Setting
Karakteristik Setting social
Kemampuan beradaptasi
Kesesakan
Tidak Terjadi Kesesakan
(Sumber : Baun dan Paulus, 1987)
II.2.4 Tinjauan Mengenai Perilaku Penghuni Hotel Kapsul
Penghuni hotel secara umum bisa dikelompokkan ke dalam dua jenis yaitu kelompok business person dan non business person. Dalam kasus hotel kapsul Tanah Abang ini, business person lebih didominasi oleh pedagang. Sedangkan non business person bisa merupakan wisatawan maupun orang- orang yang membutuhkan tempat peristirahatan sementara. Karakteristik tamu hotel yang merupakan business person meliputi: 1. Bepergian seorang diri atau berkelompok. 23
2. Menginap dalam jangka waktu relatif singkat. 3. Ingin cepat menyelesaikan tugasnya, sehingga mempertimbangkan jarak terhadap pencapaian ke objek tujuan harus sedekat mungkin. 4. Pertimbangan ekonomi dan fasilitas. 5. Rekreasi tidak diprioritaskan. Interaksi yang dilakukan di luar hotel menuntut tamu beraktivitas di luar dan memanfaatkan fasilitas hotel dalam waktu yang singkat, misalnya beristirahat. Interaksi yang dilakukan dalam lingkungan hotel menuntut disediakannya ruang yang nyaman, mempunyai privasi yang tinggi dan dapat mendukung proses relasi bisnis yang diinginkan. Karakteristik tamu hotel yang merupakan non business person meliputi: 1. Bepergian seorang diri atau berkelompok. 2. Menginap dalam jangka waktu singkat maupun lama. 3. Lebih mengutamakan fasilitas yang mendukung istirahat penghuni. 4. Pertimbangan kenyamanan dan fungsional. 5. Rekreasi diprioritaskan bagi wisatawan, kecuali bagi wisatawan yang hanya transit memungkinkan rekreasi bukan merupakan prioritas utamanya.
II.3 Kelengkapan Data dan Relevansi Pustaka Pendukung
II.3.1 Studi Banding Hotel
Studi hotel ini bertujuan untuk membantu penyusun agar lebih memahami karakteristik dan kebutuhan hotel yang meliputi studi dari beberapa proyek sejenis.
1. The Nakagin Capsule Tower Nakagin Capsule Tower terletak di daerah Ginza Tokyo. Bangunan ini dirancang oleh Kisho Kurokawa, arsitek metabolist termuda. Bangunan ini selesai dibangunan pada tahun 1972. Nakagin Capsule Tower ini adalah bangunan berbentuk kapsul yang pertama kali dibangun. 24
Gambar II - 4: Nakagin Capsule Tower
(Sumber : Google Image Search)
Nakagin Capsule Tower menggunakan konsep arsitektur metabolism dengan menekankan pada aspek seperti siklus metabolisme tubuh yang dapat diperbaharui, dapat diperbaharui disini diartikan dapat diganti, dipindah, ditambahkan maupun dikurangi sehingga berkelanjutan. Bangunan ini terdiri dari dua menara inti beton dengan 140 kapsul terhubung ke menara. Semua kapsul – kapsul ruang adalah prefabrikasi dan dirancang untuk dapat dilepas dan diganti. Setiap kapsul berukuran sekitar 10 meter persegi dengan sudah dibekali berbagai fasilitas antara lain tempat tidur, meja, kulkas, TV, ruang penyimpanan, toilet dan shower. Bagi para arsitek Jepang dalam Kelompok Metabolisme mengartikan kata tersebut seperti menciptakan lingkungan yang dinamis yang dapat hidup dan tumbuh dengan membuang bagian-bagian yang sudah usang dan menggantinya dengan yang lebih baru dan unsur-unsur yang lebih layak untuk mengembangkan sistem bangunan yang dapat mengatasi masalahmasalah masyarakat kita yang cepat berubah, dan pada saat yang sama mempertahankan kestabilan kehidupan manusia.
Konsep Nakagin Capsule Tower : 1. Bangunan ini didasarkan pada ide transformasi 2. Dunia kota yang fleksibel dimana bangunan, seperti manusia, bersifatsementara dan terus berubah 3. Kota masa depan : mimpi dan visi rekonstruksi Jepang pasca perang dan masa kini. 25
Dengan konsep tersebut, Nakagin Capsule Tower menerapkan penggunaan ruang dengan lebih bijaksana dan memiliki desain yang ramping dan pada akhirnya memberi manfaat bagi pertumbuhan masyarakat. Gambar II - 5: Desain unit kamar Nakagin Capsule Tower
(Sumber : Google Image Search)
Konsep utama yang ditonjolkan dalam metabolism adalah change ability dan flexibility. Bangunan Nakagin Capsule Tower merupakan bangunan yang dibangun dengan Metabolism dan mengusung dua konsep utama tersebut. Penerapan utamanya sudah sangat terlihat,yaitu bangunan tersusun dari kapsul - kapsul yang dapat dengan mudah disusun dan diubahubah menyesuaikan dengan lingkungan. Kurokawa mengembangkan teknologi untuk menginstal unit kapsul kedalam inti beton dengan hanya 4 baut tegangan tinggi, serta membuatunit dilepas dan diganti. Setiap kapsul terpasang secara independen dankantilever dari poros, sehingga setiap kapsul dapat dihilangkan denganmudah tanpa mempengaruhi yang lain. Interior pada tiap kapsulmerupakan ruangan yang kecil, namun terjangkau, menyenangkan, efisien, futuristik, dan nyaman. Teknologi yang diterapkan Kurokawa pada bangunan ini membuat konsep “changeability dan flexibility” yang ada pada metabolism dapat teraplikasikan. Pembangunan dilakukan di dua tempat, pembangunan yang dilaksanakan di dalam site dan di luar site yaitu pabrik. Pekerjaan pembangunan yang dilakukan langsung pada site, yaitu penyusunan kapsul -
26
kapsul da nmembangun dua menara. Selain itu juga dilakukan pemasokan energy pada sistem dan peralatan pada bangunan. Gambar II-6 : Teknologi untuk menginstal unit kapsul
(Sumber : Google Image Search)
2. 9 Hours Hotel Hotel kapsul 9 hours ini dibuka di shimogyo-ku, kyoto, Jepang pada bulan Desember 2009. Hotel ini terdiri dari 9 lantai dengan jumlah kamar sebanyak 125 kamar, dan dilengkapi berbagai fasilitas. Gambar II-7 : Hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
•
Konsep utama dari hotel ini yaitu berdasarkan aktifitas penghuni yang terdiri dari 1 jam mandi, 7 jam tidur, dan 1 jam beristirat. Itulah sebabnya hotel ini di beri nama hotel 9 hours. Hotel ini hanya diperuntukkan bagi pengunjung yang ingin beristirahat paling lama 17 jam. 27
Gambar II-8 : Konsep 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
•
Setiap unit kapsul memiliki ukuran yang sama dan dilengkapi dengan teknologi yang maju. Gambar II - 9 : Unit kapsul 9 hours
(Sumber : http://9hours.jp)
•
Hotel ini memliki berbagai fasilitas untuk para pengunjung dengan desain yang di dominasi warna hitam putih. Selain itu disediakan lift yang dipisahkan antara wanita dan pria karena adanya pemisahan unit kapsul antara pria dan wanita.
Gambar II-10 : Lobby di hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
28
Gambar II-11 : Fasilitas- fasilitas di hotel 9 Hours
Loker sepatu
Loker barang
Toilet
Wastafel (Sumber : http://9hours.jp)
Gambar II-12 : Lift hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
•
Hotel 9 hours juga memberikan fasilitas berupa perlengkapan individu seperti pakaian tidur, sandal, minuman, perlengkapan mandi, hairdryer dan sebagainya.
29
Gambar II-13 : Fasilitas individu hotel 9 Hours
(Sumber : http://9hours.jp)
3. Hotel First Cabin Gambar II-14 : Hotel First Cabin
(Sumber : www.tripadvisor.com.sg) Hotel ini terletak di pusat kebudayaan dan perbelanjaan kota Kyoto, First Cabin Kyoto terletak 0.1 km dari pusat kota dan menyediakan kemudahan akses ke fasilitas-fasilitas penting kota ini, selain itu hotel ini juga 30
terletak dekat dengan Stasiun Metro Shijo, Kyoto Cinema, dan Stasiun Metro Karasuma. Gambar II-15 : Unit kamar hotel First Cabin
(Sumber : www.tripadvisor.com.sg) Dengan menawarkan pelayanan superior dan sejumlah fasilitas kepada para tamu hotel, First Cabin juga menyediakan sejumlah pelayanan, termasuk ruang merokok , bar/pub, lift, layanan laundry/dry cleaning. Semua akomodasi tamu dilengkapi dengan fasilitas yang telah dirancang dengan baik demi menjaga kenyamanan.
4. Hotel Formule 1 •
Hotel formula 1 Menteng Hotel Formule 1 berlokasi di Menteng yang terletak di pusat bisnis tersibuk di Jakarta,dan hanya berjarak 5 menit dari kawasan Segitiga Emas dan pusat bisnis kota. Formule 1 Menteng menawarkan akomodasi terjangkau yang menyatu dengan pusat perbelanjaan di mana pelanggan dapat menikmati fasilitas hiburan dan kuliner yang ditawarkan di areal Menteng. Gambar II-16 : Fasade hotel formule 1 Menteng
(Sumber : www.1001malam.com)
31
Hotel ini terdapat 135 unit kamar, yang terdiri dari 117 double badrooms, dan 18 triple badrooms.
Gambar II-17 : Double dan Triple badrooms formule 1
(Sumber : Google Image Search)
Fasilitas yang ditawarkan tidak jauh berbeda dengan hotel lainnya, antara lain TV Cable, AC, Breakfast, Extra Bed, dan lain-lain. Hal yang menarik dari konstruksi bangunannya kerena di desain seperti lapangan Race Balap Mobil, dengan nuansa kuning cerah memudahkan hotel ini untuk ditemukan. •
Hotel formula 1 Cikini Gambar II-18 : Fasade hotel formule 1 Cikini
(Sumber : Google Image Search)
Hotel Formule 1 berlokasi di pusat kota, di sebelah Taman Ismail Marzuki pusat seni budaya dan dekat dengan pusat bisnis Jakarta, kawasan Segitiga Emas, Gambir Train dan Universitas Indonesia. Hotel Bintang 2 di Jakarta ini memiliki 150 kamar yang di desain minimalis modern yang terdiri dari type Standard Queen Bed di mana di dalam ruangan ini terdapat 1 tempat tidur berukuran Queen dan type lain Standard Quenn Bunkbed, ruangan ini terdapat 2 tempat tidur atas bawah. 32
Hotel dekat Stasiun Gambir ini menjadi pilihan favorit bagi para pelancong sebagai tempat peristirahatan mereka dari berlibur atau yang melakukan perjalanan Bisnis. Gambar II-19 : Unit kamar hotel formule 1 Cikini
(Sumber : Google Image Search)
Fasilitas hotel-hotel berbintang Indonesia juga semakin ketat berkompetisi dalam mengakomodasi tiap kebutuhan dan keinginan customer, dari fasilitas akses wi-fi dan ball room juga mengunggulkan keunikkan dan pesona tersendiri tanpa meninggalkan modernisasi serta profesionalitas pelayanan. Lokasi mereka yang biasanya terletak di area strategis, hingga mempermudah jangkauan pusat perkantoran, area komersil, niaga serta hiburan.
Tabel II-1: Perbandingan Hotel Nama hotel The Nakagin Capsule
9 Hours
Tower Ginza, Tokyo Jepang
Shimogyo,
formule 1
formule 1
Cabin
Menteng
Cikini
Kyoto-
Jl. HOS
Jl. Cikini
Kyoto, Jepang Karasuma Jepang
Lokasi
Jenis hotel
First
City Hotel
Transit Hotel
City Hotel
Cokroaminoto raya No. 75 No. 79
Menteng,
.Menteng,
Jakarta
Jakarta Pusat
Pusat
City Hotel
City Hotel
33
(Hotel kapsul) (Hotel kapsul) Jumlah
140
125
121
135
150
Kamar Fasilitas
Kulkas,
Kamar
Televisi,
Tempat tidur, layanan kamar Room service, Tempat Tidur, AC, alarm
24 jam,
Tempat Tidur,
Lemari
Tempat Tidur,
televisi,
Lemari
Pakaian,
Lemari
tempat tidur
Pakaian, Air
Televisi, Air
Pakaian,
Conditioning Conditioning
Perlengkapan
(AC), deposit (AC), Televisi
dapur, Kamar
box, TV Cable, Berlangganan,
mandi dalam,
AC, Breakfast, Kamar Mandi
Radio, Alarm
Extra Bed
Dalam, Water Heater, Wastafel, Kulkas, Sofa, Telepon Kamar, Internet
Tipe Kamar
Ukuran kapsul
Ukuran
hanya 1 jenis: kapsul hanya 2.3 m (7.5 ft) ×
1 jenis:
3.8 m (12 ft) × 2 m x 0,8 m
Fasilitas Lain
2.1 m (6.9 ft)
x0,8 m
Lobby,
Akses internet
First Class 2
4,2m
Business
badrooms, dan
Bunkbed
Class 2,5m
badrooms
bar/pub,
Airport
Lobby,
transfer,
Resepsionis,
meeting
Room Service,
room,
Restoran /
elevator,
Cofee Shop,
tersedia di fasilitas orang cacat,
Loker barang fasilitas rapat, dan sepatu,
kasino,
fasilitas
kotak
pribadi seperti penyimpanan sepatu,
Standard dan
18 triple 2
Resepsionis. nirkabel gratis coffee shop,
area publik,
69 double
layanan
pakaian tidur, laundry/dry
laundry/dry Fitness / Gym, clean,
Kolam
smoking
Renang,
room, wi-fi,
Keamanan 24
concierge,
Jam, CCTV.
sandal,dll.
cleaning,
restaurant,
Toilet
lift,
café, bar/
bersama,
penitipan bayi, pub, lobby
Resepsionis. pusat bisnis, restoran,
lounge, cctv, money
34
ruang
changer,
merokok,
kids corner.
salon, sewa sepeda, toko, transfer bandara/hotel,, wi-fi
II.3.2 Studi Literatur Terkait Tema dan Topik •
Prinsip rumah multifungsi di Jepang Menurut Altman (1975) ruang keluarga di dalam rumah pada rumahrumah di daerah pinggiran Amerika Serikat umumnya dijadikan tempat untuk berinteraksi social dan keluarga. Rumah- rumah di sana menggunakan ruangruang tertentu seperti ruang baca, ruang tidur, dan kamar mandi sebagai tempat untuk menyendiri, dan tempat untuk berpikir. Dengan cara itu ruangan menjadi bertambah banyak untuk memenuhi kebutuhan penghuninya. Selama ini kita terpaku bahwa suatu desain tertentu memiliki fungsi tunggal. Kita tidak pernah berpikir untuk memiliki ruang yang sama dengan beberapa fungsi serta dapat diubah sesuai dengan kebutuhan kita. Untuk berubahnya kebutuhan, kita tidak mengubah dimensi tempat. Prinsip ini telah dipakai oleh orang Jepang, di mana di dalam rumah dinding dapat dipindah- pindahkan ke luar dan ke dalam ruangan. Satu area yang sama kemungkinan dapat dipindah- pindahkan ke dalam dan ke luar ruangan. Satu area dapat difungsikan untuk makan, tidur, dan interaksi sosial dalam waktu yang berbeda. Logikanya adalah bahwa penggunaan lingkungan yang mudah diubah- ubah tersebut adalah cara agar lingkungan tersebut fleksibel terhadap perubahan kebutuhan.
35
Gambar II-20 : Pemanfaatan ruang untuk beberapa fungsi
(Sumber : elearning.gunadarma.ac.id)
Berdasarkan pernyataan tersebut kita dapat menerapkan prinsip desain tersebut ke dalam unit-unit kamar hotel kapsul, di mana keterbatasan dimensi ruang dapat memenuhi kebutuhan penghuni dengan menambah beberapa fungsi desain ruang dalam unit kamar tersebut dengan memodifikasi konsep tersebut tanpa mengubah prinsipnya. •
Desain interior dan perilaku pengunjung Di ruang publik di Kelapa Gading Mall Jakarta Menurut Taufan Hidjaz Hubungan timbal balik antara suasana ruang (atmosphere) dengan perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor desain interior ruang dan karakteristik dominan dari manusia yang berinteraksi di dalamnya. Suasana ruang sebagai kualitas lingkungan, merupakan masukan pada manusia yang kemudian dikonversikan oleh manusia menjadi persepsi dan keluaran pada perilaku, sebaliknya kegiatan atau perilaku manusia itu sendiri dapat mempengaruhi suasana ruang. Suasana ruang di Kelapa Gading mall dapat tercipta dan merupakan resultan dari komponen - komponen fisik interior, kegiatan pengunjung di dalamnya dan interaksi sosial yang menyertainya. Suasana ini akan menjadi stimulan bagi perilaku pengunjung, yang menjadi bagian dari suasana ruang itu sendiri. Sebagai stimulan, suasana ruang yang terbentuk akan mempengaruhi persepsi, kognisi dan proses motivasi dalam sistem kepribadian individu, kemudian membentuk respons - respons terhadap suasana ruang tersebut yang diwujudkan oleh perilaku atau kegiatan. 36
Gambar II-21 : Lobby utama dan koridor Kelapa Gading Mall
(Sumber : Google Image Search)
Analisis ini pada dasarnya menguraikan secara spesifik tentang lobi utama dan koridor Kelapa Gading Mall. Salah satu contoh yaitu mengenai warna pada ruang lobi ini, merupakan fenomena pencahayaan dan interpretasi visual yang menjelaskan persepsi pengunjung terhadap corak, intensitas dan nada, sangat terkait dengan material yang digunakan pada lantai, dinding, langit-langit, dan furnitur yang ada di dalamnya. Warna lantai merupakan gabungan warna terang granit jenis bianco sardo, granit blue pearl yang hampir hitam, dan granit pink porino. Pola lantai geometris berukuran besar dan bersifat repetitive memenuhi hampir seluruh luas bidang lantai lobi, sangat dominan terhadap unsur-unsur ruang yang lain. Tiap lantai menggunakan pola berulang yang berbeda pada koridor, lift hall, dan jembatannya, dimaksudkan agar pengunjung bisa membedakan masing-masing lantai. Faktor penggunaan warna yang terbatas dan kontras pada pola repetitif ini memperkuat dominasi pola lantai terhadap unsurunsur ruang yang lain, seperti warna dinding coklat terang dengan bidang-bidang vertikal.
37
II.4 Kesimpulan Pengaruh perilaku istirahat penghuni terhadap rancangan Hotel Kapsul cukup besar, karena kegiatan utama di dalam hotel merupakan kegiatan istirahat. Sehingga perlu adanya penyesuaian desain terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku istirahat agar dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Hal- hal yang ikut mempengaruhi perilaku istirahat bukan hanya meliputi jenis penghuni yang menggunakan hotel tersebut tetapi aspek kualitas lingkungan dan pembentukan desain ruang juga perlu ditinjau agar mendukung privasi dan kualitas isrirahat penghuni.
38