BAB II T1NJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Ikan merupakan sumber protein hewani (Winarno, 1993). Kandungan proteinnya sekitar 15 - 20% tergantung dari jenis ikannya. Protein ikan mempunyai daya cema yang sangat tinggi yaitu sekitar 95% (Winiati, 1992). Daging ikan juga mengandung karbohidrat yang disebut glikogen, yang merupakan sumber energi bagi ikan (Winarno, 1993). Daging ikan lebih mudah mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging sapi, terutama disebabkan terjadinya otolisis secara cepat oleh enzimenzim ikan (Fardiaz, et. all, 1992). Tabel 1. Perbedaan Fisik Ikan Segar dan Ikan Busuk atau Rusak Ikan segar
Ikan busuk / rusak
1. Daging kenyal
1. Daging keras
2. Tidak empuk
2. Empuk
3. Badan kaku
3. Badan tidak kaku atau lunak
4. Sisik rapi dan rapat
4. Sisik mudah lepas
5. Bau: segar, pada bagian luar dan 5. Bau: busuk atau asam terutama insang
insang
6. Sedikit lendir pada kulit
6. Kulitnya beriendir
7. Insang berwama merah
7. Insang tidak lagi bewama
8. Ikan tenggelam bila dimasukkan 8. Ikan terapung jika sudah busuk dalam air
sekali
Sumber: Winarno, 1993 Ikan dan hasil- hasil perikanan lainnya merupakan “Highly Perisable Food”, maka nilai pasar, hasil awetan dan olahannya ditentukan oleh derajat kesegaran dan daya awetnya (Hadiwiyoto, 1993). Kesegaran itu akan bisa dicapai bila dalam penanganan ikan berlangsung baik. Ikan dikatakan baik
3
4
adalah yang masih dalam kondisi segar (Irawan, 1995). Keadaan seperti inilah yang paling disukai oleh konsumen. Ikan segar adalah apabila perubahan biokimia, mikrobiologi maupun fisika dan semua yang terjadi belum menyebabkan kerusakan berat pada daging ikan (Winarno, 1993).
B. Ikan Pari Hasil perikanan dapat diperoleh dari dua sumber yaitu dari laut dan dari tambak atau perikanan darat. Perairan darat dapat berarti perairan umum dan perairan tempat budidaya ikan. Perairan umum adalah danau, tawa, sungai, daerah pasang surut, dan sumber perairan lainnya. Sedangkan daerah atau budidaya meliputi tambak, kolam air tawar, sawah dan keramba (Winiati, et, all, 1992). Ikan Pari merupakan hasil perikanan yang diperoleh dari lautan. Ikan pari dalam istilah bahasa Jawa adalah ikan Pe. Nama latin ikan Pari adalah Trigonidae (Winiati, et. all, 1992). Ikan Pari mempunyai ekor, bentuk tubuhnya pipih mendatar. Ikan Pari termasuk ikan bertulang rawan. Warna dasar punggungnya kecoklatan. Diseluruh tubuhnya menyebar bulatan biru cerah. Jenis ikan Pari banyak terdapat di Samudera Hindia dan Pasifi. Pada malam hari dapat ditemukan diperairan dangkal (Mujiutami, et. all, 2001). Ikan segar dalam 100 gr memiliki kandungan protein 17 gr, lemak 4,5 gr dan karbohidrat 0 gr (DKBM, 1995). Ikan Pari mudah mengalami kebusukan. Untuk mencegah kebusukan ikan, maka pengawetan ikan perlu dilakukan, salah satu pengawetan ikan adalah pengasapan.
C. Pengasapan Ikan Pengasapan ikan merupakan proses pematangan ikan yang dilakukan hanya dengan bantuan asap panas dari bahan-bahan yang dibakar (bahan bakamya sama seperti pada pengasapan daging) (Astawan , 1989).
5
Menurut Sunarwan dan Mumiyati (2000), pengasapan ikan merupakan cara pengawetan ikan dengan menggunakan asap yang berasal dari pembakaran kayu atau bahan organik lainnya. Pengasapan dilakukan melalui beberapa taha yaitu penggaraman, pengeringan,
pemanasan
dan
pengasapan.
Tujuan
pengasapan
yaitu
meningkatkan flavor penampakan serta mendapatkan bahan yang awet. Selain itu juga memperbaiki wama dan mengempukkan bahan, misalnya pada daging (Sunita , 1996). Pengasapan dapat dilakukan dengan dua cara- yaitu pengasapan dingin (Cold Smoking) dan pengasapan panas (Hot Smoking). Perbedaaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel 2 (Sunarman dan Murniyati, 2000). Tebel 2. Perbedaan Pengasapan Panas dan Pengasapan Dingin
Pengasapan Dingin
Temperatur Waktu
Daya Awet
40 - 50"C
2-3
1-2 mmggu
minggu
sampai
beberapa bulan Pengasapan Panas
70 - 100° C Beberapa jam Beberapa hari
Sumber: Sunarman dan Murniyati, 2000 Suhu yang digunakan untuk pengasapan panas cukup tinggi, sehingga daging ikan menjadi matang. Daya awet ikan yang diasap panas, ditimbulkan oleh garam, asap dan panas. Sedangkan pada ikan yang diasap dingin, ditimbulkan oleh garam, asam dan pengeringan. Pengeringan ini terjadi akibat aliran asap dalam jangka waktu yang lama, ini sangat penting karena daya awet yang ditimbulkan oleh asap dan garam tidak mencukupi (Sunarman dan Murniyati, 2000). 1. Ikan Asap Di Indonesia ikan asap yang terkenal disebut ikan kayu dan dibuat dari ikan tuna. Potongan ikan dikukus selama 45 menit, dan dikeringkan secara cepat di atas apt arang, bila ada yang rusak dan berlubang maka perlu ditambal dengan lem dan dimasak dalam air mendidih, setelah
6
dikeringkan lagi secara cepat baru dipindahkan ke ruang pengasapan dan diberi udara yang kering dengan asap dingin selama 15 hari (Winarno, 1993). Selain ikan tuna, jenis ikan yang biasa diasapi adalah bandeng, pindang bandeng, sidat dan teripang (Wibowo, 2000) 2. Komposisi Ikan Asap Ikan pe dan ikan bandeng merupakan salah satu famili Scombridae (Dirjen Perikanan, 1979). Berarti dalam hal ini komposisi ikan pe asap hampir sama dengan komposisi ikan bandeng asap. Tabel 3. Komposisi Kimiawi Beberapa Produk Ikan Asap Jenis Ikan Asap Bandeng segar
Air (%) 70,45
Protein (%) 22,84
Lemak (%) 1,51
Abu (%) 2,15
Garam (%) 1,58
Pindang bandeng
65,5
21,7
6,16
6,10
1,92
54-59
27-40
2,5-6,0
2,3-5,0
-
60,9
26,4
7,5
6,0
-
18,3 - 53,6
19,3 - 79,5
0,6-2,3
15,6-16,7
-
Bandeng asap Sidat asap Teripang asap
Sumber: Wibowo, 2000
D. Pengemasan Pengemasan
disebut
juga
pembungkusan,
pewadahan
atau
pengepakan, memegang peranan penting dalam pengawetan bahan. Dengan wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran) (Syarief, et all, 1989). Biasanya ikan asap dikemas dalam plastic politen atau polietilen (PE). Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang diperoleh sebagai hasil samping industri arang minyak, merupakan jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri karena sifat-sifatnya
7
yang mudah dibentuk, tahan terhadap berbagai bahan kimia, penampakannya jernih dan mudah digunakan sebagai laminasi (Syarief, et. all. 1989) Berdasarkan densitasnya PE dibagi atas (Syarief, et. all, 1989): 1. Polietilen Densitas Rendah (LDPE : Low Density Polyethylene) Dihasilkan melalui proses tekanan tinggi. Paling banyak digunakan untuk kantung, mudah dikelim dan sangat marah. 2. Polietilen Densitas Menengah (MDPE : Medium Density Polyethylene) Lebih kaku dari pada LDPE dan memiliki suhu lelah lebih tinggi dari LDPE. 3. Polietilen Densitas Tinggi (HDPE : High Density Polyethylene) Dihasilkan pada proses dengan suhu dan tekanan rendah (50-70 o C, 10 atm). Paling kaku diantara ketiganya, tahan terhadap suhu tinggi (120 o C) sehingga dapat digunakan untuk yang harus mengalami sterilisasi. Sifat-sifat umum polietilen antara lain (Syarief, et. all, 1989) : 1. Penampakannya bervariasi dari transparan, berminyak sampai keruh (translusid) tergantung dari cara pembuatannya serta jenis resin yang digunakan. 2. Mudah dibentuk, lemas dan gampang ditarik 3. Daya rentang tinggi tanpa sobek. 4. Mudah dikelim panas sehingga banyak digunakan untuk laminasi dengan bahan lain. Meleleh pada suhu 120o C 5. Tidak cocok untuk pengemas produk-produk yang berlemak, gemuk atau minyak 6. Tahan terhadap asam, basa, alkohol, deterjen dan bahan kimia lainnya 7. Dapat digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan -50o C 8. Transmisi gas cukup tinggi sehingga tidak cocok untuk mengemas makanan yang beraroma. 9. Mudah lengket satu sama lain, sehingga menyulitkan dalam proses laminasi. Diperlukan penambahan bahan, tinambah ke dalam proses penambahan bahan, tinambah ke dalam proses pembuatannya untuk mengurangi hambatan tersebut.
8
10. Dapat dicetak setelah mengoksidasikan permukaannya dengan proses elektronik 11. Memilih sifat kedap air dan uap air (HDPE, MDPE, LDPE).
Kelebihan plastik adalah sebagai berikut : (Syarief, et.all, 1989) 1. Harganya relatif murah 2. Bisa menjaga produk bahan makanan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain. 3. Bisa melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya). 4. Sifatnya fleksibel (mudah dilenturkan tanpa retak atau patah). 5. Mempunyai kemudahan dalam membuka atau menutup dan juga memudahkan dalam tahap – tahap penanganan, pengangkutan, distribusi. 6. Mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang sesuai dengan standar yang ada, mudah dibuang, mudah dibentuk, mudah didapat. 7. Tidak mudah pecah.
Kelemahan plastik adalah sebagai berikut : (Syarief, et.all, 1989) 1. Tidak tahan suhu tinggi. 2. Bahan yang digunakan untuk membuat plastik bisa menyebabkan keracunan. 3. Bahan yang digunakan untuk membuat plastik (Monomer Vinil Clorida dan Akrilonitril) dapat menimbulkan kanker pada manusia.
E. Penyimpanan Muchtadi dan Sugiono (1992) mengemukakan bahwa penyimpanan mempunyai arti penting dalam usaha industri, pada penundaan waktu penggunaan suatu produk. Ikan asap berlemak yang disimpan pada suhu 3° C masih tetap baik kondisinya meskipun sudah disimpan selama 6 hari, sedangkan ikan asap berdaging putih, istilah lain untuk ikan berlemak rendah, dapat tahan hingga 8
9
hari. Kalau suhu penyimpanan makin tinggi, daya awet ikan asap semakin turun. Pada penyimpanan 10°C, daya awet ikan asap hanya 2-4 hari untuk ikan berlemak tinggi dan 4 - 5 hari untuk ikan berlemak rendah. Pada suhu ruang, daya awet ikan asap semakin rendah lagi (Wibowo, 2000). Desrosier (1998), mengemukakan bahwa penyimanan pada suhu ruang berkisar antara 70 - 100°F atau 36 - 37°C. Secara un- mm selama penyimpanan pada suhu kamar terjadi penmgkatan total mikroba. Dari hasil analisa rendahnya total mikroba disebabkan karena kemampuan pengemasan untuk memberikan proteksi terhadap produk dari kontaminasi mikroba yang mungkin terdapat dalam ruang penyimpanan (Winarno, 1993). Salah satu dari mikroba atau mikroorganisme adalah bakteri. F. Bakteri Bakteri merupakan makhluk yang mempunyai ukuran sel kecil dimana setiap selnya hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop. Adanya bakteri pada makanan tidak diinginkan jika bakteri tersebut dapat menyebabkan makanan atau minuman tidak layak dikonsumsi akibat penurunan mutu atau karena makanan tersebut telah beracun (Syarief dan Halid, 1992). Pertumbuhan bakteri dapat didefinisikan sebagai pertumbuhan teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme bersel tunggal, pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel yang berarti juga pertambahan jumlah organisme (Fardiaz, 1992), hal ini dapat dilihat pada gambar 1. GAMBAR 1 KURVA PERTUMBUHAN BAKTERI Log jumlah sel hidup E. Tetap
D. lambat
A adaptasi
C. Logaritmi B. Awal Waktu Sumber: Fardiaz, 1992
F. Menuju
G. Kematian
10
Menurut Fardiaz (1992) terdapat enam fase pertumbuhan bakteri, yaitu: 1. Fase adaptasi Fase adaptasi yaitu fase untuk menyesuaikan dengan subtrat dan kondisi lingkungan sekilas. 2. Fase pertumbuhan awal Fase pertumbuhan awal yaitu fase dimana sel mulai membelah dengan kecepatan yang masih rendah. 4. Fase logaritmik Fase logaritmik yaitu fase dimana mikroorganisme membelah dengan cepat dan konstan. 5. Fase pertumbuhan lambat Fase pertumbuhan lambat yaitu fase dimana zat nutrisi di dalam medium sudah sangat berkurang dan adanya hasil- hasil metabolisme yang mungkin beracun atau dapat menghambat pertumbuhan bakteri. 6. Fase pertumbuhan tetap (statis) Fase pertumbuhan tetap yaitu fase dimana jumlah populasi sel yang tetap, karena jumlah sel yang hidup tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. 7. Fase menuju kematian dan fase kematian Fase menuju kematian dan fase kematian yaitu fase dimana sebagian populasi bakteri mulai mengalami kematian, karena beberapa sebab yaitu zat gizi di dalam medium habis dan energi cadangan. Fase pembusukan pada ikan ialah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme terutama bakteri (Afrianto dan liviawaty, 1993) Bakteri yang menyebabkan pembusukan ikan pada umumnya adalah bakteri-bakteri yang biasa terdapat pada lendir luarnya serta di dalam perut ikan. Macam bakteri yang menguasi proses pembusukan tergantung pada suhu penyimpanan. Jenis bakteri pada suhu yang lebih tinggi adalah Micrococcus dan Bacillus (Slamet, 1986). Beberapa peneliti melaporkan jumlah bakteri pada ikan yaitu berkisar antara 102 samapai 106 per cm2 pada kulit, 103 sampai 105 per gram di dalam
11
insang dan dari beberapa sampai 107 atau lebih per gram di dalam usus (Hawker dan Linton, 1971 dalam Fardiaz, et. all, 1992). Kandungan mikroorganisme pada ikan segar dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu spesien ikan, lingkungan air, tempat hidupnya, cuaca, cara
penangkapan
dan
cara
yang
digunakan
untuk
menghitung
mikroorganisme termasuk cara pengambilan contoh, medium, serta suhu dan waktu inkubasi (Fardiaz, et. all, 1992). Pengaruh spesies ikan terhadap populasi mikroorganisme terutama disebabkan perbedaan dalam kandungan lendir pada kulit ikan diantara satu spesies dengan spesies lainnya. Lendir yang menutupi ikan mengandung bakteri dari jenis Pseudomonas, Sarcina, Serratia, Micrococcus, Vibrio dan Bacillus (Frazier dan Westhoff, 1998 dalam Fardiaz, et all, 1992). Menurut SNI 01-2725-1992, kelayakan jumlah bakteri yang masih dapat dikonsumsi pada suatu produk ikan asap adalah maksimal 1,0 x 106 koloni/gr.
G. Sifat Organoletpik Sifat organoleptik atau penilaian organoleptik adalah penilaian subyektif yang dilakukan oleh indera. Termasuk dalam kelompok penilaian ini adalah kenampakan bentuk dan ukuran, wama dan kilapan bahan serta kekentalan yang dapat dinilai dengan indera penglihatan, sifat kinestetis atau sifat-sifat tekstur yang dinilai dengan indera peraba pada mulut dan jari, bau dan cite rasa (Soekarto, 1985) Krititeria Mutu Sensoris Ikan Asap a. Penampakan Permukaan ikan asap cerah, cemerlang dan mengkilap. Kalau kusam dan suram menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah kurang bagus mutunya atau karena perlakuan dan proses pengasapan tidak dilakukan dengan baik dan benar. Tidak tampak adanya kotoran berupa darah yang mengering, sisa isi perut, abu atau kotoran lainnya. Adanya kotoran semacam ini menjadi indikasi kalau pengolahan dan pengasapannya tidak baik. Kalau pada
12
permukaan ikan terdapat deposit kristal garam maka hal ini menunjukkan bahwa penggaraman terlalu berat dan tentu rasanya sangat asin. Pada ikan asap tidak tampak tanda-tanda adanya jamur atau lendir (Wibowo, 2000). b. Warna Ikan asap berwama coklat keemasan, coklat kekuningan, atau coklat agak gelap. Wama ikan asap tersebar merata. Adanya warna kemerahan di sekitar tulang atau berwama gelap di bagian perut menunjukkan bahwa ikan yang diasap sudah bermutu rendah (Wibowo, 2000). c. Bau Bau asap lembut sampai cukup tajam atau tajam, tidak tengik, tanpa bau busuk, tanpa bau asing, tanpa bau asam, tanpa bau apek (Wibowo, 2000). d. Rasa Rasa lezat, enak, rasa asap terasa lembut sampai tajam, tanpa rasa getir atau pahit, tidak berasa tengik (Wibowo, 2000). e. Tekstur Tekstur kompak. cukup elastis, tidak terlalu keras (kecuali produk tertentu seperti ikan kayu), tidak lembek, tidak rapuh, dan tidak lengket. Hendaknya kulit ikan tidak mudah dikelupas dari dagingnya (Wibowo, 2000). Rasa dan bau yang khas pada ikan asap ditimbulkan oleh fenol dan asam yang dihasilkan oleh asap dan garam. Bahan bakar dari ampas tebu dapat memmbulkan rasa manis. Ikan asap biasanya berwama coklat mengkilap. Warna ini tidak boleh diberikan dengan sengaja, misalnya dengan zat pewama. Dengan pengasapan yang baik, wama yang lerbentuk cukup baik (Sunannan dan Murniyati, 2000). Salah satu sifat organoleptik dari ikan pari asap adalah semi basah, ikan yang semi basah cepat mengalami kemsakan (Perishable food) dan umumnya daya simpannya berkisar antara 2 sampai 3 hari (Suparwata, 1997). Jadi ikan pari asap layak dikonsumsi selama 2 sampai 3 hari.