BAB II SEKITAR MASALAH TOLERANSI A. Pengertian Toleransi Secara
etimologi
atau
bahasa
toleransi
berasal
dari
kata
tolerance/toleration yaitu suatu sikap membiarkan dan lapang dada terhadap perbedaan
orang
lain,
baik
pada
masalah
pendapat
(opinion),
agama/kepercayaan maupun dalam segi ekonomi, sosial dan politik. Di dalam bahasa Arab mempunyai persamaan makna dengan kata tasamuh dari lafaz samaha ( )ﺳﻤﺢyang artinya ampun, maaf dan lapang dada.1 Dalam kamus Arab A Dictionari of Modern Written Arabic diterjemahkan dengan is indulgence, forbearance, linienly and tolerance maksudnya adalah suatu sikap suka menurut, tunduk, sabar, lemah lembut dan toleransi terhadap orang lain yang berbeda.2 Dari dua pengertian di atas penulis menyimpulkan toleransi secara etimologi adalah sebagai sikap kesabaran dan kelapangan dada seseorang atas perbedaan dari orang lain baik dari segi sosial, politik maupun ekonomi dan juga pendapat maupun agama. Secara terminologi banyak batasan yang diberikan oleh para ahli sebagai berikut : 1. Umar Hasyim menyatakan Toleransi adalah pemberian kebebasan kepada sesama manusia untuk menjalankan keyakinan atau mengatasi nasib menurut nasibnya masing-masing.3
1
Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab Indonesia al-Munawir, Jogyakarta, Balai Pustaka Progessif, t.th. hlm. 1098 2 Hans Wehr A Dictionari of Modern Written Arabic, London, Weisbaden Otto Harassawi, 1997, hlm. 428 3 Umar Hasyim Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam Sebagai Dasar Menuju Dioloq dan Kerukunan Antar Agama, Surabaya, Bina Ilmu, 1979, hlm. 246
12
13 2. W.J.S. Porwadarminto menyatakan Toleransi adalah sikap /sifat menenggang berupa menghargai serta membolehkan suatu pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan maupun yang lainnya yang berbeda dengan pendirian sendiri.4 3. Dewan Ensiklopedia Indonesia Toleransi dalam aspek sosial, politik merupakan suatu sikap membiarkan orang untuk mempunyai suatu keyakinan yang berbeda. Selain itu menerima pernyataan ini karena sebagai pengakuan dan menghormati hak asasi manusia.5 Dari beberapa definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa toleransi adalah suatu sikap/sifat dari seseorang untuk membiarkan kebebasan kepada orang lain serta memberikan kebenaran atas perbedaan tersebut sebagai pengakuan hak-hak asasi manusia. Pelaksaaan sikap toleransi ini harus didasari oleh sikap kelapangan dada terhadap orang lain dengan memperhatikan
prinsip-prinsip yang
dipegang sendiri, yakni tanpa mengorbankan prinsip-prinsip tersebut.6 Dengan kata lain, pelaksanannya hanya pada aspek-aspek yang detail dan teknis bukan dalam persoalan yang prinsipil. Di dalam memaknai toleransi terdapat dua penafsiran tentang konsep ini. Pertama, penafsiran negatif yang menyatakan bahwa toleransi itu cukup mensyaratkan adanya sikap membiarkan dan tidak menyakiti orang atau kelompok lain baik yang berbeda maupun yang sama. Sedangkan yang kedua adalah penafsiran positif yaitu menyatakan bahwa toleransi tidak hanya sekedar seperti pertama (penafsiran negatif) tetapi
4
1084
5
W.J.S.Porwadarmito Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1986, hlm.
Dewan Ensiklopedia Indonesia, Ensiklopedia Indonesia jilid 6, Jakarta, Iktitiar Baru Van Hoeve, t.th, hlm. 3588 6 H.M.Daud Ali ddk., Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum Sosial dan Politik, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, hlm. 80
14 harus adanya bantuan dan dukungan terhadap keberadaan orang lain atau kelompok lain.7 Selain itu toleransi mempunyai dua unsur yang harus ditekankan dalam mengekspresikannya terhadap orang lain. Dua unsur itu adalah: 1. Memberikan kebebasan atau kemerdekaan Di mana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam memilih suatu agama/kepercayaan. Kebebasan ini di berikan sejak manusia lahir sampai nanti ia meninggal, dan kebebasan/kemerdekaan yang manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain dengan cara apapun. Karena kebebasan
itu datangnya dari Tuhan Yang
Maha Esa yang harus di jaga dan di lindungi. Di setiap negara melindungi kebebasan-kebebasan setiap manusia baik di dalam Undang-undang maupun dalam peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih suatu agama atau kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam memilihnya tanpa ada paksaan dari siapapun. Bebas dari penjajahan yang selalu membawa penderitaan dan kesengsaraan bagi manusia. Merampas kemerdekaan orang lain tidak dibenarkan oleh peraturan agama apapun atau Undang-undang yang berlaku. 2. Menghormati prinsip dan hak orang lain8 Selain bebas di dalam memilih suatu agama atau kepercayaannya setiap manusia juga harus menghormati prinsip orang lain baik itu yang sejalan dengannya maupun yang berbeda. Menghormati prinsip yang dimiliki orang lain tidaklah mudah karena hal ini bisa jadi bertentangan dengan prinsip diri sendiri. Begitu pula dengan hak-hak orang lain, misalnya saja di dalam beragama jelas sekali ada yang sama dengan kita dan ada yang berbeda. Seringkali manusia tidak bisa menerima hal ini dengan senang hati dan tulus. Dengan menghormati hak orang lain maka akan mudah dalam menciptakan hubungan toleransi dengan orang lain. 7
Masykuri Abdullah, Pluralisme Agama dan Kerukunan dalam Keagamaan, Jakarta Penerbit buku kompas, 2001, hlm. 13 8 Ibid., hlm. 202
15 Selain menghormati orang lain manusia juga di tuntut untuk menghargai pendapat orang lain, menghormati bukanlah hanya sekedar tak peduli dengan apa yang di lakukan orang lain tapi juga menghargai apa yang dilakukan/diperbuat orang lain dengan cara tidak menjelek-jelekkan karya atau pendapat orang lain walaupun tidak sejalan dengan pendapat kita. Oleh
sebab
itu
toleransi
mengandung
maksud
supaya
membolehkan terbentuknya system yang menjamin terjaminnya pribadi, harta benda dan unsur-unsur minoritas yang terdapat dalam masyarakat dengan menghormati agama, moralitas dan lembaga-lembaga mereka serta menghargai pendapat orang lain dan perbedaan-perbedaan yang ada di lingkungannya tanpa harus berselisih dengan sesamanya hanya karena berbeda keyakinan atau agama. Adapun kaitannya dengan agama toleransi beragama adalah toleransi yang mencakup masalah-masalah keyakinan pada diri manusia yang berhubungan dengan akidah9 atau yang berhubungan dengan keTuhanan yang di yakininya. Seseorang harus diberikan kebebasan untuk menyakini dan memeluk agama (mempunyai akidah) masing-masing yang dipilih serta memberikan penghormatan atas pelaksanaan ajaran-ajaran yang di anut/di yakininya. Keterangan ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Azyumardi Azra, mengenai letak dasar dalam toleransi beragama. Islam mengakui hak hidup agama-agama lain dan membiarkan para pemeluk agama tersebut untuk menjalankan ajaran agamanya masingmasing.10 Toleransi beragama mempunyai arti sikap lapang dada seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang di yakini
11
tanpa ada yang menggagu atau memaksakan baik dari orang
lain maupun dari keluarganya sekalipun. 9
Daud Ali, op cit., hlm. 105. Azyumardi Azra Kontek Berteologi di Indonesia Pengalaman Islam, Jakarta, Paramadina, 1999, hlm. 34 11 Daud Ali, op .cit. hlm. 83 10
16 Secara teknis pelaksanaan sikap toleransi beragama yang dilaksanakan di dalam masyarakat lebih banyak dikaitkan dengan kebebasan dan kemerdekaan beragama.12 Berupa kebebasan untuk menyakini dan menginterpretasikan serta mengekspresikan ajaran agama masing-masing. Setelah mengetahui definisi dan batasan toleransi di atas ada hal yang perlu diingat bahwa toleransi tidak dapat diartikan bahwa seseorang yang telah mempunyai suatu keyakinan kemudian pindah/merubah keyakinannya untuk mengikuti dan membaur dengan keyakinan atau peribadatan agama-agama lain (sincretisme) serta tidak pula dimaksudkan untuk
mengakui kebenaran semua agama/kepercayaan (relativisme)
namun tetap pada suatu keyakinan yang diyakini kebenarannya, serta memandang benar pada keyakinan orang lain, sehingga pada dirinya terdapat kebenaran yang di yakini sendiri menurut suara hati yang tidak didapatkan pada paksaan orang lain atau di dapatkan dari pemberian orang lain. Toleransi pada kaum muslimin seperti yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw. di antaranya sebagai berikut : a. Tidak boleh memaksakan suatu agama pada orang lain Di dalam agama Islam orang muslimin tdiak boleh melakukan pemaksaan pada kaum agama lainnya, karena memaksakan suatu agama bertentangan pada Firman Allah di dalam surat Al-Kafirun ayat 1-6:
ﺎﻭﻟﹶﺎ ﹶﺃﻧ .ﺪﻋﺒ ﺎ ﹶﺃﻭﻥﹶ ﻣﺎﺑِﺪﻢ ﻋ ﺘﻭﻟﹶﺎ ﺃﹶﻧ .ﻭ ﹶﻥﺒﺪﻌ ﺗ ﺎﺪ ﻣ ﺒﻋ ﻟﹶﺎ ﹶﺃ.ﻭ ﹶﻥﺎ ﺍﹾﻟﻜﹶﺎِﻓﺮﻳﻬﺎ ﹶﺃﹸﻗ ﹾﻞ ﻳ : ﻲ ﺩِﻳ ِﻦ )ﺍﻟﻜﻔﺮﻭﻥ ﻭِﻟ ﻢ ﻨ ﹸﻜﻢ ﺩِﻳ ﹶﻟ ﹸﻜ.ﺪﻋﺒ ﺎ ﹶﺃﻭﻥﹶ ﻣﺎﺑِﺪﻢ ﻋ ﺘﻭﻟﹶﺎ ﺃﹶﻧ .ﻢ ﺗﺪﻋﺒ ﺎﺪ ﻣ ﺎِﺑﻋ (6-1
12
C.J.Suyuthi, Prinsip-prinsip Pemerintahan dalam Piagam Madinah Ditinjau dari Pandangan Al-Qu’an, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 166
17 Artinya: “Katakanlah “Hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. Surat Al – Kafirun ayat 1-6 13 Di
situ
dijelaskan
bahwa
orang-orang
muslim
tidak
menyembah apa yang disembah oleh orang-orang kafir begitu pula orang-orang kafir tidak menyembah apa yang di sembah oleh orang muslimin. Di situ juga dijelaskan bahwa bagi kita agama kita (orang muslim) dan bagi mereka agama mereka (orang kafir). b. Tidak boleh memusuhi orang-orang selain muslim/kafir Perintah Nabi untuk melindungi orang-orang selain muslim seperti yang dilakukan oleh nabi waktu berada di Madinah. Kaum Yahudi dan kaum Nasrani yang jumlahnya sedikit dilindungi baik keamananya maupun dalam beribadah. Kaum muslimin dianjurkan untuk bisa hidup damai dengan masyarakat sesamanya walaupun berbeda keyakinan. c. Hidup rukun dan damai dengan sesamanya manusia Hidup rukun antar kaum muslimin maupun non muslimin seperti yang dilakukan oleh Rasulullah akan membawa kehidupan yang damai dan sentosa. Selain itu juga dianjurkan untuk bersikap lembut pada sesama manusia baik yang beragama Islam maupun yang beragama Nasrani atau Yahudi. Di dalam Hadis yang diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut :
ﻗﻞ ﺣﺪﺛﻨﺎ ﻋﺒﺪﺍﷲ ﺣﺪﺛﻦ ﺃﰉ ﺛﻨﺎ ﺍﺳﻮﺩﺑﻦ ﻋﺎﻣﺮ ﻗﺎﻝ ﺛﻨﺎ ﲪﺎﺩﻳﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﻳﻮﺃﺱ ﻋﻦ ﺍﳊﺴﻦ ﻋﻦ ﻋﺒﺪﺍﷲ ﻳﺰ ﻣﻐﻔﻞ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﱮ ﺻﻠىﺎﷲ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻞ ﺍﻥ ﺍﷲ ﺭﻓﻴﻖ ﳛﺐ ﺍﻟﺮﻓﻖ ﻭﻳﺮﺿﺎﻩ ﻭﻳﻌﻄﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺮ ﻓﻖ ﻣﺎﻻ ﻳﻌﻄﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻌﻨﻖ “Aisyah ra. berkata, Nabi Muhammad saw. berkata:” 13
hlm. 32
Artinya:
Drs.H.Mohammad Zuhri, Terjemah Juz’amma, Jakarta, Penerbit Pustaka Amani, 1994,
18
Sesungguhnya Allah itu penyantun suka pada kelembutan dan memberikan kelembutan pada orang yang berlaku lembut (santun) dengan sesuatu yang tidak akan di berikan pada orang yang berlaku kasar dan tidak akan di berikan kepada selain orang yang tidak berlaku lembut (santun)”. Riwayat Muslim.14 d. Saling tolong-menolong dengan sesama manusia Dengan hidup rukun dan saling menolong sesama umat manusia akan membuat hidup di dunia damai dan tenang. Nabi memerintahkan untuk saling menolong dan membantu dengan sesamanya tanpa memandang suku dan agama yang dipeluknya. Hal ini juga dijelaskan di dalam Al qur’an pada surat Al-Maidah ayat 2 sebagai berikut :
ﺍ ِﻥﺪﻭ ﻌ ﺍﹾﻟﻠﹶﻰ ﺍ ِﻹﹾﺛ ِﻢ ﻭﻮﺍﹾ ﻋﻭﻧ ﺎﺗﻌ ﻭ ﹶﻻ ﻯﻘﹾﻮﺍﻟﺘﱪ ﻭ ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟ ﻮﹾﺍﻭﻧ ﺎﺗﻌﻭ Artinya:
“…Bertolong –tolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu bertolong–menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”.15
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa di dalam Al–Qur’an di jelaskan dengan sikap tolong-menolong tidak hanya pada kaum muslimin tetapi di anjurkan tolong-menolong pada semua manusia baik itu yang beragama Islam maupun non Islam. Selain itu juga muslim dianjurkan untuk berbuat kebaikan di muka bumi ini dengan sesama makhluk Tuhan dan tidak di perbolehkan untuk berbuat kejahatan pada manusia. Di situ dikatakan untuk tidak memusuhi sesamanya. Selain itu juga dilarang tolong-menolong dalam perbuatan yang tidak baik (perbuatan keji/dosa). B. Unsur-unsur di Dalam Toleransi Beragama Di dalam meredam konflik dan permusuhan antar pemeluk agama ada beberapa pemikiran yang bertujuan untuk menciptakan suasana toleransi 14 15
Imam Ahmad Bin Juned, Musnad, Jilid 4 hlm 89.
Yayasan Penyelengara Perterjemah Al–Qur’an, Al–Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1989, hlm. 157
19 beragama dan kerukunan hidup antar pemeluk beragama yaitu reconciption (menyelami
dan
meninjau
kembali
agama-agamanya
sendiri
dalam
menghadapi yang dianggap paling benar) Agree in disagreement ‘sikap setuju dalam perbedaan ‘ dan sincretisme 16 . Penafsiran Muhamad Abduh tentang toleransi beragama sebagai berikut: 1. Kemerdekaan memeluk suatu agama Dalam hal ini terdapat 4 jenis petunjuk yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia untuk mencapai kesempurnana hidup, petunjuk itu di antaranya adalah: Petunjuk yang datang melalui kekuatan-kekuatan mental alamiah yang dimiliki oleh setiap manusia sekaligus kecenderungan yang dibawa sejak kelahiran sebagai watak alamiah. Petunjuk yang menjadi perkembangan dari kekuatan alam di atas melalui daya tangkap indra manusia. Jenis petunjuk ini akan berkembang terus secara bertahap menuju kesempurnana hidup. Petunjuk melalui akal manusia (rasional) Petunjuk yang datang melalui agama yang dibawa oleh / risalah perantara nabi .17 2. Klaim kebebasan absolut . Sebagaimana telah dikatakan bahwa setiap penganut suatu agama mempunyai kemantapan hati tentang kebenaran agama yang dipeluknya. Mereka berkeyakinan agama tersebut adalah agama satu-satunya yang paling benar secara absolut yang akan membawa manusia kepada kebahagiaan. Sebelum datangnya Islam umat manusia dalam keadaan terpewcah belah pada golongan-golongan agama, hanya sedikit sekali orang-orang yang mempertahankan keimanan, menyembah dan mengabdi kepada Allah 16
Ahmad Sanusi Agama di Tengah Kemiskinaan Refleksi Atas Pandangan Islam dan Kristen dalam Presfektif Kerjasama Antar Umat Beragama, Jakarta, Logos, 1999, hlm 19-20 17 David Little dkk, Kebebasan Agama dan Hak Asasi Manusia, Kajian Lintas Cultural Islam dan Barat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 99-100
20 Yang Maha Esa. Setiap golongan agama tersebut saling mengejek dan mengutuk golongan yang berbeda. Salah satu dari mereka mendakwakan bahwa golongannya yang paling benar dan berpegang pada tali Allah 18 Sebagimana telah dijelaskan oleh Al-Qur’an bahwa antara dua agama Samawi (Yahudi dan Nasrani) saling berpegang Truth Claim, orang Yahudi mengaku hanya agama merekalah yang dapat masuk surga, begitu pula orang Nasrani yang mengaku dirinya adalah agama atau keyakinan yang paling benar. Kedua keyakinan inimenurut Abduh selalu bertentangan dari zaman dahulu sampai sekarang. Kenyataan ini disebabkan sikap kefanatikan mereka yang membabi buta terhadap aturanaturan nenek moyang. Kedua kaum ini tidak pernah mau untuk mengunakan akal merreka untuk memikirkan kebenaran suatu agama. Kalau dilihat dari realitas keyakinan orang yang berbeda-beda, mereka tahu agama mana yang menyatakan Tuhan Yang Maha Esa dan sebaliknya. Tetapi dibalik perbedaan itu terdapat persamaan bahasa para nabi, pada kenyataannya yang lebih ditekankan adalah perbedaannya, sehingga memicu adanya konflik antar umat beragama. Salah satu usaha yang harus di laksanakan untuk meminimalisir konflik-konflik yang terjadi karena agama yakni dengan mengadakan dialog antar agama untuk mencari persamaan kata19 Di dalam karya tulis ini penulis ingin menekankan kerangka berfikir yang berkaitan dengan terwujudnya keyakinan antara lain: a. Kebebasan Beragama Hak asasi manusia yang paling esensial selain hak hidup adalah hak kemerdekaan/kebebasan baik kebebasan untuk berpikir maupun kebebasan untuk berkehendak dan kebebasan di dalam memilih kepercayaan/agama. Kebebasan merupakan hak dan keaktifan yang fundamental bagi manusia sehingga hal ini dapat membedakan antara 18
Shekh Muhammad Abduh , Risalah Taukid Terj ,Firdaus, Jakarta, Bulan Bintang, 1963,
hlm. 138 19
Yaitu Perkataan yang Adil atau yang tidak di Perselisihkan oleh Syarat-syarat Husnain Muhammad Makhluf , Kamus Al-Qur’an, Bandung, 1987, hlm. 57
21 manusia dengan mahluk yang lainnya. Misalnya hewan dan tumbuhan bahkan lebih jauh membedakan antara manusia dengan makluk yang selalu menyucikan Allah SWT yaitu malaikat yang tidak di berikan kebebasan oleh Allah untuk berkehendak dan berbuat seperti manusia. Kebebasan beragama seringkali disalahartikan dalam berbuat sehingga manusia ada yang mempunyai agama lebih dari satu. Bisa jadi manusia bebas di dalam beragama untuk menjalankan ajaranajaran yang di yakini orang lain yang berbeda agama/keyakinannya, sehingga yang terjadi adalah pencampuran ajaran agama yang satu dengan yang lainnya.yang dimaksud kebebasan beragama di sini adalah bebas memilih suatu kepercayaan/agama yang menurut mereka paling benar dan membawa keselamatan tanpa ada yang memaksa atau menghalanginya. Kemerdekaan telah menjadi salah satu pilar demokrasi dari tiga pilar tuntutan revolusi di dunia. Ketiga, Pilar tersebut adalah persamaan, persaudaraan dan kebebasan. 20 Perjuangan kaum barat dalam menuntut tiga pilar tadi telah menghasilkan beberapa naskah Deklarasi HAM (hak azasi manusia). Kebebasan rohani/beragama diartikan sebagai suatu ungkapan yang menunjukkan hak setiap
individu dalam memilih keyakinan
suatu agama 21 Kebebasan memeluk suatu agama atau beragama sebagai salah satu hak yang sangat esensial bagi kehidupan manusia. Karena kebebasan untuk memilih agama datangnya dari hakikat manusia serta martabat sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, bukan dari orang lain atau dari orang tua. Untuk itu dalam menganut/memilih suatu agama tidak bisa di paksakan oleh siapapun. Di Indonesia dalam peraturan Undang-undang disebutkan pada pasal 29 ayat 2 yang mengatakan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan 20
Marcel A Boisard Humanisme dalam islam, Jakarta , Bulan Bintang , hlm, 223 Abd. Al-Mu’tal As-Saidi, Kebebasan Berpikir dalam Islam, Yogyakarta, Adi Wacana 1999, hlm. 4 21
22 untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan-nya itu”. Hal ini jelas bahwa negara sendiri menjamin penduduknya dalam memilih dan memeluk agama/keyakinannya masing-masing serta menjamin dan melindungi penduduknya di dalam menjalankan peribadatan menurut agama dan keyakinannya masing-asing . b. Penghomatan dan Eksistensi Agama Lain Etika yang harus dilaksanakan dari sikap toleransi
setelah
memberikan kebebasan beragama adalah menghormati eksistensi agama lain dengan pengertian menghormati keragaman dan perbedaan ajaran-ajaran yang terdapat pada setiap agama dan kepercayaan yang ada baik itu yang dilindungi oleh negara maupun yang tidak di lindungi dalam artian yang pemeluknya sedikit. Setiap agama mengandung ajaran klaim eklusif yaitu menggaku agama yang di peluknya ialah suatu agama yang paling benar (truth claim). Konsekuensi dari ajaran ini akan menimbulkan anggapan bahwa agama yang lain adalah salah, kalau di kaji secara logika apabila ada dua perkara yang saling bertetangan yang di nilai benar dan salahnya barang tentu tidak akan bertemu keduanya tetapi hanya satu saja yang di anggap paling benar.22 Ketegangan-ketegangan dua kubu yang berbeda sering terjadi, sampai sekarang hal ini disebabkan truth claim diletakkan bukan hanya sebatas pada ontologis metafisis saja tapi melebar memasuki wilayah sosial dan politik. Kenyataan ini menjadikan stagnasi bagi peran agama untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Kondisi semacam ini diperburuk oleh pemeluk agama yang menyibukkan diri pada masalah eksoteris dan identitas, lahirnya agama melupakan nilainilai spiritual yang mendasar dari kandungan ajaran agama sendiri23
22
Nurcholis Madjid, Islam Kerakyatan dan Keindonesiaan Pemikiran Norcholis Muda, Bandung, Mizan, 1993, hlm. 237 23 M.Amin Abdullah, Teologi dan Filsafat dalam Prespektif Ilmu dan Budaya, dalam Mukti Ali dkk, Agama dalam pergaulan masyarakat dunia, Yogyakarta, PT. Tiara Wacana 1997, hlm 268-269
23 Menghadapi realitas ini setiap pemeluk agama dituntut agar senantiasa mampu menghayati sekaligus memposisikan diri dalam konteks pluralitas dengan di dasari semangat saling menghormati serta menghargai eksistensi agama lain.24 Dalam bentuk tidak mencela atau memaksakan maupun bertindak sewenang-wenang dengan pemeluk agama lain, misalnya sifat fanatik yang berlebihan terhadap agama tertentu, sehingga pada saat perayaan hari besarnya mengganggu dan menghambat perayaannya yang menandakan rasa kebencian serta tidak senang pada agama orang lain. Masalah lain yang menyebabkan tumbuhnya benturan dan konflik agama ialah salvation claim. Sikap ini berarti pemutlakan kebenaran pemeluk suatu agama dengan menyakini bahwa agama yang dipeluknya adalah satu-satunya jalan (syariah) dari Tuhan yang membawa keselamatan bagi seluruh umat manusia . Kedua sikap ini (Truth claim dan salvation claim) sering menimbulkan berbagai macam persengketaan dan perang antar umat beragama kalau tidak disikapi dengan arif dan bijaksana oleh umat manusia. Harnold
Coward
memberikan
komentar
mengenai
permasalahan yang di hadapi oleh agama dengan menyataka “masalah akan timbul dalam pluralisme keagamaan apabila yang di mutlakan adalah bentuk-bentuk dari bermacam-macam agama dan bukan yang satu”.25 Penekaan pemutlakan kebenaran keyakinan oleh para pemeluk agama hanya pada segi eksotris dan bentuk-bentuk agama bukannya pada
segi
eksotris.
menimbulkan
Sebab
eklusifitas
pada
dataran
keagamaan
eksotrisakan
seseorang
dapat
sehingga
memungkinkan timbulnya konflik-konflik antar agama jika mereka saling bertemu. Masyarakat muslim adalah masyarakat yang bertumpu atas aqidah dan ideologi yang khas, yang merupakan sumber peraturan24
Ruslani, Masyarakat Dialog antar Agama, Studi atas Pemikiran Muhammad Arkoun, Yogyakarta , Yayasan Bintang Budaya, 2000, hlm. 169 25 Ibid., hlm. 171
24 peraturan dan hukum-hukumnya serta etika dan akhlaknya.26 Sedangkan Islam itu adalah agama yang membawa misi Rahmatul lil alamin. Oleh karena itu ajarannya banyak yang toleran atau penuh dengan
tenggang
rasa
mendorong
kebebasan
berpikir
dan
kemerdekaan berpendapat, serta saling memperhatikan kepentingan masing-masing dan saling cinta kasih di antara sesama manusia . C. Pluralisme Agama Sebagai Realitas Kita hidup di dunia yang mempunyai keragaman dan perbedaan yang luar biasa dari berbagai aspek kehidupan manusia. Kemajemukan tersebut terdiri atas pluralisme budaya, pluralisme sosial, pluralisme politik serta pluralisme agama dan keagamaan yang sangat komplek. Al-Qur’an telah menegaskan tentang prinsip pluralitas kehidupan manusia di dunia. Kemajemukan ini sudah menjadi bagian dari kehendak Tuhan atau “hukum alam” di dalam Surat Al-Maidah ayat 48 di terangkan ;
ﻜﹸﻢﻴ ِﻪ ﻓﹶﺎﺣﻋﹶﻠ ﻴﻤِﻨﹰﺎﻬ ﻣ ﻭ ﺏ ِ ﺎﻦ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ ﻳ ِﻪ ِﻣﺪ ﻳ ﻦ ﻴﺑ ﺎﻗﹰﺎ ﱢﻟﻤﺼﺪ ﻣ ﻖ ﺤ ﺏ ﺑِﺎﹾﻟ ﺎﻚ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ ﻴﺎ ِﺇﹶﻟﺰﹾﻟﻨ ﻭﺃﹶﻧ ﻋ ﹰﺔ ﺮ ﻢ ِﺷ ﺎ ﻣِﻨ ﹸﻜﻠﹾﻨﻌﻖ ِﻟ ﹸﻜﻞﱟ ﺟ ﺤ ﻦ ﺍﹾﻟ ﻙ ِﻣ ﺎﺀﺎ ﺟﻋﻤ ﻢ ﻫ ﺍﺀﻫﻮ ﻊ ﹶﺃ ﺘِﺒﺗ ﻭ ﹶﻻ ﻪ ﺰ ﹶﻝ ﺍﻟﻠﹼ ﺎ ﺃﹶﻧﻢ ِﺑﻤﻨﻬﻴﺑ ﺘِﺒﻘﹸﻮﺍﺳ ﺎﻛﹸﻢ ﻓﹶﺎﺎ ﺁﺗﻢ ﻓِﻲ ﻣ ﻮﻛﹸ ﺒﻠﹸﻴﻭﻟﹶـﻜِﻦ ﻟﱢ ﺪ ﹰﺓ ﺍ ِﺣ ﹰﺔ ﻭ ﺃﹸﻣﻌﹶﻠﻜﹸﻢ ﺠ ﻪ ﹶﻟ ﺎﺀ ﺍﻟﻠﹼﻮ ﺷ ﻭﹶﻟ ﻬﺎﺟﹰﺎ ﻨﻭ ِﻣ ﺘِﻠﻔﹸﻮ ﹶﻥﺨ ﺗ ﻢ ﻓِﻴ ِﻪ ﺘﺎ ﻛﹸﻨﺒﹸﺌﻜﹸﻢ ِﺑﻤﻨﻴﺟﻤِﻴﻌﹰﺎ ﹶﻓ ﻜﹸﻢ ِﺟﻌﻣﺮ ﺕ ِﺇﻟﹶﻰ ﺍﷲ ِ ﺍﻴﺮﳋ ﺍﹶ Artinya: “Dan kami telah turunkan kepadamu Al qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya ,yaitu kitab-kitab (yang di turunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu, maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki ,niscaya kamu di jadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu
26
Dr.Yusuf Qardhwi, Minoritas Non Muslim di dalam Masyarakat Islam, Bandung, Mizan, 1985, hlm. 14
25
semuanya. lalu di beritahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (Surat Al – Maidah ayat 48 ) 27 Ide tentang pluralisme di atas merupakan prinsip dasar ajaran Islam. Pluralisme Islam ini harus diupayakan untuk ditransformasikan ke dalam masyarakat modern supaya tercipta suasana yang kondusif bagi kehidupan manusia. Realitas dari seluruh pluralisme yang melanda kehidupan manusia dewasa ini yang paling berat bobot dan pelaksananya ialah pluralisme agama, sebab pluralisme ini sangat sensitive bagi kelangsungan hidup beragama.28 Pluralisme agama selalu di miliki oleh dunia29 sama halnya dengan kemajemukan atau kebinekaan umat beragama.30 Implikasi dari pluralisme tersebut seseorang (pemeluk agama) harus dapat merubah sikap cara dan pola berpikirnya yakni dari berpikir subyektif menuju obyektif.31 Perubahan pola berpikir ini ditujukan dengan suatu pemahaman bahwa di luar agama yang dipeluknya ada agama lain serta mengakui eksistensinya melepaskan dari pendapat subyektifitas tentang agama yang lain. Obyektifitas ini tidak memelukan pertumbangan teologi dalam menilai benar/salahnya agama lain. Umat beragama harus mampu menempatkan diri dalam kondisi yang plural dengan dilandasi rasa saling menghormati dan menghargai atas eksistensi agama lain. Pluralisme agama merupakan kemajemukan yang didasari oleh keutamaan. Oleh karena itu pluralisme tidak dapat terwujud atau keberadaannya. Kecuali sebagai antitesis dan sebagai obyek komparatif dari keseragaman dan kesatuan kepada “situasi cerai berai” dan permusuhan yang tidak mencakup tali persatuan yang mengikat semua pihak.32 27
Ibid,Yayasan Penerjemah Al-Qur’an. Kuntowijaya , Identitas Politik Umat Islam, Bandung, Mizan, 1997, hlm. 8 29 Harnold Coward, Pluralisme; Tantangan Bagi Agama,Yogyakarta; Kanisius, 1992, 28
hlm.8
30
Victor D. Taja, Pluralisme Agama dan Problem Social, Diskursus Teologi Tentang IsuIsu Kontemporer, Yokyakarta, Kanisius, 1996, hlm. 5 31 Kuntowijaya., op cit., hlm. 32 Muhammad Imaroh , Islam dan Pluralitas, Gema Insani Press, Jakarta, 1999, hlm. 9
26 Sementara itu Alwi Shihab memberikan pengertian tentang pluralitas agama di antaranya adalah: a. Pluralitas tidak hanya semata menunjuk pada kenyataan kemajemukan, namun yang dimaksud adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukan tersebut. Pluralisme agama dan budaya dapat kita jumpai di mana-mana pada masyarakat tertentu, Misalnya di kantor ,di sekolah atau di kampus-kampus. b. Pluralisme harus dibedakan dengan kosmopolitanisme, menujuk kepada suatu realita dimana aneka ragam agama, ras dan bangsa hidup berdampingan di suatu lokasi. Misalnya di kota New York, di situ tumbuh keragaman agama, namun interaksi positif antar penduduk di bidang agama sangatlah minimal. Sementara itu konsep pluralisme agama menurut Craig Pykstra dan Sharon Park bahwa pluralisme agama semenjak era pencerahan dan lebih jelas lagi di abad yang ke-20 M, masalah itu menjadi semakin gamblang.33 Richard J, Mouw menjelaskan bahwa pluralisme agama merupakan faham tentang kemajemukan dalam pengertian ini pluralisme dapat di kondisikan ketika seseorang berkeyakinan bahwa di sana ada sesuatu yang penting.34 Pluralisme menjadi nyata ketika pluralisme bermakna khusus bagi seseorang atau sebuah kelompok.35 Kasus-kasus yang terjadi di wilayah Indonesia sendiri maupun di luar negeri persengketan dan perang yang di dasari oleh agama yang mengakibatkan banyaknya umat manusia mati dan kehilangan saudara kerabatnya dan juga tempat-tempat ibadah yang rusak. Seperti Masjid dan Gereja bahkan sekolah-sekolah banyak yang tidak layak di pakai untuk ngajar-mengajar, hal inilah yang sering terjadi dari tahun ke tahun. Hal ini 33
Fatimah Usman Pemikiran Al-Hallaj, Tentang Wahdit Al–Adyan, Analisis Filosofis Etis dalam Upaya Mencari Input bagi Kehidupan Beragama di Indonesia, Proyek PTA/IAIN WaliSongo Semarang, 1997, hlm. 72 34 Richard J Mouw dan Sander Griffio , Pluralisme dan Horizon, USA, Wm .B Eerdmans Plublising Co, 1993, hlm. 3 35 Ibid., hlm 14
27 disebabkan setiap pemeluk kurang menyadari arti toleransi antar umat beragama dan menerima perbedaan yang ada. Selain itu juga karna maraknya propokator yang sengaja untuk memecah bela kerukunan yang terjalin pada masyarakat. Dengan didasari kepentingan politik di atas kepentingan agama, maka masyarakat akan mudah untuk di propokasi untuk saling bermusuhan antar sesama umat beragama.