BAB II TINGKAT BERPIKIR VAN HIELE, PEMAHAMAN KONSEP GEOMETRI, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN PEMBELAJARAN GEOMETRI BERBASIS TEORI VAN HIELE
A. Tingkat Berpikir Van Hiele Sepasang suami istri kebangsaan Belanda, yaitu Pierre dan Dina Van Hiele, masing-masing berprofesi sebagai guru sekolah menengah di Montessori yang mengabdi di negaranya, sangat menaruh perhatian terhadap kesulitan siswa dalam mempelajari geometri. Pada tahun 1957, mereka berhasil mempertahankan disertasi tentang pengajaran geometri. Berdasar hasil penelitian, mereka menemukan beberapa fakta, antara lain: tingkat-tingkat berpikir siswa belajar geometri, tahap-tahap pembelajaran dalam geometri dan sifat-sifat atau karakter yang berkaitan dengan tingkat-tingkat berpikir siswa dalam geometri. Pierre dan Dina Van Hiele,(1959), Crowley,(1987: 2-3), Clements dan Battista (1992) dan
Ikhsan, (2008:13). mengemukakan bahwa dalam belajar
geometri, seseorang akan melalui lima tingkatan hierarkis. Lima tingkatan tersebut adalah level 1 (visualization), level 2 (analysis), level 3 (abstraction), level 4(deduction), dan level 5 (rigor). Siswa yang didukung dengan pengalaman pengajaran yang tepat, akan melewati lima tingkatan tersebut, di mana siswa tidak dapat mencapai satu tingkatan pemikiran tanpa melewati tingkatan sebelumnya. Setiap tingkat 12
13
menunjukkan kemampuan berpikir yang digunakan seseorang dalam belajar konsep geometri. Level 1: Visualisasi, tingkat ini sering disebut pengenalan (recognition). Pada tingkat ini, siswa sudah mengenal konsep-konsep dasar geometri, yaitu bangun-bangun sederhana seperti persegi, segitiga, persegipanjang, jajar genjang dan lain-lain. Siswa mengenal suatu bangun geometri sebagai keseluruhan berdasarkan pertimbangan visual, ia belum menyadari adanya sifat-sifat dari bangun geometri itu. Misalnya, seorang siswa sudah mengenal persegi dengan baik, apabila ia sudah bisa menunjukkan atau memilih persegi dari sekumpulan benda-benda geometri lainnya. Level 2: Analisis, pada tingkat ini, siswa sudah memahami sifat-sifat konsep atau bangun geometri berdasarkan analisis informal tentang bagian dan atribut komponennya. Misalnya, siswa sudah mengetahui dan mengenal sisi-sisi berhadapan pada sebuah persegipanjang adalah kongruen, panjang kedua diagonalnya kongruen dan memotong satu sama lain sama panjang. Tetapi pada tingkat ini siswa belum dapat memahami hubungan antara bangun-bangun geometri, misalnya persegi adalah juga persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang. Level 3: Deduksi Informal, tingkat ini sering disebut pengurutan (ordering) atau abstraksi. Pada tahap ini, siswa mengurut secara logis sifat-sifat konsep, membentuk definisi abstrak dan dapat membedakan himpunan sifat-sifat yang merupakan syarat perlu dan cukup dalam menentukan suatu konsep. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri, misalnya
14
persegi adalah persegipanjang, persegipanjang adalah jajar genjang, persegi adalah belah ketupat, belah ketupat adalah jajar genjang. Level 4: Deduksi, pada tingkat ini, cara berpikir deduktif siswa sudah mulai berkembang, tetapi belum maksimal. Dapat memahami pentingnya penalaran deduksi. Geometri adalah ilmu deduktif. Karena itu pengambilan kesimpulan, pembuktian teorema, dan lain-lain harus dilakukan secara deduktif. Misalnya, mengambil kesimpulan bahwa jumlah sudut-sudut sebuah segitiga adalah 1800; hal ini belum tuntas apabila hanya dilakukan dengan cara induktif, seperti memotong-motong sudut-sudut benda segitiga dan menunjukkan bahwa ketiga
sudutnya
itu
membentuk
sebuah
sudut
lurus.
Namun
harus
membuktikannya secara deduktif, contohnya dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pada tingkat ini siswa sudah memahami pentingnya unsur-unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, definisi dan teorema. Walaupun siswa belum mengerti mengapa hal tersebut dijadikan aksioma atau teorema. Level 5: Rigor, pada tingkat ini, siswa sudah dapat memahami pentingnya ketepatan dari hal-hal yang mendasar. Misalnya, ketepatan dari aksioma-aksioma yang menyebabkan terjadi Geometri Euclides dan apa itu Geometri non-Euclides. Tingkat ini merupakan tingkat berpikir yang kedalamannya serupa dengan yang dimiliki oleh seorang ahli matematika Dua implikasi dari Teori Van Hiele (Crowley; 1987) yang menjadi perhatian dalam pembelajaran adalah: 1.
Seorang siswa tidak dapat berjalan lancar pada suatu tingkat dalam pembelajaran yang diberikan tanpa penguasaan konsep pada tingkat
15
sebelumnya yang memungkinkan siswa untuk berpikir secara intuitif di setiap tingkat terdahulu. 2.
Apabila tingkat pemikiran siswa lebih rendah dari bahasa pengajarannya, maka ia tidak akan memahami pengajaran tersebut.
Karakteristik dan Deskriptor Tingkatan berpikir Van Hiele Karakteristik tingkatan-tingkatan berpikir dalam Teori Van Hiele yang disampaikan oleh Crowley (1987: 4) adalah sebagai berikut: 1.
Tingkatan tersebut bersifat rangkaian/berurutan
2.
Tiap tingkatan memiliki simbol dan bahasa tersendiri
3.
Apa yang implisit pada satu tingkatan akan menjadi eksplisit pada tingkatan berikutnya
4.
Bahan yang diajarkan pada siswa di atas tingkatan pemikiran mereka akan dianggap sebagai reduksi tingkatan.
5.
Kemajuan dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya lebih tergantung kepada pengalaman belajar, bukan kematangan atau usia.
6.
Seseorang melangkah melalui berbagai tahapan dalam menjalani satu tingkatan ke tingkatan berikutnya.
7.
Pelaku belajar tidak dapat memiliki pemahaman pada satu tingkatan tanpa melalui tingkatan sebelumnya.
8.
Peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial. Sedangkan yang dimaksud deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele, Fuys
(dalam Ikhsan, 2008: 21-22) mengungkapkan bahwa “Deskriptor tingkatan Van
16
Hiele dan contoh respon siswa untuk ke lima tingkatan, yaitu visualisasi, analisis, deduktif informal (abstraksi), deduksi dan rigor, dapat dikembangkan.” Berdasarkan tingkatan berpikir geometri siswa sekolah dasar yang dibahas dalam penelitian ini, maka untuk kepentingan penelitian ini, penulis mengadopsi deskriptor tingkatan berpikir Van Hiele untuk tiga tingkatan saja, yaitu visualisasi, analisis, dan deduktif informal sebagai berikut: Level 1: Visualisasi Siswa mengidentifikasi, menamai, membandingkan dan mengoperasikan gambar dan bentuk geometri, seperti
segitiga, sudut, garis sesuai dengan
penampakannya. 1.
Siswa mengidentifikasi bangun berdasarkan penampakannya secara utuh: a. Dalam gambar sederhana, diagram, atau seperangkat guntingan; dalam posisi yang berbeda; b. Dalam bentuk dan konfigurasi lain yang lebih kompleks.
2.
Siswa melukis, menggambar, atau menjiplak bangun.
3.
Siswa memberi nama atau memberi label bangun dan konfigurasi geometri lainnya dan menggunakan nama dan label yang sesuai secara baku atau tidak baku yang sesuai.
4.
Siswa membandingkan dan menyortir bangun berdasarkan penampakan bentuknya yang utuh.
5.
Secara verbal siswa mendeskripsikan bangun dengan penampakannya secara utuh.
17
6.
Siswa menyelesaikan soal rutin dengan mengoperasikan (menerapkan) pada bangun dengan tidak menggunakan sifat-sifat yang diterapkan secara umum.
7.
Siswa mengidentifikasi bagian-bagian bangun, tetapi: a. Tidak menganalisis bangun dalam istilah bagian-bagiannya; b. Tidak berpikir tentang sifat-sifat sebagai karakteristik kelas bangun; c. Tidak membuat generalisasi tentang bangun atau menggunakan bahasa yang relevan.
Level 2: Analisis Siswa
menganalisis
bangun-bangun
dalam
istilah
komponen-
komponennya dan hubungan antar komponen, menentukan sifat-sifat dari kelas bangun secara empiris, dan menggunakan sifat-sifat untuk menyelesaikan masalah. 1.
Siswa mengidentifikasi dan menguji hubungan-hubungan antara komponenkomponen suatu bangun (misal, kongruensi sisi-sisi berhadapan).
2.
Siswa mengingat dan menggunakan perbendaharaan yang sesuai untuk komponen dari hubungan-hubungan (missal, sisi berhadapan, sudut yang bersesuaian adalah kongruen, diagonal saling berpotongan di tengah).
3.
a) Siswa membandingkan dua bangun sesuai dengan hubungan antara komponen-komponennya. b) Siswa memilih bangun dalam cara-cara berbeda sesuai dengan sifat-sifat tertentu, termasuk memilih semua contoh kelas dan non contoh.
4.
a) Siswa menginterpretasikan dan menggunakan deskripsi verbal tentang bangun dalam istilah sifat-sifatnya dan menggunakan deskripsi itu untuk
18
menggambarkan atau melukis bangun. b) Siswa menginterpretasikan pernyataan verbal atau simbolik tentang aturan-aturan dan menerapkannya. 5.
Siswa
menemukan
sifat-sifat
bangun
tertentu
secara
empiris
dan
menggeneralisasikan sifat kelas bangun tersebut. a) Siswa mendeskripsikan kelas bangun dalam istilah sifatnya. b) Siswa mengatakan bentuk sebuah bangun, jika diberikan sifat-sifat tertentu. 6.
Siswa mengidentifikasi sifat mana yang digunakan untuk mengkarakterisasi satu kelas bangun adalah kelas bangun yang lain dan membandingkan kelaskelas bangun sesuai dengan sifatnya.
7.
Siswa menemukan sifat- sifat kelas bangun yang tidak biasa dikenal.
8.
Siswa menyelesaikan soal geometri dengan menggunakan sifat-sifat bangun yang sudah diketahui atau dengan pendekatan penuh pemahaman.
9.
Siswa memformulasikan dan menggunakan generalisasi tentang sifat-sifat bangun (dipandu oleh guru atau material atau secara spontan) dan menggunakan bahasa yang sesuai (misal semua, setiap, tidak satupun), tetapi: a) tidak menjelaskan bagaimana sifat-sifat tertentu sebuah bangun adalah berkaitan, b) tidak memformulasikan dan menggunakan definisi formal, c) tidak menjelaskan hubungan sub kelas tanpa mengecek contoh-contoh khusus yang bertentangan dengan daftar sifat-sifat yang ditentukan. d) tidak melihat perlunya bukti atau penjelasan logis dari generalisasi yang ditemukan secara empiris dan tidak menggunakan bahasa yang sesuai (misal, sebab) secara benar.
jika, maka,
19
Level 3: Deduktif Informal Siswa menggunakan definisi untuk memahami hubungan antara sifat-sifat bangun, memberikan argumen dan menyusun urut sifat-sifat bangun sebelumnya dan mengembangkan argumen deduktif informal. 1.
a. Siswa mengidentifikasi himpunan berbeda dari sifat-sifat yang mengkarakterisasi kelas bangun dan menguji bahwa hal itu cukup. b. Siswa mengidentifikasi himpunan sifat-sifat minmum dan dapat mengkarakterisasi bangun. c. Siswa merumuskan dan menggunakan definisi untuk kelas bangun.
2.
Siswa memberikan argumen informal (menggunakan diagram, potongan bangun yang dapat dilipat atau materi lainnya). a. Menggambarkan suatu kesimpulan dari informasi yang diberikan, penarikan kesimpulan menggunakan logika hubungan bangun. b. Mengurutkan kelas suatu bangun. c. Mengurutkan dua sifat. d. Menemukan sifat baru dengan deduksi. e. Mengaitkan beberapa sifat dalam pohon keluarga bangun.
3.
Siswa memberikan deduktif informal.
4.
Siswa memberikan lebih dari satu penjelasan dengan menggunakan pohon keluarga bangun.
5.
Siswa mengenal secara informal perbedaan antara pernyataan dengan konversnya.
20
6.
Siswa mengidentifikasi dan menggunakan strategi atau penalaran bermakna untuk enyelesaikan masalah.
7.
Siswa tidak melihat perlunya definisi dan asumsi dasar, tidak membedakan secara formal antara pernyataan dengan konversnya, dan belum bisa membangun hubungan antar jaringan teorema.
B. Tahap-tahap Belajar Geometri Menurut Van Hiele D’Augustine dan Smith (1992: 277), Crowley (1987: 5), menyatakan bahwa ”Kemajuan tingkat pemikiran geometri siswa maju dari satu tingkatan ke tingkatan berikutnya melibatkan lima tahapan, atau sebagai hasil dari pengajaran yang diorganisir ke dalam lima tahap pembelajaran”. Tahap-tahap ini dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap 1: Informasi (information): Melalui diskusi, guru mengidentifikasi apa yang sudah diketahui siswa mengenai sebuah topik dan siswa menjadi berorientasi pada topik baru. Guru dan siswa terlibat dalam percakapan dan aktivitas mengenai objek-objek, pengamatan terhadap alat peraga dilakukan, pertanyaan dimunculkan dan kosakata khusus diperkenalkan. Siswa terbiasakan atau mengenali materi yang mereka telaah (misal, menelaah contoh dan bukan-contoh). 2. Tahap 2: Orientasi Terarah/Terpandu (guided
orientation): Siswa
mengerjakan tugas-tugas yang melibatkan berbagai hubungan yang berbeda dari jaringan yang akan dibentuk dengan menggunakan bahan (misal, melipat,
21
mengukur, meneliti simetri, dan sebagainya). Guru memastikan bahwa siswa menjajaki konsep-konsep spesifik. 3. Tahap 3: Eksplisitasi (explicitation): Siswa menyadari jaringan hubungan topik yang dipelajari dan mencoba mengekspresikan jaringan tersebut dengan kata-kata mereka sendiri. Guru membantu siswa dalam menggunakan kosa kata yang benar dan akurat. Guru memperkenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misal, mengekspresikan sifat-sifat khusus/ciri-ciri sebuah bentuk geometri). 4. Tahap 4: Orientasi Bebas (free orientation): Siswa belajar dengan tugas yang lebih rumit, untuk memecahkan soal/tugas yang lebih terbuka dengan menemukan caranya sendiri dalam hubungan jaringan (misal, mengetahui ciriciri dari satu jenis bentuk, menyelidiki ciri-ciri tersebut pada bentuk baru, seperti layang-layang). 5. Tahap 5: Integrasi (integration): Siswa merangkum/membuat ringkasan dan mengintegrasikan semua yang ia pelajari lalu merefleksikannya pada tindakan mereka dan memperoleh penelaahan gambaran akan hubungan jaringan yang baru terbentuk (misal, ciri-ciri gambar yang dirangkum).
C. Pemahaman Konsep Geometris Sumarmo (2006) mengemukakan, “Secara umum, indikator pemahaman matematika meliputi: mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip serta idea matematika”. Pemahaman konseptual dalam matematika dapat dijabarkan antara lain sebagai berikut:
22
1. Mengenali, melabelkan, dan membuat contoh serta non-contoh konsep. 2. Mengenali, menginterpretasikan, dan menerapkan tanda, simbol dan istilah yang digunakan untuk merepresentasikan konsep. 3. Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip. 4. Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan berbagai cara. 5. Mengidentifikasi dan menerapkan prinsip-prinsip. 6. Mengetahui dan menerapkan fakta definisi. Pemahaman konseptual matematika tersebut, khusus dalam Geometri Sekolah Dasar (misal, untuk konsep persegi dan persegipanjang) dan disesuaikan dengan tingkat berpikir siswa, dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengenali bangun geometri persegi dan persegipanjang melalui tampilannya secara utuh, tidak berdasar ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh bangun geometri tersebut. Misalnya, siswa mengenali persegipanjang karena berbentuk seperti pintu. Kemudian siswa dapat menunjukkan contoh dan bukan-contoh dari persegipanjang dengan mengenali berbagai bangun geometri dalam berbagai ukuran dan berbagai warna. 2. Siswa dapat merepresentasikan konsep persegi dan persegipanjang dengan cara yang berbeda dan menggunakan bahasa/ kata-kata sendiri. 3. Siswa
dapat
membandingkan,
membedakan
antara
konsep
persegi,
persegipanjang dengan bukan-persegi, dan bukan-persegipanjang dengan mengidentifikasi bangun-bangun geometri dalam berbagai ukuran berdasar tampilan.
23
Polya (dalam Sumarmo, 2006: 3) menguraikan kemampuan pemahaman dirinci pada empat tahap, yaitu: 1.
Pemahaman mekanikal, yang dicirikan oleh mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana.
2.
Pemahaman induktif, yang menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau dalam kasus serupa.
3.
Pemahaman rasional, yang membuktikan kebenaran suatu rumus dan teorema.
4.
Pemahaman intuitif, yang memperkirakan kebenaran dengan pasti, sebelum menganalisis lebih lanjut. Sedangkan Pollatsek (1981), menggolongkan pemahaman dalam dua jenis
yaitu, pemahaman komputasional dan pemahaman fungsional. Skemp dan Copeland (dalam Sumarmo, 2006: 3) menggolongkan pemahaman dalam pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Copeland menggolongkan pemahaman dalam knowing how to dan knowing. Pemahaman Konsep Dasar Geometri yang dimaksud di dalam bahasan ini adalah antara lain: 1) Mengenali, melabelkan dan membuat contoh serta non contoh (konsep dasar geometri bangun datar segiempat dan segitiga; 2) Membandingkan, membedakan, dan menghubungkan konsep dengan prinsip; 3) Mengenali, menginterpretasikan dan menerapkan tanda, simbol dan istilah yang digunakan untuk merepresentasikan konsep segiempat dan segitiga; 4) Kemampuan untuk mengolah ide tentang pemahaman sebuah konsep dengan
24
berbagai cara (memahami konsep segiempat dan konsep segitiga dengan tahap tahap pembelajaran Van Hiele).
D. Komunikasi Matematis Sumarmo (2006), menyatakan bahwa kegiatan yang
tergolong pada
komunikasi matematik adalah sebagai berikut : 1. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, idea, atau model matematik 2. Menjelaskan idea, situasi, dan relasi matematis secara lisan atau tulisan. 3. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematis . 4. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis. 5. Membuat
konjektur,
menyusun
argumen,
merumuskan
definisi
dan
generalisasi. 6. Mengungkapkan kembali suatu uraian atau paragraf
matematika dalam
bahasa sendiri. Komunikasi matematis yang dimaksud di dalam bahasan ini khusus dalam geometri, antara lain: 1) menggunakan bahasa matematik untuk mengekpresikan konsep segiempat dan segitiga melalui gambar atau benda dari konsep yang dimaksud dengan jelas, 2) mengomunikasikan pemahaman geometri secara jelas kepada orang lain dengan menggunakan kata-kata sendiri, baik secara lisan maupun secara tertulis, yaitu pemahaman konsep segiempat dan konsep segitiga, 3) membuat ringkasan/ rangkuman tentang konsep segiempat dan segitiga dengan bahasa sendiri.
25
Pembelajaran yang diterapkan dalam bahasan ini yaitu Pembelajaran Geometri
Berbasis
Teori Van Hiele dengan setting kelompok kecil. Tim
MKPBM (2001: 103), mengemukakan bahwa ”untuk memungkinkan terjadinya komunikasi yang lebih bersifat multiarah, dapat diterapkan model pembelajaran melalui diskusi kelompok kecil atau yang lebih dikenal dengan istilah ’small group discussion’.” Siswa memiliki tanggung jawab atas belajar mereka, ketika diberikan kesempatan untuk berkomunikasi. Penting bahwa siswa diberi kesempatan untuk berkomunikasi baik lisan maupun tulisan sehingga dapat menghubungkan bahasa dalam keseharian mereka dengan bahasa dan simbol matematika. Kemampuan merepresentasikan, mendiskusikan, membaca, menulis dan menyimak ilmu matematika adalah bagian penting pembelajaran dan penggunaan matematika. Kemampuan untuk membaca, menulis, menyimak, berpikir kreatif, dan mengomunikasikan
masalah
akan
mengembangkan
dan
memperdalam
pemahaman matematika siswa. Standar tersebut memuat keharusan dalam melibatkan siswa secara aktif dalam mengerjakan matematika. NCTM (1989: 26) mengemukakan menjelaskan
bahwa gagasan
”Mengeksplorasi, matematika
menyelidiki,
dapat
menjabarkan
meningkatkan
dan
kemampuan
berkomunikasi”. Hoffer ( Ikhsan, 2008: 6), berpendapat bahwa ”Akan terjadi kesulitan dalam berkomunikasi antar guru dan siswa, apabila tingkat berpikir dan bahasa yang digunakan antara guru dan siswa berbeda”.
26
Umumnya, siswa tidak akan memahami isi materi yang sedang diajarkan. Biasanya siswa akan berusaha menghafal pelajaran dan bersikap seakan-akan telah menguasainya, tetapi siswa tersebut sebenarnya belum benar-benar memahami materi itu. Siswa mungkin dengan mudah melupakan materi yang telah dihafal, atau tidak mampu menerapkannya, terutama dalam situasi yang tidak biasa baginya. Hasil penelitian Van Hiele menyatakan bahwa, sebagian besar guru geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat Van Hiele keempat atau kelima. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang memulai satu pelajaran geometri sekolah menengah atas berpikir pada tingkat pertama atau kedua. Guru perlu mengingat bahwa walaupun guru dan siswa mungkin menggunakan kata yang sama, mereka bisa menafsirkannya secara cukup berbeda. Contoh, jika seorang siswa berada pada tingkat pertama, kata “persegi” membayangkan sebuah bangun yang tampak seperti sebuah persegi, tetapi tidak banyak yang lainnya. Pada tingkat kedua, siswa tersebut berpikir dari segi sifat-sifat dari sebuah persegi, tetapi mungkin tidak mengetahui sifat-sifat mana yang perlu atau cukup untuk menentukan sebuah persegi. Siswa mungkin merasa bahwa untuk membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi, semua sifat harus dibuktikan. Guru yang berpikir pada tingkat yang lebih tinggi, mengetahui bukan saja sifat-sifat dari sebuah persegi, tetapi juga sifat-sifat mana yang dapat digunakan untuk membuktikan bahwa sebuah gambar adalah persegi.
27
Guru mungkin memikirkan beberapa cara untuk menunjukkan bahwa sebuah gambar adalah persegi, karena guru tersebut mengetahui hubunganhubungan di antara berbagai sifat dan dapat menentukan sifat-sifat mana diimplikasikan oleh yang lain. Guru harus mengevaluasi bagaimana siswa menginterpretasikan sebuah topik untuk berkomunikasi secara efektif. Bahasa mempunyai peran penting dalam pembelajaran geometri. Van Hiele memandang peranan guru dan peranan bahasa dalam konstruksi pengetahuan siswa sebagai sesuatu yang krusial. Seperti ditunjukkan pada tingkatan berpikir Van Hiele di atas, masing-masing tingkat pemikiran mempunyai bahasanya sendiri dan interpretasinya sendiri terhadap istilah yang sama. Membahas dan memverbalisasi konsep-konsep adalah aspek-aspek penting dari tahap-tahap pembelajaran Informasi, Eksplisitasi, dan Integrasi. Siswa mengklarifikasi dan mereorganisir ide-ide mereka melalui pembicaraan mengenai konsep konsep tersebut. Jika seorang siswa telah melakukan lebih banyak pekerjaan dengan segitiga dibanding dengan bangun bersisi empat, dia mungkin berpikir mengenai segitiga lebih mahir dibanding mengenai gambar yang tidak biasa seperti trapesium. Akan tetapi begitu siswa telah mencapai tingkat pemikiran tertentu dalam satu unsur isi, lebih mudah baginya untuk berpikir pada tingkat itu dalam bidang-bidang lainnya, karena ia terbiasa untuk mencari hubungan di antara gambar-gambar dan di antara sifat-sifat.
28
Teori Van Hiele menunjukkan bahwa pembelajaran yang efektif terjadi bila siswa secara aktif mengalami objek studi dalam konteks yang tepat, dan bila mereka terlibat dalam diskusi dan refleksi. Menurut teori tersebut, penggunaan ceramah dan hafalan sebagai metode pengajaran utama tidak akan mendatangkan pembelajaran yang efektif. Guru harus memberi kepada siswa pengalaman yang tepat dan kesempatan untuk membahas pengalaman itu. Van Hiele menetapkan peranan guru sebagai pembantu yang memandu siswa menapaki tingkatan-tingkatan pemahaman dalam mata pelajaran tersebut. Fyus (1988: 4) menyatakan bahwa Van Hiele fokus pada tingkat pemikiran geometri dan peranan pengajaran dalam membantu siswa bergerak dari satu tingkatan ke tingkat lainnya. Van Hiele (1986: 39) menyatakan bahwa ”Pencapaian tingkatan baru selain dapat dipengaruhi oleh pembelajaran, juga oleh pilihan latihan yang sesuai di mana guru dapat menciptakan situasi yang mendukung siswa dalam mencapai tingkat pemikiran yang lebih tinggi”. Teori berpikir Geometri Van Hiele menunjukkan bahwa pengembangan ide-ide geometris maju melalui satu hierarki tingkatan. Siswa pertama-tama belajar mengenali bangun-bangun secara keseluruhan dan kemudian menganalisa sifat-sifat relevan dari bangun. Belakangan mereka dapat melihat hubungan di antara bangun-bangun dan membuat deduksi sederhana. Pengembangan dan pengajaran kurikulum harus mempertimbangkan hierarki ini. Standar Kurikulum dan Evaluasi konsisten dengan metodologi yang dianjurkan oleh model Van Hiele, terutama tahap-tahap pembelajaran standar-
29
standar kurikulum menyajikan pandangan dinamis mengenai lingkungan ruang kelas. Mereka menuntut sebuah konteks di mana siswa terlibat aktif dalam pengembangan pengetahuan matematika dengan cara menjajaki, membahas, menggambarkan, dan mendemonstrasikan. Komunikasi sangat penting pada proses sosial ini. Ide-ide dibahas, penemuan dibagi, terkaan dikonfirmasi, dan pengetahuan diperoleh melalui pembicaraan, penulisan, pendengaran, dan pembacaan. Untuk mengetahui atau menilai tingkat berpikir Geometris siswa, ada sejumlah tes yang dapat digunakan untuk menunjuk tingkat Van Hiele, yaitu adanya penggunaan tes (baik lisan maupun tulisan). Ada Tes Usiskin (1982) dan Tes Burger serta Saughnessy (1986), yang sering digunakan, tetapi dalam sebuah ruang kelas lebih praktis bagi guru untuk menilai tingkat Van Hiele siswa dengan menganalisis respons siswa tersebut pada tugas-tugas geometri spesifik. Contoh, seorang guru dapat mengamati bagaimana siswa menggunakan bahasa geometris dan menentukan tingkat berpikir Geometri siswa mengenai konsep persegi, yaitu dengan menganalisa responsnya pada tugas pemilah-milahan/pengelompokan bangun geometri persegi.
E. Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele adalah pembelajaran yang dalam bagian kegiatan inti dilaksanakan tahap Van Hiele yang terdiri atas 5 tahap, yaitu: tahap informasi, tahap orientasi terpandu, tahap ekplisitasi, tahap orientasi bebas, dan tahap integrasi.
30
Van Hiele (1986) menyatakan bahwa kemajuan dari satu tingkat berpikir ke tingkatan berikutnya melibatkan ke lima tahap tersebut. Peran guru dalam pembelajaran dan ketepatan bahasa yang digunakan guru menjadi faktor yang sangat penting dalam keberhasilan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele. Ada beberapa karakter pada tahap pembelajaran Van Hiele, sebagai berikut: 1. Rangkaian urutan (Sequential) Dengan memperhatikan tingkat berpikir Geometri siswa yang harus maju dari satu tingkat ke tingkat berikutnya, maka para pengajar dapat menyusun langkah pembelajaran sesuai dengan tingkat berpikir Geometri siswa. 2. Pengembangan (Advancement) Kemajuan tingkat berpikir Geometri siswa
dari satu tingkat ke tingkat
berikutnya, sangat tergantung pada hasil pembelajaran dengan lima tahap pembelajaran Van Hiele, bukan tergantung pada usia. Tidak ada metode pembelajaran yang memperbolehkan siswa untuk melompati tingkatan berikutnya tanpa melalui tingkat sebelumnya. 3. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik (Intrinsic and Extrinsic) Objek dan sifat-sifatnya yang dipahami pada satu tingkat menjadi objek pada tingkat berikutnya. Pada tingkat 1 (Visualisasi) hanya sosok bentuk yang dipahami. Sosok bentuk tersebut dipertimbangkan oleh sifat-sifatnya tetapi tidak kepada tingkat Analisis, sosok bentuk tersebut di analisis sehingga tiap komponen dan stfat-sifatnya ditemukan pada tingkat berikutnya.
31
4. Kebahasaan (Linguistics) Setiap tingkat berpikir Geometri mempunyai lambang dan bahasa masingmasing, mempunyai sistem hubungan antar lambang itu. Hubungan yang benar pada satu tingkat, mungkin dimodifikasi pada tingkat yang lain.Sebagai contoh, sebuah bentuk bangun datar mungkin memiliki lebih dari satu nama (kelas), sebuah persegi adalah juga persegipanjang (dan juga merupakan jajargenjang). 5. Ketaksepadanan (Mismatch) Jika siswa berada pada satu tingkat berpikir Geometri tertentu, dan pembelajaran pada tingkat yang lain, minat dan kemajuan belajar mungkin tidak akan terjadi. Secara khusus, terutama jika guru, bahan ajar, kosa kata dll, berada pada tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran, siswa tidak akan dapat mengikuti proses berpikir yang sedang digunakan. Contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Dalam bahasan ini, akan diuraikan contoh Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele untuk tingkat 1 (Visualisasi) dan tingkat 2 (Analisis), pada siswa sekolah dasar kelas V dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi geometri dengan materi segi empat (persegi dan persegipanjang) dan segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut). Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi), dengan materi persegi dan persegipanjang
32
Tahap 1: Informasi Dikondisikan terjadi percakapan/ dialog antara guru dan siswa, pertanyaan dimunculkan dengan tujuan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibahas (persegi dan persegipanjang). Kegiatan yang dilakukan antara lain pemberian beberapa pertanyaan dari guru, misalnya: 1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang persegi atau persegipanjang? 2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk persegi atau persegipanjang? 3. Tunjukkan benda yang berbentuk persegi atau persegipanjang di ruangan ini! Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak sudah paham tentang persegi dan persegipanjang. Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segi empat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna. Siswa menelaah bangunbangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus kepada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang. Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, seperti, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang anak-anak telaah tersebut, mana yang berupa persegi, mana persegipanjang? Tahap 2: Orientasi terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah guru berikan kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk
33
menunjukkan mana yang dimaksud persegi atau persegipanjang, dengan pertanyaan sebagai berikut: anak-anak coba tunjukkan ke ibu/bapak, mana yang dimaksud dengan persegi? Coba tunjukkan lagi mana yang dimaksud persegipanjang? Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan persegi dan persegipanjang. 2. Mengukur sisi-sisi dari persegi dan sisi-sisi persegipanjang. 3. Menggambar dengan cara menjiplak persegi dan persegipanjang. 4. Mengidentifikasi persegi dan persegipanjang. Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa sudah memahami konsep persegi dan persegipanjang dari berbagai kegiatan yang sudah dilakukan. Tahap 3: Eksplisitasi Siswa diminta untuk mengajukan konsep persegi dan persegipanjang yang sudah dipahami pada tahap 2 dengan menggunakan kata-kata sendiri berdasar tampilan bentuk. Misalnya, persegi adalah segi empat yang bentuknya mirip tegel, atau persegi adalah segiempat yang sisinya lebih pendek dibanding sisi-sisi persegipanjang, atau persegi adalah tetap persegi meskipun ukuran, letak dan warna berubah. Sementara persegipanjang adalah segiempat yang bentuknya seperti pintu, atau persegipanjang adalah segiempat yang sisi-sisinya lebih panjang dibanding sisi-sisi persegi. Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari
34
persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan komunikasi geometri siswa lanjutan dari tahap 2, baik lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep persegi dan persegipanjang, misalnya dengan melakukan pengukuran, menggambar, merubah posisi, membandingkan dengan bangun geometri yang lain dan menyebutkan sifat-sifat dari persegi dan persegipanjang berdasar tampilan, bukan sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, persegi itu tetap persegi meskipun ukuran, warna, posisi berubah). Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang persegi dan persegipanjang, setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan tentang sifat persegi dan persegipanjang berdasarkan tampilan atau pembandingan dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan. Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan, dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang persegi dan persegipanjang. Pembelajaran untuk tingkat 1 (Visualisasi ), dengan materi Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut
35
Tahap 1: Informasi Dikondisikan terjadi percakapan/dialog antara guru dan siswa, pertanyaan dimunculkan dengan tujuan menggali pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan dibahas (Segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut). Kegiatan yang dilakukan adalah, guru memberikan beberapa pertanyaan, misalnya: 1. Apakah anak-anak sudah tahu atau pernah mendengar tentang segitiga? 2. Adakah benda atau barang di ruangan ini yang berbentuk segitiga? Coba tunjukkan! Pada bagian ini guru harus sudah mempunyai gambaran apakah anak-anak sudah paham tentang segitiga? Jika anak belum paham, dilanjutkan dengan menunjukkan beragam bangun-bangun geometri datar segiempat dan segitiga dalam berbagai ukuran dan warna, siswa menelaah bangun-bangun geometri yang ditunjukkan oleh guru sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas yaitu, segitiga berdasar ukuran panjang sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang) dan segitiga berdasar ukuran besar sudut (segitiga siku-siku, segitiga lancip dan segitiga tumpul). Kemudian guru menyampaikan lagi beberapa pertanyaan, misalnya, ”coba anak-anak, tunjukkan dari bangun-bangun geometri yang ditelaah tersebut, mana yang dimaksud segitiga samasisi, dan yang mana segitiga samakaki? Coba tunjukkan kepada Ibu/ bapak, yang mana segitiga siku-siku?” Dan seterusnya. Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk
36
menunjukkan yang mana segitiga dengan pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang merupakan segitiga samasisi?” Guru juga harus meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga 2. Mengukur sisi-sisi dari segitiga samasisi dan segitiga samakaki menggunakan penggaris dan mengukur besar sudut dari segitiga siki-siku dan bukan segitiga siku-siku dengan busur-derajat atau dengan kertas yang dilipat. 3. Menggambar dengan cara menjiplak berbagai segitiga. 4. Mengidentifikasi berbagai bangun segitiga (berdasar ukuran panjang sisi dan besar ukuran sudut). Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa telah memahami konsep segitiga secara umum atau tidak. Tahap 2: Orientasi Terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk menunjukkan bangun yang berbentuk segitiga dan bukan segitiga, dengan pertanyaan seperti, ”anak-anak, coba tunjukkan kepada ibu/bapak, mana yang merupakan bangun segitiga? Coba tunjukkan juga mana yang bukan segitiga? Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas dalam kelompoknya, yaitu: 1. Membandingkan bangun segitiga dan bukan segitiga.
37
2. Mengukur segitiga berdasar sisi (segitiga samasisi, samakaki dan sebarang) dan mengukur besar sudut antara segitiga siki-siku, lancip dan segitiga tumpul. 3. Menggambar dengan cara menjiplak segitiga dan bukan segitiga. 4. Mengidentifikasi segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga siku-siku, lancip dan segitiga tumpul. Pada tahap ini guru sudah mempunyai gambaran yang jelas apakah siswa sudah memahami konsep segitiga dan bukan segitiga dari berbagai kegiatan yang sudah dilakukan. Tahap 3: Eksplisitasi Siswa mengajukan konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, dengan menggunakan kata-kata sendiri. Guru membimbing untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan (misalnya, sifat khusus dari segitiga samasisi dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilannya). Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, misal menyebutkan sifat-sifat dari segitiga samasisi, samakaki, sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan siku-siku, berdasar tampilan, bukan
38
sifat-sifat yang diterapkan secara umum (misalnya, segitiga samakaki itu tetap samakaki meskipun ukuran, warna, posisinya berubah). Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ringkasan tentang segitiga samasisi, samakaki dan segitiga sebarang, juga segitiga lancip, tumpul dan segitiga siku-siku, setelah proses orientasi bebas. Misal ringkasan tentang sifat segitiga samakaki dan segitiga siku-siku berdasarkan tampilan atau pembandingan dan hasil telaahan pada bangun-bangun geometri yang disediakan. Setelah menyelesaikan setiap proses tahap Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan tingkat berpikir Geometri Visualisasi tentang konsep segitiga berdasar ukuran panjang sisi dan ukuran besar sudut. Pembelajaran untuk tingkat 2 (Analisis), dengan materi persegi dan persegipanjang Tahap 1: Informasi Menciptakan
situasi
dialog
mengenai
sifat
khusus
persegi
dan
persegipanjang dengan beberapa pertanyaan yang disampaikan guru. Misalnya, apa yang kalian tahu tentang bangun persegi? Apa yang kalian tahu tentang bangun persegipanjang? Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pemahaman konsep persegi dan persegipanjang yang dimiliki siswa.
39
Guru menyediakan beragam bangun-bangun geometri datar dari berbagai ukuran dan warna, siswa diminta untuk menelaah dan menganalisis, dan mengidentifikasi bagian-bagian bangun persegi dan persegipanjang sehingga siswa fokus pada materi yang akan dibahas, yaitu persegi dan persegipanjang. Tahap 2: Orientasi Terpandu Dari beragam bangun-bangun geometri datar yang sudah diberikan guru kepada anak-anak dalam berbagai ukuran dan warna, guru memandu siswa untuk mengungkapkan
hasil
identifikasi
dan
pengklasifikasian
persegi
dan
persegipanjang berdasar sifat khusus dari masing-masing bangun tersebut. Guru juga mengajukan beberapa pertanyaan seperti, adakah perbedaan antara ukuran panjang sisi-sisi persegi dengan ukuran panjang sisi-sisi persegipanjang? Coba tunjukkan bangun geometri yang sudah diamati (diidentifikasi) anak-anak. Siswa dipandu dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi dan menelaah ulang sifat khusus yang sama dan yang berbeda di antara persegi dan persegipanjang. Tahap 3: Eksplisitasi Guru memastikan siswa sudah memiliki pemahaman tentang sifat-sifat khusus persegi dan persegipanjang dari hasil identifikasi, klasifikasi bentukbentuk geometri yang disediakan (misal semua sisi persegi berukuran sama panjang, sedangkan sisi persegipanjang tidak sama panjang hanya yang berhadapan sama panjang).
40
Siswa mencoba mengekspresikan/mengomunikasikan pemahaman tentang konsep persegi dan persegipanjang hasil analisis sifat-sifat khusus dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Guru membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang baik dan benar, mengenalkan istilah-istilah matematika yang relevan. Misalnya, sisi-sisi berhadapan pada persegipanjang sama panjang, semua sudut persegi dan persegipanjang masing-masing berukuran 90o. Pada tahap ini kemampuan komunikasi matematika siswa, baik secara lisan maupun tulisan dapat dikembangkan. Tahap 4: Orientasi Bebas Pada tahap ini, siswa menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep persegi dan persegipanjang dengan menganalisis sifat-sifat khusus dari bentuk-bentuk geometri yang disediakan. Misalnya: 1. Membandingkan persegi dan persegipanjang dengan merujuk pada kesamaan/ perbedaan sisi dan sudutnya. 2. Membuat daftar ciri-ciri atau sifat-sifat dari semua segi empat, tetapi tidak dapat menjelaskan bahwa persegi itu adalah persegipanjang. Tahap 5: Integrasi Pada tahap ini, siswa dapat membuat rangkuman/ ringkasan tentang persegi dan persegipanjang setelah proses orientasi bebas. Misalnya, ringkasan tentang sifat khusus persegi dan persegipanjang melalui pembandingan dan telaahan bangun-bangun geometri yang disediakan.
41
Setelah menyelesaikan setiap proses tahapan Van Hiele dari tahap 1 sampai tahap 5, untuk setiap tingkatan berpikir geometri, diberikan soal latihan. Dalam hal ini untuk tingkat berpikir Geometri Analisis tentang konsep persegi dan persegipanjang.
F. Aktivitas Siswa dan Guru pada Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele Aktivitas siswa pada pembelajaran Geometri Berbasis teori Van Hiele dimaknai sebagai aktivitas fisik dan mental dalam belajar. Dikemukakan Leikin(Ikhsan,2008) , aktivitas fisik maupun mental dalam pembelajaran di klasifikasikan menjadi dua yaitu; aktivitas aktif dan aktivitas pasif. Dalam penelitian ini kedua aktivitas tersebut meliputi; a) menjawab pertanyaan yang diajukan
guru
saat
terjadi
dialog,
b)
memberikan
penjelasan
dalam
mengungkapkan konsep secara lisan maupun tulisan c) mengajukan pertanyaan d) melakukan pengamatan terhadap benda-benda dalam pemahaman konsep. e) membuat rangkuman konsep yang dipelajari f) mendengarkan informasi dan b) membaca. Aktivitas siswa pada setiap tahap pembelajaran berbasis teori Van Hiele memiliki aktivitas tertentu yang berbeda dengan aktivitas siswa pada tahap tahap yang lain. Aktivitas siswa dan guru yang mungkin muncul dalam pembelajaran geometri berbasis teori Van Hiele, secara rinci disajikan dalam tabel 2.1 berikut ini.
42
Tabel 2.1 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Geometri berbasis teori Van Hiele No. 1.
Tahap Pembelajaran Informasi
2.
Orientasi Terpandu
3.
Eksplisitasi
4.
Orientasi Bebas
5.
Integrasi
6.
Evaluasi
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
a. Dialog dengan siswa dan mengajukan pertanyaan untuk menggali pengetahuan awal siswa tentang konsep yang akan dipelajari b. Menyampaikan tujuan pembelajaran c. Menyiapkan alat peraga a. Membenahi alat peraga untuk diamati oleh siswa b. Mengarahkan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi). c. Mengarahkan siswa mengerjakan LKS d. Mengecek hasil kerja siswa a. Membimbing siswa dalam memahami konsep yang dipelajari b. Mendorong siswa untuk mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri c. Membimbing siswa untuk menggunakan kosakata yang benar, relevan, dalam mengungkapkan konsep secara lisan Mengarahkan siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga (melakukan pengukuran, menggambar, mengubah posisi, dan membandingkan) dan mengungkapkan konsep itu secara lisan dan tulisan Mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari dengan mengungkapkan secara tertulis Menganalisis hasil kerja siswa (LKS dan tes)
a. Menjawab pertanyaan yang diajukan guru tentang konsep yang akan dipelajari b. Mengikuti sajian informasi c. Mengelompokkan diri dengan kelompoknya
a. Melakukan pengamatan terhadap alat peraga (melakukan pengukuran, mengutak-atik, menggambar, dan berdiskusi) untuk memahami konsep. b. Mengerjakan LKS c. Berdiskusi hasil kerja kelompok a. Diskusi dalam kelompok untuk memahami konsep dengan menggunakan fasilitas alat peraga b. Mengungkapkan konsep yang dipelajari secara lisan dengan kata-kata sendiri c. Menggunakan istilah, kosakata yang benar dan relevan dalam mengungkapkan konsep yang dipelajari Melakukan pengukuran menggambar, mengubah posisi, membandingkan, dalam memahami konsep yang dipelajari dengan menggunakan alat peraga.
Membuat rangkuman konsep yang dipelajari secara tertulis
Siswa mengerjakan tes
43
G. Pembelajaran Matematika Dalam Pandangan Konstruktivistik serta keterkaitannya dengan Tahap Pembelajaran Van Hiele Pandangan
konstruktivistik
pada
dasarnya
menekankan
bahwa
pengetahuan harus dibangun oleh siswa sendiri secara aktif berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Oleh karena itu belajar menurut pandangan ini merupakan proses aktif mengkonstruksi, mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai siswa sebelumnya (Suparno, 1997: 61). Pandangan konstruktivistik ini sejalan dengan tahap pembelajaran Geometri menurut teori Van Hiele yang terdapat pada tahap 1 (Informasi) yang mempunyai tujuan mempelajari pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa tentang konsep yang dipelajari sehingga siswa mengetahui arah belajar selanjutnya. Siswa mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka, Shymansky (dalam Suparno, 1997: 62). Jadi siswa harus punya pengalaman dengan memanipulasi objek, mencari jawaban dan memecahkan masalah, karena pengetahuan itu tidak dapat diperoleh dari membaca atau mendengarkan orang bicara, tetapi dibentuk dari tindakan seseorang terhadap suatu objek. Piaget (dalam Suparno, 1997, dalam Hudoyo 1988) mengemukakan bahwa struktrur kognitif yang dimiliki seorang individu karena proses asimilasi dan akomodasi. Perolehan pengalaman atau pengetahuan seorang siswa dari proses asimilasi dan akomodasi tertanam dalam benak siswa sesuai dengan skemata yang
44
dimilikinya. Karena itu belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skemata, sehingga matematika yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-prinsip terkait satu sama lain tidak sekedar tersusun hirarkis. Selanjutnya mengajar menurut
pandangan
konstruktivistik
bukanlah
kegiatan
memindahkan
pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun
sendiri pengetahuannya. Jadi mengajar dalam konteks ini
adalah membantu seseorang berpikir secara benar dengan membiarkannya berpikir sendiri (Glaserfeld, dalam Suparno 1997: 65). Pengajar (guru) berperan sebagai mediator, fasilitator dan motivator yang membantu agar proses belajar siswa berjalan dengan baik, membantu agar siswa mampu mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang konkret. Fungsi mediator, fasilitator dan motivator menurut Suparno (1997: 66) dapat dijabarkan dalam tugas sebagai berikut. 1. Menyediakan
atau
memberikan
kegiatan-kegiatan
yang
mendorong
keingintahuan siswa. 2. Menyediakan sarana yang membuat siswa berpikir secara produktif. Penjabaran fungsi mediator dan fasilitator tersebut, sesuai dengan tahap pembelajaran Van Hiele yang berada pada tahap 2 (Orientasi Terpandu) tahap 3 (Eksplisitasi), tahap 4 (Orientasi bebas) dan tahap 5 (Integrasi). Pada tahap tersebut siswa diberi kesempatan untuk mengamati, mengutak atik objek dalam hal ini alat peraga yang disediakan guru dan siswa diberi kesempatan untuk berbagi persepsi tentang objek yang diamatinya dengan memngekspresikan secara lisan dan secara tulisan menggunakan keterampilan bahasanya sendiri,
45
merepresentasikan konsep dengan berbagai cara, dan diberi kesempatan untuk membuat rangkuman konsep yang dipelajari. Sejalan pula dengan pendapat Hudoyo (1998: 8) bahwa lingkungan belajar dalam pandangan konstruktivistik perlu diupayakan untuk menyediakan pengalaman belajar dengan mengaitkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa, mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistik denga melibatkan pengalaman konkret, mengintegrasikan pembelajaran sehingga terjadi interaksi dengan lingkungannya dan memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran menjadi lebih efektif. Kamii (dalam Dahar, 1988: 193) mengemukakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran di Sekolah Dasar dalam pandangan konstruktivisme sebagai berikut. 1. Siapkan benda-benda nyata untuk digunakan siswa. 2. Memilih pendekatan yang sesuai dalam memperhatikan benda-benda nyata. 3. Perkenalkan kegiatan yang layak, menarik, dan berilah siswa kebebasan untuk menolak saran-saran guru. 4. Tekankan penciptaan pertanyaan-pertanyaan dan masalah-masalah dan pemecahannya. 5. Anjurkan siswa untuk saling berinteraksi. 6. Hindari istilah-istilah teknis dan tekankan berpikir. 7. Anjurkan para siswa berpikir dengan cara mereka sendiri. 8. Perkenalkan ulang materi dan kegiatan yang sama. Cara individu mengkonstruksi pengetahuan ada dua pandangan yang dikemukakan Matthews (dalam Suparno, 1997), yaitu pandangan konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Dalam membangun pengetahuan, seorang individu didasarkan pada perkembangan psikologis, hal tersebut menurut pandangan konstruktivisme psikologis. Sedangkan pandangan konstruktivisme sosiologis, membangun pengetahuan didasarkan pada hubungan sosial.
46
Piaget
sebagai
menyatakan
bahwa
menekankan
kepada
pengembang
individu
dalam
keaktifan
konstruktivisme
psikologis
mengkonstruksi
individu.
Sedangkan
personal
pengetahuan Vygotsky,
lebih sebagai
pengembang konstruktivisme psikologis sosial menyatakan bahwa individu dalam mengkonstruksi pengetahuan lebih menekankan kepada hubungan individu dengan lingkungan sosial. Dari dua pandangan tersebut diduga akan mempercepat proses pengkonstruksian pengetahuan. Artinya ketika individu mengkonstruksi pengetahuan, mereka difasilitasi dengan kondisi sehingga keaktifan dan kesiapan individu secara psikologis terpenuhi. Disamping itu dalam proses belajar mengkonstruk pengetahuan individu, didukung oleh lingkungan sosial sehingga tercipta interaksi sosial antara individu yang satu dengan yang lain dalam kelompok nya. Implikasi
dari
beberapa
pendapat
di
atas
tentang
pandangan
konstruktivisme, maka penulis memperhatikan beberapa hal dalam penyusunan perangkat pembelajaran dan pelaksanaan pembelajaran geometri berbasis teori Van Hiele sebagai berikut : 1. Menyediakan pengalaman belajar
yang sesuai dengan pengetahuan yang
dimiliki siswa. 2. Mengaitkan pembelajaran denga pengetahuan awal siswa 3. Menyiapkan pertanyan terbuka tentang konsep 4. Menyediakan berbagai alat peraga untuk membantu terjadi berbagai alternatif pengalaman belajar 5. Menyediakan masalah untuk dikerjakan dengan berbagai cara.
47
6. Menyediakan lingkungan belajar yang mendorong terjadi interaksi dan kerjasama antara siswa, berbagi persepsi tentang konsep, dan mengekspresikan secara lisan atau tertulis konsep.
H. Penelitian-penelitian yang Relevan Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan kemampuan pemahaman konsep
dengan pembelajaran tahap Van Hiele
dilaporkan oleh peneliti berikut ini : 1. Penelitian Clements dan Battista (1992) Penelitian Clements dan Battista (1992) melaporkan bahwa, sedikit sekali anak-anak yang mempelajari bentuk-bentuk geometri sejak pra-sekolah hingga sekolah menengah. Sebagai contoh, anak-anak pra-sekolah dalam penelitiannya mengidentifikasi segitiga dengan persentase kebenaran sebesar 60 persen. Pada studi yang dilakukan pada anak SD dengan tugas yang sama, skor yang mereka raih bervariasi, mulai dari 64 persen bagi anak TK hingga 81 persen bagi anak kelas enam. Demikian pula dengan skor anak pra-sekolah yang sebesar 54 persen untuk persegipanjang, dan skor siswa SD bervariasi dari 63 persen hingga 68 persen. Clements dan Battista menyimpulkan hasil wawancara dengan siswa sekolah dasar tentang bentuk geometri adalah sebagai berikut: a. Lingkaran, anak-anak mampu mengidentifikasi lingkaran dengan akurat, meski anak yang usianya di bawah enam tahun lebih sering menyebut lingkaran sebagai bentuk elips. Terlepas dari pengecualian tersebut (hanya 4
48
persen pada tugas yang kami berikan), guru pra sekolah dapat mengasumsikan bahwa kebanyakan anak mengetahui sesuatu tentang lingkaran. b. Persegi, identifikasi anak-anak atas persegi hampir sama akuratnya dengan mengidentifikasi lingkaran (87 persen pada tugas yang kami berikan), meski anak-anak pra-sekolah lebih sering menyebut belah ketupat yang non-persegi. Namun, mereka sama akuratnya dengan anak anak di atas usianya dalam memberi label atau menyebut nama persegi. c. Segitiga, anak-anak kurang akurat dalam mengidentifikasi segitiga (60 persen). Mereka menyebut segitiga dengan sisi kurva dan menolak segitiga yang terlalu panjang, dibengkokan, atau mengerucut ke atas. Beberapa anak yang berusia tiga tahun bisa menerima bentuk yang sama seperti segitiga. d. Persegipanjang,
rata-rata
akurasi
anak
dalam
mengidentifikasi
persegipanjang juga rendah (54 persen). Anak cenderung menyebut persegipanjang sebagai paralelogram panjang atau trapezoid. Jadi, bayangan anak tentang persegipanjang adalah gambar dengan empat sisi yang memiliki dua sisi paralel yang panjang dan sudut yang lancip. Hanya sedikit anak yang berusia tiga atau
empat tahun yang tak
memahami persegipanjang atau segitiga. Kesimpulan dari hasil penelitian Clements dan Battista (1992), bahwa pembelajaran Geometri dengan tahap Van Hiele, siswa SD memahami (mengidentifikasi) segitiga, persegipanjang dan persegi , berturut-turut mencapai 81%, 68% dan 87%.
49
2. Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005) Penelitian Der-bang Wu dan Hsiu-lan Ma (2005), menghasilkan Study of the Geometric Concepts of Elementary School Students Van Hiele Level one. Penelitian ini dilakukan untuk menyelidiki konsep-konsep geometri siswa sekolah dasar pada tingkat satu pemikiran geometri Van Hiele. Penelitian ini menghasilkan beberapa penemuan, yaitu: a. Lebih mudah bagi siswa untuk mengidentifikasi garis lurus dan/atau kurva disebabkan oleh pembedaan yang jelas. b. Siswa mengalami kesulitan dalam penilaian gambar-gambar berputar karena konsep-konsep arah dan posisi. c. Pengidentifikasian lingkaran adalah yang paling mudah bagi siswa, berikutnya segi tiga. Bangun bersisi empat dianggap sebagai yang paling sulit. 3. Penelitian Gagatsis, Sriraman, Elia & Modestou (2006) Penelitian Gagatsis, Sriraman, Elia & Modestou (2006), melaporkan tentang strategi yang digunakan siswa dalam mentransformasikan poligon melalui penggunaan model geometrika dan berdasarkan Teori Van Hiele. Para siswa diminta untuk menggambarkan sebuah tangga poligon khusus, dengan tiap bentuknya lebih besar atau lebih kecil dari bentuk sebelumnya. Respons
anak
dalam
tugas
transformasi
tersebut,
menunjukkan
kemampuan mereka untuk mengenali bentuk-bentuk geometri. Teori Van Hiele menegaskan bahwa anak-anak pada awalnya tidak mampu mengenali komponen dan properti bentuk-bentuk yang familiar.
50
Anak-anak pada tingkatan visual tidak mampu mengidentifikasi bentukbentuk umum atau membedakan berbagai gambar pada kelas yang sama, misalnya, memasukan konsep persegipanjang pada konsep persegi. Pada tingkatan kedua, yaitu deskriptif, gambar tak lagi dipandang semata hanya berdasarkan bentuknya saja, melainkan lebih kepada properti tertentu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi yang digunakan anak dalam mentranformasikan bentuk geometri ada hubungannya dengan usia dan IQ anak. Anak usia lebih muda, konsisten dan lebih sering pada bangun yang berbeda. Sementara anak IQ tinggi terkait langsung dengan konstruksi rangkaian gambar yang sama. Pada tingkatan ini, bahasa merupakan hal yang penting dalam menjabarkan bentuk. 4. Penelitian Yazdani A (2007) Penelitian Yazdani A (2007) melaporkan bahwa ada hubungan antara tingkat pemahaman geometri siswa berdasar Teori Van Hiele dan prestasi dalam geometri bidang. Dengan subjek siswa berusia 15 sampai dengan 17 tahun sebanyak 169 orang. Prosedur dan metode yang digunakan adalah sebagai berikut: a. Semua peserta diberikan pretes dengan instrument penilaian terdiri dari PGAT (The Plan Geometry National Achievement Test) untuk mengukur tes prestasi dalam geometri dan VHGT (Van Hieles Geometry Test) untuk mengukur tingkat pemehaman geometri berdasar tingkat Van Hiele.
51
b. Postes dilakukan setelah 6 minggu pembelajaran. Untuk memeriksa keberadaan hubungan antara tingkat pemahaman geometri dan prestasi skor pretes dan postes dianalisis dihitung koefisien korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a. Antara pretes
PGAT dan pretes VHGT dengan didapat nilai r = 0,0288
menunjukkan tidak adanya korelasi di antara keduanya. b. Skor-skor postes VHGT dan postes PGAT dianalisis dengan didapat nilai r = 0,8665. Hal ini menunjukkan adanya korelasi positif antara tingkat pemahaman geometri siswa berdasarkan Teori Van Hiele dan prestasi siswa dalam geometri bidang. 5. Penelitian Fujita (2007) Penelitian
Fujita
(2007)
melaporkan
bahwa
mendefinisikan
dan
mengklasifikasikan segi empat yang menyulitkan siswa terkait dengan kerumitan dalam mempelajari bagaimana menganalisis ciri-ciri segiempat yang berlainan dan membedakan antara aspek kritis dan non-kritis. Pada penelitian ini dikemukakan mengapa definisi dan klasifikasi sangat penting karena terkait dengan membantu siswa dalam mempelajari dan menganalisis ciri-ciri segi empat yang berbeda-beda, sehingga siswa mampu membedakan dari berbagai bangun datar segi empat dan hubungan antar bangun segi empat dengan tepat. Pembelajaran mensyaratkan adanya deduksi logika serta interaksi yang tepat antara konsep dan citra (image).
52
6. Penelitian Sunardi (2005), melaporkan bahwa model PBH (Pembelajaran Berbasis Van Hiele), dapat meningkatkan tingkat berpikir geometri siswa dan penguasaan bahan ajar dan kerja kooperatif. 7. Penelitian Haki(2007), melaporkan bahwa pembelajaran dengan tahap Van Hiele membantu siswa memahami karakteristik bangun datar segiempat. 8. Penelitian Iryanto(1999) melaporan bahwa pembelajaran dengan tahap Van Hiele dapat mengatasi kesulitan siswa dalam memahami bangun datar. 9. Penelitian Nur’aeni(2002), melaporkan penelitiannya bahwa pembelajaran dengan tahap Van Hiele dapat mengubah anggapan siswa terhadap segitiga itu adalah segitiga siku-siku dan segiempat itu adalah persegi. 10. Penelitian Ikhsan (2008) melaporkan bahwa Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele dapat meningkatkan Prestasi dan Motivasi siswa dalam Geometri. Pada ketiga peringkat sekolah (Tinggi, Sedang, Rendah), prestasi belajar siswa dengan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Begitu juga motivasi siswa dalam geometri yang diajar dengan Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada motivasi siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Penelitian yang berkaitan dengan mengukur atau mengembangkan kemampuan komunikasi matematis dengan pembelajaran tahap Van Hiele dilaporkan oleh peneliti berikut ini :
53
1. Penelitian Silvia Saads dan Gary Davis (1997) menyimpulkan deskripsi lisan siswa tentang suatu bentuk tergantung pada kombinasi tingkat geometri umum siswa, kemampuan keruangan dan keahlian dalam mengekspresikan berbagai ciri sebuah bentuk dengan menggunakan bahasa. Hasil dari diskusi kelompok tersebut menunjukan pentingnya kemampuan keruangan dan penggunaan bahasa dalam perkembangan pemikiran geometri. 2. Penelitian Purwati(2004), melaporkan penelitiannya bahwa pembelajaran Geometri berdasar tahap awal Van Hiele, dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa SLTP. Ternyata dari hasil-hasil di atas, penelitian- penelitian yang inovatif yang mengutamakan siswa belajar aktif,cenderung memperoleh hasil dalam beragam kemampuan matematik yang lebih baik dibandingkan
dengan pembelajaran
konvensional.
I. Hipotesis Hipotesis yang diperoleh di dalam penelitian ini antara lain: 1. Kemampuan pemahaman konsep geometris siswa sekolah dasar melalui Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada kemampuan pemahaman konsep geometri siswa melalui pembelajaran konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan siswa, dan b) level sekolah. 2. Level berpikir Geometri siswa yang mendapat Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih tinggi daripada level berpikir Geometri siswa yang mendapat pembelajaran konvensional.
54
3. Kemampuan
komunikasi
Matematis
siswa
sekolah
dasar
melalui
Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele lebih baik daripada kemampuan komunikasi Matematis siswa melalui pembelajaran konvensional ditinjau dari: a) keseluruhan siswa, dan b) level sekolah. 4. Terdapat interaksi antara Pembelajaran Geometri (Berbasis Teori Van Hiele dan konvensional) dengan level sekolah (tinggi, sedang, dan rendah) terhadap kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi Matematis siswa. 5. Peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran Geometri berbasis teori Van Hiele, lebih baik dibanding peningkatan kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa yang mendapat pembelajaran konvensional. 6. Terdapat asosiasi antara kemampuan pemahaman konsep dengan kemampuan komunikasi Matematis siswa. 7. Adanya sikap siswa yang positif terhadap Pembelajaran Geometri Berbasis Teori Van Hiele.