BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN ANALISA
2.1
Pendahuluan Untuk sistim komunikasi tanpa kabel, antena adalah salah satu dari beberapa
komponen yang paling kritis. Perancangan antena yang baik akan mempertinggi performansi dari keseluruhan sistim itu. Sebuah contoh yang khas adalah pada aplikasi pesawat televisi yang penerimaan sinyalnya bisa diperbaiki dengan penggunaan antena yang memiliki gain yang tinggi. Antena adalah sebuah komponen yang dirancang untuk bisa memancarkan dan atau menerima gelombang elektromagnetika. Dengan kata lain, antena sebagai alat pemancar (transmitting antenna) adalah sebuah transduser (pengubah) elektromagnetis, yang digunakan untuk mengubah gelombang tertuntun (pada saluran transmisi kabel) menjadi gelombang yang merambat di ruang bebas, dan sebagai alat penerima (receiving antenna) mengubah gelombang ruang bebas menjadi gelombang tertuntun (gambar 2.1).
Gambar 2.1 Cara Kerja Antena
6
7
Pada sistem komunikasi tanpa kabel yang modern, sebuah antena harus berfungsi sebagai antena yang bisa memancarkan dan menerima gelombang dengan baik untuk suatu arah tertentu dan untuk arah yang lain tak ada pemancaran dan penerimaan. Sejarah antena kembali pada konsep yang dikembangkan oleh James Clerk Maxwell, yang menyatukan teori listrik dan magnet menjadi teori elektromagnetika yang dirangkumnya di dalam sebuah sistim persamaan yang kemudian dikenal dengan nama persamaan-persamaan Maxwell. Dengan persamaan yang diturunkan di tahun 1863 ini ia meramalkan adanya medan listrik dan magnet yang merambat di ruang bebas tanpa adanya kabel. Medan listrik dan magnet yang berubah dengan waktu ini dan juga merambat di udara, di sebut juga gelombang elektromagnetik. Dengan bantuan persamaan ini juga Maxwell memprediksikan bahwa pada dasarnya cahaya juga merupakan gelombang elektromagnetika dan gelombang elektromagnetika merambat dengan kecepatan cahaya. Sembilan tahun setelah kematian Maxwell, di tahun 1888 Hertz melakukan verifikasi terhadap prediksi Maxwell secara eksperimen. Dia membangun dua buah alat berbentuk permukaan silinder yang terpisah sekitar 1 meter (alat ini kemudian dikenal dengan nama antena reflektor silinder di gambar 2.2). Dengan alat ini dia bisa membuktikan adanya induksi sinyal pada antena yang satu akibat sumber yang dipasangkan pada antena yang lainnya. Peristiwa ini merupakan momen kelahiran dari telekomunikasi tanpa kabel modern yang gunanya bisa kita rasakan sekali dewasa ini. Atas dasar eksperimen ini Hertz dikenal dengan nama Mr. Antenna.
8
Gambar 2.2
Gambar 2.3
Setahun setelah kematian Hertz, di 1895 Marconi berhasil merealisasikan telekomunikasi jarak jauh, dari Inggris ke benua Amerika, dengan menggunakan gelombang elektromagnetika. Antena yang dipergunakan adalah 50 buah antena pemancar yang vertikal, yang dilibatkan dengan bantuan kawat secara horisontal dengan 2 tonggak kayu yang berjarak 60 meter (gambar 2.3). Sebagai antena penerima dipergunakan sebuah kawat vertikal dengan panjang 200 m yang mengambang di udara dengan bantuan sebuah layang-layang. Sejak saat itu perkembangan antena makin cepat, dan berkembang pula jenis-jenis antena sesuai dengan tuntutan padanya di setiap bidang aplikasi.
2.2
Kegunaan Antena Pada Dunia Telekomunikasi Sebuah antena didefinisikan sebagai piranti yang dipergunakan untuk
memancarkan dan menerima gelombang elektromagnetika. Gelombang radio ini akan
9
merambat di ruang bebas dari pemancar ke penerima. Berikut ini diberikan tiga bidang aplikasi penting dari penggunaan antena, dan mengharuskan penggunaan antena dan yang akan membawa pengaruh pada perancangan antena itu sendiri.
2.2.1 Komunikasi. Penggunaan antena didahulukan dari pada penggunaan kabel (saluran transmisi) dikarenakan oleh alasan-alasan ketidak-mungkinan, ketidak-praktisan dan ketidakefisienan. a. Komunikasi antara pengguna yang bergerak, seperti sistim seluler atau komunikasi antara pesawat terbang/roket. Di sini diharapkan antena/receiver yang dipergunakan bisa melakukan proses ‘tracking’ atau jika tidak cukup menggunakan antena omnidireksional.
Gambar 2.4 Satu panel antena dan diagram radiasinya
10
Gambar 2.5 Empat buah panel antena dan diagram radiasinya
b. Komunikasi broadcast (televisi dan radio), antena pemancar ditempatkan di tengahtengah wilayah yang akan disuplai dan antena yang dipergunakan antena omnidireksional. Jika antena pemancar terletak di pinggir wilayah penyuplaian, maka antena direksional-lah yang akan digunakan. Penggunaan antena pada aplikasi televisi mendapat saingan dengan penggunaan “TV-cable”, yang padanya dipergunakan kabel-kabel yang menghubungi setiap rumah pelanggannya. Di sini tentu akan ada pemilihan mana yang lebih diprioritaskan. Tetapi pada dasarnya jika jarak pemancar – penerima cukup jauh, maka antena akan lebih mungkin dipergunakan karena akan banyak menggunakan kabel yang panjang.
c. Komunikasi hubungan gelombang mikro (microwave link system), di sini dipergunakan antena direksional dengan gain yang sangat tinggi (beam width yang kecil), sehingga terbentuk hubungan komunikasi yang dinamakan point-to-point.
11
2.2.2 Radar Antena merupakan pilihan satu-satunya untuk komunikasi dengan benda bergerak. Di teknik radar, antena yang dipergunakan harus memiliki beam width yang sangat kecil, sehingga bisa membedakan objek satu dengan yang lainnya (resolusi tinggi).
2.2.3 Astronomi Radio Seperti juga halnya pada teknik radar, untuk aplikasi astronomi dipergunakan antena yang mempunyai beamwidth yang sangat sempit.
Gambar 2.6
2.3
Gambar 2.7
Jenis-jenis Antena Pada pembahasan ini memberikan teori dasar tentang antena, teknik dan
aplikasinya. Walaupun akan ditekankan pada prinsip dasar setiap antena dan
12
aplikasinya untuk perhitungannya dengan persamaan-persamaan Maxwell, perhitungan vektor, diferensiasi dan integrasi (analisa vektor). Antena yang paling sederhana dan yang paling luas penggunaannya adalah antena dipol. Antena dipol terdiri dari dua buah kawat yang terpisah satu dengan lainnya (gambar 2.8a), yang pada fungsinya sebagai antena pemancar, antena akan dihubungkan dengan sumber tegangan, dan pada fungsi sebagai antena penerima, akan dihubungkan dengan load.
Gambar 2.8 Antena Dipol
Antena tersebut berfungsi secara resiprok, artinya, karakteristik dari antena sama apakah antena dipakai sebagai antena pemancar ataupun sebagai antena penerima. Antena dipol bersifat omnidireksional, artinya antena ini memancarkan energinya, pada suatu potongan bidang tertentu, sama rata ke semua arah. Dengan memanfaatkan bidang penghantar, dengan bantuan sebuah kawat yang berada vertikal di atasnya, kita bisa mendapatkan antena dipol dengan kawat bayangan (gambar 2.8b). Banyak sekali aplikasi teknisnya, seperti radar, sistim seluler, diinginkan antena yang mengkonsentrasikan pancaran energinya pada suatu arah tertentu,
13
sedangkan ke arah lain tidak diinginkan terjadinya penyuplaian energi. Untuk mencapai tujuan ini, biasanya hanya sebuah antena dipole tidak bisa digunakan, karena antena dipol mempunyai karakteristik pancar yang omnidireksional. Untuk mendapatkan suatu karakter pemancaran (yang disebut juga diagram radiasi/pancar) tertentu, dipergunakan beberapa buah antena dipol yang disusun sedemikian rupa membentuk sebuah grup antena, atau array. Ada bermacam-macam susunan array, misalnya array 1-D (gambar 2.9)
Gambar 2.9 Array satu dimensi dengan antena dipol sebagai penyusunnya
Array
satu
dimensi
akan
mempunyai
diagram
radiasi
yang
akan
mengkonsentrasikan energinya hanya ke satu arah sudut tertentu, misalnya hanya untuk sudut φ atau ϑ
(fanlike radiation diagram). Supaya bisa didapatkan
pengkonsentrasian energi di dua arah sudut (pencil-like radiation diagram) sering kali dipergunakan array dua dimensi, yang merupakan pengembangan array satu dimensi ke arah yang orthogonal dengannya.
14
Gambar 2.10 Yagi antena dengan 13 elemen
Gambar 2.11 Array dua dimensi Jenis antena yang menggunakan teknologi lain adalah antena horn, yang bisa dilihat di bawah ini. Antena horn menggunakan teknologi waveguide (pemandu gelombang yang berbentuk seperti pipa air). Untuk menghindari refleksi yang besar, pada bagian transisi waveguide-udara, bagian dari waveguide diperlebar, sehingga diharapkan gelombang akan diradiasikan pada apertur dari antena tersebut. Teknik lain dalam menggunakan waveguide sebagai antena adalah dengan membuat slot
15
(torehan/potongan/irisan) pada waveguide di bagian badannya. Sehingga gelombang elektromagnetik bisa merambat keluar dari waveguide kemudian merambat di udara. Gambar 2.14 adalah variasi slot antena dengan teknologi waveguide, yang sudah tersusun dalam bentuk array.
Gambar 2.12 Array 2 dimensi dengan elemen antena dipol
Gambar 2.13 Antena Horn
16
Salah satu contoh aplikasi penggunaan array dari antena slot pada sistim radar. Untuk lebih mengkonsentrasikan energi ke suatu orientasi tertentu seringkali dipergunakan reflektor sebagai tambahan untuk antena dipol ataupun horn. Di gambar 2.12 dapat dilihat antena dipol yang ditempatkan di depan reflektor datar akan menghasilkan pemancaran secara dominan hanya ke arah depan, dan sangat sedikit ke arah
belakangnya.
Gambar
2.15
menunjukkan
sebuah
antena
horn
yang
dikombinasikan dengan sebuah reflektor parabola untuk menerima sinyal dari satelit.
Gambar 2.14 Array dengan elemen dasar antena slot
Gambar 2.15 Antena Horn dengan Reflektor Parabola
17
Jenis antena yang dibuat dengan teknologi yang lebih berbeda lagi dengan kedua teknologi di atas, adalah antena mikrostrip (gambar 2.16). Antena ini terbuat dari sebuah substrate dielektrika yang mempunyai lapisan metal di bawahnya dan di sebelah atasnya melalui proses etching atau litograhpy dibentuk suatu form profil tertentu, yang disebut juga patch (di bawah berupa segi empat dengan feed-nya), Antena ini diterapkan misalnya untuk aplikasi-aplikasi yang mementingkan aerodinamis dari suatu struktur, misalnya penggunaan antena pada roket, pesawat terbang, dan lain sebagainya. Di pembahasan ini, akan mempelajari bentuk dasar dari antena-antena tersebut di atas, karakteristik pancarnya, kelebihannya, variasinya dan aplikasi yang khas untuk setiap antena itu.
Gambar 2.16 Antena Microstrip 2.4
Teori Dasar Antena Antena (antenna atau areal) adalah perangkat yang berfungsi untuk
memindahkan energi gelombang elektromagnetik dari media kabel ke udara atau sebaliknya dari udara ke media kabel. Karena merupakan perangkat perantara antara media kabel dan udara, maka antena harus mempunyai sifat yang sesuai (match) dengan media kabel pencatunya. Prinsip ini telah diterangkan dalam saluran transmisi.
18
Dalam perancangan suatu antena, baberapa hal yang harus diperhatikan adalah : -
bentuk dan arah radiasi yang diinginkan
-
polarisasi yang dimiliki
-
frekuensi kerja,
-
lebar band (bandwidth), dan
-
impedansi input yang dimiliki.
Untuk antena yang bekerja pada band VLF, LF, HF, VHF dan UHF bawah, jenis antena kawat (wire antenna) dalam prakteknya sering digunakan, seperti halnya antena dipole 1/2λ, antena monopole dengan ground plane, antena loop, antena YagiUda array, antena log periodik dan sebagainya. Antena-antena jenis ini, dimensi fisiknya disesuaikan dengan panjang gelombang dimana sistem bekerja. Semakin tinggi frekuensi kerja, maka semakin pendek panjang gelombangnya, sehingga semakin pendek panjang fisik suatu antena. Untuk antena gelombang mikro (microwave), terutama SHF ke atas, penggunaan antena luasan (aperture antena) seperti antena horn, antena parabola, akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat pada umumnya. Karena antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik untuk memancarkan gelombang elektromagnetik
19
2.5
Radiasi Gelombang Elektromagnetik Struktur pemancaran gelombang elektromagnetik yang paling sederhana adalah
radiasi gelombang yang ditimbulkan oleh sebuah elemen arus kecil yang berubah-ubah secara harmonik. Elemen arus terkecil yang dapat menimbulkan pancaran gelombang elektromagnetik itu disebut sebagai sumber elementer. Jika medan yang ditimbulkan oleh setiap sumber elementer di dalam suatu konduktor antena dapat dijumlahkan secara keseluruhan, maka sifat-sifat radiasi dari sebuah antena tentu akan dapat diketahui. Timbulnya radiasi karena adanya sumber yang berupa arus bolak-balik ini diketahui secara matematis dari penyelesaian gelombang Helmhotz. Persamaan Helmholtz tidak lain merupakan persamaan baru hasil penurunan lebih lanjut dari persamaan-persamaan Maxwell dengan memasukkan kondisi lorentz sebagai syarat batasnya. Dari hasil penyelesaian persamaan differrensial Helmholtz dengan menggunakan dyrac Green’s function, ditemukanlah bahwa potensial vektor pada suatu titik yang ditimbulkan oleh adanya arus yang mempunyai distribusi arus J adalah − jβ R
Az =
∫∫∫
− jβ r − r 1
je j dv1 = ∫ e dv1 1 4π R 4π r − r v1
dimana : Az = vektor potensial pada arah z J = kerapatan arus β = bilangan gelombang (2π/λ)
(2.1)
20
R = jarak titik pengamatan P dengan suber elementer v’ = sumber elementer.
Volume Sumber v’ z
J
R = r’ - r
P
r’
Titik pengamat r 0
y
x
Gambar 2.17 vektor – vektor di dalam sistem radiasi
Persamaan di atas berlaku umum untuk segala bentuk sumber dan di dalam semua sistem koordinat, sehingga untuk mencari medan yang ditimbulkan oleh bermacam-macam bentuk dapat dipilih sistem koordinat yang paling sesaui dengan bentuk antena. Dengan diketahui potensial vektor A dari suatu sistem, maka medan magnet H dan medan listrik E yang dipancarkan oleh sumber itu akan dapat diketahui pula. Untuk medan magnet H dapat diperoleh dari persamaan : H=∇xA
(2.2)
21
Sedangkan medan listrik E dapat diperoleh dari salah satu bentuk persamaan Maxwell
∇xH =J+jωεE
(2.3)
Sehingga medan listrik E untuk daerah di dalam konduktor sumber adalah : E =
1 jωε
(∇ x H – J)
(2.4)
Dan untuk daerah di luar konduktor di mana J = 0, maka medan listrik E dari persamaan menjadi : E =
1 jωε
∇x H
(2.5)
Apabila elemen sumber dan medana radiasinya berada di dalam koordinat bola, maka arah propagasi gelombangnya akan searah dengan vektor jari-jarinya. Sedangkan medan listrik dan medan magnet hanya mempunyai komponen θ atau φ, yang dalam ruang bebas akan berlaku :
Hφ
Dengan
:
=
η =
Iθ
η
µ ε
dan
Hθ
=
Eφ
η
( impedansi intrinsik medium)
(2.6)
22
z Pr Eφ θ
€
R
Eθ
y O
φ
x Gambar 2.18 Vektor medan dan poynting vektor pada koordinat bola
2.6
Pola Radiasi Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah pernyataan grafis yang
menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai fungsi arah. Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila yang digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power pattern) apabila yang digambarkan poynting vektor. Untuk dapat menggambarkan pola radiasi ini, terlebih dahulu harus ditemukan potensial Dalam koordinat bola, medan listrik E dan medan magnet H telah diketahui, keduanya memiliki komponen vetor θ dan φ. Sedangkan poynting vektornya dalam koordiant ini hanya mempunyai komponen radial saja.
23
Besarnya komponen radial dari poynting vektor ini adalah :
Pr = ½ Dengan
E
2
(2.7)
η
: |E| =
2
E0 + Eφ
2
(resultan dari magnitude medan listrik)
Eθ : komponen medan listrik θ Eφ : komponen medan listrik φ
η : impedansi ruang bebas
Untuk menyatakan pola radiasi secara grafis, pola tersebut dapat digambarkan dalam bentuk absolut atau dalam bentuk relatif. Maksud bentuk realtif adalah bentuk pola yang sudah dinormalisasikan, yaitu setiap harga dari pola radiasi tersebut telah dibandingkan dengan harga maksimumnya. Sehingga pola radiasi medan, apabila dinyatakan didalam pola yang ternormalisasi akan mempunyai bentuk F(θ,φ ) =
P(θ ,φ ) E(θ ,φ ) max
: (2.8)
Karena poynting vektor hanya mempunyai komponen radiasi yang sebenarnya berbanding lurus dengan kuadrat magnitudo kuat medannya, maka untuk pola daya apabila dinyatakan dalam pola ternormalisasi, tidak lain sama dengan kuadrat dari pola medan yang sudah dinormalisasikan itu. P(θ,φ ) = | F(θ,φ ) |
2
(2.9)
24
Seringkali juga pola radiasi suatu antena digambarkan dengan satuan decibel (dB). Intensitas medan dalam decibel didefinisikan sebagai : F(θ,φ ) dB = 20 log | F(θ,φ ) |
(dB)
(2.10)
Sedangkan untuk pola dayanya didalam decibel adalah : P(θ,φ ) dB = 10 log P(θ,φ )
= 20 log | F(θ,φ ) |
(2.11)
Jadi didalam decibel, pola daya sama dengan pola medannya. Semua pola radiasi yang dibahas di atas adalah pola radiasi untuk kondisi medan jauh. Sedangkan pengukuran pola radiasi, faktor jarak adalah faktor yang amat penting guna memperoleh hasil pengukuran yang baik dan teliti. Semakin jauh jarak pengukuran pola radiasi yang digunakan tentu semakin baik hasil yang akan diperoleh. Namun untuk melakukan pengukuran pola radiasi pada jarak yang benar-benar tak terhingga adalah suatu hal yang tak mungkin. Untuk keperluan pengukuran ini, ada suatu daerah di mana medan yang diradiasikan oleh antena sudah dapat dianggap sebagai tempat medan jauh apabila jarak antara sumber radiasi dengan antena yang diukur memenuhi ketentuan berikut:
r >
r >> D
2D 2
λ
dan r >> λ
(2.12)
25
Dimana : r : jarak pengukuran D : dimensi antena yang terpanjang λ : panjang gelombang yang dipancarkan sumber.
2.7
Side Lobe Level
Suatu contoh pola daya antena digambarkan dengan koordinat polar. Lobe utama (main lobe) adalah lobe yang mempunyai arah dengan pola radiasi maksimum. Biasanya juga ada lobe-lobe yang lebih kecil dibandingkan dengan main lobe yang disebut dengan minor lobe. Lobe sisi (side lobe) adalah lobe-lobe selain yang dimaksud. Secara praktis disebut juga minor lobe. Side lobe dapat berharga positif ataupun negatif. Pada kenyataannya suatu pola mempunyai harga kompleks. Sehingga digunakan magnitudo dari pola medan | F(θ) | atau pola daya | P(θ) | Ukuran yang menyatakan seberapa besar daya yang terkonsentrasi pada side lobe dibanding dengan main lobe disebut Side Lobe Level (SLL), yang merupakan rasio dari besar puncak dari side lobe terbesar dengan harga maksiumum dari main lobe. Side Lobe Level (SLL) dinyatakan dalam decibel (dB), dan ditulis dengan rumus sebagai berikut :
26
SLL = 20 log
Dengan
F( SLL ) F(maks )
dB
(2.13)
: F(SLL) : nilai puncak dari side lobe terbesar F(maks) : nilai maksimum dari main lobe
Untuk normalisasi, F(maks) mempunyai harga = 1 (satu).
2.8
Half Power Beam Width (HPBW)
HPBW adalah sudut dari selisih titik-titik pada setengah pola daya dalam main lobe, yang dapat dinyatakan dalam rumus sebagai berikut : HPBW = | θ HPBW left - θ HPBW right |
Dengan
(2.14)
θ HPBW left dan θ HPBW right : titik-titik pada kiri dan kanan dari main lobe
dimana pola daya mempunyai harga ½ . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.19. Ada juga dibutuhkan antena yang mempunyai pola radiasi broad side atau end fire. Suatu antena broad side adalah antena dimana pancaran utama maksimum dalam arah normal terhadap bidang dimana antena berada. Sedangkan antena end fire adalah antena yang pancaran utama maksimum dalam arah paralel terhadap bidang utama
27
dimana antena berada. Namun demikian ada juga antena yang mempunyai pola radiasi di mana arah maksimum main lobe berada diantara bentuk broad side dan end fire yang disebut dengan intermediate. Antena yang mempunyai pola radiasi intermediate banyak dijumpai pada phased array antenna. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.19
a) BROAD SIDE b) INTERMEDIATE
c) END FIRE
Gambar 2.19 Model pola radiasi
2.9
Direktivitas Antena
Satu gambaran penting dari suatu antena adalah seberapa besar antena mampu mengkonsentrasikan energi pada suatu arah yang diinginkan, dibandingkan dengan
28
radiasi pada arah yang lain. Karakteristik dari antena tersebut dinamakan direktivitas (directivity) dan power gain. Biasanya power gain dinyatakan relatif terhadap suatu referensi tertentu, seperti sumber isotropis atau dipole ½ λ. Intensitas radiasi adalah daya yang diradiasikan pada suatu arah per unit sudut dan mempunyai satuan watt. Intensitas radiasi, dapat dinyatakan sebagai berikut: U(θ,φ) = ½ Re (E x H*) r2 = Pr r2 U(θ,φ) = Um | F(θ,φ) |2
(2.15) (2.16)
Dimana : Pr Um | F(θ,φ) |2
=
kerapatan daya
=
intensitas maksimum
=
magnitudo pola medan normalisasi
Intensitas radiasi dari sumber isotropis adalah tetap untuk seluruh ruangan pada suatu harga U(θ,φ). Dan untuk sumber non isotropis, intensitas radiasinya tidak tetap pada seluruh ruangan tetapi suatu daya rata-rata per steradian, dapat dinyatakan sebagai berikut: Uave Dengan
=
1 4π
: d Ω = sin θ dθ dφ PT
PT
∫∫U (θ .φ )dΩ = 4π
: kerapatan daya total
(2.17)
29
Directive gain merupakan perbandingan dari intensitas radiasi pada suatu arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata, yang dinyatakan sebagai berikut :
U (θ .φ ) Uave
D(θ,φ) =
(2.18)
Dimana : U(θ,φ) = intensitas radiasi
Uave
= intensitas radiasi rata-rata
Jika pembilang dan penyebut dibagi dengan r2 maka akan diperoleh rasio kerapatan daya dengan kerapatan daya rata-rata. Dengan memasukkan persamaan 2.16 dan 2.17 kedalam persamaan 2.18 maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut :
D(θ ,φ ) =
Dengan
Um
F (θ ,φ ) = 2
4π ∫∫ (θ ,φ )dΩ 4
4π 2 F (θ ,φ ) ΩA
(2.19)
:
ΩA =
∫∫ F (θ .φ )
2
dΩ
(2.20)
Sedangkan direktivitas merupakan harga maksimum dari directive gain, yang dapat dinyatakan dengan : D =
2.10
Um 4π = U are Ω1
(2.21)
Gain Antena
Ketika antena digunakan pada suatu sistem, biasanya lebih tertarik pada bagaimana efisien suatu antena untuk memindahkan daya yang terdapat pada terminal
30
input menjadi daya radiasi. Untuk menyatakan ini, power gain (gain) didefinisikan sebagai 4π kali rasio dari intensitas pada suatu arah dengan daya yang diterima antena, dinyatakan dengan : G(θ,φ) = 4π
U (θ .φ ) Pm
(2.22)
Definisi ini tidak termasuk losses yang disebabkan oleh ketidaksesuaian impedansi (impedance missmatch ) atau polarisasi. Harga maksimum dari gain adalah harga maksimum dari intensitas radiasi atau harga maksimum dari persamaan (2.22), sehingga dapat dinyatakan kembali : G = 4π
Um Pm
(2.23)
Jadi gain dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari θ dan φ, dan juga dapat dnyatakan sebagai suatu harga pada suatu arah tertentu. Jika tidak ada arah yang ditentukan dan harga power gain tidak dinyatakan sebagai suatu fungsi dari θ dan φ, diasumsikan sebagai gain maksimum. Direktivatas dapat ditulis sebagai D = 4π
Um Pr
, jika dibandingakn dengan persamaan
(2.23) maka akan terlihat bahwa perbedaan gain maksimum dengan direktivitas hanya terletak pada jumlah daya yang digunakan. Direktivitas dapat menyatakan gain suatu antena jika seluruh daya input menjadi daya radiasi. Dan hal ini tidak mungkin terjadi karena adanya losses pada daya input. Bagian daya input (Pin) yang tidak muncul sebagai daya radiasi diserap oleh antena dan struktur yang dekat dengannya. Hal
31
tersebut menimbulkan suatu definisi baru, yaitu yang disebut dengan efisiensi radiasi, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : e =
Pr Pm
(2.24)
dengan catatan bahwa harga e diantara nol dan satu ( 0 < e < 1) atau ( 0 < e < 100%). Sehingga gain maksimum suatu antena sama dengan direktivitas dikalikan dengan efisiensi dari antena, yang dapat dinyatakan sebagai berikut : G = eD
(2.25)
Peersamaan di atas adalah persamaan yang secara teori bisa digunakan untuk menghitung gain suatu antena. Namun dalam prakteknya jarang gain antena dihitung berdasarkan direktivitas (directivity) dan efisiensi yang dimilikinya, karena untuk mendapatkan directivity antena memang diperlukan perhitungan yang tidak mudah. Sehingga pada umumnya orang lebih suka menyatakan gain maksimum suatu antena dengan cara membandingkannya dengan antena lain yang dianggap sebagai antena standard (dengan metode pengukuran). Salah satu metode pengukuran power gain maksimum terlihat seperti pada gambar 2.20 Sebuah antena sebagai sumber radiasi, dicatu dengan daya tetap oleh transmitter sebesar Pin. Pertama antena standard dengan power gain maksimum yang sudah diketahui (Gs) digunakan sebagai antena penerima seperti terlihat pada gambar 2.20a. Kedua antena ini kemudian saling diarahkan sedemikian sehingga diperoleh daya output Ps yang maksimum pada antena penerima. Selanjutnya dalam posisi yang sama antena standard diganti dengan antena yang akan dicari power gain-nya, sebagaimana terlihat pada gambar 2.20b. Dalam posisi ini
32
antena penerima harus mempunyai polarisasi yang sama dengan antena standard dan selanjutnya diarahkan sedemikian rupa agar diperoleh daya out put Pt yang maksimum. Apabila pada antena standard
sudah diketahui gain maksimumnya, maka dari
pengukuran di atas gain maksimum antena yang dicari dapat dihitung dengan P1 Gs Ps
Gt =
(2.26)
Atau jika dinyatakan dalam decibel adalah : Gt (dB) = Pt (dB) - Ps (dB) + Gs (dB) Pin
(2.27) Ps
Gs
(a)
Pin
Pt Gt
(b)
Gambar 2.20 Metode pengukuran gain antena dengan antena standard
(a) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena standartd (Ps) (b) Pengukuran daya output yang diterima oleh antena yang di test (Pt)
33
2.11
Impendansi Antena
Impedansi input suatu antena adalah impedansi pada terminalnya. Impedansi input akan dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek yang dekat dengannya. Untuk mempermudah dalam pembahasan diasumsikan antena terisolasi. Impedansi antena terdiri dari bagain riil dan imajiner, yang dapat dinyatakan dengan : Zin
= Rin + j Xin
(2.28)
Resistansi input (Rin) menyatakan tahanan input. Daya dapat berubah melalui dua cara, yaitu karena panas pada struktur antena yang berkaitan dengan perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali. Reaktansi input (Xin) menyatakan daya yang tersimpan pada medan dekat dari antena. Disipasi daya rata-rata pada antena dapat dinyatakan sebagai berikut : Pin = ½ R | Iin |2
(2.29)
Dimana : Iin : arus pada terminal input Faktor ½ muncul karena arus didefinisikan sebagai harga puncak. Daya disipasi dapat diuraikan menjadi daya rugi ohmic dan daya rugi radiasi, yang dapat ditulis dengan : Pin = Pohmic + Pr Dimana : Pr : ½ Rin | Iin |2 Pohmic = ½ Rohmic | Iin |2
(2.30)
34
Sehingga definisi resistansi radiasi dan resistansi ohmic suatu antena pada terminal input adalah : Rin =
2 Pr Pm
Rohmic =
(2.31a)
2
2(Pm − Pr ) Pm
2
(2.31b)
Resistansi radiasi merupakan relatif terhadap arus pada setiap titik antena. Biasanya digunakan arus maksimum, dengan kata lain arus yang digunakan pada persamaan 2.30 adalah arus maksimum. Sifat ini sangat mirip dengan impedansi beban pada teori rangkaian. Antena dengan dimensi kecil mempunyai reaktansi input besar, sebagai contoh dipole kecil mempunyai reaktansi kapasitif dan loop kecil mempunyai reaktansi induktif, Untuk memaksimumkan perpindahan daya dari antena ke penerima, maka impedansi antena haruslah conjugate match (besarnya resistansi dan reaktansi sama tetap berlawanan tanda).
2.12
Refleksi
Pantulan energi gelombang akan terjadi jika terjadi impedansi yang tidak teratur atau bertahan, beban tidak sama dengan impedansi karakteristik saluran. Jika hal ini tidak terpenuhi maka akan terjadi pemantulan energi yang dipancarkan atau diterima, faktor refleksi bisa dihitung dengan
ΓL
=
−
e1 e1
=
Zin − Z 0 Zin + Z 0
(2.32)
35
Dengan
:
-
e L = tegangan pantul e
+
L=
tegangan datang
Zin = impendansi input antena Z0 = impedansi saluran transmisi
Refleksi gelombang akan maksimum jika saluran terbuka atau hubung singkat dan refleksi menjadi nol jika ZR = Zo Koefisien Refleksi ( r / k )
K =
Vr Vj
(2.33)
Vj = tegangan dating ( incident wave ) Vr = tegangan pantul ( reflected wave ) r = k = koefisiensi refleksi Atau :
k=
Ir Ij
Ir = ants pantul ( reflected current ) Ij = arus datang ( incident current )
(2.34)
36
Persamaan dasar untuk tegangan dan arus disembarang titik saluran :
V=bl -px+al px
I=
(2,35)
b − px a l − 0 l − px 0 Z Z
(2.36)
Jika y adalah jarak yang diukur dari ZR maka :
V=bl px+al –px
I=
(2.37)
b px a − px l − l Z0 Z0
(2.38)
Dimana x = -y Pada terminasi ZR : y = 0, V = VR dan I = IR , jika dimasukan ke persamaan diatas didapatkan :
Vr = b + a dan IR =
b a b−a − = atau IR Z0 = b – a Z0 Z0 Z0
Sehingga :
b=
VR − I R Z 0 2
a=
VR − I R Z 0 2
k=
Vr Vj
(2.39)
37
k=
al − px a atau k = l − 2 px px b bl
(2.40)
Pada terminal ZR , y = 0 a a Maka : k = l 0 → k = b b
Jika a dan b dari persamaan semula dimasukan akan didapat :
k=
VR − I R .Z 0 VR + I R .Z 0
(2.41)
Dengan membagi pembilang dan penyebut dengan IR dan menganti ZR pada
VR IR
VR − Z 0 IR didapat : k = VR + Z 0 IR
(2.42)
Jika : ZR dan Z0 diketahua maka k dapat di cari melalui rumus dibawah ini atau dengan pembacaan smith chart..
k=
ZR − Z0 ZR − Z0
(2.43)
Sedangkan Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), dinyatakan sebagai berikut VSWR =
1+ Γ 1− Γ
Dalam prakteknya VSWR harus bernilai lebih kecil dari 2 (dua).
(2.44)
38
2.13
Polarisasi Antena
Polarisasi antena didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik yang diradiasikan oleh antena pada arah tertentu. Jika jalur dari vektor medan listrik maju dan kembali pada suatu garis lurus dikatakan berpolarisasi linier. sebagai contoh medan listrik dari dipole ideal. Jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran. Frekuesnsi putaran radian adalah ω dan terjadi satu dari dua arah perputaran. Jika vektornya berputar berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan (right hand polarize) dan yang searah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kiri (left hand polarize). Suatu gelombang yang berpolarisasi ellip untuk tangan kanan dan tangan kiri. Secara umum polarisasi berupa polarisasi ellips, seperti pada gambar 2.21 dengan suatu sistem sumbu referensi. Gelombang yang menghasilkan polarisasi ellip adalah gelombang berjalan sepanjang sumbu z yang perputarannya dapat ke kiri dan ke kanan, dan vektor medan listrik sesaatnya, e mempunyai arah komponen ex dan ey sepanjang sumbu x dan sumbu y. Harga puncak dari komponen-komponen tersebut adalah E1 dan E1.
39
y ξ
E2
τ
γ
ζ E1
X
Gambar 2.21 Polarisasi ellips secara umum
Sudut γ menyatakan harga ralatif dari E1 dan E2, dapat dinyatakan sebagai berikut :
y = arctan
E1 E2
(2.45)
Sudut kemiringan ellips τ adalah sudut antara sumbu x dengan sudut utama ellips. δ adalah fase, dimana komponen y mendahului komponen x. Jika komponennya sefase (δ =0), maka vektor akan berpolarisasi linier. Orientasi dari polarisasi linier tergantung tergantung harga relatif dari E1 dan E2, jika : E1 = 0 maka terjadi polarisasi linier vertikal E2 = 0 maka terjadi polarisasi linier horisontal E1 = E2 maka terjadi polarisasi linier membentuk sudut 450
40
Untuk memaksimumkan sinyal yang diterima, maka polarisasi antena penerima haruslah sama dengan polarisasi antena pemancar. Dan kadang terjadi antara antena penerima dan pemancar berpolarisasi berbeda. Hal ini akan mengurangi intensitas sinyal yang diterima. Sebuah antena dapat memancarkan energi dengan polarisasi yang tidak diinginkan, yang disebut polarisasi silang (cross polarized). Polarisasi silang ini menimbulkan side lobe yang mengurangi gain. Untuk antena polarisasi linier, polarisasi silang tegak lurus dengan polarisasi yang diinginkan dan untuk antena polarisasi lingkaran, polarisasi silang berlawanan dengan arah perputarannya yang diinginkan. Ini biasa yang disebut dengan deviasi dari polarisasi lingkaran sempurna, yang mengakibatkan polarisasinya berubah menjadi polarisasi ellips. Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan pada main lobe. Tetapi polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan polarisasi main lobe.
2.14
Bandwidth Antena
Pemakaian sebuah antena dalam sistem pemacar atau penerima selalu dibatasi oleh daerah frekuensi kerjanya. Pada range frekuensi kerja tersebut antena dituntut harus dapat bekerja dengan efektif agar
dapat menerima atau memancarkan
gelombang pada band frekuensi tertentu. Pengertian harus dapat bekerja dengan efektif adalah bahwa distribusi arus dan impedansi dari antena pada range frekuensi tersebut benar-benar belum banyak mengalami perubahan. Sehingga pola radiasi yang sudah direncanakan serta VSWR yang dihasilkannya masih belum keluar dari batas. Daerah
41
frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik dinamakan bandwidth antenna. Misalkan sebuah antena bekerja pada frekuensi tengah sebesar fC, namun antena juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 ( di atas fC), maka lebar bandwidth dari antena tersebut adalah (f1 – f2). Tetapi apabila dinyatakan dalam persen, maka bandwidth antena tersebut adalah : BW
=
f 2 − f1 x 100 % fc
(2.46)
Bandwidth yang dinyatakan dalam persen seperti ini biasanya digunakan untuk menyatakan bandwidht antena-antena yang memliki bandwidth kecil (narrow band). Sedangkan untuk bandwidht yang lebar (broad band) biasanya digunakan definsi rasio antara batas frekuensi atas dengan frekuensi bawah. BW
=
f2 f1
(2.47)
Suatu antena digolongkan sebagai antena broad band apabila impedansi dan pola radiasi dari antena itu tidak mengalami perubahan yang berarti untuk f2 / f1 > 1. Batasan yang digunakan untuk mendapatkan f2 dan f1 adalah ditentukan oleh harga VSWR = 1. Bandwidth antena sangat dipengaruhi oleh luas penampang konduktor yang digunakan serta susunan fisiknya (bentuk geometrinya). Misalnya pada antena dipole, antena akan mempunyai bandwidth yang semakin lebar apabila penampang konduktor yang digunakannya semakin besar. Demikian pula pada antena yang mempunyai
42
susunan fisik yang berubah secara perlahan, biasanya antena akan menghasilkan pola radiasi dan impedansi input yang berubah secara perlahan terhadap perubahan frekuensi (misalnya pada antena biconical, log periodic, dan sebagainya). Selain daripada itu, pada jenis antena gelombang berjalan (tavelling wave) ternyata ditemukan lebih lebar range frekuensi kerjanya daripada antena resonan.
43