BAB II TEORI DASAR
2.1
Keandalan dan Gangguan Sistem Tenaga Listrik
Tujuan dari sistem tenaga listrik adalah untuk membangkitkan energi listrik lalu kemudian mentransmisikan dan mendistribusikannya ke jaringan luas. Dalam konteks ini, penaksiran atau pengukuran keandalan sistem menjadi suatu hal yang penting. Kata keandalan disini digunakan untuk mengekspresikan kemampuan sistem untuk menjalankan fungsinya dengan baik. Pengertian keandalan sendiri didefinisikan sebagai peluang dari suatu peralatan untuk beroperasi seperti yang direncanakan dengan baik dalam suatu selang waktu tertentu dan berada dalam suatu kondisi operasi tertentu. Pengertian ini dapat dibahas dari empat faktor yang mendukungnya, yaitu a) Probabilitas Peluang atau probabilitas dipergunakan untuk menentukan secara kuantitatif dari suatu keandalan. Kegagalan ataupun kesuksesan dari suatu peralatan merupakan sesuatu yang acak yang dapat ditentukan dari historis peralatan tersebut pada masa lalu. Hal yang sama juga dapat dilihat dari beban sistem tersebut. Perkiraan beban ditentukan dari historis dimasa lampau dan dengan tambahan perkiraan pertumbuhan beban untuk masa depan. b) Unjuk kerja Unjuk kerja (performance) dari suatu peralatan merupakan kriteria kegagalan dari suatu peralatan dalam melakukan tugasnya. Hal ini ditentukan dari standar-standar tertentu yang telah ditentukan, misalnya variasi tegangan atau variasi frekuensi. c) Selang waktu pengamatan Selang waktu pengamatan merupakan total waktu yang diamati pada suatu peralatan atau komponen sistem tenaga. Untuk peninjauan dari sistem tenaga biasanya menggunakan periode satu tahun. Peninjauan-peninjauan yang dilakukan terhadap peralatan dinilai dalam ukuran per tahun dan
6
dianggap berlaku selama satu tahun, meskipun pengambilan datanya dilakukan dalam selang waktu lebih dari satu tahun. Oleh karena itulah, maka perhitungan keandalan dinilai dalam ukuran per tahun. d) Kondisi operasi. Kondisi operasi merupakan kondisi dimana suatu peralatan beroperasi. Kondisi operasi suatu peralatan dapat berbeda-beda. Misalnya suatu generator beroperasi dibawah kondisi operasi tegangan lebih, atau suatu peralatan listrik pasangan luar yang akan meningkat laju kegagalannya jika beroperasi pada suatu daerah yang banyak terjadi petir. Oleh sebab itu penilaian kelakuan suatu peralatan ataupun komponen listrik tidak dapat dipisahkan dari kondisi operasinya. Pengertian gangguan juga diperlukan untuk lebih didefinisikan. Gangguan adalah keadaan komponen/sistem/peralatan jika tidak dapat melaksanakan fungsi sebenarnya akibat dari suatu atau beberapa kejadian yang berhubungan langsung dengan komponen/sistem/peralatan tersebut. Meskipun suatu komponen atau peralatan dalam sistem tenaga listrik mengalami gangguan, belum tentu hal ini dapat menyebabkan terganggunya pelayanan seperti pemutusan. Yang tergolong gangguan dalam sistem tenaga dapat didefinisikan secara umum adalah segala sesuatu yang belum tentu dapat diramalkan yang dapat menyebabkan subsistem pembangkit atau subsistem transmisi harus dikeluarkan dari sistem oleh suatu sistem proteksi karena jika dilanjutkan akan dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah. Gangguan ini dapat dibedakan menjadi dua : a. Gangguan paksa Gangguan paksa adalah gangguan yang disebabkan oleh kondisi darurat yang berhubungan langsung dengan komponen/sistem/peralatan yang mengakibatkan komponen/sistem/peralatan harus dipisahkan dari sistem oleh suatu sistem proteksi secara otomatis atau manual oleh manusia. b. Gangguan terencana Gangguan
terencana
adalah
gangguan
yang
menyebabkan
komponen/sistem/peralatan dikeluarkan dari sistem, hal ini biasanya
7
dilakukan untuk perawatan komponen/sistem/peralatan tersebut yang telah direncanakan. Ukuran dari keandalan dapat dinilai dari beberapa aspek, misalnya rata-rata waktu operasi, probabilitas terjadinya gangguan pada suatu simpul beban tertentu, perkiraan kerugian akibat tidak tersalurkannya energi listrik ke simpul beban, dan lain sebagainya. 2.2 Dasar Teori Probabilitas Pengertian eksperimen statistik berkaitan dengan suatu proses mengenai obyek tertentu, yang hasilnya diamati secara sistematis. Proses tersebut merupakan sejumlah pengulangan percobaan atas obyek yang bersangkutan, dengan kondisi percobaan yang sama. Misalkan dari n eksperimen statistik, kejadian E terjadi nE kali, maka probabilitas terjadinya E kira-kira adalah nE/n dengan notasi P[E]. lim
~
…………………..……..(2.1)
Persamaan diatas mengandung pengertian bahwa untuk n yang sangat besar P[E] dapat dianggap stabil. Pendekatan berdasarkan pengertian tadi disebut frekuensi relatif, yang banyak diterapkan di bidang teknik (berdasarkan keadaan data pada masa lalu). Seluruh keluaran (outcome) yang dapat terjadi dari suatu eksperimen merupakan elemen-elemen himpunan semesta. Yang dimaksud dengan peristiwa adalah himpunan bagian dari S yang terdiri dari elemen-elemen yang memenuhi syaratsyarat tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Peristiwa-peristiwa tersebut mungkin dapat terjadi, mungkin tidak dapat terjadi. Kembali pada persamaan (2.1) , harga P[E] merupakan ukuran sampai sejauh mana kejadian E dapat terjadi. Secara singkat dikatakan, probabilitas terjadinya E adalah P[E]. Mengamati persamaan (2.1) dapat disimpulkan bahwa 0
8
keluaran yang terjadi. Untuk X ≤ x, dimana x adalah suatu bilangan nyata tertentu, probabilitas terjadinya ditentukan oleh x yang dijadikan patokan, jadi merupakan fungsi x. Fungsi probabilitas ini disebut fungsi distribusi probabilitas kumulatif. Fx*(x) = P [X ≤ x] ……………………………(2.2a) Oleh karena probabilitas pada persamaan (2.2a) bersifat kumulatif maka : 0 ≤ Fx*(x) ≤ 1 ∞ ∞
lim
0
lim
1
Untuk variabel acak yang diskrit : ∑
……………………...(2.2b)
dengan : px(x) = fungsi distribusi probabilitas = P[X=xi] = 0 untuk x ≠ xi Untuk suatu variabel acak yang berkesinambungan, fungsi lain yang menyatakan probabilitas adalah fungsi kerapatan probabilitas fx(x) yang dinyatakan sebagai : lim∆
∆ ∆
Fx(x).∆x ≈ P [x ≤ X ≤ x+ ∆x] ………………...(2.3) Untuk seluruh x : 1 ……………………………..(2.4) Sedangkan dari definisi Fx*(x) dapat dicari hubungan Fx*(x) sebagai : ……………………..(2.5a) Atau : ……………………………..(2.5b)
2.2.1 Momen ke-nol dan pertama Setiap nilai dari variabel acak diskrit memiliki besar probabilitas, misalkan pada pelemparan sebuah koin sebanyak tiga kali dimana variabel acak x didefinisikan sebagai jumlah kepala (head) yang keluar, maka angka 2 dari variabel acak x (HHT, HTH, THH) memiliki besar probabilitas 3/8 karena semua elemennya X adalah = (TTT, TTH, THT, HTT, HHT, HTH, THH, HHH).
9
Untuk dapat menuliskan semua besar probabilitas dari suatu variabel acak x, sering kali menjadi lebih mudah apabila dituliskan dengan menggunakan rumus tertentu dimana rumus ini harus merupakan fungsi dari nilai-nilai x dan dinotasikan sebagai g(x), h(x) atau bentuk fungsi lainnya. Suatu fungsi f(x) merupakan distribusi probabilitas dari variabel acak diskrit x apabila untuk setiap harga x didapatkan : •
F(x) ≥ 0
•
∑
1
Nilai rata-rata atau nilai yang diharapkan dari setiap variabel acak dapat dicari dengan mengalikan setiap nilai dari variabel acak dengan masing-masing harga probabilitasnya dijumlahkan. ∑
………………………………(2.6)
dengan : E(x) : nilai yang diharapkan x
: variabel acak
f(x)
: distribusi probabilitas
Jika variabel acak x dinyatakan dengan fungsi g(x), maka nilai yang diharapkan dapat ditulis dengan : ∑
……………………….(2.7a)
Beberapa sifat dari nilai yang diharapkan adalah : 1. Jika g(x) = ax konstan, maka E(ax) = aE(x) 2. Jika g(x) = ax + b, maka E(ax + b) = aE(x) + b 3. E(g1(x) + g2(x)) = E(g1(x)) + E(g2(x)) Jika g(x) = xk, maka E(xk) menyatakan momen ke-k dari variabel acak x, maka :
Untuk k = 0, E(x0) = ∑
……………………….(2.7b)
disebut momen ke-nol
Untuk k = 1, E(x1) = ∑
.
…….………………(2.7c)
disebut momen pertama Momen pertama ini merupakan nilai yang diharapkan dari variabel acak x dan akan digunakan sebagai dasar untuk menghitung permintaan daya awal (UD awal = Unserved Demand).
10
2.3 Konsep Keandalan 2.3.1 Penjelasan Umum Pengertian keandalan didefinisikan sebagai peluang dari suatu peralatan untuk beroperasi seperti yang direncanakan dengan baik dalam suatu selang waktu tertentu dan berada dalam suatu kondisi operasi tertentu. Pengamatan terhadap suatu komponen sistem tenaga dalam selang waktu tertentu, misalnya satu tahun, menghasilkan pengertian ketersediaan (availablility) dan ketidaktersediaan (unavailability). Ketersediaan adalah perbandingan antara total waktu suatu komponen dalam suatu selang waktu tertentu ketika beroperasi seperti yang direncanakan dengan baik dan berada dalam kondisi operasi tertentu dengan waktu total pengamatan. Ketidaktersediaan adalah perbandingan antara waktu total suatu komponen tidak beroperasi dengan waktu total pengamatan. Jika dalam pengamatan suatu komponen selama 8760 jam, didapatkan waktu total bekerja suatu komponen dengan baik adalah selama 8500 jam, maka ketersediaan komponen tersebut adalah 8500 jam/tahun. Sedangkan ketidaktersediaan dari komponen tersebut adalah 260 jam/tahun. Jika diperhatikan, maka terdapat hubungan yang sangat erat antara keandalan dan ketersediaan suatu komponen. Ketersediaan adalah hal khusus dari keandalan suatu komponen atau peralatan sistem tenaga. 2.3.2
Fungsi Umum Keandalan
Dari suatu percobaan terhadap sejumlah peralatan, maka kurva masa hidup dari suatu peralatan bisa didapatkan. Setiap peralatan mempunyai masa hidup yang dapat ditentukan melalui kurva ini.
11
Gambar 2.1 Kurva masa hidup
N
: Jumlah peralatan pada saat t = 0
Nf (t)
: Jumlah peralatan
yang gagal pada saat t
Ns (t) : Jumlah peralatan yang masih hidup pada saat t Nf (t) + Ns (t) = N Maka keandalan suatu komponen dapat dinyatakan: R(t) = =
Ns(t ) N N − Nf (t ) Nf (t ) = 1− N N
R(t) = 1- Q(t) ………………………………….(2.8)
Dengan Q(t) adalah peluang terjadinya kegagalan sampai waktu t =
Nf (t ) N
Laju perubahan kegagalan adalah:
dR(t ) 1 dNf (t ) =− ⋅ ………………………...(2.9) dt N dt
dNf (t ) dt
: laju perubahan kegagalan terhadap waktu.
dNf (t ) 1 dQ(t ) ⋅ = = f (t ) dt N dt
: fungsi kepadatan probabilitas
Tingkat keandalan suatu saat (laju kegagalan) adalah:
12
dNf dNf dt N λ (t) = dt = Ns N Ns dQ (t ) f (t ) = ……………………….(2.10) = dt R(t ) R (t )
Dari persamaan (2.2) dan (2.3) didapatkan laju kegagalan:
λ (t ) = − Kemudian
dengan
dR (t ) 1 ...................................(2.11) ⋅ dt R (t )
mengintegralkan
fungsi
kepadatan
probabilitas
(f(t))
didapatkan: t
∫ 0
t
f (t ) = Q (t ) = ∫ − 0
dR (t ) dt
R (t )
=
∫ − dR(t ) 1
= 1- R(t) ………………………………(2.12) Pada saat t = 0, yaitu pada awal peninjauan, maka R(0) = 1 yang menunjukan seluruh peralatan sedang bekerja dengan baik. Hasil ini sama dengan persamaan (2.10). Dari persamaan (2.12) R(t) = 1-Q(t) Sedangkan dari persamaan (2.10) didapatkan
λ (t )dt =
dQ(t ) …………………………….(2.13) 1 − Q(t )
Dengan mengintegralkan dari nol sampai t kedua sisi, maka didapatkan: t
t
0
0
∫ λ (t )dt = − ln(1 − Q(t ))∫ t
− ∫ λ (t ) dt = ln 0
(1 − Q (t )) (1 − Q (0))
⎡ t ⎤ 1 − Q (t ) = exp ⎢− ∫ λ (t ) dt ⎥ …………………..(2.14) ⎣ 0 ⎦
Dengan memasukan (2.12) ke persamaan (2.14) maka didapatkan:
13
⎡ t ⎤ R(t) = exp ⎢− ∫ λ (t )dt ⎥ …………………..….(2.15) ⎣ 0 ⎦
Persamaan (2.15) adalah fungsi umum dari keandalan. Dalam hal ini, fungsi keandalan dan laju kegagalan adalah fungsi dari waktu. Jika diasumsikan bahwa fungsi kegagalan tidak bergantung pada waktu, maka:
λ (t ) = λ Dari persamaan (2.10) dan (2.14) akan didapatkan fungsi kepadatan probabilitas
f (t ) = λe − λt Oleh karena itu, dari (2.10) didapatkan R (t ) =
f (t ) λ (t )
= e −λt …………………………………...(2.16) Persamaan terakhir ini menunjukan bahwa suatu laju kegagalan yang konstan akan mengakibatkan variabel acak waktu untuk gagal memiliki fungsi kepadatan distribusi eksponensial. Dari historis suatu peralatan, maka bisa didapatkan data tentang kegagalan peralatan tersebut. Variabel acak dari kegagalan didekati dengan kegagalan ratarata dalam setahun. Kemudian didapatkan suatu hubungan antara laju kegagalan terhadap waktu yang dikenal sebagai kurva bathtub.
Gambar 2.2 Kurva bathub
Kurva ini menggambarkan laju kegagalan yang menurun pada waktu kurang dari t1, laju kegagalan yang konstan diantara t1 dan t2, dan laju kegagalan yang meningkat pada waktu lebih dari t2. Pada periode pertama dikenal sebagai perode
14
debugging. Kegagalan yang timbul diakibatkan karena resiko kesalahan pada pemasangan alat, kesalahan manufakturing ataupun kesalahan disain peralatan. Periode kedua disebut sebagai periode usefull life atau periode peralatan beroperasi secara normal. Disini, laju kegagalan konstan dan kegagalan disini terjadi secara acak dan tidak dapat diperkirakan. Periode ketiga disebut periode wearout. Pada periode ini, laju kegagalan meningkat karena terjadinya penurunan kinerja peralatan yang diakibatkan penuaan peralatan tersebut. Sebelum mencapai masa ini, peralatan dapat digantikan atau dilakukan pemeliharaan kembali agar peralatan tetap dapat beroperasi pada daerah operasi normal.
2.3.3
Model Probabilitas Unit-Unit Pembangkit
Karena keandalan suatu sistem tenaga elektrik tergantung pada keandalan sistem pembangkitan, maka sistem pembangkitan sangat penting fungsinya dalam penyediaan tenaga listrik. Sistem pembangkitan itu terdiri dari berbagai jenis unit pembangkit yang kesemuanya mempunyai angka kegagalan acak. Unit-unit pembangkit diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Unit pemikul beban dasar Unit-unit pemikul beban dasar dioperasikan dengan faktor kapasitas yang sangat tinggi (90% sampai 95%) 2. Unit pemikul beban menengah Unit-unit pemikul beban menengah dioperasikan dengan faktor kapasitas antara 30% hingga 75%. 3. Unit pemikul beban puncak Untuk unit-unit pemikul beban puncak biasanya hanya dipakai selama permintaan beban puncak saja dengan faktor kapasitas antara 5% hingga 10%. Unit-unit pemikul beban menengah dan beban puncak biasanya komponenkomponennya didesain untuk waktu operasi di bawah waktu kerja penuhnya. Jika dioperasikan melebihi waktu yang telah ditentukan, maka akan menaikkan biaya perawatannya.
15
Karena masing-masing unit mempunyai kegagalan acak selama beroperasi, maka untuk menentukan gangguan acak atau menentukan ketersediaan dari unit-unit pembangkit diperlukan suatu fungsi kerapatan probabilitas yang menggambarkan probabilitas yang mana suatu unit akan gagal atau akan sukses selama periode operasi. Satuan pembangkitan dapat menempati keadaan state “up” atau “down”, atau dalam kata lain “available” atau “not available”
Gambar 2.3 Model dua atate suatu komponen
m
: durasi komponen beroperasi (TTF)
r
: durasi perbaikan komponen (TTR)
Keadaan state “up” adalah keadaan ketika komponen beroperasi dan state “down” adalah keadaan ketika suatu komponen sedang dalam keadaan tidak beroperasi. Selang waktu antara T0 dan T1 atau T2 dan T4 adalah waktu beroperasi dari peralatan tersebut dan merupakan durasi dari state “up”. Sedangkan selang waktu antara T1 dan T2 atau T4 dan T5 adalah waktu perbaikan dari komponen tersebut dan merupakan durasi state “down”. Durasi dari state “up” disebut juga Time To Failure (TTF) sedangkan durasi dari state “Down” disebut Time To Repair. Jika dalam suatu pengamatan terdapat n kali suatu komponen mengalami kegagalan, maka nilai waktu perbaikan rata-rata (MTTR) adalah: n
MTTR = r =
∑r i =1
i
n
dimana r = waktu perbaikan rata-rata ri = waktu perbaikan yang diamati untuk siklus ke-i n = jumlah siklus
16
Sedangkan waktu gagal rata-rata (MTTF) adalah: n
MTTF = m =
∑m i =1
i
n
dimana m = waktu gagal rata-rata m i = waktu gagal yang diamati untuk siklus ke-i n = jumlah siklus
Sedangkan waktu rata-rata antar kegagalan (MTBF) adalah: MTBF = MTTF + MTTR
Parameter-parameter seperti laju kegagalan yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya secara praktis dapat dihitung dari pengertian waktu gagal rata-rata yaitu:
λ=
1 MTTF
Laju perbaikan dapat ditentukan besarnya seperti halnya laju kegagalan yaitu:
µ=
1 MTTR
Dari kedua parameter ini, maka dapat ditentukan ketersediaan (availablility) dan ketidaktersediaan (unavailability) yaitu: Availabili ty =
µ µ + λ ……………………......(2.17)
Unavailabi lity =
λ λ + µ ……………………...(2.18)
Jadi ketersediaan dinyatakan melalui perbandingan lamanya pengamatan. Dalam hal waktu pemeliharaan yang tidak diabaikan, pengertian ketersediaan masih merupakan gambaran keandalan, mengingat sering dan lamanya pemeliharaan menyatakan sampai sejauh mana suatu satuan pembangkit mampu beroperasi sebagaimana yang diinginkan. Apabila pemeliharaan satuan-satuan pembangkit cenderung bersifat acak dalam hal peninjauan dilakukan per tahun, maka ketersediaan merupakan pernyataan yang efektif untuk menilai probabilitas tersedianya satuan-satuan pembangkit selama setahun.
17
Apabila peninjauan dilakukan selama selang-selang waktu pada saat mana satuan pembangkit tidak sedang menjalani pemeliharaan, maka keandalan dinyatakan dengan laju gangguan paksa (FOR = Forced Outage Rate); μ Dengan notasi-notasi memiliki pengertian yang sama dengan notasi-notasi pada persamaan (2.17) dan (2.18). Untuk satuan pembangkit yang masing-masing dimisalkan memiliki ketidaktersediaan qi, maka berbagai keadaan yang mungkin dinyatakan dengan :
2.4 Keandalan Ketersediaan Daya Ada beberapa indeks yang menentukan seberapa andal sistem tenaga listrik. Indeks yang akan dibahas dan digunakan dalam tugas akhir ini adalah probabilitas kehilangan beban (LOLP) dan besarnya kehilangan energi (Unserved Energy). Probabilitas kehilangan beban adalah probabilitas yang menyatakan besar kehilangan beban dikarenakan kapasitas pembangkitan yang tersedia (Availability Capacity) sama atau lebih kecil dari pada beban sistem. Yang dimaksud kapasitas pembangkitan yang tersedia adalah kapabilitas dikurangi kapasitas gangguan. Dengan kata lain, kehilangan beban akan terjadi bila kapasitas gangguan lebih besar dari pada kapasitas cadangan (reserve capacity). Indeks keandalan probabilitas kehilangan beban dinyatakan dalam besaran hari pertahun, yang berarti sejumlah hari yang mungkin terjadi pertahunnya, dimana kapasitas gangguan akan sama atau lebih besar pada kapasitas cadangan. Jadi nilai tersebut merupakan resiko tahunan yang dihadapi sistem pembangkitan dalam melayani beban. Unserved energy menunjukkan besar energi yang hilang sehubungan dengan kapasitas gangguan yang lebih besar daripada kapasitas cadangan atau kapasitas tersedia lebih kecil daripada permintaan beban maksimumnya. Nilai probabilitas kehilangan energi dinyatakan dalam MW-jam/tahun, yang menunjukkan besarnya
18
energi yang hilang sehubungan dengan kapasitas gangguan yang lebih besar daripada kapasitas cadangan. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menghitung besarnya kedua indeks tersebut. Namun dalam tugas akhir ini sendiri metode yang akan digunakan hanya dua metode saja, yaitu :
Metode Rekursive
Metode Segmentasi
2.4.1 Indeks Keandalan LOLP Unit-unit pembangkit bertugas menyediakan daya dalam sistem tenaga listrik, agar beban dapat dilayani. Dilain pihak unit pembangkit setiap waktu bisa mengalami gangguan sehingga tidak beroperasi. Jika gangguan ini terjadi pada saat yang bersamaan atas beberapa unit pembangkit yang besar, maka ada kemungkinan bahwa daya tersedia dalam sistem berkurang sedemikian besarnya sehingga tidak cukup untuk melayani beban. Maka dalam keadaan tersebut terpaksa dilakukan pelepasan beban, atau terpaksa sistem kehilangan beban, terjadi pemadaman dalam sistem. Besarnya cadangan daya tersedia yang bisa diandalkan tergantung kepada FOR unit-unit pembangkit. Dimana makin kecil FORnya makin tinggi jaminan yang didapat, sebaliknya makin besar FORnya makin kecil jaminan yang didapat. Beban berubah-ubah sepanjang waktu, maka forced outage yang berlangsung pada saat-saat beban puncak akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap cadangan daya tersedia dibandingkan dengan forced outage yang berlangsung pada saat-saat beban rendah. Forced outage yang diketahui
dapat memberikan perhitungan kemungkinan
terjadinya pemadaman dalam sistem atau sering pula disebut sebagai kemungkinan sistem “kehilangan beban”. Kemungkinan kehilangan beban ini merupakan resiko yang dihadapi dalam mengoperasikan sistem tenaga listrik dan perlu diformulasikan. Untuk dapat memformulasikan hal ini maka kurva beban sistem sebagai fungsi saat perlu ditransformasikan menjadi kurva lama beban (load duration curve),
19
kurva yang menggambarkan lamanya setiap nilai beban berlangsung, seperti yang ditunjukkan dibawah ini.
Gambar 2.4 Kurva lama beban dan daya tersedia dalam sistem
Gambar diatas menunjukkan kurva lama beban dan garis daya terpasang serta garis-garis daya tersedia. Selisih antara garis daya terpasang dengan garis daya tersedia tanpa forced outage adalah disebabkan adanya pengeluaran unit pembangkit dari sistem yang direncanakan untuk keperluan pemeliharaan dan perbaikan (planned outage). Dalam gambar 2.4, garis daya tersedia tanpa forced outage f1, kemungkinan terjadinya P1, memberikan cadangan C1 yang selalu positif. Namun, garis daya tersedia dengan forced outage f2, kemungkinan terjadinya P2, memberikan cadangan C2 yang memungkinkan pemotongan garis kurva lama beban, menimbulkan pemadaman/kehilangan beban, selama waktu t. Yang disebut “Kemungkinan Kehilangan Beban” atau dalam bahasa Inggris disebut Loss of Loss Probability dan biasanya disingkat dengan LOLP adalah perkalian P2 x t. Jadi secara umum : LOLP = p x t ……………………………….(2.19) LOLP sebenarnya merupakan risiko yang dihadapi dalam operasi, dalam gambar diatas digambarkan sebagai berapa jauh garis daya tersedia boleh menurun karena
20
pemeliharaan maupun forced outage dalam kaitannya terhadap pemotongan kurva lama beban. LOLP biasa dinyatakan dalam hari pertahun. Makin kecil nilai LOLP berarti garis daya tersedia harus makin kecil kemungkinannya memotong garis kurva lama beban, ini berarti bahwa daya terpasang harus makin tinggi serta juga FOR harus semakin kecil, dengan perkataan lain diperlukan investasi yang lebih besar dan juga kualitas pembangkit yang lebih baik. Untuk suatu sistem tertentu jumlah jumlah pembangkitnya tertentu, dapat dihitung kemungkinan terjadinya forced outage untuk KW dan MW tertentu. Apabila beban sistem ini naik tetapi unit pembangkitnya tidak ditambah, maka LOLP = p x t , akan bertambah besar. Hal ini terlihat pada gambar 2.4, yaitu suatu sistem dengan daya terpasang Pi kemungkinannya untuk menyediakan daya sebesar P adalah p.
Gambar 2.5 Pengaruh kenaikan beban sistem dalam kaitannya dengan LOLP
Apabila beban puncak sistem = B1 dengan t = t1, dan apabila beban puncak naik menjadi B2 dan seterusnya menjadi B3, maka nilai t juga naik menjadi t2 dan seterusnya. Dengan menggunakan persamaan (2.19) kita dapatkan: LOLP1 = p x t1, untuk beban puncak B1 LOLP2 = p x t2, untuk beban puncak B2 LOLP3 = p x t3, untuk beban puncak B3 Probabilitas kehilangan beban adalah metode yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keandalan dari suatu sistem pembangkit dengan mempertimbangkan
21
kemungkinan terjadinya peristiwa sistem pembangkit tidak dapat mensuplai beban secara penuh. Secara umum didefinisikan sebagai jumlah harapan (dalam hari) selama suatu periode waktu tertentu (dalam hari) dimana kapasitas tersedia (availability capacity) sistem tidak dapat menjumpai beban puncak harian. Kapasitas tersedia sistem adalah kapasitas terpasang dikurangi kapasitas gangguan sistem. Dalam evaluasi keandalan ini, nilai LOLP dinyatakan dalam besaran hari per tahun, yang berarti sejumlah hari yang mungkin terjadi dalam setiap tahun, dimana kapasitas tersedia sistem tidak dapat menjumpai beban puncak-beban puncak harian. Jadi nilai tersebut merupakan resiko tahunan (annual risk) yang dihadapi sistem pembangkitan dalam melayani beban. Perhitungan
indeks
LOLP
dilakukan
dengan
kombinasi
antara
kurva
kelangsungan beban puncak dengan tabel probabilitas kapasitas gangguan. 2.4.1.1 Probabilitas Kapasitas Gangguan Apabila suatu sistem pembangkitan mempunyai satuan-satuan pembangkitan dengan koefisien gangguan (outage rate = qi) serta koefisien kerja (service rate = pi), dengan anggapan bahwa koefisien gangguan paksa satuan-satuan pembangkit merupakan kejadian-kejadian acak yang tidak saling bergantungan maka probabilitas gangguan sistem pembangkitan yang terdiri atas n satuan pembangkitan adalah sebagai berikut. ∏
(pi + qi) = (p1 + q1)(p2 + q2) …. (pn + qn) = 1 = p1 p2… pn + p1 p2… pn-1 qn + p1 p2… qn-1 pn + p1 p2… pn-2 qn-1qn + q1q2… qn ……………………………(2.20)
Misalkan untuk 3 satuan pembangkit, maka ∏
(pi + qi) = (p1 + q1)(p2 + q2)(p3 + q3) = 1 = p1 p2 p3 + p1 p2 q3 + p1 p3 q2 + p2 p3 q1 + p1 q2 q3 + p2 q1 q3 + p3 q1 q2 + q1 q2 q3 = 1
22
dimana : pkqn
: probabilitas pembangkit ke-k bekerja, pembangkit ke-n terganggu
p1 p2 p3 : probabilitas ketiga pembangkit bekerja p1 p2 q3 : probabilitas pembangkit ke-1 dan ke-2 bekerja, pembangkit ke-3 terganggu q1 q2 q3 = probabilitas ketiga pembangkit terganggu Untuk sistem pembangkitan yang terdiri atas 3 satuan pembangkit ada 8 kondisi gangguan yang mungkin terjadi. Untuk n satuan pembangkit akan terdapat 2n kondisi gangguan yang mungkin terjadi dan besarnya probabilitas kapasitas gangguan kumulatif dapat dihitung sesuai dengan teori probabilitas. Probabilitas kapasitas gangguan kumulatif : P ≥ xi diartikan sebagai jumlah kemungkinan untuk kondisi kapasitas gangguan lebih besar atau sama dengan xi .
2.4.1.2 Persamaan Rekursif Perhitungan probabilitas kapasitas gangguan kumulatif mudah dilakukan dengan menggunakan persamaan (2.20) untuk sistem yang terdiri atas sedikit satuan pembangkit. Tetapi untuk sistem pembangkitan yang terdiri atas banyak satuan pembangkit misalnya 15 satuan, maka akan terdapat 215 macam kondisi gangguan yang mungkin terjadi. Hal seperti ini membutuhkan ketelitian dan waktu yang lama jika dihitung dengan tangan. Untuk mempercepat perhitungannya diselesaikan dengan persamaan rekursif. Perhitungan dilakukan dengan cara bertahap yaitu ditambahkan satuan pembangkit satu per satu dan pada setiap penambahan dibuat tabel baru yang diperoleh dari tabel sebelumnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut P(x) = P’(x).(1- q) + P’ (x – c). q …………..(2.21) dimana : x
: kapasitas gangguan
q
: koefisien gangguan paksa satuan pembangkit yang ditambahkan
c
: kapasitas terpasang satuan pembangkitan yang ditambahkan
P’ (x) : probabilitas gangguan x sebelum penambahan satuan pembangkit
23
P (x) : probabilitas kapasitas gangguan x setelah penambahan satuan pembangkit Jika (x – c) ≤ 0, maka P (x – c) =1 dan pada tabel mula-mula P(0) =1 serta untuk x > 0 Æ P (x) = 0 2.4.1.3 Perhitungan Indeks Keandalan LOLP Misalkan suatu sistem pembangkitan mempunyai kurva lama beban seperti pada gambar 3.3 dan x1 x2, …, xn-1, xn adalah kapasitas gangguan yang diperoleh dari kombinasi satuan-satuan pembangkit yang ada dalam sistem pembangkitan tersebut. Sedangkan dn adalah interval waktu antara titik-titik potong kurva lama beban dengan berturut-turut xn-1 dan xn.
Gambar 2.6 Kurva lama beban dengan interval dn
Untuk beban-beban yang berada dalam interval dn, kehilangan beban akan terjadi bila kapasitas gangguan lebih besar dari xn-1, maka hasil kali Pn.dn adalah probabilitas kehilangan beban selama seluruh periode yang disebabkan oleh kapasitas gangguan yang sama atau lebih besar dari xn-1, Dengan memperhatikan semua kapasitas gangguan yang terjadi, dengan P1.d1, P2.d2, P3.d3, …. berturutturut adalah kehilangan beban yang disebabkan oleh kapasitas gangguan yang sama atau lebih besar dari x0, x1, x2, …, maka jumlah dari probabilitasprobabilitas tersebut merupakan probabilitas kehilangan beban total (total loss of load probability) selama seluruh periode tn yang disebabkan oleh seluruh
24
kapasitas gangguan. Probabilitas kehilangan beban tersebut dirumuskan sebagai berikut; LOLP (tn ) = P1.d1 + P2.d2 + …. + Pn.dn …………(2.22a) LOLP (tn ) =∑
.
……………………………….(2.22b)
Untuk data beban puncak harian tersedia maka untuk menghitung nilai LOLP digunakan kurva lama beban puncak harian yang digambarkan dalam bentuk kurva tangga (step curve), seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.
Gambar 2.7 Kurva lama beban puncak harian
Dari persamaan (2.22) diperoleh : LOLP (tn ) = ∑
.
d1 = d2 = d3 = …. dn = 1 hari LOLP (tn ) = ∑
hari/periode ……………………………(2.23)
Pn = P(xn-1) = probabilitas kapasitas gangguan ≥ xn-1 xn-1 = C - Lj Pn = P(C - Lj) LOLP (tn ) = ∑
hari/periode ………………..(2.24a)
dimana : n
: jumlah hari dalam periode tn.
Lj
: beban puncak pada hari ke j.
25
C
: kapasitas terpasang
P (C – Lj) : probabilitas kapasitas gangguan kumulatif pada hari ke-j Nilai resiko tahunan (LOLP) diperoleh dengan cara menjumlahkan LOLP dari setiap periode dalam tahun tersebut, dan diperoleh : =∑
LOLP
∑
,
hari/tahun ……….(2.24b)
dimana : m
= jumlah periode dalam satu tahun
ni
= jumlah hari dalam periode ke i.
Li,j
= beban puncak pada hari ke-j dari periode ke-i
Ci
= kapasitas terpasang pada periode ke-i
Pi (x)
= probabilitas kapasitas gangguan ≥ x pada periode ke-i
Pi (x)
= Pi (Ci – Li,j)
2.4.2 Energi Elektrik yang Belum Dipenuhi Probabilitas kehilangan energi menunjukkan besarnya energi yang hilang, sehubungan dengan kapasitas gangguan yang lebih besar daripada kapasitas cadangan, atau kapasitas tersedia lebih kecil daripada permintaan beban maksimumnya. Dalam penentuan besarnya probabilitas kehilangan energi ini digunakan kurva lama beban puncak perjam atau dapat pula dengan menggunakan kurva lainnya. Suatu sistem pembangkitan yang mempunyai kurva lama beban sebagai berikut :
Gambar 2.8 Kurva lama beban
26
Luas daerah yang diarsir (An) merupakan besarnya energy yang hilang, yang disebabkan terjadinya gangguan sebesar xn. Jika probabilitas kapasitas gangguan sebesar xn dinyatakan dengan Pn, maka hasil An x Pn adalah probabilitas kehilangan energi yang disebabkan oleh kapasitas gangguan sebesar xn. Dengan menjumlahkan probabilitas kehilangan energy tersebut, maka akan diperoleh probabilitas kehilangan energi total, yang akan disebabkan oleh kapasitas gangguan x1, x2, …., xn. ∑
.
………………………..(2.25)
2.5 Metode Segmentasi Metode segmentasi adalah metode yang menerapkan fungsi kerapatan probabilitas beban sebagai hasil dari pensamplingan beban tiap periode waktu yang digunakan. Besar beban dalam teori segmentasi ini akan dinyatakan sebagai variabel acak, sedangkan waktu untuk masing-masing besar beban akan dinyatakan dengan distribusi probabilitas. Fungsi kerapatan probabilitas hasil pensamplingan beban ini lalu ini lalu dimasukkan ke dalam segmen-segmen kapasitas sisi pembangkitan untuk ditentukan momen ke-nol dan momen pertama. Metode ini didasarkan pada segmentasi seluruh unit pembangkit yang ada dalam sistem pembangkitan. Jika dimisalkan dalam sistem ada n unit pembangkit, masing-masing unit pembangkit mempunyai besar kapasitas berturut-turut P1, P2, P3, …..,Pn, maka besar kapasitas tiap segmen (PK) merupakan faktor kelipatan dari masing-masing unit pembangkit tersebut.
………(2.26a) ∑ ………………(2.26b) Jika dimisalkan ada 4 unit pembangkit sebagai berikut : Unit A = 2 MW Unit B = 6 MW Unit C = 8 MW
27
Unit D = 12 MW Maka besar kapasitas setiap segmen sebesar 2 MW dan jumlah segmen dari keempat unit tersebut adalah (2+6+8+12)/2=14. Langkah selanjutnya dalam menggunakan metode segmentasi ini adalah dengan mensampling beban sistem. Jumlah segmen yang digunakan tergantung dari kurva beban yang digunakan sebagai beban sistem. Misalkan untuk beban harian, maka beban tersebut dapat disampling setiap jam, sehingga jumlah sampling adalah 24, ataupun dapat disampling per setengah jam sehingga jumlah samplingnya menjadi 48. Selain kurva beban harian dapat pula digunakan kurva beban lainnya. Setelah ditentukannya jumlah segmen dan sampling beban, langkah selanjutnya adalah membentuk fungsi kerapatan probabilitas. Dari fungsi kerapatan probabilitas ini akan diperoleh unserved energy awal (kondisi dimana belum adanya unit pembangkit yang bekerja). Kemudian masing-masing unit pembangkit dimasukkan ke dalam sistem beban, hingga dapat dihitung besarnya energi elektrik yang diharapkan dari masing-masing unit-unit pembangkit tersebut, sehingga selanjutnya dapat diperoleh pula besar energi elektrik yang belum dipenuhi dan indeks keandalan probabilitas kehilangan beban 2.5.1 Sampling Beban Pada kurva beban harian (Gambar 2.10) terlihat bahwa pada jam 1 bebannya sebesar 50 MW, begitupun pada jam 2 dan jam 3. Oleh karena itu masing-masing besar beban tersebut dapat dinyatakan dengan fungsi kerapatan probabilitas sebagai berikut :
Beban (MW)
100
80
60
40
20
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Jam
28
Gambar 2.9 Kurva beban harian
Untuk : X = 50 MW, maka distribusi probabilitasnya f(x) = 6/24, dan untuk besar beban lainnya :
X = 30 MW Æ f(X) = 2/24
X = 40 MW Æ f(X) = 2/24
X = 60 MW Æ f(X) = 8/24
X = 70 MW Æ f(X) = 4/24
X = 80 MW Æ f(X) = 2/24
Dengan : X
: besar beban
f(x) : distribusi probabilitas Dari hasil diatas maka dapat dibentuk suatu fungsi kerapatan probabilitas beban harian seperti ditunjukkan pada Gambar 2.10.
Gambar 2.10 Fungsi kerapatan probabilitas beban harian
Permintaan yang belum dilayani (unserved demand) awal akan sama dengan momen pertama selama tidak ada unit pembangkit yang bekerja, dan besarnya adalah 1360/24 MW. Oleh karena itu besarnya energi yang belum dipenuhi akan sama dengan unserved demand dikalikan periode waktu peninjauan, dimana permintaan beban per-jamnya disampling. Untuk memperoleh besar unserved demand tersebut digunakan persamaan : ∑
.
dimana :
x adalah variabel acak (dalam hal ini besar beban)
f(x) adalah distribusi probabilitas
UD = (30 x 2/24)+(40 x 2/24)+(50 x 6/24)+(60 x 8/24)+(70 x 4/24)+(80 x 2/24)
29
= 1360/24. Dan besar unserved energy awal (energy elektrik yang belum dipenuhi selam belum ada unit pembangkit yang bekerja) adalah : UE awal = UD x T …………………………(2.27) Dimana T adalah periode waktu yang digunakan untuk sampling beban UE awal = 1360/24 x 24 = 1360 MWH/hari 2.5.2 Fungsi Kerapatan Probabilitas Beban Ekivalen Untuk mencari kerapatan beban ekivalen anggap unit pertama yang dibebani mempunyai FOR 0.1 dengan besar kapasitas 40 MW, dan selama angka kegagalan acak unit-unit pembangkit saling bebas (independent) dari sistem beban, maka akan dapat dibentuk fungsi kerapatan probabilitas beban ekivalen. Persamaan yang digunakan adalah persamaan : fbaru(x) = flama(x) (1 – q) …………………….(2.28) untuk x + c, f(x+c) =q. flama(x) ……………...(2.29) Dengan menggunakan persamaan (3.10), maka distribusi probabilitas dari setiap variabel acak (dalam hal ini besar beban) akan mengalami perubahan.
x1 = 30 MW Æ fbaru(x1) = [2(1-0.1)/24] = 1.8/24
x2 = 40 MW Æ fbaru(x2) = [2(1-0.1)/24] = 1.8/24
x3 = 50 MW Æ fbaru(x3) = [6(1-0.1)/24] = 5.4/24
x4 = 60 MW Æ fbaru(x4) = [8(1-0.1)/24] = 7.2/24
x5 = 70 MW, karena besar beban ini merupakan penjumlahan dari besar beban x1 dengan besar kapasitas unit pembangkit (30 + 40 = 70 MW), maka persamaan (2.29) juga digunakan dalam menghitung distribusi probabilitas baru ini, yaitu : fbaru(x) = flama(x)(1 – q) + q flama(x – c) …….(2.30) dengan : q
: FOR
c
: kapasitas unit pembangkit yang dimasukkan ke sistem
pembangkitan fbaru(x5) = [4(1-0.1)/24] + [0.1 (1/24)] = 3.7/24
x6 = 80 MW Æ fbaru(x6) = [2(1-0.1)/24] + [0.1 (2/24)] = 2/24
30
Untuk (x3 + c), maka f(90) = [0.1(6/24)] = 0.6/24
Untuk (x4 + c), f(100) = [0.1(8/24)] = 0.8/24
Untuk (x5 + c), f(110) = [0.1(4/24)] = 0.4/24
Untuk (x6 + c), f(120) = [0.1(4/24)] = 0.2/24
dari perhitungan di atas dapat digambarkan fungsi kerapatan probabilitas beban ekivalen, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Fungsi kerapatan probabilititas beban ekivalen
Dalam Gambar 2.11 dilukiskan suatu fungsi kerapatan probabilitas beban ekivalen setelah memasukkan unit pertama. Jelasnya bahwa untuk seluruh beban yang melebihi beban 40 MW akan termasuk unserved demand. Maka beban ekivalen sebesar 50 MW dengan probabilitas 5.4/24 dapat dinyatakan dengan unserved demand 10 MW dengan probabilitas yang sama, dimana unit beban dasar 40 MW ditambahkan. Dengan cara mengurangkan besar beban yang ada pada Gambar 2.12 di atas dengan kapasitas unit pembangkit yang dimasukkan ke sistem pembangkitan (dalam hal ini sebesar 40 MW), maka akan diperoleh fungsi kerapatan
probabilitas
unserved
demand
yang
memasukkan
pengaruh
penambahan unit pembangkit.
Untuk x3 besarnya menjadi 50 – 40 = 10 MW dengan distribusi probabilitas yang sama, yaitu f(x3) = 5.4
Untuk x4 menjadi 20
Untuk x5 menjadi 30
Untuk x6 menjadi 40
Untuk (x3 + c) menjadi x3 = 50
Untuk (x4 + c) menjadi x4 = 60
Untuk (x5 + c) menjadi x5 = 70
Untuk (x6 + c) menjadi x6 = 80
Dari perubahan besar beban, maka akan dapat diperoleh Gambar 2.12
31
Gambar 2.12 Fungsi kerapatan probabilitas unserved demand dengan pengaruh penambahan unit 40 MW
Dari Gambar 2.12 ini dapat dihitung besarnya permintaan daya (UD = Unserved Demand) setelah memasukkan unit pembangkit tadi, yaitu dengan menjumlahkan seluruh perkalian besar beban dengan nilai distribusi probabilitasnya. UD= [(5.4x10)+(7.2x20)+(3.7x30)+(2x40)+(0.6x50)+(0.8x60)+(0.4x70)+(0.2x80)]/24 = 511/24 MW Besar unserved energy setelah memasukkan unit pembangkit tadi dapat dihitung dengan mengalikan UD dengan periode waktu yang digunakan untuk sampling beban. UE unit = 1360/24 x 24 = 1360 MWH/hari Besarnya energy yang diharapkan dari unit pembangkit tadi (E unit) adalah : E unit = UE awal – UE unit = 1360 – 511 = 849 MWH/hari Jika beban disampling menjadi setengah jam, maka jumlah impulse akan bertambah. Hal ini tidak akan mempengaruhi efisiensi perhitungan. Momen kenol dan momen pertama memberikan seluruh informasi yang diperlukan dalam perhitungan LOLP, unserved demand dan unserved energy. LOLP sistem pembangkitan adalah probabilitas dimana beban ekivalen akan melebihi kapasitas terpasang dari sistem pembangkitan. Dari Gambar 2.12 LOLP sistem pembangkitan dapat dicari dengan menjumlahkan impuls yang tergantung pada kapasitas 40 MW, yaitu momen ke-nol dari unserved demand. Oleh karena
32
itu LOLP dapat dicari dari momen ke-nol ini setelah memasukkan seluruh unit pembangkit. Dalam kasus ini, dimana hanya satu unit pembangkit yang masuk pada sistem pembangkitan, maka besar LOLP adalah ; LOLP = 5.4 + 7.2 + 3.7 + 2 + 0.6 + 0.8 + 0.4 + 0.2 = 20.3 jam/hari = 308.73 hari/tahun 2.5.3 Contoh Kasus Penerapan Metode Segmentasi Misalkan ada tiga unit pembangkit, yaitu :
Kapasitas 50 MW, FOR = 0.02
Kapasitas 30 MW, FOR = 0.02
Kapasitas 10 MW, FOR = 0.01
Dari ketiga unit diatas, maka dapat dihitung besar kapasitas setiap segmen (PK), yaitu merupakan kelipatan terbesar dari ketiga unit diatas :
PK = 10 MW
Jumlah segmen = (50 + 30 + 10)/10 = 9
Masing-masing segmen mempunyai batas kemampuan, segmen pertama mempunyai batas kemampuan sebesar 10 MW, segmen kedua sebesar 20 MW, segmen ketiga 30 MW hingga segmen kesembilan sebesar 90 MW. Kemudian dari fungsi kerapatan probabilitas yang telah diperoleh seperti pada Gambar 2.11 akan dimasukkan ke dalam segmen-segmen di atas. Tabel 2.1 Momen ke-nol dan momen pertama
Segmen
Distribusi
Nilai rata-rata
ke -
probabilitas (m01)
variabel acak x (m11)
1
0
0
2
0
0
3
2
2 x 30 = 60
4
2
2x40 = 80
5
6
6x50 = 300
6
8
8x60 = 480
7
4
4x70 = 280
8
2
2x80 = 160
33
9
0
0
dengan :
m01 = momen ke-nol segmen ke-i
m11 = momen pertama segmen ke-i
Dari kelima segmen di atas (Gambar 2.13) dapat ditentukan total energi elektrik yang dibutuhkan oleh beban (UE awal), yaitu merupakan jumlah dari momen pertama. ∑
(2.31)
= 0 + 0 + 60 + 80 + 300 + 480 + 280 +160 + 0 = 1360 MWH/hari
Gambar 2.13 Konvolusi 3 Unit Pembangkit
Setelah momen ke-nol dan momen pertama dihitung, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pergeseran segmen-segmen tadi jika ada unit pembangkit yang dimasukkan ke sistem. Misalkan unit pertama yang dimasukkan sebesar 50 MW. FOR = 0.02, maka akan terjadi pergeseran segmen sebesar unit pembangkit yang dimasukkan. Momen kenol dari setiap segmen tadi tidak mengalami perubahan harga, sedangkan momen pertama akan berubah harga dengan : ………(2.32) Misalkan :
34
m03 = 2/24 m13 = (60/24) + (50 x 2/24) = 160/24 Jika N menyatakan jumlah segmen dari kapasitas terpasang sistem pembangkitan, maka jumlah momen ke-nol dan momen pertama yang diperlukan sebanyak (N+1). Oleh karena itu segmen kelima tersebut akan menyatakan jumlah momenmomen dari segmen keempat dan kelima Selanjutnya untuk memperoleh seperti pada Gambar 2.13c dilakukan cara-cara sebagai berikut : 1
………....(2.33)
1
……… (2.34)
Pada kasus ini yang dihitung hanya segmen keenam hingga segmen kesepuluh. Misalkan untuk contoh diatas : m06 = [8/24 x (1-0.02)]`+ [0 x FOR] = 7.84/24 m16 = [480/24 x (1-0.02)]`+ [0 x FOR] = 470.4/24 Dari Gambar 2.13c ini dapat dihitung besar energi yang diharapkan dari unit pertama yang dimasukkan. Untuk menghitungnya dilakukan dahulu perhitungan besarnya energy yang belum dipenuhi (UE unit 1) setelah memasukkan unit pertama (50 MW ; FOR = 0.02) sebagai berikut :
(2.35) dengan : y adalah jumlah segmen setelah mengalami pergeseran T adalah periode waktu yang digunakan untuk pensamplingan beban UE unit 1 = {[(470.4+274.4+160+3.6+44.4) – 50(7.84+3.92+2+0.04+0.4)]/24} x 24 = 242.8 MWH/hari
35
Maka besar energi elektrik yang diharapkan dari unit pertama (E unit 1) sebesar : 1
…(2.36)
Jika unit pertama yang dimasukkan, maka UE unit ke(i-1) merupakan UE awal. E unit 1 = 1360 – 242.8 = 1117.2 MWH/hari Jika unit kedua dimasukkan kedalam sistem, maka dapat dilakukan perhitungan seperti pada unit pertama, dengan catatan, kapasitas pergeserannya bukan sekedar kapasitas unit pembangkit yang baru dimasukkan, melainkan seluruh unit pembangkit yang ada dalam sistem. Besarnya energi elektrik yang belum dipenuhi setelah memasukkan unit kedua (UE unit 2) 30 MW ; FOR = 0.02 (gambar 2.12e) adalah : UE unit 2 = {[(17.64+56.976) – 80(0.196+0.5196)]/24} x 24 = 17.368 MWH/hari Energi elektrik yang diharapkan dari unit kedua (E unit 2) adalah : E unit 2 = UE unit 1- UE unit 2 E unit 2 = 242.8 – 17.368 = 225.432 MWH/hari Jika unit yang ketiga dimasukkan, maka besar energi elektrik yang belum dipenuhi (UE unit 3), seperti ditunjukkan pada gambar 2.12g adalah: UE unit 3 = {[(57.2239) – 90(0.52121)]/24} x 24 = 10.315 Sehingga besar energi elektrik yang diharapkan dari unit pembangkit ketiga (E unit 3) sebesar : E unit 3 = UE unit 2 - UE unit 3 = 17.368 - 10.315 = 7.054 MWH/hari Setelah ketiga unit pembangkit dimasukkan kedalam sistem maka dapat dihitung energi elektrik total yang diharapkan (E total unit), yaitu sebesar : 1 ………………..(2.37)
36
E total unit = 1117.2 + 225.432 + 7.054 = 1349.686 MWH/hari Besar energi yang belum dipenuhi setelah ketiga unit pembangkit bekerja (UE) adalah :
UE = 1360 – 1349.686 = 10.314 MWH/hari = 37646.61 MWH/tahun LOLP sistem pembangkitan merupakan momen ke-nol setelah memasukkan seluruh unit pembangkit. Untuk contoh diatas :
……………………(2.38) LOLP = 0.52121 jam/hari = 7.926 hari/tahun 2.6 Penambahan Kapasitas Efektif Sistem Pembangkit Perencanaan pengembangan kapasitas terpasang sistem pembangkit untuk mengantisipasi pertumbuhan beban dengan mempertahankan LOLP ditunjukan pada Gambar 2.14. Pada kurva pertama Gambar 2.14 terlihat LOLP sistem pembangkit sebelum penambahan unit pembangkit. Dengan penambahan unit pembangkit, maka sistem pembangkit mampu melayani penambahan beban sebesar kapasitas efektif unit pembangkit yang ditambahkan. Berdasarkan hal tersebut, kapasitas sistem pembangkit dapat dikembangkan untuk menghadapi pertumbuhan beban sehingga LOLP sistem pembangkit dapat dipertahankan. Pada perencanaan pengembangan sistem pembangkit, pertama diestimasi beban yang akan dilayani sistem pembangkit pada masa mendatang. Dari hasil peramalan beban tersebut, dihitung kapasitas efektif unit pembangkit yang harus ditambahkan untuk meningkatkan kapasitas efektif sistem pembangkit. Besarnya penambahan beban yang sanggup dilayani unit pembangkit yang ditambahkan dengan mempertahankan LOLP dikenal dengan istilah Effective Load Carrying Capability (ELCC) dari unit pembangkit tambahan.
37
Gambar 2.14 Kapasitas efektif penambahan pembangkit
2.6.1 Kapasitas Efektif Unit Pembangkit Kapasitas sistem pembangkit adalah besarnya beban yang dapat dilayani oleh sistem pembangkit tersebut. Kapasitas efektif sistem pembangkit merupakan penjumlahan kapasitas efektif unit pembangkit yang ada. Perubahan konfigurasi sistem pembangkit mengakibatkan berubahnya kapasitas efektif unit pembangkit, sehingga pada perencanaan penambahan unit pembangkit perlu diprediksi terjadinya perubahan kapasitas efektif unit pembangkit. Pendekatan untuk menentukan kapasitas efektif unit pembangkit dikemukakan oleh L.L Garver, dinyatakan pada persamaan : ln
1 ……….………(2.39)
dengan : = kapasitas efektif unit pembangkit C = kapasitas terpasang unit pembangkit q = laju gangguan paksa (FOR) unit pembangkit m = karakteristik resiko sistem pembangkit karakteristik resiko sistem pembangkit (m) didefinisikan sebagai kenaikan beban puncak tahunan yang menyebabkan resiko tahunan menjadi e (2,71…) kali
38
semula. Harga m suatu sistem pembangkit dapat diperkirakan dengan pendekatan persamaan :
…………………….………(2.40)
Dengan : Ci = kapasitas terpasang unit pembangkit i qi = laju gangguan paksa (FOR) unit pembangkit i n = jumlah unit pembangkit dalam sistem pembangkit 2.6.2 Prosedur Penentuan Kapasitas Efektif Tambahan Penentuan kemampuan efektif unit pembangkit yang ditambahkan pada sistem pembangkit dapat didekati dengan bantuan persamaan 2.39 dan 2.40 di atas. Di samping itu, kemampuan efektif unit pembangkit tambahan dapat ditentukan secara grafis dengan bantuan karakteristik LOLP terhadap beban puncak. Pertama sekali yang harus dilakukan dalam perencanaan pengembangan kapasitas efektif sistem pembangkit secara grafis adalah menentukan LOLP sistem pembangkit sebelum ditambah. Selanjutnya ditinjau LOLP sistem pembangkit disekitar beban puncak yang terjadi (misalnya 80% sampai 120%). Dari LOLP yang didapat, dibentuk kurva perubahan LOLP terhadap kenaikan beban puncak seperti Gambar 2.14 di atas. Tambahkan unit pembangkit, kemudian umpamakan terjadi kenaikan beban dan ditinjau kondisi beban sebelum penambahan unit pembangkit sampai kenaikan beban (misalnya 100% sampai 140%). Bentuk kurva LOLP terhadap beban puncak setelah penambahan unit pembangkit seperti gambar 2.14. Dari dua kurva gambar 2.14 diatas, pada LOLP sistem yang konstan didapatkan jarak antara dua kurva dan diproyeksikan pada beban sehingga jarak tersebut adalah besarnya kenaikan beban yang dapat didukung oleh penambahan kapasitas yang diberikan.
39
Sebaliknya untuk menentukan kapasitas tambahan unit pembangkit guna menghadapi pertumbuhan beban, dilakukan iterasi penambahan sampai tingkat beban yang diramalkan dapat dilayani.
40