BAB II TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILTY)
A. Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Terminologi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bukanlah hal yang relative baru dalam dunia usaha, evolusi konsepnya sendiri sudah berlangsung pada beberapa dekade. Pada sisi lain istilah CSR sendiri juga mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan dunia usaha, politis dan pembangunan sosial serta hak asasi manusia (HAM). Selain itu terminologi CSR juga dipengaruhi oleh dampak globalisasi dan perkembangan teknologi informasi, dan semua itu akan mencerminkan pemahaman terhadap pengertian CSR dalam kontek lokal. 13 Corporate Social Responsibility dalam bahasa Indonesia dikenal dengan tanggungjawab sosial perusahaan sedangkan di Amerika, konsep ini seringkali disamakan dengan corporate citizenship. Pada intinya, keduanya dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, tanggungjawab sosial perusahaan diartikan pula sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat (lokal) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
13
Zaim Saidi, Sumbangan Sosial Perusahaan, Piramida, Jakarta, 2008, hal. 97
Universitas Sumatera Utara
Era globalisasi sering kali menjadi alasan untuk menjawab perubahan yang terjadi tanpa menyadari efek yang timbul dari globalisasi itu sendiri. Globalisasi sendiri berarti universal, di mana segala sesuatu nanti akan saling tergantung satu sama lain dan saling berintegrasi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi, politik, lingkungan dan budaya masyarakat. 14 Dalam dinamika masyarakat sendiri banyak fenomena yang muncul menjadi isu sosial, salah satunya adalah Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR). Tanggung jawab sosial atau social responsibiliy muncul dan berkembang sejalan dengan interelasi antara perusahaan dan masyarakat, yang sangat ditentukan oleh dampak yang timbul dari dari perkembangan dan peradaban masyarakat. Semenjak keruntuhan rezim diktatoriat Orde Baru, masyarakat semakin berani
untuk
beraspirasi
dan
mengekspresikan
tuntutannya
terhadap
perkembangan dunia bisnis Indonesia. Masyarakat telah semakin kritis dan mampu melakukan kontrol sosial terhadap dunia usaha. Hal ini menuntut para pelaku bisnis untuk menjalankan usahanya dengan semakin bertanggungjawab. Pelaku bisnis tidak hanya dituntut untuk memperoleh keuntungan dari lapangan usahanya, melainkan mereka juga diminta untuk memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sosialnya. Perubahan pada tingkat kesadaran masyarakat memunculkan kesadararan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang kita kenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). Pemahaman itu memberikan pedoman bahwa
14
Ibid, hal. 98.
Universitas Sumatera Utara
korporasi bukan lagi sebagai entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja sehingga ter-alienasi atau mengasingkan diri dari lingkungan masyarakat di tempat mereka bekerja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya. Bambang Rudito dan Melia Famiola menyebutkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (bukan hanya) perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan. 15 Lebih lanjut disebutkan bahwa tanggung jawab sosial berhubungan erat
dengan pembangunan
berkelanjutan", dimana ada argumentasi bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata hanya berdasarkan faktor keuangan belaka seperti halnya keuntungan atau deviden melainkan juga harus berdasarkan konsekwensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka panjang. 16 Menurut Baker, tanggung jawab sosial adalah bagaimana cara perusahaan mengelola proses bisnisnya untuk menghasilkan segala hal yang positif yang berpengaruh terhadap lingkungannya. Tanggung jawab sosial dapat dikatakan sebagai cara perusahaan mengatur proses produksi yang berdampak positif pada komunitas. Dapat pula dikatakan, sebagai proses penting dalam pengaturan biaya yang dikeluarkan untuk meraih keuntungan, baik internal (pekerja, shareholder), maupun eksternal (kelembagaan pengaturan umum, anggota-anggota komunitas, 15
Bambang Rudito dan Melia Famiola, Etika Bisnis dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia, Rekayasa Sains, Bandung, 2007, hal.42 16 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
kelompok komunitas sipil dan perusahaan lain). Esensi tanggung jawab sosial. Pada dasarnya, bentuk tanggung jawab sosial perushaan dapat beraneka ragam. Dari yang bersifat charity sampai pada kegiatan yang bersifat pengembangan komunitas (Community Development). 17 Menurut Andi Firman tanggung jawab sosial adalah suatu konsep yang bermaterikan tanggung jawab sosial dan lingkungan oleh perusahaan kepada masyarakat luas, khususnya di wilayah perusahaan tersebut beroperasi. Tanggung jawab sosial dapat berupa program yang memberikan bantuan modal kerja lunak bagi para petani, nelayan, pengusaha kecil, pemberian beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa terutama yang tidak mampu dan berprestasi, perbaikan infrastruktur jalan, gedung-gedung sekolah, sarana keagamaan dan olah raga, pendidikan dan pelatihan keperempuanan dan pemuda, serta pemberdayaan masyarakat adat. Termasuk pula memelihara kondisi alam agar tetap dalam kondisi yang sehat dan seimbang. Pada posisi demikian, perusahaan telah ikut serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Economic Growth) masyarakat dari segi ekonomis dan ekologis. 18 Menurut Bank Dunia tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama: perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keteribatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, 17
A. Martanti Dwifebri, 2007, “Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya ikut serta perbaiki perekonomian bangsa” diakses dari situs : http://72. 14.235.104/search?q=cache:HN9RRTtGGung J:www.isei.or.id/page.php%3Fid%,11/29/20 , diakses tanggal 21 April 2016 Pukul 10.00 Wib. 18 Yenni Mangoting, Biaya Tanggung Jawab Sosial sebagai Tax Benefit, diakses dari situs : Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi - Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting , diakses tanggal 21 April 2016 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan. 19 Dengan adanya tanggung jawab sosial sebenarnya perusahaan diuntungkan karena dapat menciptakan lingkungan sosial yang baik serta dapat menumbuhkan citra positif perusahaan, tentu hal ini dapat meningkatkan iklim bisnis bagi perusahaan. Yusuf Wibisono, CSR didifinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. 20 Suhandari M. Putri, mendifinisikan CSR adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis, sosial, dan lingkungan. 21 Baker menyebutkan bahwa ada dua model penerapan tanggung jawab sosial. Model tersebut adalah: 1. Model Amerika Tradisional. Model ini lebih bersifat filantropis/karitas. Pada model ini perusahaan mendapatkan laba sebesarbesarnya, melakukan pemenuhan kewajiban perpajakan dan menyumbangkan keuntungannya kepada masyarakat. 2. Model Eropa Modern. Model ini lebih integrative, memfokuskan diri pada bidang usaha utama perusahaan yang dijalankan dengan tanggung jawab terhadap masyarakat. 22
19
A. Martanti Dwifebri, Op.Cit. Yusuf Wibisono, Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility, Salemba Empat, Jakarta, 2007, hal. 10 21 Suhandari M. Putri, Schema CSR, Sinar Grafika, Jakarta 2007, hal.25 22 Ibid , hal.26 20
Universitas Sumatera Utara
CSR adalah basis teori tentang perlunya sebuah perusahaan membangun hubungan harmonis dengan masyarakat tempatan. Secara teoretik, CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para strategicstakeholdersnya, terutama komunitas atau masyarakat disekitar wilayah kerja dan operasinya. CSR memandang perusahaan sebagai agen moral. Dengan atau tanpa aturan hukum, sebuah perusahaan harus menjunjung tinggi moralitas. Parameter keberhasilan suatu perusahaan dalam sudut pandang CSR adalah pengedepankan prinsip moral dan etis, yakni menggapai suatu hasil terbaik, tanpa merugikan kelompok masyarakat lainnya. Salah satu prinsip moral yang sering digunakan adalah goldenrules yang mengajarkan agar seseorang atau suatu pihak memperlakukan orang lain sama seperti apa yang mereka ingin diperlakukan. Dengan begitu, perusahaan yang bekerja dengan mengedepankan prinsip moral dan etis akan memberikan manfaat terbesar bagi masyarakat. 23 Menilik sejarahnya, gerakan CSR modern yang berkembang pesat selama dua puluh tahun terakhir ini lahir akibat desakan organisasi-organisasi masyarakat sipil dan jaringannya di tingkat global. Keprihatinan utama yang disuarakan adalah perilaku korporasi, demi maksimalisasi laba, lazim mempraktekkan caracara yang tidak fair dan tidak etis, dan dalam banyak kasus bahkan dapat dikategorikan
sebagai
kejahatan
korporasi.
Beberapa
raksasa
korporasi
transnasional sempat merasakan jatuhnya reputasi mereka akibat kampanye dalam skala global tersebut. 24
23
Sambutan Menteri Negara Lingkungan Hidup pada Seminar Sehari "A Promise of Gold Rating : Sustainable CSR" diakses dari situs : http://www.menlh.go.id2/36, diakses tanggal 21 April 2016 Pukul 10.00 Wib. 24 Ibid
Universitas Sumatera Utara
Hingga dekade 1980-90 an, wacana CSR terus berkembang. Munculnya KTT Bumi di Rio pada 1992 menegaskan konsep sustainibility development (pembangunan berkelanjutan) sebagai hal yang mesti diperhatikan, tak hanya oleh negara, tapi terlebih oleh kalangan korporasi yang kekuatan kapitalnya makin menggurita. Tekanan KTT Rio, terasa bermakna sewaktu James Collins dan Jerry Porras meluncurkan Built To Last; Succesful Habits of Visionary Companies di tahun 1994. Lewat riset yang dilakukan, mereka menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan yang terus hidup bukanlah perusahaan yang hanya mencetak keuntungan semata. Di Indonesia sendiri, munculnya Undang-Undang No. 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) menandai babak baru pengaturan CSR. Selain itu, pengaturan tentang CSR juga tercantum di dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Walaupun sebenarnya pembahasan mengenai CSR sudah dimulai jauh sebelum kedua undang-undang tersebut disahkan. Salah satu pendorong perkembangan CSR yang terjadi di Indonesia adalah pergeseran paradigma dunia usaha yang tidak hanya semata-mata untuk mencari keuntungan saja, melainkan juga bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial. Adapun pengaturan CSR di dalam di dalam Pasal 74 UU No. 40 Tahun 2007, diatur sebagai berikut : (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan
Universitas Sumatera Utara
diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. (3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan peraturan pemerintah. Penjelasan Pasal 74 UU PT, disebutkan bahwa Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang sumber daya alam adalah Perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam dan yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang berkaitan dengan sumber daya alam adalah Perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, sehingga hal ini dapat menimbulkan penafsiran bahwa entitas yang tidak berbentuk Perseroan Terbatas tidak diwajibkan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Pasal 74 UU PT tidak menjelaskan penerapan CSR bagi perseroan yang tidak menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, juga tidak menyebutkan jumlah anggaran yang dapat dianggarkan untuk CSR. Pada Ayat (4) dinyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP), sedangkan PP yang dimaksud belum ada. Dapat diperkirakan bagaimana bentuk penerapan CSR dengan belum adanya PP tersebut yang bertendensi kepada penerapan yang sekenanya dan alakadarnya walaupun ada perseroan yang menjalankan CSR dengan sungguh-sungguh. Melihat yang diwajibkan melakukan CSR dalam UU PT ini adalah Perseroan Terbatas, terhadap BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas pun harus melakukan CSR seperti
Universitas Sumatera Utara
yang dimaksud dalam Pasal 74 UU PT ini. Walaupun pada Pasal 74 UUPT hanya menyatakan secara eksplisit perseroan yang bersinggungan langsung dengan Sumber Daya Alam (SDA) saja yang wajib melaksanakan, akan tetapi tidak dapat dibatasi begitu saja, karena tidak ada satu pun dunia usaha yang tidak bersinggungan dengan SDA atau pun lingkungan itu sendiri. Peraturan perundang-undang lain yang mewajibkan adanya pelaksanaan CSR di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang selanjutnya disebut sebagai UU PM. Dalam UU PM pada Pasal 15 huruf b menyatakan bahwa setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan pada UU PM adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Kemudian ditegaskan pada Pasal 34 yang menyatakan bahwa badan usaha atau perserorangan yang dimaksud pada Pasal 5 tidak melaksanakan kewajiban yang disebut dalam Pasal 15 dikenai sanksi administratif. Sanksi administartif berupa peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha, pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal, pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanam modal.
B. Prinsip
Tanggung
Jawab
Sosial
Perusahaan
(Corporate
Social
Responsibility). Salah seorang pakar tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) yaitu Alyson Warhurst dari University Of Bath Inggris, pada tahun 1998 menjelaskan ada 16
Universitas Sumatera Utara
(enam belas) prinsip tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Adapun prinsipprinsip itu adalah sebagai berikut: 25 1. Prioritas korporat. Mengakui tanggung jawab sosial sebagai prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan berkelanjutan, dengan begitu korporat bisa membuat kebijakan, program, dan praktek dalam menjalankan operasi bisnisnya dengan cara yang bertanggung jawab secara sosial. 2. Manajemen terpadu. Mengintegrasikan kebijakan, program dan praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai satu unsur manajemen dalam semua fungsi manajemen. 3. Proses perbaikan. Secara bersinambungan memperbaiki kebijakan, program dan kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir dan memahami kebutuhan
sosial
serta
menerapkan
kriteria
sosial
tersebut
secara
internasional. 4. Pendidikan karyawan. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan serta memotivasi karyawan. 5. Pengkajian. Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai kegiatan atau proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau meninggalkan lokasi pabrik. 6. Produk dan jasa. Mengembangkan produk dan jasa yang tak berdampak negatif secara sosial. 7. Informasi publik. Memberi informasi dan (bila diperlukan) mendidik pelanggan, distributor, dan publik tentang penggunaan yang aman,
25
Yusuf Wibisono, Op.Cit, hal. 39-41.
Universitas Sumatera Utara
transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan begitu pula dengan jasa. 8. Fasilitas dan operasi. Mengembangkan, merancang dan mengoperasikan fasilitas serta menjalankan kegiatan yang mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial. 9. Penelitian. Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial bahan baku, produk, proses, emisi dan limbah yang terkait dengan kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk mengurangi dampak negatif. 10. Prinsip pencegahan. Memodifikasi manufaktur, pemasaran atau penggunaan produk atau jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir, untuk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif. 11. Kontraktor dan pemasok. Mendorong penggunaan prinsip-prinsip tanggung jawab sosial korporat yaang dijalankan kalangan kontraktor dan pemasok, disamping itu bila diperlukan mensyaratkan perbaikan dalam praktik bisnis yang dilakukan kontraktor dan pemasok. 12. Siaga menghadapi darurat. Menyusun dan merumuskan rencana mennghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan berbahaya bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang dan komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul. 13. Transfer best practice. Berkontribusi pada pengembangan dan transfer praktik bisnis yang bertanggung jawab secara sosial pada semua industri dan sektor publik.
Universitas Sumatera Utara
14. Memberi sumbangan. Sumbangan untuk usaha bersama, pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial. 15. Keterbukaan. Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi respons terhadap potencial hazard, dan dampak operasi, produk, limbah atau jasa. 16. Pencapaian dan pelaporan. Mengevaluasi kinerja sosial, melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang-undangan dan menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang saham, pekerja dan publik. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada saat pertemuan para menteri anggota OECD di Prancis tahun 2000 juga menyepakati pedoman bagi perusahaan multinasional. Pedoman tersebut berisikan kebijakan umum yang meliputi: 26 1. Memberi kontribusi untuk kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan berdasarkan
pandangan
untuk
mencapai
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development). 2. Menghormati hak-hak asasi manusia yang dipengaruhi oleh kegiatan yang dijalankan perusahaan tersebut, sejalan dengan kewajiban dan komitmen pemerintah di negara tempat perusahaan beroperasi.
26
Ismail Solihin Corporate Social Responsibility: From Charity to Sustainability, Salemba Empat, Jakarta 2008, hal. 75
Universitas Sumatera Utara
3. Mendorong pembangunan kapasitas lokal melalui kerja sama yang erat dengan
komunitas
lokal.
Termasuk
kepentingan
bisnis.
Selain
mengembangkan kegiatan perusahaan di pasar dalam dan luar negeri sejalan dengan kebutuhan praktek perdagangan. 4. Mendorong pembentukan human capital, khususnya melalui penciptaan kesempatan kerja dan memfasilitasi pelatihan bagi karyawan. 5. Menahan diri untuk tidak mencari atau pembebasan di luar yang dibenarkan secara hukum yang terkait dengan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja, perburuhan, perpajakan, insentif finansial dan isu-isu lainnya. 6. Mendorong
dan
memegang
teguh
prinsip-prinsip
Good
Corporate
Governance (GCG) serta mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek tata kelola perusahaan yang baik. 7. Mengembangkan dan menerapkan praktek-praktek sistem manajemen yang mengatur diri sendiri (self-regulation) secara efektif guna menumbuh kembangkan relasi saling percaya diantara perüsahaan dan masyarakat setempat di mana perusahaan beroperasi. 8. Mendorong kesadaran pekerja yang sejalan dengan kebijakan perusahaan melalui penyebarluasan informasi tentang kebijakan-kebijakan itu pada pekerja termasuk melalui program-program pelatihan. 9. Menahan diri untuk tidak melakukan tindakan tebang pilih (discrimination) dan indisipliner. 10. Mengembangkan mitra bisnis, termasuk para pemasok dan sub-kontraktor, untuk menerapkan aturan perusahaan yang sejalan dengan pedoman tersebut.
Universitas Sumatera Utara
11. Bersikap abstain terhadap semua keterlibatan yang tak sepatutnya dalam kegiatan-kegiatan politik lokal. Prinsip-prinsip tersebut pada era global ini
seharusnya juga menjadi
prinsip-prinsip yang harus dipatuhi oleh semua perusahaan (perseroan terbatas) dalam mengimplentasikan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
C. Standard Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility). Pertemuan penting UN Global Compact di Jenewa, Swiss, Kamis, 7 Juli 2007 yang dibuka Sekjen PBB mendapat perhatian media dari berbagai penjuru dunia. Pertemuan itu bertujuan meminta perusahaan untuk menunjukkan tanggung jawab dan perilaku bisnis yang sehat yang dikenal dengan corporate social responsibility. 27 Sesungguhnya
substansi
keberadaan
CSR
adalah
dalam
rangka
memperkuat keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholder yang difasilitasi perusahaan tersebut dengan menyusun program-program pengembangan masyarakat sekitarnya. Atau dalam pengertian
kemampuan
perusahaan
untuk
dapat
beradaptasi
dengan
lingkungannya, komunitas dan stakeholder yang terkait dengannya, baik lokal, nasional, maupun global. Karenanya pengembangan CSR ke depan seyogianya mengacu pada konsep pembangunan yang berkelanjutan. Prinsip keberlanjutan mengedepankan pertumbuhan, khususnya bagi masyarakat miskin dalam
27
Bambang Rudito, Corporate Social Resonsibility: Jawaban Bagi Model Pembangunan Indonesia Masa Kini, ICSD, Jakarta, 2008, hal.72.
Universitas Sumatera Utara
mengelola lingkungannya dan kemampuan institusinya dalam mengelola pembangunan, serta strateginya adalah kemampuan untuk mengintegrasikan dimensi ekonomi, ekologi, dan sosial yang menghargai kemajemukan ekologi dan sosial budaya. Kemudian dalam proses pengembangannya tiga stakeholder inti diharapkan mendukung penuh, di antaranya adalah; perusahaan, pemerintah dan masyarakat. Dalam implementasi program-program CSR, diharapkan ketiga elemen di atas saling berinteraksi dan mendukung, karenanya dibutuhkan partisipasi aktif masing-masing stakeholder agar dapat bersinergi, untuk mewujudkan dialog secara komprehensif. Karena dengan partisipasi aktif para stakeholder diharapkan pengambilan keputusan, menjalankan keputusan, dan pertanggungjawaban dari implementasi CSR akan di emban secara bersama. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tapi tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Di sini bottom lines lainnya selain finansial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan terjamin apabila, perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Sudah menjadi fakta bagaimana resistensi masyarakat sekitar, di berbagai tempat dan waktu muncul ke permukaan terhadap perusahaan yang dianggap tidak memperhatikan aspek-aspek
Universitas Sumatera Utara
sosial, ekonomi dan lingkungan hidupnya. Pada bulan September 2004, ISO (International Organization for Standardization) sebagai induk organisasi standarisasi internasional, berinisiatif mengundang berbagai pihak untuk membentuk tim (working group) yang membidani lahirnya panduan dan standarisasi untuk tanggung jawab sosial yang diberi nama ISO 26000: Guidance Standard on Social Responsibility. Pengaturan untuk kegiatan ISO dalam tanggungjawab sosial terletak pada pemahaman umum bahwa SR adalah sangat penting untuk kelanjutan suatu organisasi. Pemahaman tersebut tercermin pada dua sidang, yaitu “Rio Earth Summit on the Environment” tahun 1992 dan “World Summit on Sustainable Development (WSSD)” tahun 2002 yang diselenggarakan di Afrika Selatan. Pembentukan ISO 26000 ini diawali ketika pada tahun 2001 badan ISO meminta ISO on Consumer Policy atau Copolco merundingkan penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Selanjutnya badan ISO tersebut mengadopsi laporan COPOLCO mengenai pembentukan “Strategic Advisory Group on Social Responsibility pada tahun 2002. Pada bulan Juni 2004 diadakan pre-conference dan conference bagi negara-negara berkembang, selanjutnya di tahun 2004 bulan Oktober, New York Item Proposal atau NWIP diedarkan kepada seluruh negara anggota, kemudian dilakukan voting pada bulan Januari 2005, dimana 29 negara menyatakan setuju, sedangkan 4 negara tidak. Dalam hal ini terjadi perkembangan dalam penyusunan tersebut, dari CSR atau Corporate Social Responsibility menjadi SR atau Social Responsibility saja. Perubahan ini, menurut komite bayangan dari Indonesia, disebabkan karena pedoman ISO 26000
Universitas Sumatera Utara
diperuntukan bukan hanya bagi korporasi tetapi bagi semua bentuk organisasi, baik swasta maupun publik. ISO 26000 menyediakan standar pedoman yang bersifat sukarela mengenai tanggung tanggung jawab sosial suatu institusi yang mencakup semua sektor badan publik ataupun badan privat baik di negara berkembang maupun negara maju. Dengan Iso 26000 ini akan memberikan tambahan nilai terhadap aktivitas tanggung jawab sosial yang berkembang saat ini dengan cara:
28
1. Mengembangkan suatu konsensus terhadap pengertian tanggung jawab sosial dan isunya. 2. Menyediakan pedoman tentang penterjemahan prinsip-prinsip menjadi kegiatan-kegiatan yang efektif. 3. Memilah praktek-praktek terbaik yang sudah berkembang dan disebarluaskan untuk kebaikan komunitas atau masyarakat internasional. Apabila hendak menganut pemahaman yang digunakan oleh para ahli yang menggodok ISO 26000 Guidance Standard on Social responsibility yang secara konsisten mengembangkan tanggung jawab sosial maka masalah SR akan mencakup 7 (tujuh) isu pokok yaitu: 29 1. Pengembangan Masyarakat 2. Konsumen 3. Praktek Kegiatan Institusi yang sehat. 4. Lingkungan
28
Rahmatullah dan Trianita Kurniati, Panduan Praktis Pengelolaan Corporate Social Responsibility, Samudra Biru, Jogjakarta, 2011, hal.27. 29 Chrysanti Hasibuan, Sekali Lagi, CSR, diakses dari situs : http://www.swa.co.id diakses tanggal 21 April 2016 Pukul 10.00 Wib.
Universitas Sumatera Utara
5. Ketenagakerjaan 6. Hak asasi manusia 7. Organisasi Pemerintahan (Organizational Governance). ISO 26000 menerjemahkan tanggung jawab sosial sebagai tanggung jawab suatu organisasi atas dampak dari keputusan dan aktivitasnya terhadap masyarakat dan lingkungan, melalui perilaku yang transparan dan etis, yang : 30 1. Konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat 2. Memperhatikan kepentingan dari para stakeholder 3. Sesuai hukum yang berlaku dan konsisten dengan norma-norma internasional. 4. erintegrasi di seluruh aktivitas organisasi, dalam pengertian ini meliputi baik kegiatan, produk maupun jasa. Berdasarkan konsep
ISO 26000,
penerapan
sosial
responsibility
hendaknya terintegrasi di seluruh aktivitas organisasi yang mencakup 7 isu pokok di atas. Dengan demikian jika suatu perusahaan hanya memperhatikan isu tertentu saja, misalnya suatu perusahaan sangat peduli terhadap isu lingkungan, namun perusahaan
tersebut
masih
mengiklankan
penerimaan
pegawai
dengan
menyebutkan secara khusus kebutuhan pegawai sesuai dengan gender tertentu, maka sesuai dengan konsep ISO 26000 perusahaan tersebut sesungguhnya belum melaksanakan tanggung jawab sosialnya secara utuh. Contoh lain, misalnya suatu perusahaan memberikan kepedulian terhadap pemasok perusahaan yang tergolong industri kecil dengan mengeluarkan kebijakan pembayaran transaksi yang lebih cepat kepada pemasok UKM. Secara logika produk atau jasa tertentu yang
30
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dihasilkan UKM pada skala ekonomi tertentu akan lebih efisien jika dilaksanakan oleh UKM. Namun UKM biasanya tidak memiliki arus kas yang kuat dan jaminan yang memadai dalam melakukan pinjaman ke bank, sehingga jika perusahaan membantu pemasok UKM tersebut, maka bisa dikatakan perusahaan tersebut telah melaksanakan bagian dari tanggung jawab sosialnya. Adanya ketidakseragaman dalam penerapan CSR diberbagai negara menimbulkan adanya kecenderungan yang berbeda dalam proses pelaksanaan CSR itu sendiri di masyarakat. Oleh karena itu diperlukan suatu pedoman umum dalam penerapan CSR di manca negara. Dengan disusunnya ISO 26000 sebagai panduan (guideline) atau dijadikan rujukan utama dalam pembuatan pedoman SR yang berlaku umum, sekaligus menjawab tantangan kebutuhan masyarakat global termasuk Indonesia.
D. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) sebagai Gerakan Sosial Perusahaan. Jennifer Azheri Busyra yang melukiskan bahwa gerakan sosial terbesar dalam periode saat ini adalah gerakan CSR yang memberikan tekanan terhadap multinasional, negara, dan bahkan hukum internasional yang dipandangnya terlalu banyak mengabaikan, jika tidak mau dikatakan sangat miskin, dalam memerhatikan persoalan globalisasiIa berkata, penerimaan terhadap prinsip CSR pada dasarnya bukan terletak pada persoalan hukum, tetapi lebih pada perlawanan ekonomi dan politik.31
31
Azheri Busyra. Corporate Social Responsibility: Dari Voluntary menjadi Mandatory. Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hal.45.
Universitas Sumatera Utara
Hal yang tidak mengherankan ketika RUU PT disetujui untuk disahkan, yang menjadi fokus hanya kegiatan usaha di bidang sumber daya alam, seolah kegiatan usaha di luar itu tidak memberikan dampak sosial, budaya, politik, dan ekonomi. Seolah kegiatan usaha yang mengambil bahan baku produksi dari alam, seperti furnitur, kosmetik, dan rokok, tak berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan sosial budaya ketika begitu banyak perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dengan upah yang teramat murah. Yang mengherankan adalah ketika banyak negara sudah menganggap CSR sebagai bagian yang melekat dari dinamika korporasi, dunia usaha di Indonesia terus menjerit dan menganggap seolah CSR sebagai beban, bukan soal tanggung jawab. Inti persoalan kemudian digeser dari masalah prinsip kehidupan manusia dan lingkungannya ke persoalan yang bersifat teknis perusahaan, yang berakhir pada masalah perhitungan antara untung dan rugi. Padahal, CSR berkaitan juga dengan kelangsungan kehidupan setiap korporasi. Meskipun demikian, patut dicatat, memahami persoalan dunia usaha di Indonesia memang membutuhkan pendekatan lebih khusus. Jangan berharap berbicara tentang CSR di belahan Bumi yang lain akan sama nikmatnya jika berbicara soal yang sama dalam konteks Indonesia. 32 Korupsi dibabat habis dan seluruh mata rantai birokrasi dibereskan dengan memberikan tekanan kepada pemberesan kelembagaan hukum, reformasi birokrasi, remunerasi, dan reformasi hukum berjalan, dunia usaha mulai bergerak pasti dan siap bicara soal CSR dalam konotasi yang pahit sekalipun. Sementara
32
Ibid, hal.39
Universitas Sumatera Utara
itu, di wilayah Nusantara, pengusaha harus berhadapan dengan semua urusan yang berkonotasi uang, birokrasi yang panjang dan melelahkan, kepastian hukum yang masih menjadi angan-angan, merosotnya daya saing, seretnya kredit dari perbankan, relatif tingginya pajak badan yang dikenakan negara, dan serentetan masalah lainnya yang membuat dunia usaha bagaikan hidup segan mati tak hendak. Situasi seperti itu, sangat masuk akal jika adopsi terhadap semua prinsipprinsip yang berlaku di negara yang faktor kelembagaan ekonomi, sosial, budaya, hukum, dan politiknya sudah tertata dengan baik menjadi tak dapat bekerja dengan baik ketika dicoba untuk diterapkan di Indonesia. Masalahnya tidak terletak pada adanya UU PT yang baru, tetapi lebih terletak pada bagaimana pemerintah memberikan ruang yang luas pada kenyamanan berusaha dengan memerhatikan faktor kelembagaan sebagai faktor yang dominan sebelum adopsi terhadap konsep apa pun hendak dijalankan. Bantahan terhadap kelemahan ini dapat dilakukan, tetapi tetap saja akan sia-sia.
Universitas Sumatera Utara