BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
BAB II SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN
A. Sistem Akuntansi Keuangan SAK merupakan subsistem SAI yang digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. SAK dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Perdirjen Nomor Per 24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan SAK kementerian negara/lembaga membentuk dan menunjuk unit akuntansi di dalam organisasinya, yang terdiri dari : 1. UAPA pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga; 2. UAPPA-E1 pada tingkat Eselon I; 3. UAPPA-W pada tingkat wilayah; 4. UAKPA pada tingkat satuan kerja.
Peraga 2. Skema Sistem Akuntansi Instansi Modul Sistem Akuntansi Instansi
5
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
Unit-unit akuntansi instansi tersebut melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan
keuangan
organisasinya.
atas
Laporan
pelaksanaan keuangan
anggaran
yang
sesuai
dihasilkan
dengan
tingkat
merupakan
bentuk
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit akuntansi, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dihasilkan unit akuntansi instansi tersebut terdiri dari: 1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 2. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu. 3. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Kementerian negara/lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan secara terpisah. Atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilimpahkan/dialokasikan oleh
kementerian
negara/lembaga
kepada
pemerintah
daerah,
laporan
keuangannya merupakan satu kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan kepada unit akuntansi di atasnya (asas desentralisasi). Data akuntansi dan laporan keuangan Modul Sistem Akuntansi Instansi
6
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
dimaksud dihasilkan oleh sistem akuntansi keuangan (SAK) dan sistem akuntansi barang milik negara (SIMAK-BMN) yang dikompilasi. B. Rekonsiliasi Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku CFO dengan Kementerian Negara/Lembaga sebagai COO. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 rekonsiliasi dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja. Ketentuan Sanksi
Pada tingkat satuan kerja, UAKPA yang tidak melakukan rekonsiliasi data keuangan dengan KPPN akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP dan SPM-LS Bendahara. Laporan Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca.
Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data keuangan dengan Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan.
Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan rekonsiliasi dengan pihak CFO.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
7
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
Rekonsiliasi data BMN. Rekonsiliasi data BMN tercantum dalam PMK Nomor 171/PMK.05/2007, yang selanjutnya secara teknis diatur dalam PMK Nomor 102/PMK.06/2009 tentang Tata Cara Rekonsiliasi Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyusunan Laporan Keuangan
Pemerintah
Pusat.
Rekonsiliasi
dilakukan
antara
Kementerian
Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Demikian juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN dengan Kantor Pusat DJKN). Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset yang dibukukan dalam SIMAK-BMN.
KPPN juga harus
memiliki saldo awal aset seluruh satker yang berada diwilayah kerjanya. Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada Neraca. Satuan kerja (UAKPB) setiap semester melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN tingkat Wilayah. Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
8
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
C. Dekonsentrasi Dekonsentrasi
adalah
pelimpahan
wewenang
pemerintah
pusat
melalui
kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi. 1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi a. Penganggaran Pelaksanaan Dekonsentrasi 1) Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi
dilakukan sesuai
dengan
ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan
keputusan
Kenteri
Keuangan
dengan
memperhatikan
pertimbangan Menteri teknis terkait. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi. 2) Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah yang bersangkutan.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
9
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi 1) Penyaluran dana pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku bagi APBN, ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 2) Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN. 3) Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan. 4) Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi mengacu kepada peraturan perundangundangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku. 5) Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara. 6) Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan. c. Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi 1) Pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. 2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
10
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
3) Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007, SKPD yang mendapatkan Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan Propinsi yang menerima pelimpahan wewenang dekonsentrasi merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Gubernur. Yang bertidak selaku UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Propinsi. D. Dana Tugas Pembantuan Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain, dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali
pengalokasian
Dana
Tugas
Pembantuan.
Pemerintah
Daerah
memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD. 1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas Pembantuan a. Penganggaran Pelaksanaan Tugas Pembantuan
Modul Sistem Akuntansi Instansi
11
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
1) Penganggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan
keputusan
Kenteri
Keuangan
dengan
memperhatikan
pertimbangan Menteri teknis terkait 2) Anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/Lembaga yang menugaskannya. b. Penyaluran
Dana
dan
Pertanggungjawaban
Pelaksanaan
Tugas
Pembantuan 1) Penyaluran dana pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2) Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN. 3) Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi. 4) Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku. 5) Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara. 6) Pemerintah
Daerah
menyampaikan
laporan
pertanggungjawaban
keuangan atas pelaksanaan Tugas Pembantuan kepada Kementerian Negara/Lembaga yang menugaskannya.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
12
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
c. Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan 1) Pelaporan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. 2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 pasal 27, SKPD yang mendapatkan Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan
provinsi/Kabupaten/kota
yang
menerima
wewenang Dana Tugas Pembantuan merupakan
pelimpahan
Koordinator UAPPA-
W/UAPPB-W Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Sedangkan yang bertindak selaku
UAPPA-W
Tugas
Pembantuan
adalah
Kepada
Dinas
provinsi/Kabupaten/kota yang membawahi SKPD penerima dana Tugas Pembantuan. E. Badan Layanan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Sistem Akuntansi yang diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi
untuk
tujuan
konsolidasi
Laporan
Keuangan
tingkat
Kementerian
Negara/Lembaga BLU harus menggunakan Standar Akuntasi Pemerintahan. Modul Sistem Akuntansi Instansi
13
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan laporan keuangan
untuk
diintegrasikan
dalam
laporan
keuangan
Kementerian
Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. F. Dokumen Sumber Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah : 1. Dokumen penerimaan yang terdiri dari : Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (DIPA PNBP, tidak termasuk estimasi Pengembalian Belanja dan Pembetulan Pembukuan); Realisasi Pendapatan: BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang didukung oleh dokumen penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dokumen lain yang dipersamakan. 2. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari : Alokasi Anggaran DIPA, SKO dan dokumen lain yang dipersamakan; Realisasi Pengeluaran :
SPM
dan
SP2D,
dan
dokumen
lain
yang
dipersamakan. 3. Dokumen Piutang. 4. Dokumen Persediaan. 5. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan. 6. Dokumen lainnya. G. Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA) Selain DIPA, dokumen lain yang dapat digunakan dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja adalah Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA).
Modul Sistem Akuntansi Instansi
14
BAB
II
SISTEM
AKUNTANSI
KEUANGAN
1. Definisi Pola SKPA dengan sistem ini diperuntukkan bagi Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan SKPA dalam satu unit organisasi terhadap unit vertikal dibawahnya 2. Pelaksanaan SKPA menambah Pagu DIPA Satuan Kerja penerima SKPA, dan mengurangi Pagu DIPA Satuan Kerja Pemberi SKPA KPPN dalam hal ini hanya melakukan pengurangan Pagu anggaran untuk kegiatan yang di SKPAkan oleh Satker pemberi SKPA sebesar anggaran yang di SKPA-kan KPPN penerima SKPA menambah Pagu anggaran Satker Penerima untuk kegiatan yang di SKPAkan dan wajib memonitor laporan realisasi SKPA (SPM, dan SP2D) yang dilaksanakan oleh Satker Penerima SKPA SPM yang diterbitkan oleh KPA penerima SKPA menggunakan kode Satker Penerima
SKPA,
sehingga
tanggungjawab
pelaksanaan
anggaran
dan
penyusunan Laporan Keuangan dilaksanakan oleh KPA penerima SKPA SKPA menjadi dasar untuk Revisi alokasi anggaran.
Modul Sistem Akuntansi Instansi
15