34
BAB II PERTIMBANGAN PEMBENTUKAN PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA A. Perkembangan Pasar Modal Syariah Pasar modal saat ini merupakan suatu realitas dan menjadi fenomena terkini yang hadir ditengah-tengah umat Islam, hampir seluruh negara-negara diseluruh penjuru dunia kini telah menggunakan pasar modal sebagai instrument penting ekonomi. Pasar modal telah menarik perhatian berbagai kalangan, baik itu investor maupun pengusaha yang terlibat di dalamnya, akan tetapi tentunya dengan segala konsekwensi material maupun spiritual yang tanpa disadari.41 Dengan hadirnya ajaran agama Islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW sekitar 15 (lima belas) abad yang lalu telah meletakkan dasar penerapan prinsip Syariah ke dalam industri keuangan, sebab dalam Islam dikenal kaidah muamalah, dimana merupakan aturan hukum atas hubungan antara manusia dan di dalamnya termasuk hubungan perdagangan dalam arti luas. Namun demikian, perkembangan penerapan prinsip Syariah mengalami masa surut selama kurun waktu yang relatif lama pada masa imperium negara-negara Eropa. Pada masa tersebut negara-negara di Timur Tengah serta negara-negara Islam lain hampir semuanya menjadi wilayah jajahan negara-negara Eropa. Dalam perkembangan selanjutnya, dengan banyaknya negara Islam yang terbebas dari
41
Burhanuddin S, Pasar Modal Syariah (Tinjauan Hukum), (Yogyakarta: UII Press, 2009),
hlm. 1.
34
Universitas Sumatera Utara
35
penjajahan dan semakin terdidiknya generasi muda Islam, maka ajaran Islam mulai meraih masa kebangkitan kembali. Sekitar tahun 1960-an banyak cendekiawan muslim dari negara-negara Islam sudah mulai melakukan pengkajian ulang atas penerapan sistem hukum Eropa ke dalam industri keuangan dan sekaligus memperkenalkan penerapan prinsip Syariah Islam dalam industri keuangannya, termasuk pasar modal.42 Pertama sekali lembaga keuangan yang concern dalam mengoperasionalkan portofolio Syariah di pasar modal adalah Amanah Income Fund yang berdiri pada Juni 1986 oleh para anggota The North American Islamic Trust yang berpusat di Indiana, Amerika Serikat, hingga kemudian wacana membangun pasar modal Syariah disambut dengan antusias oleh para pakar ekonomi muslim di kawasan Timur Tengah, Eropa dan Asia. Pasar modal Syariah tidak hanya berkembang di negaranegara yang mayoritas muslim, bahkan bursa efek dunia yaitu New York Stock Exchange meluncurkan produk yang bernama Dow Jones Islamic Market Index (DJMI) pada Februari 1999. Bahkan guna menjaga agar investasi aman dari hal-hal yang bertentangan dengan prinsip Syariah, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah yang disebut Syariah Supervisory Board.43 Guna merespons segala hal yang berhubungan dengan investasi Syariah sebagai akibat pesatnya perkembangan ekonomi Syariah di seluruh dunia, terlebih sebagai sebuah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, maka Indonesia
42 43
Adrian Sutedi, Segi-segi Hukum Pasar Modal, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 57. Abdul Manan, Op.cit., hlm. 78.
Universitas Sumatera Utara
36
ikut serta membentuk Pasar Modal Syariah yang dimulai dengan diterbitkannya Reksadana Syariah oleh PT. Danareksa Investment Management pada tanggal 3 Juli 2000. Selanjutnya, Bursa Efek Indonesia (d/h Bursa Efek Jakarta) berkerjasama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamic Index (JII) pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menginvestasikan dana nya secara Syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut, maka para pemodal di Bursa Efek Indonesia telah disediakan saham-saham yang dapat dijadikan sarana berinvestasi sesuai dengan prinsip Syariah.44 Dilihat dari kenyataannya, walaupun sebagian besar penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam namun perkembangan pasar modal yang berbasis Syariah dapat dikatakan sangat tertinggal jauh terutama jika dibandingkan dengan Malaysia yang sudah bisa dikatakan telah menjadi pusat investasi berbasis Syariah di dunia, karena telah menerapkan beberapa instrumen keuangan Syariah untuk industri pasar modal nya. Kenyataan lain yang dihadapi oleh pasar modal Syariah Indonesia hingga saat ini adalah minimnya jumlah pemodal yang melakukan investasi, terutama jika dibandingkan dengan jumlah pemodal yang ada pada sektor perbankan. Padahal jika dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia misalnya, Indonesia terlihat begitu tertinggal jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi Syariah di pasar modal.
44
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
117.
Universitas Sumatera Utara
37
Malaysia yang pertama sekali mengembangkan kegiatan pasar modal Syariah sejak awal tahun 1990 dan saat ini terus mengalami kemajuan yang cukup pesat.45 Tonggak awal pasar modal Syariah di Malayasia dimulai tahun 1960-an ketika saat itu pembiayaan ekuitas pertama dilakukan oleh tabungan Haji di Malaysia yang kemudian diikuti dengan pengenalan obligasi Syariah pertama oleh Shell-MDS pada tahun 1990. Selanjutnya Malaysia memperkuat pasar modal Syariah nya dengan mendirikan Komisi Sekuritas pada tahun 1993.46 Pasar Modal Syariah di Malaysia terbentuk karena keberhasilan penerapan perbankan Syariah yang memicu investor untuk dapat berinvestasi sesuai dengan kaidah-kaidah investasi secara Islami. Hingga akhirnya pada tahun 1994 sebagai jawaban atas permintaan pasar tersebut, pemerintah Malaysia melalui Securities Commission Malaysia membentuk Islamic Capital Market Unit (ICMU) dan Islamic Instrument Study Group (IISG). ICMU bertugas melakukan riset dan pengembangan produk pasar modal Syariah dan melakukan analisa terhadap semua efek yang tercatat di bursa-bursa Malaysia, disamping itu ICMU juga berfungsi sebagai tenaga riset dan sekretariat bagi SAC.47 Dalam perkembangannya IISG kemudian berubah nama menjadi Syariah Advisory Council (selanjutnya disebut SAC) pada tahun 1996, yang bertugas
45
Ngapon, Semarak Pasar Modal Syariah, http://www.jurnalilmu.com/pdf/artikel-tentangdewan-pengawas-syariah.html, diakses tanggal 18 Juli 2011, pukul 19.20 WIB. 46 Nik Ruslin Nik Jaafar, Pembangunan Pasaran Saham Modal Islam di Malaysia: Peranan Suruhanjaya Securiti, (Kuala Lumpur,1999), dalam Mohd Ma’sum Billah, Penerapan Pasar Modal Islam, terjemahan, (Jakarta: Universitas Al Azhar Indonesia, 2009), hlm. 34. 47 Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
38
memberikan masukan kepada Securities Commission atas semua hal yang berhubungan dengan pengembangan pasar modal Syariah dan sebagai pusat referensi, disamping itu SAC juga melakukan pengkajian efek-efek konvensional yang sudah ada dari perspektif Syariah serta melakukan pengkajian dan pengembangan atas efek dan instrument pasar modal lainnya. Sebagai hasil dari pengkajian tersebut, SAC mengeluarkan daftar efek-efek yang telah sesuai dengan prinsip Syariah.48 Adapun Index Syariah diluncurkan pertama kali oleh Kuala Lumpur Stock Exchange pada tahun 1999. Index Syariah dimaksud berfungsi untuk melihat kinerja saham-saham Syariah yang tercatat pada papan utama. Sedangkan Obligasi Syariah di Malaysia dibentuk dan direstrukturisasi berdasarkan kontrak-kontrak yang bernuansa islami.49 Salah satu kejayaan Malaysia yang membuat Indonesia tidak berarti dalam pergulatan pasar modal dunia adalah penerbitan obligasi berbasis Syariah atau yang lebih akrab dikenal dengan sukuk. Berdasarkan informasi yang dimuat dalam IOSCO Report of The Islamic Capital Market Task Force of The International Organization of Securities Commissions, bond (sukuk) Syariah yang pertama kali diterbitkan dan cukup sukses adalah obligasi Syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah Malaysia pada tahun 1993, yaitu the Government Investment Issue (GII).50 Penerbitan sukuk dalam mata uang ringgit di pasar domestik Malaysia telah mendominasi seluruh penerbitan sukuk di dunia selama kurun waktu 2002 sampai 2005. Pada tahun 2007, sebanyak 76 persen dari obligasi yang diterbitkan Pemerintah 48
Ibid. Ibid. 50 Ibid. 49
Universitas Sumatera Utara
39
Malaysia adalah berbentuk sukuk. Adapun Pemerintah Indonesia baru menerbitkan sukuk dua kali, yakni pada Agustus 2008 dan Februari 2009. Dua seri sukuk pemerintah yang terbit pada Agustus 2008 diserap pasar senilai Rp 4,699 triliun dan masuk ke APBN 2008. Adapun pada penerbitan sukuk ritel Februari 2009 senilai Rp 5,556 triliun, dan kemudian digunakan untuk membiayai defisit APBN 2009. Bandingkan dengan Malaysia yang sukses menerbitkan sukuk pada denominasi ringgit senilai 39,548 miliar dollar AS antara tahun 2002 dan Oktober 2008. Ini belum termasuk sukuk yang diterbitkan dalam denominasi dollar AS.51 Sigit Pramono dan A Aziz Setiawan, peneliti dari Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI, dalam sebuah artikelnya menyebutkan:52 potensi besar penerbitan obligasi Syariah internasional, baik oleh perusahaan maupun pemerintah, belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia, termasuk badan usaha milik negara (BUMN). Padahal, instrumen ini sudah lama dimanfaatkan oleh banyak negara. Catatan Departemen Keuangan yang menunjukkan, penerbitan sukuk internasional terus meningkat. Pada tahun 2002, penerbitan sukuk masih 4,9 miliar dollar AS. Jumlah itu meningkat berlipat kali pada tahun 2007 menjadi lebih dari 30,8 miliar dollar AS. Jumlah ini makin meningkat pada 2008 yang mencapai 84,1 miliar dollar AS. Sementara, Indonesia belum sekalipun memasuki pasar sukuk internasional. Kesuksesan
Malaysia
dalam
menerbitkan
instrumen
obligasi
yang
menerapkan prinsip Syariah tersebut mendorong beberapa negara Islam lain untuk menerbitkan instrumen serupa, seperti the Central Bank of Kuwait yang menerbitkan obligasi Syariah untuk mendanai pembelian aset-aset yang dikelola oleh negara selain
51
Komunitas UG, http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id/2010/04/16/mengejarketertinggalan-malaysia/, diakses tanggal 28 Juli 2011, pukul 16.00 WIB. 52 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
40
Gulf Co-operation Council states serta Iran yang menerbitkan instrumen obligasi yang berbasiskan mudharabah.53 Indonesia pun melihat peluang tersebut, sebagaimana Pada tanggal 18 April 2001, untuk pertama kali Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSNMUI) mengeluarkan fatwa yang berkaitan langsung dengan pasar modal, yaitu Fatwa Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah. Selanjutnya, instrumen investasi Syariah di pasar modal Indonesia terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk pada awal September 2002. Instrumen ini merupakan Obligasi Syariah pertama dan akad yang digunakan adalah akad mudharabah.54 Merujuk kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi Syariah adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/ margin/ fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo". Sebagai tindak lanjut atas fatwa di atas, pada Oktober 2002 PT. Indosat Tbk telah mengeluarkan obligasi Syariah yang pertama kali di pasar modal Indonesia
53
Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Op.cit. Bapepam-LK, Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah Di Pasar Modal Indonesia, http://bapepam.go.id/syariah/publikasi/riset/index.html, diakses tanggal 21 Maret 2011, pukul 14.52 WIB. 54
Universitas Sumatera Utara
41
dengan tingkat imbal hasil 16,75 %, suatu tingkat imbal hasil (return) yang cukup tinggi dibanding rata-rata return obligasi dengan prinsip riba/konvensional.55 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karim Business Consulting tahun 2003, mayoritas saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdiri dari 333 saham emiten yang tercatat, diantaranya 236 saham sesuai dengan prinsip Syariah dan layak untuk ditransaksikan dalam pasar modal Syariah. Kesesuaian dalam prinsip tersebut didasarkan kepada produk yang dihasilkan emiten dan transaksi sahamnya di BEJ. Sedangkan sisanya 59 saham tergolong "haram" atau tidak sesuai dengan prinsip Syariah, seperti saham perbankan, consumer product (minuman keras) dan rokok. Sisanya 34 saham tergolong subhat seperti saham industri perhotelan dan 4 saham mudharat.56 Hal lain yang kurang menggembirakan terlihat jelas bahwa, jika dibandingkan dengan negara Malaysia, maka Indonesia sangat terlihat tertinggal jauh dalam mengembangkan kegiatan investasi Syariah di pasar modal. Sebagaimana terlihat dalam pembentukannya, yakni Malaysia mengembangkan kegiatan pasar modal Syariahnya sejak awal tahun 1990 dan sejak saat itu terus mengalami kemajuan yang cukup pesat, sedangkan indonesia yang juga merupakan negara dengan jumlah penduduk mayoritas Islam terbesar di dunia baru mengembangkan kegiatan investasi Syariah di pasar modalnya pada awal tahun 2000.
55 56
Bapepam-LK, Studi Tentang Investasi Syariah di Pasar Modal Indonesia, Op.cit. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
42
1. Dasar Hukum Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disebut UUPM) pada pasal 1 butir 13 menyatakan bahwa pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan pengertian efek dalam UUPM terdapat pada pasal 1 butir 5 yang menyebutkan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyetoran kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek dan setiap derivatif dari efek. UUPM tidak menyebutkan mengenai definisi dan perbedaan dari pasar modal Syariah disebabkan pasar modal Syariah hadir di Indonesia setelah 16 tahun diterbitkannya UUPM yang mengatur mengenai segala hal yang berkaitan dengan pasar modal konvensional di Indonesia. Dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pasar modal Syariah di indonesia adalah fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut DSNMUI) serta regulasi yang dikeluarkan oleh Bapepam-LK, hal ini dilakukan guna menghindari terjadinya kerancuan dalam pelaksanaan pasar modal Syariah di Indonesia. Pembentukan pasar modal Syariah dapat ditelusuri dari perkembangan pengaturan pasar modal Syariah tersebut. Perkembangan tersebut dimulai dari MoU
Universitas Sumatera Utara
43
(Memorandum of Understanding) antara Bapepam dan DSN-MUI pada tanggal 14 Maret 2003. MoU menunjukkan adanya kesepahaman antara Bapepam dan DSNMUI untuk mengembangkan pasar modal berbasis Syariah di Indonesia.57 Selanjutnya hal ini dapat dilihat dari fatwa-fatwa DSN-MUI yang menjadi acuan pada pasar modal Syariah mulai dari tahun 2000 sampai dengan 2011, yaitu sebagai berikut: 1. No.05/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam; 2. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana Syariah; 3. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah; 4. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah; 5. No.40/DSN-MUI/IX/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal; 6. No.41/DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah; 7. No.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek. Fatwa Nomor.80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas Di Pasar Reguler Bursa Efek disahkan DSN-MUI pada tanggal 8 Maret 2011 silam tetapi baru disampaikan ke publik bersamaan dengan peluncurannya Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI). Indonesia kini memiliki dua pilihan indeks Syariah yaitu Jakarta Islamic Indeks dan 57
Bapepam-LK, Kajian Pasar Sekunder Efek Syariah Di Pasar Modal Indonesia, Op.cit.
Universitas Sumatera Utara
44
Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) yang akan semakin menggairahkan pasar modal Syariah di Indonesia, sebab akan lebih banyak pilihan investasi terhadap investor yang ingin menanamkan modalnya pada transaksi di pasar modal Syariah. Seiring dengan dikeluarkannya fatwa-fatwa DSN-MUI yang mengatur mengenai pasar modal Syariah, maka Bapepam sebgai pihak regulator dalam pasar modal di Indonesia juga mengeluarkan beberapa peraturan-peraturan yang menjadikan fatwa DSN-MUI sebagai landasan untuk menetapkan regulasi terkait pasar modal di Indonesia. Penerbitan peraturan-peraturan tersebut dimulai Pada tanggal 23 November 2006, Bapepam-LK menerbitkan paket Peraturan Bapepam-LK terkait Pasar Modal Syariah. Paket peraturan tersebut yaitu Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Nomor IX.A.14 tentang Akad-akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek Syariah di Pasar Modal. Selanjutnya, pada tanggal 31 Agustus 2007 Bapepam-LK menerbitkan Peraturan Bapepam-LK Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dan diikuti dengan peluncuran Daftar Efek Syariah pertama kali oleh Bapepam-LK pada tanggal 12 September 2007. Pada tanggal 30 Juni 2009. Kemudian Bapepam-LK telah melakukan penyempurnaan terhadap Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah, sehingga peraturan Bapepam-LK Nomor: IX.A13 tanggal 23 Nopember 2006 tentang Penerbitan Efek Syariah dan
Universitas Sumatera Utara
45
peraturan Bapepam-LK tanggal 31 Agustus 2007 Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Selanjutnya diikuti dengan Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: Kep-523/BL/2010 tanggal 29 November 2010 tentang Daftar Efek Syariah berserta penambahannya dalam Keputusan Bapepam-LK Nomor: Kep-557/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Daftar Efek Syariah. Terakhir Bapepam-LK pada tanggal 31 Mei 2011 menerbitkan peraturan Bapepam-LK Nomor:Kep-261/Bl/2011 Tentang Daftar Efek Syariah menggantikan peraturan Bapepam-LK Nomor:Kep-523/BL/2010 tanggal 29 November 2010 tentang Daftar Efek Syariah serta penambahannya dalam BapepamLK Nomor:Kep-557/BL/2010 tanggal 30 Desember 2010.58 Perkembangan pasar modal Syariah mencapai tonggak sejarah baru dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-undang ini diperlukan sebagai landasan hukum untuk penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara, dimana tanggal 26 Agustus 2008 untuk pertama kalinya Pemerintah Indonesia menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). 2. Struktur Pasar Modal Syariah Sistem keuangan di Indonesia dilaksanakan dengan dual sistem, yaitu konvensional dan Syariah, yang kewenangan untuk melakukan pengawasan operasional diberikan kepada Bank Indonesia dan Departemen Keuangan. Oleh sebab 58
Bapepam-LK, Himpunan Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Tentang Pasar Modal Syariah, (Jakarta: Bapepam-LK, 2010).
Universitas Sumatera Utara
46
itu, upaya pengembangan pasar keuangan Syariah tidak terlepas dari peran serta Departemen Keuangan. Departemen Keuangan melakukan pembinaan dan pengembangan pada pasar modal dan lembaga keuangan non perbankan baik itu konvensional ataupun Syariah melalui Bapepam-LK, yang merupakan penggabungan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dari Departemen Keuangan. Bapepam-LK bertugas melakukan pembinaan, pengawasan, dan mengatur kegiatan pada pasar modal serta merumuskan, melaksanakan kebijakan serta standarisasi teknis pada lembaga keuangan.59 Kewenangan Bapepam-LK semakin dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal yang menyatakan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari kegiatan Pasar Modal dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.60 Adapun pembinaan, pengaturan, dan pengawasan yang dilakukan BapepamLK bertujuan mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan efisien
serta
melindungi
kepentingan
pemodal
dan
masyarakat.61Adapaun
kewenangan Bapepam-LK tersebut meliputi:62 a. memberi : 1) izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek; 59
Andri Soemitra, Op.cit., hlm. 42. Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. 61 Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. 62 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal. 60
Universitas Sumatera Utara
47
b. c.
d. e. f.
g.
h. i. j. k. l.
m.
2) izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan 3) persetujuan bagi Bank Kustodian; mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat; menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya komisaris dan atau direktur yang baru; menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya Pernyataan Pendaftaran; mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam ha l terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undangundang ini dan atau peraturan pelaksanaannya; mewajibkan setiap Pihak untuk : 1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal; atau 2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud; melakukan pemeriksaan terhadap : 1) setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau 2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan Undang-undang ini; menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g; mengumumkan hasil pemeriksaan; membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi kepentingan pemodal; menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu tertentu dalam hal keadaan darurat; memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud; menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
Universitas Sumatera Utara
48
n. melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar Modal; o. memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undangundang ini atau peraturan pelaksanaannya; p. menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan q. melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-undang ini. Oleh sebab itu, maka Bapepam-LK berdasarkan kekuatan undang-undang mempunyai kewenangan untuk menetapkan regulasi pada pasar modal, yang dalam perjalanan nya juga termasuk sejumlah regulasi yang berhubungan dengan peraturan aplikasi prinsip-prinsip Syariah pada pasar modal Syariah di Indonesia. Sedangkan pembinaan dan pengawasan dari pemenuhan prinsip-prinsip Syariah dilakukan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Dewan Syariah Nasional adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1999 yang berfungsi melaksanakan tugas Majelis Ulama Indonesia dalam memajukan ekonomi umat, serta menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan Syariah. dengan beranggotakan para ahli hukum Islam yakni fuqaha’ serta ahhi dan praktisi ekonomi. Sebagai salah satu tugas pokok DSN yakni mengkaji, menggali serta merumuskan nilai dan prinsipprinsip hukum Islam (Syariah) ke dalam bentuk fatwa agar dapat dijadikan pedoman dalam kegiatan transaksi pada lembaga keuangan Syariah. Keanggotaan DSN terdiri dari pengurus MUI, Komisi Fatwa MUI, Ormas Islam, Perguruan Tinggi Islam,
Universitas Sumatera Utara
49
Pesantren serta para praktisi ekonomi Syariah yang memenuhi kriteria dan ditetapkan oleh rapat pleno DSN-MUI.63 Sebagai wakil DSN pada lembaga keuangan Syariah maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (selanjutnya disebut DPS). DPS bertugas mengawasi kegiatan usaha lembaga keuangan Syariah agar sesuai dengan ketentuan dan prinsip Syariah yang telah difatwakan oleh DSN-MUI, selain itu DPS juga berfungsi sebagai penasihat dan pemberi saran juga pengawas kepada emiten yang ingin masuk pada pasar modal Syariah serta sebagai mediator dalam mengkomunikasikan saran dan usul mengenai pengembangan produk dan jasa pada lembaga keuangan Syariah yang membutuhkan kajian dan fatwa dari DSN-MUI. Oleh karena itu, secara organisasi DPS bertanggung jawab kepada DSN-MUI, kepada masyarakat serta secara moral bertanggung jawab kepada ALLAH SWT.64 Dalam setiap Fatwa DSN-MUI khususnya ketentuan penutup juga selalu disebutkan dan diakhiri dengan “Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui
musyawarah”.
Badan
Arbitrase
Syariah
Nasioanal
(BASYARNAS) merupakan lembaga yang menengahi perselisihan dalam lembaga keuangan Syariah yang juga pasar modal Syariah termasuk di dalamnya.
63 64
Andri Soemitra, Op.cit., hlm. 43. Ibid, hlm. 42.
Universitas Sumatera Utara
50
Badan Syariah Nasional (BASYARNAS) berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh MUI adalah lembaga hukum yang bebas, otonom, dan independen yang tidak boleh dicampuri oleh kekuasaan dan pihak-pihak manapun. Adapun dasar hukum pembentukannya adalah Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Surat Keputusan Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24 Desember 2003 tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional yang memutuskan sebagai lembaga hukum (arbitrase Syariah) tunggal di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa muamalah yang timbul pada perdagangan, keuangan, industri, jasa, dan lain-lain yang berhubungan dengan Syariah. Serta Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung No.8 Tahun 2008 tentang Eksekusi Putusan Badan Arbitrase Syariah. B. Perbedaan Pasar Modal Syariah Dan Pasar Modal Konvensional Pada dasarnya secara umum pasar modal merupakan jembatan yang menhubungkan antara pemilik dana dengan pengguna dana hingga dapat dikatakan pada akhirnya pasar modal merupakan wahana investasi dan wahana sumber dana bagi pengguna dana.65 Adapun Perbedaan mendasar antara pasar modal konvensional dengan pasar modal Syariah dapat dilihat pada instrumen dan mekanisme transaksinya, sedangkan perbedaan nilai indeks saham Syariah dengan nilai indeks saham konvensional terletak pada kriteria saham emiten yang harus memenuhi prinsip-prinsip dasar Syariah. Indeks saham Syariah menunjukkan pergerakan harga65
Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan Dan Investasi, cetakan kedua, (Bandung: PT.Alumni, 2008), hlm. 121.
Universitas Sumatera Utara
51
harga saham dari emiten yang sudah dikategorikan sesuai Syariah, sedangkan pasar modal Syariah merupakan institusi pasar modal yang harus diterapkan berdasarkan “prinsip-prinsip Syariah”.66 Oleh sebab itu, perbedaan instrument serta indeks dan mekanisme antara pasar modal Syariah dan konvensional dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Instrumen Pada pasar modal konvensional instrument yang diperdagangkan meliputi saham (stock), obligasi (bond), berbagai instrument derivatif seperti opsi (option), waran (warran), right, dan reksadana (mutual fund). Dalam pasar modal Syariah, instrumen yang diperdagangkan adalah saham Syariah, obligasi Syariah dan reksadana Syariah, sedangkan opsi, waran dan right tidak termasuk instrumen yang dibolehkan. Opsi (option) merupakan produk turunan (derivatif) dari efek (saham dan obligasi). Robert Angg (1997) sebagaimana dikutip Anoraga dan Pakarti mendefinisikan opsi sebagai produk efek yang akan memberikan hak kepada pemegangnya (pembeli) untuk membeli atau menjual sejumlah tertentu dari aset finansial tertentu, pada harga tertentu, dan dalam jangka waktu tertentu.67 Right adalah penerbitan surat hak kepada pemegang saham lama perusahaan publik untuk membeli saham baru yang hendak diterbitkan, dengan right pemegang saham lama berhak didahulukan untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan emiten pada 66
Perbedaan Pasar Modal Syariah Dengan http://sebelasduabelas.blogdetik.com, diakses tanggal 31 Juli 2011, pukul 02.08 WIB. 67 Ibid.
Konvensional,
Universitas Sumatera Utara
52
proporsi dan harga tertentu. Warran merupakan suatu opsi untuk membeli turunan dari saham biasa dengan waktu tertentu dan harga tertentu.68 Opsi, right dan warran yang merupakan produk turunan dari saham dan obligasi tidak boleh diperdagangkan dalam instrument pasar modal Syariah dikarenakan perdagangan ketiga nya tidak menjadikan sekuritas sebagai objek perdagangan. Oleh sebab itu berdasarkan karakteristik yang melekat kepada ketiganya, maka dalam Islam hukum nya haram untuk diperdagangkan. Sebab, syarat dan rukun jual beli tidak terpenuhi sehingga dapat menjurus pada perdagangan yang taghrir, gharar dan maysir (perjudian).69 2. Indeks Saham Indeks harga saham merupakan indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham yang berfungsi menggambarkan pasar pada suatu kondisi tertentu, apakah pasar sedang aktif ataupun lesu. Dengan indeks maka dapat diketahui pergerakan harga saham apakah sedang mengalami kenaikan, stabil atau penurunan. Dikarenakan harga saham selalu bergerak bahkan dalam hitungan detik, maka nilai indeks pun akan terus naik turun seiring dengan perubahan waktu. Hal ini yang menyebabkan sehingga pergerakan indeks menjadi faktor penting bagi investor dalam
68
M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 203-204. 69 Muhamad Nafik HR, Bursa Efek dan Investasi Syariah, (Jakarta: PT.Serambi Ilmu Semesta, 2009), hlm. 225.
Universitas Sumatera Utara
53
menentukan apakah akan menjual, menahan, atau membeli saham dalam jumlah tertentu.70 Indeks saham Syariah di Indonesia pertama sekali diluncurkan oleh PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerjasama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM) dengan nama Jakarta Islamic Index (JII). Adapun tujuan diadakannya indeks Syariah sebagaimana dalam Jakarta Islamic Index yang melibatkan 30 saham terpilih, yaitu sebagai tolak ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu investasi pada saham yang berbasis Syariah dan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan para investor untuk mengembangkan investasi dalam ekuitas secara Syariah.71 Indeks syariah selanjutnya yang baru saja diluncurkan Mei 2011 adalah Indeks Saham Syariah Indonesia/ Indonesia Sharia Stock Index (ISSI) Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) sebagaimana disampaikan oleh Kanny Hidayah merupakan indeks yang mirip dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), akan tetapi saham yang bergabung dalam daftar perhitungan Indeks Saham Syariah Indonesia adalah saham-saham yang berbasis Syariah yang telah sesuai dengan kaidah-kaidah saham Syariah, tercatat 214 saham yang diperdagangkan pada Indeks Saham Syariah (ISSI) saat ini.72 Adapun kaidah-kaidah saham yang masuk Daftar Efek Syariah meliputi core bisnis emiten yang harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Misalnya, Astra
70
Burhanuddin S, Op.cit., hlm. 49-50. M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hlm. 17. 72 Wawancara dengan Bapak Kanny Hidaya Y, SE, MA, Wakil Sekretaris Badan Pelaksana Harian/BPH DSN-MUI, tanggal 11 Juni 2011. 71
Universitas Sumatera Utara
54
International, Tbk yang bergerak di bidang otomotif. Perdagangan yang dilakukan Astra Tbk tidak bertentangan dengan prinsip Syariah sehingga dapat diperdagangkan di Jakarta Islamic Index dan Indonesia Sharia Stock Index. Atau misalnya saham PT. Multi Bintang, Tbk yang bergerak dalam memproduksi minuman beralkohol, dikarenakan bertentangan dengan prinsip syariah yang melanggar kaidah-kaidah saham dalam Daftar Efek Syariah maka tidak dapat diperdagangkan di Jakarta Islamic Index serta Indonesia Sharia Stock Index. Core bisnis yang kedua adalah salinan terhadap rasio keuangan dengan menggunakan rasio hutang terhadap modal. Karena jika perusahaan lebih banyak memiliki hutang ketimbang modal dan hutangnya kebanyakan mengandung ribawi serta perusahaan-perusahaan yang pendapatan non halalnya lebih dari 10 persen maka investor dalam pasar modal syariah tidak boleh menginvestasikan modalnya kepada perusahaan-perusahaan tersebut.73 Dalam syariah konsepnya adalah Al-Qur’an, Sunnah dan Ijtihad. ketentuan mengenai 10 persen adalah merupakan ijtihad yang diambil para ulama dengan berdasarkan pendapat Imam Syafi’i yang menyatakan bahwa yang haram itu tidak boleh mayoritas. Hal ini yang kemudian dijadikan dasar oleh DSN-MUI dalam menetapkan ketentuan mengenai emiten yang dapat dimasukkan dalam Daftar Efek Syariah.74
73 74
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
55
Melalui indeks Syariah diharapkan investor lebih mendapatkan transparansi terhadap laporan keuangan yang disumbangkan oleh para praktisi serta pemenuhan ketentuan Syariah sebagai hasil dari wujud serta peran Dewan Syariah Nasional serta accountability dari bursa efek Indonesia yang melakukan monitoring.75 Perbedaan mendasar antara indeks konvensional dengan indeks Syariah adalah indeks konvensional memasukkan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar (listing) sudah sesuai aturan yang berlaku (legal). Akibatnya bukanlah suatu persoalan jika ada emiten yang menjual sahamnya di bursa dengan usaha yang bergerak di sektor yang bertentangan dengan prinsip Syariah atau yang memiliki sifat merusak kehidupan masyarakat. Misalnya pada awal tahun 2003, di Australia ada usaha rumah bordir (pelacuran) yang masuk ke dalam bursa efek di Australia.76 DSN-MUI sebagai pihak yang mengeluarkan ketentuan hukum dalam membuat kriteria saham Syariah di Indonesia, menyatakan bahwa emiten ataupun perusahan pubik yang menerbitkan efek Syariah adalah perusahaan yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Adapun emiten yang tidak boleh dimasukkan ke dalam perhitungan Indeks pasar modal Syariah yaitu perusahaan yang kegiatan usahanya meliputi:77
75
Andri Soemitra, Op.cit., hlm. 130. Perbedaan Pasar Modal Syariah Dengan Konvensional, Op.cit. 77 Pasal 3 ayat 2 Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. 76
Universitas Sumatera Utara
56
1. perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; 2. lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional; 3. produsen, distributor, serta pedagang makanan dan minuman yang haram; 4. produsen, distributor, dan/atau penyedia barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat; 5. melakukan investasi pada Emiten (perusahaan) yang pada saat transaksi tingkat (nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih dominan dari modalnya; Dari kriteria emiten yang dikeluarkan oleh fatwa DSN-MUI tersebut diatas, maka dapat disimpulkan perbedaan antara indeks Syariah dan indeks konvensional. Yaitu, indeks Syariah berdasarkan kepada saham-saham yang digolongkan memenuhi kriteria-kriteria Syariah sedangkan indeks konvensional memasukkan semua saham yang terdaftar dalam bursa efek tersebut. 3. Mekanisme Transaksi Dalam pasar modal Syariah, tidak diperbolehkan transaksi yang mengandung transaksi bunga (ribawi), transaksi yang meragukan (gharar), dan saham perusahaan yang bergerak pada bidang yang diharamkan. Pasar modal Syariah harus bebas dari transaksi yang tidak beretika dan tidak bermoral, yakni manipulasi pasar, transaksi
Universitas Sumatera Utara
57
yang memanfaatkan orang dalam (insider trading), dan melakukan penjualan atas barang yang belum dimiliki (short selling). Sementara itu Obaidullah mengemukakan etika di pasar modal Syariah, yaitu setiap orang bebas melakukan akad (freedom contract) selama masih sesuai Syariah, bersih dari unsur riba (freedom from al-riba), gharar (excessive uncertainty), alqimar/judi (gambling), al-maysir (unearned income), manipulasi dan kontrol harga (price control and manipulation), dharar (detriment) dan tidak merugikan kepentingan publik (unrestricted public interest), juga harga terbentuk secara fair (entitlement to transact at fair price) dan terdapat informasi yang akurat, cukup dan apa adanya (entitlement to equal, adequate, and accurate infromation).78 Inti dari apa yang disebutkan oleh Obaidullah tersebut adalah pasar modal Syariah harus membuang jauh-jauh setiap transaksi yang berlandaskan spekulasi. Inilah bedanya dengan pasar modal konvensional yang meletakkan spekulasi saham sebagai cara untuk mendapatkan keuntungan. Meskipun dalam kasus-kasus tertentu seperti insider trading dan manipulasi pasar dengan membuat laporan keuangan palsu dilarang dalam pasar modal konvensional.79 Fatwa DSN-MUI No.40/DSN-MUI/X/2003 juga menyatakan transaksi yang dilarang pada pasar modal Syariah meliputi:80 1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di 78
Perbedaan Pasar Modal Syariah Dengan Konvensional, Op.cit. Ibid. 80 Pasal 5 ayat 1dan 2 fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal. 79
Universitas Sumatera Utara
58
dalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman. 2. Transaksi yang mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas meliputi: a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu; b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek Syariah) yang belum dimiliki (short selling); c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang; d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan; e. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah tersebut; dan f. Ihtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan suatu Efek Syariah untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah, dengan tujuan mempengaruhi Pihak lain; g. Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas. Dalam pasar modal konvensional investor dapat membeli atau menjual saham secara langsung dengan menggunakan jasa broker atau pialang. Keadaan ini memungkinkan bagi para spekulan untuk mempermainkan harga. Akibatnya perubahan harga saham ditentukan oleh kekuatan pasar bukan karena nilai saham itu sendiri. Perkembangan harga saham dalam pasar modal konvensional sangat besar dikarenakan oleh transaksi spekulatif, biasanya juga timbul dari keinginan para pelaku pada umumnya agar harga saham terus meningkat. Kenaikkan harga saham bukan didorong oleh bertambahnya keuntungan perusahaan dan jumlah deviden yang dibagikan, tetapi didorong oleh harapan dan impian pemburu saham terutama dari kalangan yang paling awam. Kondisi seperti ini menjadikan investor awam sebagai
Universitas Sumatera Utara
59
sasaran empuk para spekulan yang sangat jeli dalam menganalisis perkembangan pasar. Oleh sebab itu, sesuai dengan wasiat Nabi Muhammad SAW dalam sebuah Hadist yang menyatakan: “Segala sesuatu yang halal dan haram telah jelas, tetapi diantara keduanya terdapat hal-hal yang samar dan tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barang siapa berhati-hati terhadap hal-hal yang meragukan, berarti telah menjaga agama dan kehormatan dirinya…” (HR.Bukhari-Muslim) Oleh karenanya, maka berinvestasi di pasar modal Syariah harus dilakukan pada instrumen-instrumen dari perusahaan yang solid, manajemen yang baik serta perencanaan bisnis yang jitu. Hal ini disebabkan para investor harus berorientasi jangka panjang serta tidak terpengaruh oleh pasar yang menyebabkan panic selling yakni menjual saham dikarenakan panik akibat dari harga saham yang dapat melonjak tajam ataupun turus drastis. Para investor harus melakukan penjualan saham karena memiliki informasi yang menyebabkan kinerja perusahaan menurun, seperti manajemen yang tidak baik, perusahaan tidak mampu bersaing dan lain sebagainya.81 C. Pertimbangan Pembentukan Pasar Modal Syariah Di Indonesia Untuk mengkaji pasar modal tidaklah semata-mata menjadi domain ekonomi, tetapi juga menjadi domain bidang ilmu lainnya, terlebih jika kita membicarakan bagaimana pembentukannya. Khusus mengenai pembentukan pasar modal Syariah di
81
Op.cit., hlm. 155.
Universitas Sumatera Utara
60
Indonesia,
pertimbangan
pembentukannya
sangat
terkait
kepada
beberapa
pertimbangan yang akan diuraikan sebagai berikut: 1. Pertimbangan Filosofis Dari sekian banyak batasan mengenai definisi dari filsafat, secara umum dapat dikatakan filsafat merupakan pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang suatu objek. Jika yang menjadi objek pemikiran adalah Tuhan maka lahirlah filsafat keTuhanan, jika yang menjadi objek pemikiran hukum maka lahirlah filsafat hukum dan jika yang menjadi objek filsafat adalah agama maka lahirlah filsafat agama. Demikian juga jika yang menjadi objek pemikiran adalah ajaran Islam maka lahirlah filsafat Islam, oleh sebab itu filsafat Islam adalah pemikiran rasional, kritis, sistematis dan radikal tentang aspek-aspek ajaran Islam.82 Bagi Indonesia, Pancasila sebagai philosofische grondslag yang merupakan fondamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat yang sedalamdalamnya dan diatasnya didirikan sebuah gedung bernama Indonesia Merdeka yang kekal abadi.83 Pancasila merupakan dasar dari ideologi negara yang berfungsi sebagai dasar dan ikatan moral bagi seluruh rakyat Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara. Lalu yang menarik adalah bagaimana letak hubungan ajaran agama Islam dengan Ideologi Pancasila, padahal keduanya memiliki sumber yang berbeda. Ajaran Islam bersumber dari wahyu sedangkan Pancasila bersumber dari manusia, oleh sebab itu relevansi nilai-nilai yang terkandung antara keduanya dapat dilihat salah
82 83
Ahmad Azha Basyir, Refleksi Atas Persoalan Keislaman, (Bandung: Mizan, 1993), hlm 17. Soewarno, Pancasila Bung Karno, (Jakarta: Paksi Bhineka Tunggal Ika, 2005), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
61
satunya dalam pidato kenegaraan Presiden Soekarno pada tanggal 16 Agustus 1983 yang mengatakan:84 “Pancasila bukan agama. Pancasila tidak akan dan tidak mungkin menggantikan agama. Pancasila tidak akan diagamakan. Juga agama tidak mungkin dipancasilakan. Tidak ada sila-sila dalam Pancasila yang bertentangan dengan agama. Dan tidak ada satu agama pun yang ajarannya memberi tanda-tanda larangan terhadap pengamalan dari sila-sila dalam Pancasila. Karena itu, walaupun peranan dan fungsi Pancasila ini kita dapat menjadi pengamal agama yang taat sekaligus sebagai pengamal Pancasila yang baik. Karena itu, jangan sekali-sekali ada yang mempertentangkan agama dengan Pancasila, karena keduanya memang tidak bertentangan”. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Soekarno tersebut diatas, maka dari segi bentuk rumusan Pancasila yang meliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta Keadilan Sosila bagi Seluruh Rakyat Indonesia tidak ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab Islam juga juga mempercayai adanya satu Tuhan yaitu Allah SWT, menghargai dan menghormati eksistensi kemanusiaan beserta hak-hak asasi nya. Islam mengajak umat manusia agar tidak berprasangka buruk, tidak bertengkar dan diminta untuk bersatu karena pada hakikatnya manusia berasal dari satu keturunan, melalui Al-Qur’an Islam juga memerintahkan manusia agar menjalani kehidupannya harus berdemokrasi dengan bermusyawarah berdasarkan aturan-aturan yang disyaratkan oleh Al-Qur’an, serta Islam sebagaimana terkandung dalam AlQur’an juga mengajarkan manusia untuk berbuat baik, adil, tidak mementingkan kepentingan pribadi dalam segala dimensi kehidupan bahkan dalam perdagangan. 84
Ahmad Azha Basyir, Op.cit., hlm 245.
Universitas Sumatera Utara
62
Indonesia yang mengakui adanya pluralisme hukum dalam sistem hukumnya juga mengadopsi sistem hukum Islam, hal inilah yang juga menjadi pertimbangan secara filosofis pembentukan prinsip-prinsip Syariah ke dalam bidang lembaga keuangan yang didalamnya termasuk pasar modal yang merupakan bagian dari sistem lembaga keuangan di Indonesia. Filosofi dari sistem ekonomi syariah berbasis pada keadilan, tranparansi dan kerjasama yang terakomodasi di dalam nilai-nilai sistem ekonomi syariah yang meliputi nilai ilahiyah (keTuhanan), khilafah (kepemimpinan), keseimbangan dan kemaslahatan. Nilai-nilai ynag terkandung dalam syariah inilah yang memiliki relevansi dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila.85 Sistem Syariah memberikan tuntunan pada manusia dalam perilakunya untuk memenuhi segala kebutuhannya dengan keterbatasan alat pemuas dengan jalan yang baik dan alat pemuas yang tentunya halal, secara zatnya maupun secara perolehannya. Tujuan utama Syariah adalah untuk mewujudkan kemashlahahan umat manusia, baik di dunia maupun di akhirat. Ini sesuai dengan misi Islam secara keseluruhan yang rahmatan lil‘alamin. Al-Syatibi dalam al-Muwafaqat menegaskan “Telah diketahui bahwa syariat Islam itu disyariatkan/diundangkan untuk mewujudkan kemashlahahan makhluk secara mutlak”.86
85
Arifin Hamid, Membumikan Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Sosioyuridis), Cetakan kedua, (Jakarta : eLSAS, 2008), hlm. 18. 86 Nur Kholis, Perbedaan Mendasar Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional, http://nurkholis77.staff.uii.ac.id/perbedaan-mendasar-ekonomi-islam-dan-ekonomi-konvensional/, diakses tanggal 7 Agustus 2011, Pukul 22.13 WIB.
Universitas Sumatera Utara
63
2. Pertimbangan Ekonomi Ilmu ekonomi Syariah merupakan ilmu sosial yang mempelajari masalahmasalah ekonomi kerakyatan yang berdasarkan prinsip-prinsip Syariah, berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme yang selama ini menguasai sistem ekonomi diseluruh dunia dikarenakan sistem ekonomi kapitalisme yang sangat erat hubungannya dengan pengejaran kepentingan hak individu. Hal ini yang membuat para ahli ekonomi barat pada era tahun 1990-an menyatakan secara tegas bahwa ilmu ekonomi telah mati, sebagaimana yang paling menonjol yakni Paul Ormerod dalam bukunya yang berjudul The Death of Economics (Matinya Ilmu Ekonomi). Dia menyatakan bahwa dunia saat ini dilanda kecemasan yang maha dahsyat dengan kurang dapat beroperasinya sistem ekonomi yang memiliki ketahanan pangan dalam menghadapi setiap gejolak ekonomi dan moneter, para ahli ekonomi kini terjebak dalam ideologi kapitalisme yang mekanistik dan ternyata tidak memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.87 Secara lebih terperinci, tujuan ekonomi Islam adalah untuk kesejahteraan yang mencakup kesejahteraan individu, masyarakat dan negara, tercukupinya kebutuhan dasar manusia, meliputi makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, keamanan serta sistem negara yang menjamin terlaksananya kecukupan kebutuhan dasar secara adil. Penggunaan sumber daya secara optimal, efisien, efektif, hemat dan tidak mubazir. Distribusi harta, kekayaan, pendapatan dan
87
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm 19.
Universitas Sumatera Utara
64
hasil pembangunan secara adil dan merata, menjamin kebebasan individu, kesamaman hak dan peluang serta kerjasama dan keadilan.88 Ekonomi konvensional yang diberlakukan para pelaku ekonomi di indonesia dengan berdasarkan dominasi kapitalisme sudah menghadapi masa krisis dan reevaluasi. Hal ini sejalan dengan kehadiran konsep ekonomi baru yang mendapat dukungan dari pakar ekonomi terkemuka di dunia, yaitu Joseph E Stiglitz dan Bruce Greenwald dalam buku Toward a New Paradigm in Monetary Economics. Mereka mengkritik teori ekonomi kapitalis (konvensional) serta mengemukakan pendekatan moneter baru yang disadari atau tidak merupakan sudut pandang ekonomi Syariah di bidang moneter seperti peranan uang, bunga, dan kredit perbankan.89 Lahirnya lembaga keuangan Syariah di Indonesia pertama sekali muncul dengan adanya pendapat K.H Mas Mansur Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944 yang menguraikan penggunaan bank konvensional sebagai hal terpaksa yang dilakukan umat Islam karena belum mempunya bank yang terbebas dari unsur riba di Indonesia hingga akhirnya pemerintah merespon positif dengan didirikannya bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991 dan merupakan tonggak awal berdirinya lembaga keuangan Syariah di Indonesia.90 Sebagai akibat pesatnya perkembangan perbankan Syariah di Indonesia, dan realita pembentukan pasar modal Syariah di dunia maka kemudian Bapepam mulai melirik penerapan prinsip Syariah
88
Nur Kholis, Op.cit. Zainuddin Ali, Op.Cit., hlm 20. 90 Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam Tinjauan Yuridis dan Praktis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 29. 89
Universitas Sumatera Utara
65
ke dalam pasar modal Indonesia yang sebelumnya sudah terlebih dahulu dilakukan oleh Malaysia pada awal 1990-an. 3. Pertimbangan Politik Hukum Sebagai negara dengan mayoritas penduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia tidak bisa menafikkan bahwa dengan populasi masyarakatnya tersebut sangat berimplikasi terhadap perkembangan politik di bidang ekonomi. Pengadopsian hukum Islam melalui prinsip-prinsip Syariah ke dalam tataran penerapan ekonomi nasional sangat didasarkan pertimbangan politik hukum yang menyertai nya. Hukum ekonomi Syariah di Indonesia memiliki dasar yang sangat kuat secara pertimbangan yuridis. Ketentuan Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang dengan tegas menyatakan bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, pada dasarnya mengandung tiga makna, yaitu:91 a.
Negara tidak boleh membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan dasar keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.
Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan atau melakukan kebijakan-kebijakan bagi pelaksanaan wujud rasa keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dari segolongan pemeluk agama yang memerlukannya;
c.
Negara berkewajiban membuat peraturan perundang-undangan yang melarang siapa pun melakukan pelecehan terhadap ajaran agama. 91
Agustianto, Politik Hukum Dalam Ekonomi http://www.agustiantocentre.com/?p=450, diakses tanggal 28 Juli 2011, pukul 16.54 WIB.
Syariah,
Universitas Sumatera Utara
66
Dalam pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Kata “menjamin” sebagaimana termaktub dalam ayat 2 pasal 29 Undang-Undang Dasar 1945 tersebut bersifat “imperatif”. Artinya negara berkewajiban secara aktif melakukan upaya-upaya agar setiap penduduk dapat memeluk agama dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.92 Sebenarnya, melalui ketentuan pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945, seluruh syariat Islam, khususnya yang menyangkut bidang-bidang hukum muamalat, pada dasarnya dapat dijalankan secara sah dan formal oleh kaum muslimin, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan jalan diadopsi dalam hukum positif nasional. Keharusan tiadanya materi konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut adalah konsekuensi diterapkannya Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu prinsip dasar penyelenggaraan negara. Perkembangan politik hukum ekonomi Syariah diawali di bidang perbankan, dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, bank Syariah dipahami sebagai bank bagi hasil. Selebihnya bank Syariah harus tunduk kepada peraturan perbankan umum yang berbasis konvensional. 92
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
67
Kemudian dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, landasan hukum bank Syariah menjadi cukup jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya. Dalam Undang-undang ini “prinsip Syariah” secara definitif terakomodasi. Eksistensi bank Syariah semakin diperkuat kuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.93 Kedua Undang-undang tersebut menjadi landasan hukum bagi perbankan nasional untuk menerapkan sistem perbankan ganda atau dual banking system. Dalam pelaksanaannya lebih lanjut, hukum dan peraturan positif perbankan Syariah semakin kuat dengan adanya Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia menjadi Direktorat Perbankan Syariah serta dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia juga pada tanggal 20 Maret 2006 mengesahkan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2006 mengenai perubahan atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, sehingga membawa perubahan dalam tugas dan kewenangan Peradilan Agama yang semakin diperluas dengan dimasukkannya mengenai sengketa ekonomi syariah sebagai bagian dari wewenang peradilan Agama. Undang Undang Nomor 3 Tahun
93
Pasal 1 angka 7 dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
68
2006 menyebutkan ekonomi Syariah adalah perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara lain meliputi Bank syariah, Lembaga keuangan mikro syariah, Asuransi syariah, Reasuransi syari’ah, Reksadana syariah, Obligasi syariah, surat berharga berjangka menengah syariah, Sekuritas syariah, Pembiayaan syariah, Pegadaian syariah, Dana Pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah.94 Dengan bahasa perbuatan atau kegiatan usaha maka yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama adalah transaksi yang menggunakan akad syariah, walaupun pelakunya bukan beragama Islam. Kewenangan Pengadilan Agama yang menjangkau kalangan non muslim yang bertransaksi (menggunakan akad) syariah dalam kegiatan ekonomi syariah dapat dipandang sebagai salah satu pengakuan terhadap eksistensi ekonomi Syariah di Indonesia. Sedangkan untuk penerapan Syariah di pasar modal, sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang mengaturnya, akan tetapi sebagai dasar penerapannya digunakan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang menjadi acuan oleh Bapepam-LK untuk menerbitkan perangkat regulasi pada pasar modal berbasis Syariah di Indonesia.
94
Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006, perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Universitas Sumatera Utara