BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue) Maupun keuntungan ( gain ). Definisi penghasilan menurut SAK dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan : Penghasilan ( income ) adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal ( PSAK Revisi 2009 ). Sedangkan menurut Undang - Undang Perpajakan RI Nomor : 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undnag - Undang Nomor : 36 Tahun 2008, penghasilan didefinisikan sebagai berikut : “ Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun”.
6
7
Disini
pajak
tidak
membedakan
antara
pendapatan
dan
penghasilan. Pada intinya jika ada tambahan kemampuan ekonomi yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk penambahan kekayaan wajib pajak itu sendiri. Undang – Undang Pajak memperlakukannya sebagai penghasilan. 2.1.2 Pengertian Pajak
Sejak pajak diperhitungkan sebagai salah satu pemasukan paling penting bagi sebuah negara, banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi pajak. Berikut sejumlah pendapat para ahli mengenai pajak :
1. Menurut P.J.A. Adriani (2000:120) Pajak merupakan iuran kepada Negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Yang artinya bahwa memasukan pajak sebagai suatu species ke dalam genus pungutan yang mempunyai fungsi sebagai budgeter. 2. Menurut Sommerfeld, (2001:87) Pajak merupakan suatu pengalihan sumber-sumber yang wajib di lakukan dari sektor swasta kepada sektor pemerintah berdasarkan peraturan tanpa suatu imbalan kembali yang langsung dan seimbang, agar pemerintah dapat melaksanakan tugastugasnya dalam menjalankan pemerintahan. 3. Menurut R. Santoso Brotodihadrjo, (2003:91) Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan public dari penduduk atau drai barang, untuk menutupi belanja pemerintah, yang artinya pajak merupakan suatu pemungutan dari masyarakat yang berguna untuk kepentingan Negara.
8
Jadi dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkanbahwa pajak adalah “Iuran wajib yang dibayarkan kepada negara yang dapat dipaksakan berdasarkan Undang - Undang dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan dipergunakan untuk pengeluaran – pengeluaran umum.” 2.1.3 Pengertian Pajak Penghasilan Ketentuan umum tentang pajak penghasilan menurut Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang – Undang ini disebut wajib pajak. Pengertian Pajak Penghasilan dari beberapa ahli : 1. Menurut Markus ( 2000:13 ), “Pajak Penghasilan adalah pajak yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak yang ini dikenakan atas penghasilan kena pajak perusahaan”. 2. Menurut Resmi (2002:22) , Pajak Penghasilan adalah sebagai suatu pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subyektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
9
2.1.4 Karakteristik Pajak Dari uraian pengertian dimuka, terdapat karakteristik atau ciri – ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu : 1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undnag – undang serta aturan pelaksanaannya. 2. Dalam
pembayaran
pajak
tidak
dapat
ditunjukkan
adanya
kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3. Pajak dipungut oleh negara, baik pemerintah pusat maupun daerah. 2.1.5 Fungsi Pajak Fungsi Pajak ada 2 antara lain : 1. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 2. Pajak dapat pula membiayai tujuan yang tidak budgeter, yaitu fungsi mengatur. Dalam sistem pemungutan pajak yang baru ini, masyarakat dan Wajib Pajak yang berperan utama dalam melakukan proses menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan kewajiban pajaknya sendiri.
10
2.1.6 Subyek Pajak dan Obyek Pajak 2.1.6.1 Subyek Pajak
Subjek pajak adalah pihak – pihak (orang maupun badan) yang akan dikenakan pajak dan yang dimaksud dengan objek pajak yaitu sesuatu yang dikenakan pajak atau dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak. Berdasarkan Undang – Undang Perpajakan No. 7 Tahun 1983 setelah diubah terakhir dalam Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, Yang menjadi Subyek Pajak Penghasilan seperti yang tercantum dalam Pasal 2 adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan mengganti yang berhak, badan, termasuk didalamnya Bentuk Usaha Tetap.
Subyek pajak dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Subjek pajak Dalam Negeri Adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Yang ditentukan sebagai berikut :
1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 bulan. Jangka waktu tersebut tidak harus dimulai dari bulan
11
januari atau awal tahun pajak tapi bisa jadi setelahnya, dan tidak harus secara berturut – turut 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan. 2. Badan yang didirikan atau berkedudukan di Indonesia. 3. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
b. Subjek pajak Luar Negeri Yang termasuk subjek pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 1. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada di indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia 2. Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau pun berada di indonesia namun tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
12
Perbedaan Subyek Pajak dalam negeri dan luar negeri terletak pada kewajibannya perpajakannya, antara lain :
a) Subyek
pajak
dalam
negeri
dikenakan
penghasilan dari Indonesia maupun
pajak
atas
dari luar Indonesia,
sedangkan Subyek pajak luar negeri hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari Indonesia. b) Subyek pajak dalam negeri dikenakan pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan subyek pajak luar negeri berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif sepadan.
Subyek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak ( SPT ) sebagai sarana penetapan pajak terutang satu tahun pajak, sedangkan Subyek pajak luar negeri tidak wajib menyerahkannya karena sudah dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
2.1.6.2 Subyek Pajak yang Dikecualikan Berdasarkan Undang – Undang Perpajakan No. 7 Tahun 1983 setelah diubah terakhir dalam Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, menyebutkan : 1. Yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
13
a.
Kantor perwakilan negara asing;
b.
Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya
tersebut
serta
negara
bersangkutan
memberikan perlakuan timbal balik; c.
Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 1. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan 2. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan
memberikan
pinjaman
dari
kepada
Indonesia
selain
pemerintah
yang
dananya berasal dari iuran para anggota; d. Pejabat-pejabat
perwakilan
organisasi
internasional
sebagaimana dimaksud pada huruf c, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan,
atau
pekerjaan
penghasilan dari Indonesia.
lain
untuk
memperoleh
14
2. Organisasi internasional yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2.1.6.3 Obyek Pajak Berdasarkan Undang – Undang Perpajakan No. 7 Tahun 1983 setelah diubah terakhir dalam Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, seperti yang tercantum dalam Pasal 4 menyebutkan : Obyek
Pajak
adalah
penghasilan,
yaitu
setiap
tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima termauk gaji, upah tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain oleh Undang - Undang PPh; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan; c. Laba usaha; d. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta;
15
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telh dibebankan sebagai biaya; f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena penjaminan utang; g. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, pembagian sisa dari hasil usaha koperasi; h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. Keuntungan karena pembebasan utang; l. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; m. Selisih lebih karena penilaian kembali aset; n. Premi asuransi; o. Iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas, sepanjang iuran tersebut ditentukan berdasarkan volume kegiatan usaha atau pekerjaan bebas anggotanya; p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
16
2.1.6.4 Obyek Pajak Yang Dikecualikan
Berdasarkan Undang – Undang Perpajakan No. 7 Tahun 1983 setelah diubah terakhir dalam Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008, seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat 3, Obyek Pajak yang dikecualikan adalah sebagai berikut :
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak,
yang
ketentuannya
diatur
dengan
atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, Sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
17
bersangkutan; 3. Warisan; 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa; 7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: 8. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan 9. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
18
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor. 10. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 11. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 12. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas sahamsaham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 13. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: 14. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 15. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 16. Beasiswa
yang
memenuhi
persyaratan
tertentu
yang
19
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 17. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 18. Bantuan
atau
santunan
yang
dibayarkan
oleh
Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
2.1.7 Pengeluaran – Pengeluaran Berkaitan dengan Penyusutan dan Amortisasi Serta Penentuan Nilai Persediaan a. Penyusutan Harta yang dapat disusutkan adalah harta berwujud yang dimiliki dan dipergunakan
dalam
perusahaan
atau
yang
dimiliki
untuk
mendapatkan, memperoleh, dan memelihara penghasilan, dengan masa manfaat lebih dari satu tahun , kecuali tanah. Metode
20
Penyusutan yang digunakan adalah Garis Lurus dan Saldo menurun / Nilai Buku. Tanah dapat disusutkan apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang karena penggunaanya untuk perusahaan genteng, batu merah dan sebagainya. b. Amortisasi Amortisasi dikenakan tehadap harta tak berwujud yang dipergunakan dalam usaha atau pekerjaan bebas dan pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun. Antara Lain : Biaya pra Operasi, Beban Ditangguhkan, Goodwill, Hak patent , dll. Untuk menentukan tariff amortisasi berdasarkan 2 metode , yaitu Metode Garis lurus dan Metode Saldo Menurun. c. Nilai Persediaan Persediaan barang nilai berdasarkan harga perolehan, sedangkan penilaian pemakaian persediaan untuk menghitung harga pokok hanya boleh dilakukan dengan metode rata – rata atau FIFO ( First in, First Out ) atau MPKP ( Masuk Pertama Keluar Pertama). Fifo mengandung suatu prinsip bahwa menganggap barang yang telah masuk terdahulu akan dikeluarkan terlebih dahulu juga. Atas dasar harga perolehan barang yang telah masuk terdahulu.
21
Menurut system akuntansi dan perpajakan bahwa persediaan dineraca ditentukan oleh nilai jumlah volume dan harga persatuan . dimana penilaian persediaan dipengaruhi oleh dua faktor yakni : 1. Biaya Perolehan Netto 2. Metode Penilaian Arus masuk / keluar barang.
2.1.8 Laporan Keuangan Menurut Akuntansi Laporan keuangan merupakan alat komunikasi antara perusahaan dengan pihak – pihak lain yang membutuhkan hak yang ada dalam perusahaan yaitu yang dibuat oleh pihak manajemen dengan tujuan untuk mempertanggungjawabkan tugas – tugas yang dibebankan kepadanya oleh pemilik perusahaan dan juga dapat digunakan untuk memenuhi tujuan lain yaitu sebagai laporan kepada pihak luar perusahaan. Ikatan Akuntansi Indonesia mendefinisikan laporan keuangan adalah sebagai berikut : “laporan keuangan adalah neraca, perhitungan laba rugi, serta segala keterangan yang dimuat dalam lampiran – lampirannya antara lain laporan sumber penggunaan data.” Laporan keuangan terbentuk dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas yang disusun serta menunjukkan posisi keuangan perusahaan pada suatu periode tertentu. Laporan keuangan merupakan hasil akhir dan proses ini diatur oleh prinsip akuntansi yang berlaku umum, dimana meliputi penetapan informasi yang akan dimasukkan,
bagaimana
pengorganisasiannya,
pengukurannya,
22
mengkombinasikan dan mengoreksi dan yang terakhir bagaimana menyajikan pada laporan keuangan. 2.1.9 Rekonsiliasi Fiskal atau Koreksi Fiskal Laba fiskal merupakan laba yang dihitung menurut undang – undang perpajakan, sedangkan laba komersial adalah laba yang dihitung berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan ( SAK ) sehingga menimbulkan laba yang berbeda. Apabila perusahaan menghitung laba berdasarkan SAK maka pada akhir tahun pajak diperlukan penyesuaian atau koreksi fiskal dari laba komersial ke laba fiskal. Oleh karena itu dengan tujuan kewajiban pajak penghasilan beban laba – rugi fiskal dijadikan sebagai basis penghitungan PPh Badan. Hal – hal yang menyebabkan timbulnya koreksi fiskal antara lain : 1. Adanya perbedaan konsep pendapatan,cara pengukuran pendapatan ,perbedaan konsep biaya,pengukuran biaya,cara pembebanan biaya atau alokasi biaya 2. Adanya penghasilan yang telah dipotong atau dikenakan pph final sehingga penghasilan tersebut harus di keluarkan dari laba rugi komersial ( di koreksi ). Perbedaan-perbedaan tersebut di bedakan dalam : a. Perbedaan tetap Merupakan perbedaan pengakuan suatu penghasilan atau biaya berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan dengan prinsip
23
akuntansi yang bersifat permanen, Dengan kata lain suatu penghasilan atau biaya tidak akan di akui untuk selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak (taxable income ). b. Perbedaan Waktu Merupakan perbedaan metode yang digunakan antara akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal. Perbedaan ini mengakibatkan pergeseran pengakuan penghasilan dan biaya antara satu tahun pajak ke tahun pajak yang lain, misalnya : 1.
Metode penyusutan dan Amortisasi
2.
Metode Penilaian persediaan
3.
Penyisihan piutang Tak tertagih
4.
Rugi – Laba selisih kurs.
Karena adanya perbedaan diatas maka diperlukan koreksi fiskal dengan tujuan untuk menyesuaikan laba akuntansi, dengan ketentuan perpajakan, sehingga diperoleh laba pajak atau laba fiskal. 2.1.10 Pengertian Pembukuan Seperti yang dijelaskan dalam pasal 1 angka 29 Undang - Undang Nomer 28 Tahun 2007, Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya,
24
serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba – rugi untuk periode tahun pajak tersebut 2.1.11 Sistem Pembukuan Didalam pembukuan dikenal 2 ( dua ) macam system, yaitu : 1. Sistem Pembukuan Tunggal ( Single Entry ) , yaitu system yang pada dasarnya mengatur pencatatan penerimaan dan pengeluaran. 2. Sistem Pembukuan Berpasangan ( Double Entry ) , yaitu system yang pada dasarnya menganut suatu teori bahwa harta sama dengan hutang ditambah dengan modal. 2.2 Penelitian Terdahulu Dalam penelitian sebelumnya Iva R ( 2009 ) dengan judul Perlakuan Akuntansi Pajak Penghasilan ( PPh ) dan Pengaruhnya Dalam Penyajian Laporan Keuangan Fiskal pada PT. Makmur Jaya Abadi Sidoarjo. Penelitian ini melakukan koreksi fiskal terdapat perbedaan tetap dan waktu pada laporan keuangan. Dalam penelitian ini tidak lagi dilakukan di perusahaan yang bergerak di bidang penjualan kertas tetapi diperusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan Sepeda motor dan Service baik sepeda yang beli di dealer ini atau tidak. Di dalam laporan keuangan UD. Terang Baru Motor terdapat biaya – biaya yang harus dikoreksi fiskal. Untuk perbedaan tetap ada biaya
25
sumbangan, dsn adanya pendapatan yang tidak dapat diakui sebagai pengurang karen apendapatan tersebut sudah dikenakan PPh final dan tidak dapat dikreditkan. Sedangkan untuk perbedaan waktu disebabkan adanya perbedaan tarif penyusutan aktiva tetap. Akibat perbedaan yang timbul dan perbedaan tetap dan perbedaan waktu tersebut, menghasilkan laba yang berbeda sehingga terdapat selisih laba sebelum pajak. Selain itu juga berpengaruh terhadap besarnya kewajiban pajak yang harus dibayar oleh UD.. Terang Baru Motor. Untuk PPh dan pembuatan Laporan Keuangan Fiskal yang sesuai dengan Undang – Undang No. 36 tahun 2008. Dari uraian diatas antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang terdapat persamaaan dan perbedaan, antara lain : 1. Persamaan dari penelitian ini adalah sama – sama menjelaskan mengenai koreksi fiskal dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan komersial. 2. Perbedaan dari penelitian ini adalah dari nama perusahaan yang diteliti, lokasi perusahaan yang diteliti dan dan jenis – jenis biaya yang dikoreksi.
26
2.3 Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Pengakuan Pendapatan & Beban
Laba / Rugi Komersial Koreksi Fiskal
Laba / Rugi Fiskal
PPh Terutang
Laporan Keuangan Fiskal
Neraca Fiskal
Sumber Data : Data Diolah
Laba/Rugi Fiskal (Setelah PPh)
27
Penjelasan dari Kerangka Konseptual diatas adalah : Data Laporan Laba Rugi Komersial disajikan atau dibuat berdasarkan dengan Pengakuan Pendapatan dan Beban yang didasari oleh Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 yang dipakai sebagai acuan dalam pembuatan Laporan Keuangan. Dengan perusahaan menerapkan Peraturan Undang – Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 sehingga harus diadakan koreksi fiskal. Karena adanya koreksi fiskal dihasilkannya Laporan Laba Rugi Fiskal yang digunakan untuk melakukan Perhitungan PPh Terutang. Dan PPh Terutang itu sendiri mempengaruhi Laporan Keuangan Fiskal yang meliputi Neraca Fiskal dan Laporan Laba Rugi Fiskal.